Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepemimpinan adalah suatu usaha menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan tidak
memaksa untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan akan terjadi
bila di dalam situasi tertentu seeorang mempengaruhi perilaku orang lain baik secara
perorangan maupun berkelompok. Ini artinya bahwa kepemimpinan bukan hanya
didefinisikan dari sudut jabatan, tapi lebih tepatnya, kepemimpinan ini adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain tanpa paksaan untuk mencapai sesuatu yang sudah
dirumuskan sebelumnya oleh anggota organisasi.
Setiap kita pemimpin, hanya saja ruang lingkupnya yang membedakan. Ada yang
sekedar pemimpin untuk dirinya sendiri, pemimpin terhadap keluarganya, pemimpin
masyarakat, pemimpin untuk sebuah lembaga atau organisasi sampai pemimpin sebuah
Negara. Besar kecilnya pertanggungjawaban tergantung besar kecilnya ruang lingkup yang
dipimpin.
Berbicara tentang pemimpin tentu ada saja hal yang menarik untuk dibicarakan, ini tidak
lain karena pada diri seorang pemimpin terdapat harapan orang banyak untuk membawa
perubahan kearah yang lebih baik. Terpenuhi tidaknya harapan masyarakat sangat tergantung
pada kemauan dan kesadaran seorang pemimpin melaksanakan tanggung jawabnya.
Berbagai kalangan menilai terpuruknya bangsa kita sekarang ini salah satu faktornya
adalah buruknya perilaku pemimpin, bangsa kita mengalami krisis kepemimpinan di segala
bidang, kebanyakan Pemimpin kita sudah dihinggapi dengan persoalan yang disebut split
personality yaitu suatu keadaan dimana tidak adanya integrasi antara pikiran dan hati, tidak
singkronnya kata dengan perbuatan. Fenomena ini muncul dikarenakan dalam membentuk
karakter pribadi lebih berorientasi pada kecerdasan fisik dan mengabaikan kecerdasan
spiritual, lebih mengutamakan tampilan luar mengabaikan isi dalamnya. Yang lebih utama,
buruknya perilaku pimpinan disebabkan oleh adanya hambatan dalam pembentukan
kepribadian.



2


1.2 Rumusan Masalah
Pembahasan meet the expert ini dibatasi pada definisi kepemimpinan, teori kepemimpinan,
tipe pemimpin, moral pemimpin, pembentukan kepribadian dan hambatannya,
kepemimpinan dari segi psikologi dan islam, tugas dan tanggung jawab pemimpin, dan
kepemimpinan di indonesia.

1.3 Tujuan Penulisan
Meet the expert ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang
kepemimpinan.

1.4 Metode Penulisan
Penulisan referat ini merupakan tinjauan kepustakaan berdasarkan rujukan dari berbagai
literatur.












3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpian dalam pengertian umum adalah suatu proses ketika seseorang memimpin,
membimbing, memengaruhi, atau mengontrol pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian kepemimpinan, yaitu :
Prof.Dr.Mr.Prajudi Atmosudirjo berpendapat bahwa kepemimpinan adalah kepribadian
seseorang yang menyebabkan sekelompok orang lain mencontoh atau mengikutinya.
Haiman, berpendapat bahwa kepemimpinan adalah suaru proses dimana seseorang
memimpin, membimbing, direfleksikan dengan jiwa seni yaitu indah dalam membimbing
dan dalam mengarahkan
Rost mengatakan bahwa kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling
mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan nyata
yang mencerminkan tujuan bersamanya
Danim berpendapat bahwa kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh
individu untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain
yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya
Prof. Kimball Young, kepemimpinan adalah bentuk dominasi didasari kemauan pribadiu
yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan
akseptasi atau penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat
bagi situasi khusus.
Menurut Gardner, kepemimpinan adalah sebuah proses mempengaruhi orang lain untuk
melaksanakan tugas-tugas organisasi secara suka rela
Menurut Gemmil dan Oakley kepemimpinan adalah sebuah proses kerjasama antara
anggota organisasi dalam merumuskan metode baru untuk meningkatkan kualitas
organisasi.
Fulan mengatakan bahwa leadership is a process of persuasion or example by which an
individual (or leadership team) induce the group to pursue objectives shared by the
4

