Anda di halaman 1dari 21

PERPAJAKAN

Pengantar Perpajakan
Teori Pemungutan Pajak
Kedudukan Hukum Pajak

Fakultas : FBIS
Program studi : Akuntansi

Tatap Muka

01
Kode Matakuliah : W1219009

Disusun oleh : Islamiah Kamil, SE., M.Ak, CAPM, CAPF


ABSTRAK TUJUAN
Pajak adalah prestasi kepada Setelah membaca modul ini, mahasiswa
pemerintah yang terutang diharapkan mampu untuk :
melalui norma-norma umum,
dan yang dapat dipaksakan, Kemampuan komunikasi dan argumentasi sesuai
tanpa adanya kontra prestasi konsep teori
yang dapat ditunjukkan dalam
hal yang individual, maksudnya
untuk membiayai pengeluaran
Pemerintah.
Pengantar Perpajakan
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan. (oleh Prof Dr PJA Adriani – Univ. Amsterdam).

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-


norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat
ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya untuk membiayai pengeluaran
Pemerintah. (oleh Prof Dr MJH Smeets – De Economische Betekenis der
Belastingen, 1951).

Ciri-Ciri Pajak :
 Pengalihan kekayaan dari masyarakat kepada negara.
 Dapat dipaksakan (berdasarkan UU dan aturan pelaksanaannya).
 Dipungut berulang-ulang atau sekaligus.
 Tidak ada kontraprestasi secara langsung.
 Dipungut oleh negara.
 Diperuntukkan untuk pengeluaran Pemerintah dan tujuan lain.

Fungsi Pajak :
Tugas pajak terdapat 4 fungsi pajak :
1) Fungsi budgeter  mengisi anggaran
2) Fungsi regulerend  mengatur anggaran
3) Fungsi demokrasi  membayar pajak
4) Fungsi distribusi  yang kaya membayar pajak 1 buah besar dari yang miskin
Perbedaan Pajak Dengan Pungutan Lain
* Pungutan Lain

a) Retibusi : pungutan yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaan


jasa-jasa yang disediakan oleh negara.
b) Iuran : pungutan yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaan
jasa-jasa atau fasilitas yang disediakan oleh negara untuk sekelompok
orang.
c) Sumbangan : biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu, tidak
boleh dikeluarkan dari kas umum karena tidak ditujukan kepada
penduduk seluruhnya, melainkan hanya sebagian tertentu saja.

PERBEDAAN PAJAK DENGAN PUNGUTAN LAIN

PAJAK Pungutan Lain

- merupakan iuran rakyat - pembayaran oleh individu


- dapat dipaksakan (dengan UU) - tidak dapat dipaksakan
- tidak ada kontraprestasi langsung - ada kontraprestasi langsung

Tujuan Pajak secara umum adalah :


- menciptakan keadilan
- meningkatkan pemerataan
- bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kenegaraan

PENDEKATAN PAJAK

Ada 4 segi pendekatan dalam mempelajari pajak yaitu :


1. segi ekonomi (berhubungan dengan penghasilan, pola konsumsi, harga pokok, permintaan,
penawaran, dll).
2. segi pembangunan (berhubungan dengan adanya tabungan pemerintahan untuk
pembangunan dari pembayaran pajak, fiscal policy).
3. segi penerapan praktis (berhubungan dengan siapa yang dikenakan pajak, apa
yang dikenakan pajak, berapa besarnya, bagaimana mengenakan, dsb).
4. segi hukum (berhubungan dengan perikatan, hak dan kewajiban dengan
perikatan, hak dan kewajiban, subyek pajak dalam hubungannya dengan subyek
hukum, utang pajak, pengenaan sanksi perpajakan, penagihan pajak, dsb).
HUKUM PAJAK
Pengertian

Hukum Pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi


wewenang pemrintah untuk mengambil kekayaan seseorang/masyarakat dan
menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara.

Yang diatur dalam hukum pajak diantaranya :


- subyek pajak  masyarakat
- obyek pajak  apa yang harus dipajaki
- tarif pajak  sebanyak/sebesar apa harus dibayar
- kewajiban masyarakat  kenapa ada kewajiban karena ada hak
- cara pengenaan pajak  langsung/tidak langsung
- cara penagihan pajak  berdasarkan UU penagihan pajak

Hukum pajak menyangkut 2 pihak :


1) Pemerintah
2) Masyarakat
Tugas Hukum Pajak

Menelah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan


pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan
peraturan-peraturan tersebut.

