Anda di halaman 1dari 15

LEADERSHIP

Teori Kepemimpinan

Fakultas : FBIS
Program studi : Manajemen

Tatap Muka

04
Kode Matakuliah : Kode MK
Disusun oleh : Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE, MM

ABSTRAK TUJUAN
2021 Manajemen Perubahan
1 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Materi ini membahas tentang teori dan Mahasiswa mampu dan
kosep kepemimpinan partisipatif mengetahui tentang teori dan
kosep kepemimpinan partisipatif

2021 Manajemen Perubahan


2 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
PEMBAHASAN

A. Pendahuluan

Pada dasarnya untuk mengetahui teori-teori kepemimpinan dapat dilihat dari


berbagai literatur yang menyatakan pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Ada yang
mengatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena adanya kelompok-kelompok orang.
Teori lain mengemukakan bahwa pemimpin timbul karena situasi yang
memungkinkan ia ada. Teori yang paling mutakhir melihat kepemimpinan lewat
perilaku organisasi. Orientasi prilaku mencoba mengetengahkan pendekatan yang
bersifat Social Learning pada kepemimpinan. Teori ini menekankan bahwa terdapat
faktor penentu yang timbal balik dalam kepemimpinan ini.

Selanjutnya Thoha (1996:250-264) mengemukakan teori dan pendekatan


kepemimpinan sebagai berikut 
Teori Sifat
Dalam teori sifat (Trait Theory), menurut Malayu Hasibuan (2007:203) analisis ilmiah
tentang kepemimpinan dimulai dengan memusatkan perhatiannya pada pemimpin
itu sendiri. Seorang pemimpin menurut teori sifat ditandai dengan dipunyainya
tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan bawahannya. Namun demikian
tingkat kecerdasan yang jauh lebih tinggi dari bawahannya juga tidak efektif, sebab
para bawahan menjadi tidak dapat memahami apa yang diinginkan pemimpin atau
tidak memahami gagasan dan kebijakan yang telah digariskan. Oleh karena itu,

2021 Manajemen Perubahan


3 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
idealnya seorang pemimpin sebaiknya memiliki kecerdasan yang tidak terlalu tinggi
dari bawahannya.

Teori Kelompok
 “Dalam teori kelompok beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai
tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara
pemimpin dan pengikut-pengikutnya, terutama dimensi pemberian perhatian kepada
para pengikut, dapat dikatakan pemberian perhatian kepada para pengikut dikatakan
memberikan dukungan yang positif terhadap perspektif teori kelompok ini” (Thoha,
1996:252).

Teori Situasional dan Model Kontijensi


Kepemimpinan model Fiedler (Fiedler’s Centigency Model), menyatakan ada dua hal
yang dijadikan sasaran yaitu mengadakan identifikasi faktor-faktor yang sangat
penting di dalam situasi, dan kedua memperkirakan gaya atau prilaku kepemimpinan
yang paling efektif di dalam situasi tersebut.

Teori Jalan Kecil – Tujuan (Path – Goal Theory)


 “Dalam pendekatan teori path-goal mempergunakan kerangka teori motivasi. Hal ini
merupakan pengembangan yang sehat karena kepemimpinan di satu pihak sangat
dekat, berhubungan dengan motivasi kerja dan pihak lain berhubungan dengan
kekuasaan”. (Thoha,1996:252)

Pendekatan Social Learning dalam Kepemimpinan


Pendekatan Social Learning merupakan suatu teori yang dapat memberikan suatu
model yang menjamin kelangsungan, interaksi timbal balik antar pemimpin,
lingkungan dan perilakunya sendiri. Pendekatan Social Learning ini antara pemimpin
dan bawahan mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan semua
perkara yang timbul. Keduanya, pimpinan dan bawahan mempunyai hubungan
interaksi yang hidup dan mempunyai kesadaran untuk menemukan bagaiman
caranya menyempurnakan prilaku masing-masing dengan memberikan
penghargaan-penghargaan yang diinginkan.