leaders and his or her followers. Fulan berpendapat bahwa kepemimpinan adalah suatu
proses untuk mempengaruhi anggota organisasi lainnya untuk mencapai tujuan yang
sudah dirumuskan oleh pemimpin dan anggota organisasi lainnya. Ini artinya bahwa
kepemimpinan bukan hanya didefinisikan dari sudut jabatan, tapi lebih tepatnya,
kepemimpinan ini adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain tanpa
paksaan untuk mencapai sesuatu yang sudah dirumuskan sebelumnya oleh anggota
organisasi.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat ditarik suatu pengertian bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, menegakkan, dan mengarahkan tingkah laku orang
lain atau kelompok untuk mencapai tujuan kelompok dalam situasi tertentu.
2.2. Teori kepemimpinan
Beberapa teori kepemimpinan yang berkaitan dengan psikologi, yaitu :
Teori kepemimpinan menurut teori sifat
Menurut Rivai (2007) teori ini berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik khas
(fisik, mental, kepribadian) yang dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinan. Teori ini
menekankan atribut pribadi dari pemimpin. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa
beberapa orang adalah pemimpin alamiah dan dianugerahi beberapa ciri yang tidak
dipunyai orang lain, seperti energi yang tidak ada habisnya, intuisi yang mendalam,
pandangan masa depan yang luar biasa dan kekuatan persuasif yang tidak tertahankan
Ada empat sifat utama yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan , yaitu :
Kecerdasan, pemimpin memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dipimpin
Kedewasaan dan keluasaan hubungan sosial, pemimpin cenderung menjadi
matang dan mempunyai emosi yang stabil, karena mempunyai perhatian yang
luas terhadap aktivitas sosial
Motivasi diri dan dorongan berprestasi, para pemimpin secara relative mempunyai
dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi
Sikap hubungan kemanusiaan, pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri
dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya
Teori kepemimpinan menurut teori kelompok
5

Teori kelompok dalam kepemimpinan ini memiliki dasar perkembangan yang berakar
pada psikologi sosial. Teori kelompok ini beranggapan bahwa supaya kelompok bisa
mencapai tujuan-tujuan, harus terdapat pertukaran yang positif diantara pemimpin dan
pengikutnyapsikologi sosial dapat digunakan untuk mendukung konsep-konsep peranan
dan pertukaran yang diterapkan dalam kepemimpinan.
Teori kepemimpinan menurut teori situasional
Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin
memahami perilaku, sifat anggotanya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya
kepemimpinan tertentu. Ada dua pengukuran yang digunakan untuk menerangkan gaya
kepemimpinan, adalah:
Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak diaman pemimpin tidak melihat
perbedaan yang besar diantara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit
disukai atau memberikan suatu gambaran yang relatif menyenangkan kepada
teman kerja yang paling sedikit disenangi
Gaya yang berorientasi tugas dihubungkan dengan pemimpin yang melihat suatu
perbedaan besar diantara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit
disenangi dan memberikan suatu gambaran yang paling tidak menyenangkan
pada teman kerja yang paling sedikit disukai

Selain itu juga ada beberapa teori kepemimpinan lainnya menurut beberapa para ahli yaitu :
1. Teori Kepemimpinan Contingency Fiedler (Matching Leaders and Tasks)
Fiddler mengatakan bahwa pemimpin tersebut beroirientas pada tugas. Pemimpin yang
berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 kondisi.
o Pada kondisi yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik
dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan
baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan
ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang
diberikan dengan sebaik-baiknya.
6

o Pada kondisi yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan
anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang
rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk
mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan
anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan.
Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam
kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi, oleh
karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau
pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita
pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke
situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin
yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency
Approach. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada
kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni
karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat
memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
2. Model Kepemimpinan Normatif Menurut Vroom dan Yetton
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan.
Keputusan dibuat para pemimpin sering berdampak kepada para anggotanya, maka jelas
bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil
keputusan yang sangat menentukan keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif
dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan
dengan baik. .
Lima tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton,
1973):
7

o Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini
terdapat pada pemimpin.
o Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat
pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan
dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
o Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan,
mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam
kelompok; lalu membuat keputusan.
o Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan
saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat
keputusan.
o Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi
kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh
kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada
berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan
situasi yang ada.
3. Teori Path-Goal dalam Kepemimpinan
Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal,
teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh
Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang
kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan
motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh anggotanya
pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau
masa mendatang. Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka
dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka
membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka.
8

