Anda di halaman 1dari 13

Resume Chapter 12

Kepemimpinan

Dikerjakan Oleh :
Nama : Chandra Wirawan
NPM : 2006505341
Peminatan : Mutu Layanan Kesehatan
Mata Kuliah : Pengembangan dan Prilaku Organisasi (PPO)
Dosen : Prof. DR. Dra. Evi Martha., M. Kes

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
2022
Chapter 12. Kepemimpinan

Dalam mencapai tujuan organisasi, maka organisasi harus digerakkan oleh seorang pemimpin.
Seorang pemimpin dapat merupakan seorang manajer meskipun tidak perlu melaksanakan
seluruh fungsi manajemen, akan tetapi tidak semua manajer memiliki jiwa seorang pemimpin.
Keterampilan kepemimpinan sangat penting untuk untuk mencapai tujuan organisasi.

12.1 Teori Sifat Kepemimpinan


Pemimpin yang kuat telah dikarenakan oleh sifat-sifat mereka. Penelitian tentang
kepemimpinan telah lama mengidentifikasi kepribadian, atribut sosial, fisik, atau intelektual
yang membedakan antara pemimpin dan non pemimpin. Teori sifat kepemimpinan berfokus
pada kualitas dan karakteristik pribadi.

Pemimpin yang suka berada di sekitar orang-orang dan mampu menegaskan


diri mereka sendiri (ekstravert), disiplin dan mampu menjaga komitmen yang mereka buat
(conscientious), dan kreatif dan fleksibel (terbuka) memiliki keuntungan nyata dalam hal
kepemimpinan.

Sifat lain yang mungkin menunjukkan kepemimpinan yang efektif adalah kecerdasan
emosional (Emotional Intelligence/EI). Komponen inti EI adalah empati. Pemimpin yang
empatik dapat merasakan kebutuhan orang lain, mendengarkan apa yang dikatakan pengikut
(dan tidak dikatakan), dan membaca reaksi orang lain. Seorang pemimpin yang secara efektif
menampilkan dan mengelola emosi akan lebih mudah untuk mempengaruhi perasaan pengikut
dengan mengungkapkan simpati dan antusiasme yang tulus untuk kinerja yang baik.

Penelitian terbaru menarik dua kesimpulan. Pertama, kita dapat mengatakan bahwa
sifat dapat memprediksi kepemimpinan. Kedua, sifat melakukan pekerjaan yang lebih baik
dalam memprediksi munculnya pemimpin dan penampilan kepemimpinan dari pada
membedakan antara pemimpin yang efektif dan tidak efektif. Fakta bahwa seorang individu
menunjukkan sifat yang benar dan orang lain menganggap orang itu sebagai pemimpin tidak
selalu berarti dia atau dia akan menjadi orang yang efektif, berhasil membuat kelompok
mencapai tujuannya.
12.2 Teori Perilaku Kepemimpinan
Penelitian sifat memberikan dasar untuk memilih orang yang tepat untuk kepemimpinan. Teori
perilaku kepemimpinan, sebaliknya, menyiratkan bahwa kita dapat melatih orang untuk
menjadi pemimpin.

Teori perilaku kepemimpinan yang paling komprehensif dihasilkan dari Ohio State Studies,
yang berusaha mengidentifikasi dimensi independen dari perilaku pemimpin. Dimulai dengan
lebih dari seribu dimensi, studi mempersempit daftar menjadi dua yang secara substansial
menyumbang sebagian besar perilaku kepemimpinan yang dijelaskan oleh karyawan yaitu
struktur awal dan tenggang rasa.

Struktur awal adalah sejauh mana seorang pemimpin cenderung mendefinisikan dan
menyusun perannya dan peran karyawan dalam mencari pencapaian tujuan. Seorang
pemimpin dalam struktur awal adalah seseorang yang menugaskan para pengikutnya pada
tugas-tugas tertentu, menetapkan standar kinerja yang jelas, dan menekankan pada efektifitas
waktu.

Tenggang rasa adalah sejauh mana hubungan pekerjaan seseorang dicirikan oleh rasa saling
percaya, menghormati ide-ide karyawan, dan menghargai perasaan mereka. Seorang
pemimpin yang memiliki rasa tenggang rasa membantu karyawan dengan masalah pribadi,
ramah dan mudah didekati, memperlakukan semua karyawan secara setara, dan
mengungkapkan penghargaan dan memberikan dukungan pada karyawan (berorientasi pada
orang).