2021 Manajemen Perubahan


4 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Beberapa teori penelitian mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh
terhadap kinerja karyawan diantaranya, menurut Marpaung (2014: 35) bahwa teori
kepemimpinan terdiri dari:
Teori Psikoanalisis,
yaitu seorang pemimpin harusnya dapat tampil sebagai seorang ayah sebagai
sumber kasih sayang dan ketakutan, sebagai simbol dari super ego, sebagai tempat
pelampiasan kekecewaan, frsutasi dan agresivitas para pengikut, tetapi juga sebagai
seorang yang memberi kasih sayang kepada pengikutnya. Oleh karena itu, aspek
kognitif (kemampuan intelektual), efektif, konotatif (evaluasi), perilaku, perasaan,
watak, integritas, pribadi dan potensi unggulan lamanya menjadi tuntutan kapabilitas
(kemampuan) kepemimpinan.

Teori antisipasi-interaksi (interaction-expectation teory) ada beberapa pendekatan


yang paling menentukan karakteristik kepemimpinan.

“Leader role theory” dan “two stage model”. Dalam teori “leader role theory”,
dijelaskan variabel utama dari seorang pemimpin adalah action, interaction, dan
sentiments. Apabila frekuensi interaksi dan peran serta dalam aktivitas bersama itu
meningkat, maka perasaan saling memiliki akan timbul dan norma-norma kelompok
akan makin jelas. Semakin tinggi jabatan seseorang, maka akan semakin tinggi pula
daya adaptasi seorang pemimpin pada ciri dan karakteristik kelompok dan semakin
lebar pula kadar interaksinya dan semakin melibatkan banyak orang. Sedangkan
dalam teori “two stage model”, disebutkan bahwa seorang pemimpin mampu
meningkatkan keterampilan pegawainya, maka secara bersamaan sebenarnya sang
pemimpin sedang memberikan motivasi kepada pegawainya.

Teori humanistic (humanistic theory), menekankan pada hubungan yang kohesif dan
effektif dalam dinamika kelompok. Manusia dalam pandangan teori adalah sesuatu
organisme yang bisa diberikan motivasi setinggi mungkin. Sedangkan organisasi
sebagai kelengkapan yang bisa dimanipulasi dan dikendalikan.

2021 Manajemen Perubahan


5 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Sedangkan teori kepemimpinan menurut Wirjana dan Supardo (2009: 16), terdapat
dua teori kepemimpinan yaitu:
1. Teori kepemimpinan karismatik (charismatic leadership)
Pemimpin-pemimpin karismatik memiliki visi yang amat kuat atau kesadaran
tujuan yang jelas, mengkomunikasikan visi itu dengan efektif,
mendemonstrasikan konsistensi dan fokus, serta mengetahui kekuatan-
kekuatan sendri dan memanfaatkannya.
2. Teori kepemimpinan transformasional (transformational leadership)
Pemimpin-pemimpin transformasional memberikan pertimbangan yang bersifat
individual, stimulasi intelektual, dan memiliki kharisma. Kepemimpinan
transformasional dibangun/berkembang dari kepemimpinan transaksional.
Dimana kepemimpinan transaksional memberikan bimbingan kepada
pengikutnya ke arah tujuan yang telah ditentukan dengan cara menjelaskan
ketentuan-ketentuan tentang peran dan tugas.