Ide di atas memainkan peran penting dalam Houses path-goal theory yang
menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan
menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi bahwa bekerja keras
akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan
diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan
dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh
motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan
pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana
pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan
diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan
bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat
digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan
(Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi
oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal
attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya
hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka
capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling
efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil
yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari
dua fungsi dasar:
Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus
mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan
di dalam menyelesaikan tugasnya.
Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi
dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
9

Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai
gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-
goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :
Instrumental (directive): suatu pendekatan yang berfokus pada penyediaan bimbingan
tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan memberitahukan kepada
bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberikan bimbingan/arahan secara
spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas, termasuk di dalamnya aspek
perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan
Mendukung: sebuah gaya terfokus pada membangun hubungan baik dengan bawahan
dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan
kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama
dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan
pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang
menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive)
memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang
mengalami frustasi dan kekecewaan.
Partisipatif: suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan,
memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran
dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif
dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan
Prestasi berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang
menantang dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gaya kepemimpinan dimana
pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk
berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi
dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal,
yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand
(Gibson, 2003).
10

o Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku
pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut
akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu
instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal,
yakni:
Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan
hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil
(reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan
sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini
bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol
pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya
kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih
menyenangi gaya kepemimpinan directive.
Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang
tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang
directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung
memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka
dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-
oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan
mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka
memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan
11

yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan
bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang
supportive.
o Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan
menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan
tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat
berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan
faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk
mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi
kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian
tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
2.3 Tipe Pemimpin
1. Tipe Kepemimpinan Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan
yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat
besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik
dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang
superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang
kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri.
Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
12

2. Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan
sifat-sifat sebagai berikut:
Mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak
sendiri yang perlu dikembangkan.
mereka bersikap terlalu melindungi
mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan
sendiri
mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif
mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut
atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri
selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan
paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-
protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih
lebihan.
3. Tipe Kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun
sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah:
lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan
seringkali kurang bijaksana
menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan
sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang
berlebihan
menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya
tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya
komunikasi hanya berlangsung searah.
13



4. Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain:
Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi
Pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal
berambisi untuk merajai situasi
setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri
Bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan
yang akan dilakukan
semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi
adanya sikap eksklusivisme
selalu ingin berkuasa secara absolute
sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku
pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.
5. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan
kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit
pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan
teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan
koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai
pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme.
Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.
6. Tipe Kepemimpinan Populistis
14

Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal,
tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini
mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.
7. Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan
tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat
dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan
pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien
dalam pemerintahan.
8. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien
kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan
penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik.
kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada
partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan
nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya
masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-
saat dan kondisi yang tepat.
Pada dasarnya tipe kepemimpinan ini bukan suatu hal yang mutlak untuk diterapkan,
karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-masing.
Pada situasi atau keadaan tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter, walaupun pada
umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh karena itu dalam
aplikasinya, tinggal bagaimana kita menyesuaikan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan
dalam keluarga, organisasi/perusahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang menuntut
diterapkannnya gaya kepemimpinan tertentu untuk mendapatkan manfaat.
15

2.4 Moral Pemimpin nasional yang bersumber dari pancasila
Moral kepemimpinan bagi pemimpin nasional yang bersumber pada Pancasila tercermin
secara terpadu dalam kelima sila dalam Pancasila.
1 ) Moral Takwa
Moral takwa dalam dimensi vertical dan horizontal. Moral ketakwaan dalam
dimensi vertical adalah sikap dan perilaku pemimpin yang melaksanakan ibadah secara
konsisten menurut agama yang dianutnya. Moral ketakwaan dalam dimensi horizontal
ditandai oleh sikap dan perilaku pemimpin yang melihat dirinya sama dengan orang-
orang yang dipimpinnya sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sikap dan
perilaku menghargai pekerjaan, mempercayai kemampuan dan menghormati orang pada
bidang pengabdiannya terpatri dalam tindak kesehariannya sebagai pemimpin.
2) Moral Kemanusiaan
Aktualisasi moral kemanusiaan dalam kepemimpinan bagi pemimpin tingkat
nasional identik dengan sikap dan perilaku pemimpin menyadari adanya hak-hak asasi
perangkat aturan kebersamaan yang melapangkan aktualisasi HAM dalam batas-batas
tanggungjawab sosial bermasyarakat. Aktualisasi HAM berkaitan erat pula dengan moral
ketakwaan dalam dimensi horizontal yang meluangkan berkembangnya hubungan-
hubungan sosial yang akrab , saling menghargai, dan saling menghormati di antara
pemimpin dan yang dipimpin diantara sesame pemimpin dalam suatu tatanan kehidupan
bermasyarakat.
3) Moral Kebersamaan dan Kebangsaan
Aktualisasi moral kebersamaan berkaitan dengan moral ketakwaan dan moral
kemanusiaan yang identik dengan semangat persatuan dinatara sesame warga (pemimpj
dan yang dipimpin). Mereka sadar bahwa hanya dengan kebersamaan dapat mencapai
tujuan. Apabila moral kebersamaan diterapkan dalam kehidupan bernegara maka
terbangunlah semangat kebangsaan dan semangat pengabdian sebagai pemimpin tingkat
16