12.3 Teori Kontingensi


Teori ini mengatakan bahwa Seorang pemimpin selalu berusaha menyesuaikan diri dengan
situasi dan kondisi organisasi serta bersifat fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan
kematangan bawahan dan lingkungan kerjanya. Tidak ada cara terbaik untuk mengatur suatu
organisasi, yang ada adalah seorang pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan mereka
sendiri pada situasi yang tepat. Bisa jadi gaya kepemimpinan A cocok untuk kondisi X. Gaya
kepemimpinan B cocok untuk kondisi Y dan gaya kepemimpinan C cocok untuk kondisi Z.

Teori kontingensi terbagi menjadi empat yaitu :


1. Model Fiedler
Mengemukakakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada padanan
yang tepat antara gaya pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahan dan tingkat
dimana situasi memberikan kendali dan pengaruh kepada pemimpin. Fiedler
menciptakan instrument, yang disebutnya LPC (Least Preffered CoWorker) yang
bermaksud mengukur apakah seseorang itu berorientasi tugas atau berorientasi
hubungan.

Jika skor LPC tinggi maka ini menggambarkan seseorang pemimpin berorientasi pada
hubungan antar karyawan. Sedangkan jika skor LPC rendah maka seseorang pemimpin
lebih berorientasi pada tugas (mengutamakan kinerja). Setelah gaya kepemimpinan
dasar individu dinilai melalui LPC kemudian penting untuk mencocokkan pemimpin
dengan situasi tersebut. Tiga faktor situasional atau dimensi kontingensi yang
diidentifikasi oleh Fiedler yaitu :
(1) hubungan pemimpin-anggota yaitu tingkat kepatuhan, kepercayaan dan rasa hormat
anggota terhadap pemimpin
(2) struktur tugas yaitu tingkat sejauh mana penempatan pekerjaan anggota terstruktur
atau tidak terstruktur dan
(3) posisi kekuasaan yaitu tingkat pengaruh seorang pemimpin pada variabel kekuasaan
seperti perekrutan, pemecatan, disiplin, promosi dan kenaikan gaji

2. Teori Kepemimpinan Situasional


Teori ini berfokus pada pengikut. Dikatakan pemmpin yang sukses tergantung pada
pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat bergantung pada kesiapan pengikut, sejauh
mana pengikut bersedia dan mampu menyelesaikan tugas tertentu. Jika karyawan tidak
mampu dan tidak mau melakukan tugas maka seharusnya pemimpin memberikan
arahan yg jelas dan spesifik kepada mereka. Jika karyawan tidak mampu tapi mau
melakukan tugas maka pemimpin menunjukkan orientasi tugas dan hubungan yg
tinggi dengan karyawan. Jika karyawan mampu namun tidak mau melakukan tugas
maka pemimpin menerapkan gaya mendukung dan partisipasif pada karyawan. Dan
jika karyawan mau dan mampu melaksanakan tugas, maka pemimpin tidak perlu
berbuat banyak dikarenakan karyawannya telah mandiri untuk dapat melaksanakan
tugas.
3. Teori Path Goal
Sebuah teori yang menyatakan bahwa adalah tugas pemimpin untuk membantu
pengikut dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberikan arahan dan/atau
dukungan yang diperlukan untuk memastikan bahwa tujuan mereka sesuai dengan
tujuan keseluruhan kelompok atau organisasi. Atau dengan kata lain tugas pemimpin
untuk memberikan informasi, dukungan, atau sumber daya lain yang dibutuhkan
kepada para pengikut mereka bisa mencapai berbagai tujuan mereka.

Selain itu para pemimpin yang efektif semestinya bisa menunjukkan jalan
guna membantu pengikut-pengikut mereka mendapatkan hal-hal yang mereka
butuhkan demi pencapaian tujuan kerja dan mempermudah perjalanan serta
menghilangkan berbagai rintangannya.