Berdasarkan beberapa teori dari kepemimpinan, maka sifat-sifat atau karakteristik


pemimpin dalam mengefektifkan organisasi melalui anggotanya terdiri atas (Muizu,
2014: 6) :
a. Inteligensi (Kecerdasan). Pemimpin yang mampu mengefektifkan organisasi
untuk mencapai tujuan, pada umumnya memiliki kecerdasan di atas rata-rata
pengikutnya.
b. Kematangan dan keluasaan pandangan sosial. Pemimpin yang mampu
mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuan, pada umumnya memiliki
kematangan emosi di atas rata-rata pengikutnya, sehingga selalu mampu
mengendalikan situasi yang kritis.
c. Memiliki motivasi dan keinginan prestasi (Drive). Pemimpin yang mampu
mengefektifkan organisasi, pada umumnya memiliki motivasi yang besar untuk
menyelesaikan sesuatu dengan baik dibandingkan pengikutnya.
d. Hubungan antar individu (Interpersonal Relationship). Para pemimpin yang
mampu mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuan, pada umumnya
mengetahui bahwa usahanya untuk mencapai sesuatu sangat bergantung pada

2021 Manajemen Perubahan


6 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
orang lain, khususnya anggota organisasinya. Integritas, mengacu pada
tendensi dan kejujuran untuk menterjemahkan katakata ke dalam perbuatan-
perbuatan. Pemimpin mempunyai kapasitas moral yang lebih tinggi dalam
mangatasi berbagai dilema berdasarkan nilai-nilai yang berlaku.

Pandangan lama tentang leadership lebih cenderung mendukung kekuasaan


berdasar jenjang jabatan atau pangkat kedudukan. Namun sekarang, kepemimpinan
partisipatif justru semakin populer diterapkan di dunia kerja. Bahkan, gaya
kepemimpinan partisipatif mulanya dianggap kontroversial sehingga sulit diterima
dalam dunia bisnis.

B. Definisi Kepemimpinan Partisipatif


Kepemimpinan partisipatif adalah gaya kepemimpinan di mana semua individu
memiliki kekuasaan setara dalam proses pengambilan keputusan bersama, terlepas
dari jabatan dan pangkatnya. Menurut Indeed, Pemimpin memberikan informasi
tentang isu, masalah, atau rencana tentang perusahaan kepada semua staf. Peran
pemimpin di sini lebih sebagai moderator atau fasilitator untuk menawarkan
bimbingan dan menjaga diskusi tetap seimbang dan terkendali. Dari situ, anggota
diskusi saling berbagi ide, masukan, atau pendapat tentang bagaimana cara terbaik
menyelesaikan masalah. Pemimpin setelahnya merangkum informasi dan ide dari
kelompok untuk membuat keputusan sebagai kelompok. Suara terbanyak
menentukan arah tindakan yang akan diambil perusahaan (majority wins). Meski
begitu, kadang ada beberapa kasus di mana tetap pemimpinlah yang berhak
menentukan keputusan akhirnya, berdasarkan pertimbangan pribadi dan jalannya
diskusi tersebut. Tanggung jawab untuk menjalankan keputusan nantinya akan
dibagi rata di antara semua anggota staf dengan pemimpin sesuai peran dan
tugasnya masing-masing. Akan tetapi, gaya kepemimpinan ini hanya merujuk pada
proses decision-making di lingkup kecil, seperti per departemen atau di antara satu
tim dengan supervisor-nya langsung. Bukannya pengambilan keputusan besar yang
memengaruhi keseluruhan organisasi. Kepemimpinan partisipatif mirip dengan gaya
kepemimpinan demokratis dalam mendorong kolaborasi antar anggota tim.

2021 Manajemen Perubahan


7 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
C. Ciri-Ciri Kepemimpinan Partisipatif

Di bawah ini adalah sifat dan prinsip paling umum yang penting dalam
kepemimpinan partisipatif:
1. Budaya diskusi yang terbuka dan jujur
Sosok kepemimpinan partisipatif dengan tulus memancing pendapat dari
anggota timnya untuk membantu mereka membuat keputusan. Mereka
menginginkan pendapat berbobot dari sebanyak mungkin orang yang terlibat.
Setiap ide maupun masukan dipandang sebagai aset yang harus diizinkan
mengalir dengan bebas dalam diskusi.
2. Menumbuhkan kepercayaan
Tidak seperti pemimpin dengan gaya otokratis atau transaksional, pemimpin
memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang menarik
dan terbuka. Tujuannya agar setiap karyawan merasa nyaman berdiskusi dan
berbagi pendapat karena tahu akan ditanggapi dengan serius.