nasional yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan pribadi
dan golongan/ kelompok maupun daerah.
4) Moral kerakyatan
Aktualisasi moral kerakyatan dalam kepemimpinan bagi pemimpin tingkat
nasional ditandai oleh sikap dan perilaku keterbukaan (transparancy) konsitensi
(consistency) dan kepastian (certainty) dalam implementasi kebijaksanaan. Moral
kerakyatan maupun lanjutan dari moral ketakwaan, kemanusiaan dan kebersamaan yang
mengharuskan pemimpin menyatu dengan mereka yang dipimpin, menyatu dengan
rakyatnya. Sehingga rakyat menjadi aspiratif , bebas dalam batas-batas kebersamaan
berbangsa dan pemimpin menjadi fasilidadtif dedikatif terhadap tuntutan masyarakat.
5) Moral Keadilan
Aktualisasi moral keadilan dalam kepemimpinan bagi pemimpin tingkat nasional
ditandai dengan sikap dan perilaku keadilan dan kejujuran yang didasarkan pada tuntutan
keimanan dan ketakwaan. Moral keadilan berhimpit dengan semangat kebersamaan dan
kebangsaan serta kemampuan menyeimbangkan pemenuhan hak dan kewajiban dalam
kehidupan kepemimpinan. Ini merupakan moral yang memiliki kredibilitas dan
kemandirian

2.5 Pembentukan Kepribadian Dan Hambatannya
a. Definisi kepribadian
Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko fisik
individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas.
Dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan cara seseorang memberikan
respon terhadap masalah yang bersifat unik dan dinamis yang merupakan hasil interaksi
fisik/genetik, lingkungan, emosi, kognitif yang pada akhirnya menunjukkan cara individu
dalam mengelola sesuatu.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian:
- Genetik
17

- Lingkungan ( keluarga, kultur )
c. Struktur kepribadian
Menurut Freud, struktur kepribadian dibangun oleh 3 hal yaitu :
1. Id
Merupakan komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan libidinal. Sistem
kerjanya dengan prinsip kesenangan atau disebut pleasure principle yaitu adanya
dorongan kenikmatan yang harus dipenuhi. Id ini sudah ada sejak lahir dan tampak
sangat dominan pada masa bayi berupa adanya tuntutan tinggi dalam pemenuhan
segala kebutuhan. Dalam kondisi normal, id tidak akan terlihat menonjol pada masa
dewasa, kecuali jika dalam perkembangan id pada masa bayi ada gangguan maka id
akan ditemukan pada masa dewasa.
2. Ego
Adalah bagian kepribadian yang bertugas sebagai pelaksana yang berhubungan erat
dengan pertimbangan. Sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan pada
dunia dalam untuk menjaga agar dorongan-dorongan id tidak melanggar nilai
superego. Adanya gangguan dalam pembentukan dan perkembangan ego akan
berakibat pada munculnya komponen kepribadian id yang dominan atau superego
yang dominan dengan kata lain tidak adanya keseimbangan antara id dan superego.
3. Superego
Merupakan bagian moral dari kepribadian yang berfungsi sebagai filter dari sensor
baik dan buruk, salah dan benar, boleh atau tidak sesuatu yang dilakukan. Komponen
ini terbentuk dari modelling orangtua.
d. Perkembangan kepribadian menurut Freud
1. Tahap oral ( 0-1 tahun ) : tempat pemuasan utama adalah mulut, bibir dan lidah.
Contohnya, jika ada sesuatu yang diinginkan, bayi akan menangis dan jika tidak
terpenuhi bayi akan menangis. Pada masa ini jugalah pembentukan id.
2. Tahap anal ( 1-3 tahun ) : pada masa ini mulai terbentuk ego
3. Tahap phalic ( 36 tahun ) : mulai adanya minat pada genital
4. Tahap laten ( 6-12 tahun ) : sudah mulai adanya dorongan seksual, tapi jika pengaruh
lingkungan baik akan lebih diarahkan kepada tujuan yang lebih bisa diterima secara
sosial seperti olahraga dan belajar. Pada masa ini superego sudah terbentuk
18