4. Teori Kepemimpinan Pertisipasi


Yaitu menghubungkan perilaku kepemimpinan dengan partisipasi bawahan dalam
mengambil keputusan. Dengan kata lain, teori ini menjelaskan bahwa seorang
pemimpin melibatkan para karyawannya untuk saling berdiskusi dalam mengambil
keputusan. Gaya kepemimpinan ini memberikan kesempatan karyawannya untuk
berkembang.
Bagaimana cara meningkatkan keterampilan kepemimpinan ?
1. Membaca literatur ttg kepemimpinan 4. Mendengarkan arahan mentor/guru
2. Menghadiri seminar/konferensi 5. Aktivitas lain seperti pendidikan/
3. Mendapatkan masukan dari karyawan pelatihan

12.4 Teori Kepeminpinan Kontemporer


Yaitu teori kepemimpinan yang dikembangkan baru-baru ini. Pada teori ini memandang
pemimpin sebagai individu yang memberikan inspirasi kepada para pengikutnya melalui kata-
kata, berbagai ide, dan perilaku mereka. Terdapat tiga macam kepemimpinan kontemporer
yaitu :
1. Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota
Merupakan teori yang berfokus pada interaksi antara pemimpin dan pengikutnya. Teori ini
menyatakan bahwa pemimpin membagi bawahannya menjadi 2 kelompok yaitu anggota dalam
kelompok (in group) dan luar kelompok (out group).
- Anggota in group memiliki ikatan yang sama dan sistem nilai yang sama dalam berinteraksi
dg pemimpin. Pada hubungan in group, pemimpin dan pengikut ada pengaruh timbal balik,
kepercayaan timbal balik, rasa hormat dan kegemaran serta perasaan senasib. Anggota in
group menerima tugas yang lebih menantang dan mendapat imbalan lebih baik dari
pemimpin
- Sedangkan anggota out group memiliki kesamaan yang sedikit dan jarang berinteraksi
dengan pemimpin. Anggota ini dianggap bukan orang yang diinginkan pemimpin untuk
bekerjasama, sehingga jarang dilibatkan dalam tugas tertentu dan menerima imbalan yang
lebih sedikit.

2. Kepemimpinan Kharismatik
Tipe ini pemimpin berkomunikasi dengan membangkitkan empati dan emosi yang kuat
pada orang-orang sekitarnya. Pemimpin karismatik mengandalkan gaya berbahasa yang
fasih, pesona daya tarik, dan kemampuan “merayu” demi mencapai tujuan organisasi.
Kemudian ia cenderung bersifat terbuka, percaya diri, dan memiliki tekad yang kuat untuk
mencapai hasil yang dia inginkan. Pemimpin kharismatik memiliki kriteria utama yaitu :
1. Memiliki visi dan kemampuan artikulasi
2. Mampu menanggung risiko
3. Peka akan kebutuhan pengikut
4. Memiliki prilaku yang tidak konvensional/biasa

Selain itu pemimpin kharismatik memiliki cara untuk mempengaruhi pengikutnya, yaitu :
- Menetapkan visi dan misi
- Mengkomunikasikan target kinerja dan meyakini bawahan bisa mencapainya
- Memberikan teladan untuk ditiru pengikutnya

3. Kepemimpinan transaksional dan transformasional


Pemimpin yang memiliki tipe transaksional membimbing atau memotivasi pengikut
mereka ke arah tujuan yang ditetapkan dengan memperjelas peran dan persyaratan tugas.
Sedangkan pemimpin transformasional yaitu pemimpin yang menginspirasi pengikut untuk
melampaui kepentingan diri mereka sendiri dan yang mampu memiliki efek mendalam dan
luar biasa pada pengikut.

Berikut menyajikan secara ringkas karakteristik-karakteristik yang membedakan kedua


tipe pemimpin :

Pemimpin Transaksional
1. Penghargaan Bersyarat : menjalankan pertukaran kontraktual antara penghargaan dan
usaha, menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang bagus, dan mengakui pencapaian
yang diperoleh
2. Manajemen dengan Pengecualian (aktif) : mengamati dan mencari penyimpangan dari
aturan-aturan dan standar, serta melakukan tindakan perbaikan
3. Manajemen dengan Pengecualian (pasif) : dilakukan hanya jika standar tidak tercapai
4. Laissez-Faire : melepaskan tanggung jawab dan menghindari pengambilan keputusan

Pemimpin Transformasional
1. Pengaruh yang Ideal : memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan,
menanamkan kebanggaaan, serta mendapatkan respek dan kepercayaan
2. Motivasi yang Inspirasional : mengkomunikasikan ekspektasi yang tinggi,
menggunakan simbol-simbol untuk berfokus pada upaya, dan menyatakan tujuan-
tujuan penting secara sederhana
3. Simulasi Intelektual : meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah
yang cermat
4. Pertimbangan yang bersifat Individual : memberikan perhatian pribadi,
memperlakukan masing-masing karyawan secara individual, serta melatih dan
memberikan saran