2021 Manajemen Perubahan


8 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
3. Penekanan pada moralitas dan nilai-nilai
Sosok dengan kepemimpinan partisipatif percaya bahwa setiap orang memiliki
hak untuk didengar. Maka itu, mereka juga percaya bahwa sebagai pemimpin
mereka harus memfasilitasi interaksi ini untuk kebaikan kelompok. Ide-ide akan
paling baik didistribusikan dalam kelompok, karena ini berarti semua pendapat
dan saran dapat segera dibedah dan dianalisis satu per satu.

Pemimpin partisipatif idealnya harus memiliki karakteristik serta keterampilan berikut


ini:
1. Approachable: Gaya kepemimpinan ini tidak akan efektif jika pemimpinnya
“dingin” atau agresif. Anggota tim justru akan segan untuk bekerja sama
dengannya, apalagi ketika harus berdiskusi.
2. Komunikatif: Pemimpin harus bisa berkomunikasi dengan baik, serta jelas dan
gamblang agar tidak menimbulkan kebingungan. Keterampilan komunikasi juga
termasuk kemampuan untuk mendengarkan.
3. Bijaksana: Pemimpin harus memiliki empati yang tinggi karena akan
berhubungan erat dengan timnya, yang mungkin mencakup semua jenis karakter
berbeda. Empati membantu menciptakan lingkungan terbuka yang mendorong
kolaborasi.
4. Open-minded: Pemimpin harus dapat menerima saran, masukan, konsep, dan
ide berbeda dengan pandangan yang objektif dan tidak memihak, bahkan jika itu
bertentangan dengan apa yang benar dan seharusnya dilakukan. Jika pemimpin
tidak bisa menyingkirkan bias, diskusi akan berjalan alot.
5. Kompeten: Tidak mudah menjadi pemimpin yang harus menampung beragam
jenis ide. Mungkin juga akan sulit untuk menjaga diskusi tidak keluar jalur karena
semuanya boleh “berbicara”. Itu kenapa seorang pemimpin partisipatif haruslah
kompeten dan cerdas dalam mengendalikan dan memfasilitasi diskusi, serta
dalam cara mereka mendekati dan memanfaatkan ide-ide dari anggota.
D. Perusahaan yang Cocok untuk Menerapkan Kepemimpinan Partisipatif

2021 Manajemen Perubahan


9 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Kepemimpinan partisipatif sering diterapkan di organisasi nirlaba (non-profit), dewan
sekolah atau universitas, dan perusahaan yang berpikiran maju. Gaya
kepemimpinan ini tampak paling berhasil dalam organisasi atau perusahaan yang
memiliki peran jelas dan memerlukan sedikit manajemen atau pengawasan, seperti
perusahaan teknologi atau perusahaan konstruksi. Namun, kepemimpinan
partisipatif secara umum dapat diterapkan di organisasi mana pun untuk memenuhi
kebutuhannya. Mendian Steve Jobs (CEO Apple), Bill Gates (bos Microsoft), Jeff
Bezos (eks-CEO Amazon), hingga Jack Stahl (eks-presiden dan CEO Coca-Cola)
memimpin dengan gaya ini. Cukup banyak pula presiden dari berbagai belahan
dunia yang telah menggunakan gaya kepemimpinan partisipatif selama masa
jabatan mereka. Beberapa di antaranya adalah George Washington dan Abraham
Lincoln, mantan Presiden Amerika Serikat.