5. Tahap genital ( 12-18 tahun) : merupakan stadium akhir perkembangan psikoseksual
yang dimulai dengan adanya pubertas.
6. Tahap dewasa ( > 18 tahun )
e. Perkembangan kepribadian menurut erik erikson
1. Trust Vs Midtrust ( 0-1 tahun ) : membentuk rasa percaya bahwa disekitarnya ada
orang yang bisa dipercaya dan mempedulikannya. Jika pada saat ini terdapat
gangguan, maka akan jatuh pada midtrust.
2. Otomi Vs Malu atau ragu ( 1-3 tahun ) : pada anak terlihat dari kemampuannya untuk
belajar makan sendiri, berjalan sendiri dan berbicara.
3. Inisiatif Vs Bersalah ( 3-6 tahun ) : munculnya keinginan untuk melakukan berbagai
kegiatan seperti meniru tindakan yang dilakukan orang dewasa disekitarnya. Jika
perkembangannya tidak didukung dengan baik akan mengganggu inisiatif anak
tersebut karena takut salah
4. Industri Vs Inferiority ( 6-12 tahun ) : adanya keinginan anak untuk membangun atau
menciptakan sesuatu yang jika tidak mendapat dukungan dengan baik akan jatuh pada
perasaan putus asa.
5. Identitas Vs Difuse Identitas ( 12-20 tahun ) : perjuangan untuk mengembangkan
identitas ego, preokupasi dengan penampilan, perjuangan pahlawan, dan ideologi.
6. Intimasi Vs Isolasi ( 21-45 tahun ) : cara bergaul yang dekat dalam hal persahabatan
dan hubungan seksual, apabila ini tidak dapat dukungan dari lingkungan dengan baik
maka akan jatuh pada keadaan menutup diri.
7. Generativity Vs Staknasi ( 40-65 tahun ) : pada umur ini, individu dengan
perkembangan kepribadian yang baik lebih cenderung mementingkan kehidupan
oranglain. Namun jika perkembangannya mengalami gangguan, individu lebih
cenderung mementingkan diri sendiri dan bersikap seperti anak-anak.
8. Integritas Vs Keputusasaan ( > 65 tahun ) : pada fase ini individu akan sampai pada
tahap menikmati kehidupan yang sudah dijalaninya, namun jika terdapat gangguan
dalam perkembangan kepribadiannya individu tersebut akan jatuh pada keadaan putus
asa, keinginan untuk mengakhiri hidup.
f. Perkembangan kepribadian menurut Harry S. Sullivan
1. Masa bayi : butuh rasa aman
19

2. Masa kanak awal : belajar melakukan komunikasi
3. Pra sekolah : mengembangkan body image
4. Usia sekolah : menjalin hubungan dengan teman-teman sebaya
5. Remaja : munculnya sikap mandiri
6. Dewasa : adanya perasaan saling bergantung dan sudah mengetahui dengan baik
tentang tanggungjawab
g. Hubungan perkembangan kepribadian dengan kepemimpinan
Sikap seorang pemimpin dapat dihubungkan dengan perkembangan kepribadian
yang dialaminya dari fase ke fase. Jika perkembangan kepribadiannya baik, mendapatkan
dukungan dari lingkungan terutama keluarga dengan sangat baik sehingga tidak ada
hambatan dalam menyelesaikan fase demi fase perkembangan kepribadiannya, maka
individu tersebut akan memimpin dengan kepribadian yang sudah terbentuk dengan
matang. Namun, jika terjadi hambatan dalam pembentukan dan perkembangan
kepribadian pada suatu fase akan berpengaruh besar terhadap sikap dan moralnya dalam
memimpin.
Para pemimpin dengan moral yang bisa dikatakan tidak baik seperti melakukan
tindakan korupsi, perselingkuhan, penyuapan, dan berbagai tindakan tidak bermoral
lainnya dapat disimpulkan telah mengalami hambatan dalam fase perkembangan
kepribadiannya. Individu tersebut bisa mengalami gangguan pada struktur kepribadian id
dan ego, hambatan pada tahap oral dan laten perkembangan kepribadian menurut Freud,
hambatan pada fase identitas vs difuse identitas perkembangan kepribadian menurut Erik
erikson, dan hambatan pada fase dewasa perkembangan kepribadian menurut Harry S
Sulivan.

