Anda di halaman 1dari 7

BAB XII

TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK

Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1994 merupakan falsafah


dan landasan latar belakang yang mengatur ketentuan sistem dan
mekanisme pemungutan pajak. Tata cara pemungutan pajak ialah
terdiri dari sistem pemungutan pajak, stelsel pajak dan asas
pemungutan pajak.

A. Sistem Pemungutan Pajak


Ciri dan corak pada sistem dan mekanisme perpajakan
Indonesia, yaitu:
1) Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari
pengabdian dan kontribusi masyarakat dalam memenuhi
kewajiban perpajakan untuk memajukan negara dan
pembangunan nasional.
2) Bertanggung jawab dan berkewajiban melakukan pemungutan
pajak merupakan cerminan dari wajib pajak itu sendiri. Untuk
memenuhi kewajiban perpajakan, para petugas pajak wajib
memberikan pembinaan, pelayanan dan pengawasan kepada
masyarakat sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku.
3) Para Wajib Pajak memiliki wewenang dan diberi kepercayaan
dalam menjalankan kegotongroyongan nasional melalui sistem
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan
sendiri pajak terutang (self assessment), sehingga diharapkan
melalui system tersebut administrasi perpajakan menjadi
teratur, terkendali, sederhana dan mudah dipahami oleh
semua kalangan.
Sebagaimana tertuang pada peraturan UU perpajakan,
Sistem Pemungutan Pajak merupakan penentuan dan penetapan
besar pajak yang terutang dipercayakan kepada para Wajib Pajak
dan melaporkannya secara teratur sesuai jumlah pajak yang
terutang dan yang telah disetorkan ke kas negara. Di Indonesia
terdapat tiga (3) sistem pemungutan pajak yang berlaku, yaitu:
1. Self Assessment Sistem
Ialah sistem pemungutan pajak yang memberi hak kepada
para wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang akan
dibayar setiap tahun sesuai undang-undang pajak yang berlaku.
Pada sistem ini, para wajib pajak harus memiliki inisiatif dalam
menghitung dan memungut pajak. Harapannya para wajib pajak
mampu menghitung pajak, paham dengan undang-undang pajak
yang berlaku, memiliki tingkat kejujuran yang tinggi, dan memiliki
kesadaran membayar pajak. Oleh karena itu, para wajib pajak
diberi kepercayaan dan kewenangan dalam hal:
a) Menghitung sendiri jumlah pajak yang akan dibayar;
b) Memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang akan dibayar;
c) Membayar sendiri jumlah pajak yang telah diperhitungkan
dan terutang;
d) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang telah disetor ke kas
negara;
e) Mempertanggungjawabkan jumlah pajak terutang.

2. Official Assessment Sistem


Pemungutan pajak yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku, memungkinkan petugas pajak
untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar setiap
tahunnya. Pada sistem ini, petugas pajak memiliki kendali penuh
atas inisiatif dan kegiatan menghitung dan memungut pajak. Oleh
karena itu, keberhasilan pemungutan pajak sangat bergantung
pada petugas pajak. Pembayaran pelunasan Pajak Bumi Bangunan
(PBB), pembayaran pelunasan Pajak Kendaraan Bermotor, atau
jenis pajak daerah lainnya dapat dikenakan oleh sistem
pemungutan pajak ini. Terdapat beberapa ciri-ciri official
assessment sistem, yaitu:
a) Para petugas pajak akan menghitung jumlah pajak yang
akan dibayar atau pajak terutang.
b) Para wajib pajak sifatnya pasif dalam menghitung jumlah
pajak terutang.
c) Para petugas pajak menghitung dan menerbitkan surat
ketetapan pajak untuk menentukan pajak terutang.
d) Pemerintah berwenang menentukan jumlah besar pajak
yang wajib dibayarkan.
3. Withholding System
Pada sistem ini, pihak ketiga yang telah ditunjuk dan diberi
kewenangan untuk menentukan jumlah pajak yang terutang oleh
wajib pajak. Pihak ketiga yang ditunjuk harus sesuai dengan
peraturan undang-undang perpajakan, keputusan presiden, dan
peraturan lainnya perihal pemotongan pajak, pemungutan pajak,
penyetoran pajak dan pertanggungjawaban melalui sarana
perpajakan yang tersedia. Peran pihak ketiga yang ditunjuk sangat
menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan
pajak. Withholding sistem di Indonesia menggunakan Jenis pajak
sebagai berikut: Pajak Penghasilan pasal 21, Pajak Penghasilan
pasal 22, Pajak Penghasilan pasal 23, Pajak Penghasilan Final Pasal
4 ayat (2) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