E. Kelebihan Gaya Kepemimpinan Partisipatif


Ada banyak keuntungan dari gaya kepemimpinan partisipatif yang perlu kamu
ketahui, yaitu:

2021 Manajemen Perubahan


10 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
1. Peningkatan produktivitas tim
Anggota organisasi merasa diberdayakan ketika mereka dapat berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan. Mereka akan lebih cenderung produktif ketika
merasa pekerjaan dan suara mereka dihargai. Studi menunjukkan bahwa
karyawan yang lebih merasa “terhubung” dengan tempat kerjanya menunjukkan
produktivitas 20-25% lebih tinggi dari biasanya. Keterlibatan karyawan
dalam decision-making juga menurunkan risiko konflik internal hingga 28%
dibanding yang tidak. Pada akhirnya, hal ini meningkatkan kualitas kinerja
karyawan; bahkan hingga 27% lebih tinggi.
2. Melahirkan tenaga kerja yang kreatif
Budaya diskusi yang membebaskan segala macam ide dan gagasan dapat
memfasilitasi lahirnya pemikiran-pemikiran out of the box dan berbagai cara baru
yang inovatif untuk berkolaborasi. Isu dan masalah dalam organisasi juga
mungkin dapat diselesaikan dengan cara yang tidak pernah terduga karena
adanya masukan dari semua tingkatan organisasi.
3. Meningkatkan loyalitas karyawan
Anggota tim akan menunjukkan loyalitas yang lebih tinggi jika perusahaan
memungkinkan mereka berpendapat secara aktif, dan suara mereka
didengarkan.
Ke depannya, hal ini memberi setiap anggota kesempatan untuk ikut serta
menentukan kesuksesan masa depan perusahaan. Loyalitas akan
meningkatkan retensi karyawan dan mengurangi turnover.
4. Menciptakan tim yang kuat
Lewat diskusi dan pembuatan keputusan bersama, semua orang yang terlibat
akan lebih mudah untuk bersatu menuju tujuan akhir. Tim juga kemungkinan
akan menghabiskan banyak waktu bersama untuk membahas keputusan dan
bekerja dengan pemimpin. Maka, hal ini kemungkinan besar akan membentuk
sebuah kesatuan tim yang solid. Anggota akan memahami pentingnya bekerja
dengan orang lain, menghormati pemikiran dan ide rekan kerja, dan bekerja
sama mencapai tujuan mereka.

2021 Manajemen Perubahan


11 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
5. Membentuk karyawan yang mandiri
Anggota tim yang aktif mengambil bagian dalam pengambilan keputusan
cenderung menunjukkan kemandirian lebih tinggi saat bekerja. Pasalnya,
mereka sudah tahu apa peran mereka di situ, paham apa yang harus dilakukan
dan bagaimana caranya, dan mengerti apa tujuan dari pekerjaan tersebut.
Dengan berbekal pengetahuan ini, mereka tidak begitu memerlukan
pengawasan manajerial yang intensif.

F. Kekurangan Gaya Kepemimpinan Partisipatif

Meski tampaknya ideal, kenyataannya tidak semua organisasi cocok dengan gaya
kepemimpinan ini.
1. Pengambilan keputusan dapat berjalan alot
Badan eksekutif, anggota dewan/yayasan, pemegang saham, dan investor
sangat bertumpu pada hasil dan profit. Bagi mereka, gaya kepemimpinan
partisipatif mungkin tidak efisien karena proses pengambilan keputusan dapat

2021 Manajemen Perubahan


12 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
berjalan alot dan lambat. Diskusi pun dapat menghabiskan waktu yang berharga
untuk mencapai persetujuan dari orang-orang yang berlawanan.
2. Konflik datang dari anggota yang tidak didengar
Ditambah lagi, ketidaksepakatan selama prosesnya dapat dengan mudah
menyebabkan konflik dan masalah antar anggota jika ada yang merasa
pendapat mereka tidak didengarkan atau dihormati.
3. Tidak cocok kala terjadi krisis
Selain itu, mengandalkan konsensus dari orang-orang yang salah informasi atau
tidak memiliki data yang akurat dapat berakhir sia-sia. Hal ini dapat menghambat
alur kerja dan kinerja karyawan, juga membuat orang-orang yang terlibat di
dalamnya cepat frustasi. Gaya kepemimpinan partisipatif juga tidak efektif
digunakan dalam keadaan krisis karena proses pengambilan keputusan yang
berlarut-larut.