Kedudukan Hukum Pajak Dalam Tata Hukum

 Hukum Publik disebut juga sebagai Hukum Negara


 Hukum Pajak disebut juga sebagai Hukum Fiskal

Hubungan Antara Hukum Pajak Dengan :


1. Hukum Perdata
2. Hukum Pidana
Berlaku : “Lex Specialis deroget Lex generalis”.
Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
Pembagian Hukum Pajak

Hukum Pajak terdiri atas 2 bagian :


1. Hukum Pajak Formal : norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan dan
peristiwa yang harus dikenakan pajak (mendukung)
pelaksanaan hukum pajak material).
2. Hukum Pajak Material : hukum pajak yang memuat subjek pajak, objek pajak, tarif
pajak.
SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan
pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)


Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni
dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)


Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini membeirkan
jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3. Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)


Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)


sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga
lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana


Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi
oleh undang-undang perpajakan yang baru.

Contoh :
* Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tariff menjadi 2 macam tarif.
* Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.
* Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan
maupun perseorangan (orang pribadi).
TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK

Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut pajak? Terdapat beberapa teori
yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk
memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah :

1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh
karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi
asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya
perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang
terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

3. Teori Daya Pikul


Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya
pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu :
* Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
* Unsur subjektif, dengan memperlihatkan besarnya kebutuhan materiil yang
harus dipenuhi.
Contoh :
Tuan A Tuan B
-------------------------------------------------------------------------------------
Penghasilan / bulan Rp 2 juta Rp 2 juta
Status menikah bujangan
Dengan 3 anak

Secara objektif PPh untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B, karena
mempunyai penghasilan yang sama besarnya.
Secara subjektif PPh untuk tuan A lebih kecil dari pada tuan B, karena
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih besar.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan
negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari
bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5. Teori Asas Daya Beli


Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut
pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah
tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali kemasyarakat
dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian
kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
PENGELOMPOKAN PAJAK

1. Menurut golongannya

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai

2. Menurut sifatnya

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada


subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa


memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut lembaga pemungutnya

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas :
a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi), contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), contoh: Pajak Hotel dan
Restoran (pengganti Pajak Pembangunan I), Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK

1. Stelsel Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :

a. Stelsel nyata (riel stelsel)


Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata
mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini
adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah
penghasilan riil diketahui).

b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)


Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat
ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan,
tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya.

c. Stelsel campuran
stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan
dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib
Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat
diminta kembali.

2. Asas Pemungutan Pajak

a. Asas domisili (asas tempat tinggal)


Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari
dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam
negeri.

b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang
yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di
Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak luar negeri.

3. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assesment System


Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
Ciri-cirinya :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
2) Wajib Pajak Bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
b. Self Assesment System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri,
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang,
3) fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System


Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK

Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :

1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.

2. Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai
pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self
assessment system.

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :


1. Pembayaran,
2. Kompensasi,
3. Daluwarsa,
4. Pembebasan dan penghapusan.
HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi :

1. Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2. Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada
fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Besarnya antara lain :

a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar


undang-undang.

b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar


undang-undang (menggelapkan pajak).

TARIF PAJAK

Ada 4 macam tarif pajak :

1. Tarif sebanding/proporsional

Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya
nilai yang dikenai pajak.
Contoh :
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.

2. Tarif tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

Contoh :
Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal
berapapun adalah Rp. 6.000,-

3. Tarif progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

Contoh : pasal 17 UU PPh 1995


Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif WP Badan :

* sampai dengan Rp 25.000.000,- 10%


* di atas Rp 25.000.000,- sampai dengna Rp 50.000.000,- 15%
* di atas Rp 50.000.000,- 30%
Untuk Tarif berdaasrkan UU PPh. No. 36 Tahun 2008 untuk WP Badan
menggunakan Tarif Tunggal yaitu 25%

Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi :


a. Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar
b. Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
c. Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil.
Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-undang PPh tersebut di atas termasuk
tarif progresif progresif.
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar.
Daftar Pustaka
BUKU:

Waluyo,(2011).Perpajakan Indonesia: Buku 1 dan Buku 2.Jakarta: Salemba Empat


Wardoyo, Teguh Hadi dan Sapto Windi Argo.(2010). Pajak Terapan A dan B. Jakarta:
TaxSys

INTERNET:

www.pajak.go.id
www.ortax.org

Anda mungkin juga menyukai