Para pemimpin transformasional mendorng bawahannya agar lebih inovatif dan kreatif.
Para pemimpin yang transformasional lebih efektif karena mereka sendiri lebih kreatif,
tetapi mereka juga lebih efektif karena mampu mendorong para pengikutnya menjadi
kreatif pula. Para pengikut pemimipin transformasional cenderung mengejajar tujuan-
tujuan ambisius, memahami dan menyetujui tujuan-tujuan strategis organisasi, dan yakin
bahwa tujuan-tujuan yang mereka kejar itu memang penting. Hal yang lebih penting lagi
adalah memiliki orang-orang untuk diajak bekerja sama, yang memiliki keinginan,
komitmen, perhatian, dan keinginan bersaing yang sama untuk bersam-sama menggapai
tujuan yang sama.

15.5 Kepemimpinan Yang Bertanggungjawab


Kepemimpinan yang bertanggungjawab dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Kepemimpinan autentik (Authentic leadership)
Pemimpin autentik (authentic leaders) mengenal betul diri mereka, sangat memahami
keyakinan dan nilai-nilai yang dianutnya, serta bertindak berdasarkan nilai dan keyakinan
tersebut secara terbuka dan jujur. Para pengikutnya akan memandang mereka sebagai orang
yang etis. Karena itu, kualitas utama yang dihasilkan oleh kepemimpinan yang autentik
adalah kepercayaan.

Jadi secara garis besar, Authentic Leadership adalah tipe kepemimpinan yang
mengharuskan pemimpin bertindak otentik. Artinya, kepemimpinan yang dimilikinya
sejalanan antara perilaku dengan keyakinannya dan konsisten dalam menunjukkan pikiran,
sikap, dan tindakan. Seorang pemimpin otentik harus memiliki nilai-nilai, prinsip, moral
yang ia milliki sebagai dirinya sendiri, bukan imitasi atau meniru orang lain. Mereka akan
mendemonstrasikan nilai-nilai, prinsip, moral dan etika ke dalam perilaku
kepemimpinannya.

2. Kepemimpinan etis (Etchical Leadership)


Etichal Leadership merupakan cara pemimpin memimpin sebuah organisasi sesuai dengan
norma, bersikap tegas, serta mampu memberikan standar etis yang jelas dan regulasi
terhadap perilaku etis untuk para pengikut, sehingga dalam hal pengambilan keputusan dan
menciptakan proses observasi untuk pengikut, mereka berpegang teguh pada hal tersebut.
Etichal Leadership adalah cara pemimpin mempengaruhi karyawan untuk mencapai tujuan
organisasi dengan cara menerapkan prinsip-prinsip, keyakinan dan nilai-nilai dari yang
benar dan salah sebagai dasar perilaku karyawan di dalam organisasi tersebut.

Kepemimpinan etis dirasa penting untuk menangani insiden moral dan mendorong perilaku
etis karyawan dalam organisasi dikarenakan pemimpin etis mampu memberikan contoh
moral yang baik bagi pengikut mereka. Kepemimpinan etis merupakan cara pemimpin
mempengaruhi karyawan dengan mempertimbangkan nilai etis sebagai landasan atau dasar
dalam hal pengambilan keputusan dan tindakan. Pemimpin bertanggung jawab atas konflik
anatara karyawan dan menjadi pembimbing dengan menunjukkan suatu landasan
pembimbing yang mengajarkan karyawan untuk berperilaku sesuai dengan landasan
tersebut. Selain itu pemimpin yang etis akan menerapkan nilai-nilai etis dalam organisasi
tersebut, yang menjadi dasar dan landasan pemimpin dalam pengambilan keputusan untuk
kepentingan organisasi.

3. Kepemimpinan pelayan (Servant Leadership)


Yaitu sebuah gaya kepemimpinan yang ditandai dengan melampaui kepentingan pribadi
pemimpin itu sendiri dan sebagai gantinya berfokus pada peluang untuk membantu
pengikut tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan
melayani akan menjadikan dirinya "pelayan" bagi semua yang berada dibawah
kepemimpinannya. Semuanya ini dilakukan dalam semangat demi terwujudnya tujuan
organisasi. Perilaku karakteristik termasuk mendengarkan, berempati, membujuk,
menerima pelayanan, dan secara aktif mengembangkan potensi pengikut. Karena
kepemimpinan yang melayani berfokus pada melayani kebutuhan orang lain, penelitian
telah berfokus pada hasilnya untuk kesejahteraan pengikut.