G. Tips Menerapkan Kepemimpinan Partisipatif

2021 Manajemen Perubahan


13 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
Setiap gaya kepemimpinan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Begitu pula dengan kepemimpinan partisipatif. Berikut adalah beberapa tips yang
bisa kamu coba untuk memanfaatkan gaya kepemimpinan partisipatif di kantor:
1. Catat semua ide yang disarankan
Setiap ide pasti berguna, tapi mungkin tidak tepat untuk digunakan dalam semua
situasi. Maka itu, bukan hal yang asing jika seorang pemimpin mau tidak mau
harus menolak banyak ide. Namun, mereka harus mahir mengkomunikasikan
hal ini dengan cermat dan hati-hati agar tidak melukai perasaan orang lain.
Idealnya, kamu sebagai pemimpin harus bisa memberi tahu
anggota meeting mengapa gagasan mereka tidak digunakan untuk saat ini, dan
bagaimana itu dapat digunakan di masa depan jika memungkinkan. Ada baiknya
kamu juga mencatat dan menyimpan semua ide, masukan, dan gagasan yang
terlontar selama proses pengambilan keputusan. Mungkin tidak semua bisa
diterapkan hari ini, tapi siapa tahu bermanfaat di masa depan.
2. Buat meeting yang efisien
Tidak ada seorang pun yang mau berlama-lama meeting demi mencapai
keputusan. Maka, seorang manajer dengan gaya kepemimpinan partisipatif
harus membuat sistem meeting yang efisien. Buatlah kerangka meeting dengan
topik dan tujuan yang sudah jelas. Jika nanti selama meeting ada masalah
khusus yang tidak berkaitan dengan topik utama, catat dulu untuk dibahas di
luar waktu meeting tersebut. Buatlah jadwal diskusi yang khusus untuk
membicarakan masalah tersebut nanti. Ini akan membuat setiap waktu meeting
lebih efisien dan keputusan dapat lebih cepat dibuat.
3. Libatkan orang yang tepat
Sebelum membuat jadwal diskusi, cermati dulu apa yang jadi akar masalahnya.
Dengan begitu, kamu akan bisa menentukan siapa-siapa saja yang diundang
untuk terlibat memecahkan masalahnya. Sebagai contoh, jika ada masalah pada
penampilan website yang terkait sistem IT/backend libatkanlah orang-orang IT.
Tidak usah melibatkan tim konten/desain grafis ke dalam meeting meski mereka
mungkin juga terkena dampaknya. Masalah spesifik ini mengharuskan
keterlibatan orang yang memiliki pelatihan dan pengetahuan dalam situasi
tersebut untuk mendapatkan masukan yang berguna.

2021 Manajemen Perubahan


14 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id
DAFTAR PUSTAKA

1. Yukl, Gary. 2010. Leadership in Organization, Pearson Education Inc., New


Jersey 
2. Wirawan. 2014. Kepemimpinan, Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi
dan Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
3. Yukl, Gary. 2009. Kepemimpinan Dalam Organisasi, Edisi Kelima, PT Index,
Jakarta.
4. Rivai dan Mulyadi. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Edisi Ketiga,
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
5. Wibowo. 2016. Kepemimpinan, Pemahaman Dasar, Pandangan Konvensional,
Gagasan Kontemporer, PT. Raja Grafindo, Jakarta.
6. https://glints.com/id/lowongan/kepemimpinan-partisipatif-adalah/#.Y0V1v3ZBzIU
7. https://www.indeed.com/career-advice/career-development/participative-
leadership#:~:text=Participative%20leadership%20is%20a%20style,everyone
%20is%20encouraged%20to%20participate.
8. https://status.net/articles/democratic-leadership-participative-leadership/

2021 Manajemen Perubahan


15 Dr. Didin Hikmah Perkasa, SE., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.undira.ac.id

Anda mungkin juga menyukai