B. Stelsel Pajak
Stelsel pajak ialah sistem pemungutan pajak yang digunakan
untuk menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh para
wajib pajak. Ada tiga jenis stelsel yang dapat digunakan untuk
pemungutan pajak, yaitu:
1. Stelsel Nyata (Riil)
Menurut stelsel ini bahwa objek yang sesungguhnya terjadi
(nyata) sebagai dasar pengenaan pajak (Penghasilan sebagai
objek). Oleh karena itu, pemungutan jumlah pajak terutang
baru dapat dilakukan diakhir tahun pajak tersebut, yaitu
setelah diketahui semua penghasilan sesungguhnya. Pasal 21—
Pajak Penghasilan, Pasal 22—Pajak Penghasilan, Pasal 23—
Pajak Penghasilan, Pasal 4 ayat (2), dan Pasal 26—Pajak
Penghasilan adalah contoh stelsel nyata. Stelsel nyata memiliki
kelebihan yaitu penghasilan yang sebenarnya sebagai dasar
penghitungan jumlah pajak sehingga realistis dan lebih akurat.
Stelsel nyata juga memiliki kekurangan ialah jumlah pajak
terutang baru dapat diketahui diakhir tahun, yang berarti: (a)
Pada akhir tahun para wajib pajak terbebani jumlah tagihan
pajak yang tinggi, kemungkinan pada saat itu dana tidak
mencukupi; dan (b) Pada akhir tahun para wajib pajak akan
membayar dan melunasi pajak terutang sehingga
mempengaruhi jumlah peredaran uang secara makro.
2. Stelsel Anggapan (Fiktif)
Menurut Stelsel tersebut, pengenaan pajak berdasarkan suatu
anggapan yang telah tertuang diundang-undang perpajakan.
Sebagai ilustrasi, jumlah pajak terutang pada suatu tahun
dianggap jumlahnya sama dengan jumlah pajak terutang
ditahun sebelumnya, dengan demikian pajak terutang pada
tahun tersebut juga dianggap sama. Pada stelsel fiktif tersebut,
besarnya pajak terutang ditahun berjalan dapat ditetapkan
atau diketahui diawal tahun berjalan. Ilustrasi untuk angsuran
bulanan PPh Pasal 25 sebagai berikut: Pada Tahun 2018 PT XYZ
memiliki pendapatan sejumlah Rp50.000.000. Diasumsikan
bahwa jumlah pendapatan tahun 2019 sama dengan jumlah
pendapatan tahun 2018, Pajak penghasilan tahun 2019 mulai
dihitung diawal tahun 2019 dengan tarif pajak yang berlaku
adalah 5%, sehingga PPh terutang tahun 2019 sebesar
Rp2.500.000 yang pembayarannya diangsur pada setiap bulan
selama tahun 2019.
Stelsel fiktif memiliki kelebihan yaitu pembayaran pajak di
tahun berjalan tanpa harus menunggu sampai akhir tahun.
Untuk ilustrasi yaitu pajak dapat dibayar pada saat wajib pajak
menerima penghasilan tinggi atau pajak dibayar secara angsur
ditahun berjalan. Stelsel fiktif memiliki kekurangan yaitu
penentuan pajak menjadi tidak akurat karena pajak yang
dibayar tidak berdasarkan keadaan yang sebenarnya.
3. Stelsel Campuran
Menurut stelsel campuran bahwa gabungan stelsel nyata dan
stelsel anggapan sebagai dasar pengenaan pajak. Besar pajak
dihitung awal tahun berdasar stelsel anggapan dan pada akhir
tahun berdasar keadaan yang sebenarnya (stelsel nyata). Wajib
Pajak harus membayar selisih jika besarnya pajak berdasarkan
keadaan sesungguhnya lebih besar dari pada besarnya pajak
menurut anggapan (Pajak Penghasilan Psl 29). Begitupun
sebaliknya, jika berdasarkan keadaan sesungguhnya jumlah
pajak lebih kecil daripada jumlah pajak menurut anggapan,
maka selisih tersebut dapat mengajukan pengembalian dana
(restitusi) atau dengan cara lain dikembalikan pada tahun
berikutnya, apabila telah memperhitungkan utang pajak
lainnya (PPh Pasal 28 (a)).

Bibliography
Solikhah, B., & Suryarini, T. (2021). PERPAJAKAN. Semarang: UNNES
Press.
Resmi, S. (2019). Perpajakan Teori & Kasus. Jakarta: Salemba
Empat.
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994. (2023, 11 04). Retrieved
from Kemenkeu.go.id:
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1994/9tahun~1994uu.
htm

Anda mungkin juga menyukai