Jadi, salah satu hal yang membuat servant leadership berbeda dengan jenis kepemimpinan
lainnya adalah tujuannya. Pemimpin yang menerapkan hal ini tidak ingin memperlakukan
orang lain sebagai bawahan. Tipe kepemimpinan ini mengubah interaksi manajemen
perusahaan dan karyawan jadi lebih sinergis.
12.6 Kepemimpinan Positif
Kepercayaan (Trust)
Kepercayaan adalah keadaan psikologis yang muncul ketika Anda setuju untuk membuat
diri Anda rentan terhadap orang lain karena Anda memiliki harapan positif tentang
bagaimana keadaan akan berubah. Meskipun Anda tidak sepenuhnya mengendalikan
situasi, Anda bersedia untuk mengambil kesempatan bahwa orang lain akan datang melalui
untuk Anda. Kepercayaan adalah atribut utama yang terkait dengan kepemimpinan;
melanggarnya dapat memiliki efek buruk yang serius pada kinerja grup.

Kepercayaan antara supervisor dan karyawan memiliki sejumlah keuntungan


khusus. Berikut ini hanya beberapa dari penelitian :
1. Kepercayaan mendorong pengambilan risiko. Setiap kali karyawan memutuskan untuk
menyimpang dari cara biasa melakukan sesuatu, atau mengambil kata-kata penyelia
mereka ke arah yang baru, mereka mengambil risiko. Dalam kedua kasus, hubungan
saling percaya dapat memfasilitasi lompatan itu.
2. Kepercayaan memfasilitasi berbagi informasi. Salah satu alasan utama karyawan gagal
mengungkapkan kekhawatiran di tempat kerja adalah karena mereka tidak merasa aman
secara psikologis untuk mengungkapkan pandangan mereka. Ketika manajer
menunjukkan bahwa mereka akan memberikan pendapat yang adil kepada karyawan
dan secara aktif membuat perubahan, karyawan akan lebih bersedia untuk berbicara.
3. Kelompok yang saling percaya lebih efektif. Ketika seorang pemimpin menetapkan
nada percaya dalam kelompok, anggota lebih bersedia untuk membantu satu sama lain
dan mengerahkan upaya ekstra, yang meningkatkan kepercayaan. Anggota kelompok
yang tidak percaya cenderung saling curiga, selalu waspada terhadap eksploitasi, dan
membatasi komunikasi dengan orang lain dalam kelompok. Tindakan ini cenderung
melemahkan dan akhirnya menghancurkan kelompok.
4. Kepercayaan meningkatkan produktivitas. Karyawan yang memercayai supervisor
mereka cenderung menerima peringkat kinerja yang lebih tinggi, yang menunjukkan
produktivitas yang lebih tinggi. Orang menanggapi ketidakpercayaan dengan
menyembunyikan informasi dan secara diam-diam mengejar kepentingan mereka
sendiri.
Mentoring
Pemimpin sering mengambil tanggung jawab untuk mengembangkan pemimpin masa depan.
Mentor adalah karyawan senior yang mensponsori dan mendukung karyawan yang kurang
berpengalaman menjadi anak didik. Mentor yang sukses adalah guru yang baik. Mereka
mempresentasikan ide dengan jelas, mendengarkan dengan baik, dan berempati dengan
masalah anak didik. Hubungan mentoring melayani fungsi karir dan psikososial.

Anak didik sering diuji dengan tugas yang sangat menantang. Jika kinerja dapat diterima,
mentor akan mengembangkan hubungan. Dalam pendampingan formal dan informal,
tujuannya adalah untuk menunjukkan kepada anak didik bagaimana organisasi benar- benar
bekerja di luar struktur dan prosedurnya.

Mentor harus melihat hubungan yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan anak didik, dan
anak didik harus memiliki masukan ke dalam hubungan. Program pendampingan formal juga
paling mungkin berhasil jika mereka secara tepat sesuai dengan gaya kerja, kebutuhan, dan
keterampilan anak didik dan mentor.

12.7 Tantangan Pemahaman Kita Terhadap Kepemimpinan


Banyak tantangan atas pemahamam terhadap kepemimpinan, diantaranya :
1. Kepemimpinan sebagai atribusi
Teori atribusi kepemimpinan mengatakan bahwa kepemimpinan hanyalah sebuah atribusi
yang dibuat orang tentang individu lain. Teori atribusi menyarankan bahwa yang penting
adalah memproyeksikan penampilan sebagai seorang pemimpin daripada berfokus pada
pencapaian yang sebenarnya. Calon pemimpin yang dapat membentuk persepsi bahwa
mereka cerdas, menarik, mahir berbicara, agresif, pekerja keras, dan konsisten dalam gaya
mereka dapat meningkatkan kemungkinan bos, kolega, dan karyawan mereka akan
memandang mereka sebagai pemimpin yang efektif.
2. Pengganti dan penetralisir kepemimpinan
Pengalaman dan pelatihan adalah salah satu pengganti yang dapat menggantikan kebutuhan
akan dukungan atau kemampuan pemimpin untuk menciptakan struktur. Karakteristik
organisasi seperti tujuan formal yang eksplisit, aturan dan prosedur yang kaku, dan
kelompok kerja yang kohesif dapat menggantikan kepemimpinan formal, sementara
ketidakpedulian terhadap penghargaan organisasi dapat menetralkan efeknya. Penetral
membuat perilaku pemimpin tidak mungkin membuat perbedaan apa pun pada hasil
pengikut. Terkadang perbedaan antara pengganti dan penetralisir tidak jelas. Jika saya
mengerjakan tugas yang secara intrinsik menyenangkan, teori memperkirakan
kepemimpinan akan menjadi kurang penting karena tugas itu memberikan motivasi. Tetapi
apakah itu berarti tugas-tugas yang secara intrinsik menyenangkan menetralisir efek
kepemimpinan, atau menggantikannya, atau keduanya? Masalah lain adalah bahwa
sementara pengganti kepemimpinan (seperti karakteristik karyawan, sifat tugas, dll.)
penting bagi kinerja, itu tidak berarti kepemimpinan tidak penting.
3. Kepemimpinan online
Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa manajer dan karyawannya semakin
terhubung dalam jaringan dibandingkan dengan kedekatan geografis. Dalam
komunikasi tatap muka, kata-kata yang kasar bisa diperhalus dengan tindakan
nonverbal. Komunikasi digital menuntut pemimpin untuk dapat menyampaikan
karismanya melalui kata-kata tertulis, dapat menentukan secara tepat pilihanpilihan kata,
struktur, nada, dan gaya komunikasi digitalnya, mengembangkan
keahlian membaca yang tersirat dalam pesan-pesan yang diterima, dan
mengembangkan keahlian dalam mengartikan komponen emosional dari suatu
pesan. Tantangan yang dihadapi pemimpin online adalah mengembangkan dan
memelihara kepercayaan dikarenakan kedekatan dan interaksi tatap muka yang
sangat kurang.
4. Memilih pemimpin
Karena tidak ada yang bertahan selamanya, peristiwa terpenting yang perlu direncanakan
organisasi adalah perubahan kepemimpinan. Secara umum, organisasi tampaknya tidak
menghabiskan waktu untuk suksesi kepemimpinan dan terkejut ketika pilihan mereka
ternyata buruk.
5. Pemimpin pelatihan
Bagaimana manajer bisa mendapatkan hasil maksimal dari anggaran pelatihan
kepemimpinan mereka? Pertama, pelatihan kepemimpinan kemungkinan akan lebih
berhasil dengan pemantauan diri yang tinggi. Individu seperti itu memiliki fleksibilitas
untuk mengubah perilaku mereka. Kedua, organisasi dapat mengajarkan keterampilan
implementasi. Ketiga, kita dapat mengajarkan keterampilan seperti membangun
kepercayaan dan pendampingan. Pemimpin dapat diajari keterampilan analisis situasional.
Mereka dapat belajar bagaimana mengevaluasi situasi, memodifikasinya agar lebih sesuai
dengan gaya mereka, dan menilai perilaku pemimpin mana yang paling efektif dalam
situasi tertentu. Keempat, pelatihan perilaku melalui latihan modeling dapat meningkatkan
kemampuan individu untuk menunjukkan kualitas kepemimpinan karismatik. Penelitian
juga menunjukkan para pemimpin harus terlibat dalam meninjau kepemimpinan mereka
secara teratur setelah peristiwa penting organisasi sebagai bagian dari pengembangan
mereka. Tinjauan setelah acara ini sangat efektif bagi para pemimpin yang memiliki
kesadaran tinggi dan keterbukaan terhadap pengalaman, dan yang stabil secara emosional
(rendah dalam neurotisisme). Terakhir, para pemimpin dapat dilatih dalam keterampilan
kepemimpinan transformasional yang memiliki hasil akhir.

Anda mungkin juga menyukai