2.6 Kepemimpinan Dari Segi Psikologi
Aspek psikologis dalam kepemimpinan lebih mengarah kepada bagaimana seorang
pemimpin mampu menjadi teladan bagi anggotanya, sehingga apa yang dia inginkan diikuti,
segala yang diperintahkan dilakukan sebaik mungkin, dan apa-apa yang dilarang dipatuhi
untuk dijauhi. Keteladan terwujud karena ia memiliki kelebihan tertentu yang jarang dimiliki
oleh anggota lainnya. Kelebihan tersebut menduduki posisi dominan dalam kelompoknya.
Diantara kelebihan yang dapat mengantarkan seorang pemimpin menjadi teladan bagi
20

anggotanya adalah keunggulannya dalam hal integritas pribadi, penguasaan IPTEK, aspiratif,
.apresiasif, cepat mengambil keputusan, dan melakukan tindakan. Secara psikologis antara
pemimpin dan yang dipimpin saling memerlukan, baik untuk pengembangan kebudayaan
maupun untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya.
Menurut Prof Dr Gerungan dalam bukunya yang berjudul Psicological social,
mengatakan ada tiga syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin,yaitu :
Ketajaman penglihatan social, yaitu suatu kemampuan untik melihat dan mengerti
gejala yang timbul dalam masyarakat, khususnya mengenai perasaan, tingkah
laku, keinginan, dan kebutuhan para anggota.
Kemampuan berfikir abstrak, pemimpin yang memiliki otak cerdas dalam
melihat, menafsirkan, dan menilai kegiatan yang dilakukan anggotanya
Keseimbangan emosional, seorang pemimpin harus mampu menciptakan rasa
tenang dan aman kepada yang dipimpinnya. Hal ini hanya bisa dilakukan jika dia
sendiri bersikap tenang dan aman karena memiliki keseimbangan emosional.

2.7 Kepemimpinan Di Indonesia
Pada saat ini, Indonesia sedang mengalami krisis kepemimpinan. Hal ini terlihat dari
banyaknya petinggi petinggi di Indonesia melakukan tindakan yang tidak seharusnya
dilakukan oleh seorang pemimpin, seperti maraknya tindakan korupsi, penyuapan,
perselingkuhan, dan berbagai tindakan tidak pantas lainnya. Keadaan ini selain memberikan
kerugian yang tidak sedikit kepada masyarakat Indonesia juga memberikan racun moral bagi
generasi muda bangsa ini yang pada tahun-tahun berikutnya juga akan menduduki salah satu
kursi-kursi pemimpin tersebut.
Keadaan ini seharusnya tidak akan terjadi jika para pemimpin mempunyai kepribadian
yang matang yang terbentuk melalui perkembangan kepribadian yang baik tanpa adanya
hambatan. Perkembangan kepribadian yang baik ini akan dapat dijalani jika para orangtua
dan keluarga memiliki kepribadian yang matang juga. Oleh karena itu, untuk menciptakan
pemimpin yang ideal yang mampu memberikan contoh, memimpin, membimbing dan
mempengaruhi yang dipimpinnya dimulai dari dini yaitu dengan mendukung fase demi fase
perkembangan kepribadian oleh orang tua, keluarga, dan lingkungan sekitar setiap individu.
21

BAB III
KESIMPULAN

Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko fisik
individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Setiap
individu akan melewati fase-fase perkembangan kepribadian, hal ini akan berdampak
kepada cara individu tersebut bersikap sehari-hari.
Kepemimpian adalah suatu proses ketika seseorang memimpin, membimbing,
memengaruhi, atau mengontrol pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain. Setiap
individu adalah pemimpin baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Para pemimpin
akan mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya
dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi tersebut biasanya bervariasi, oleh karena
itu tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik.
Meskipun demikian, gaya kepemimpinan tersebut akan dipengaruhi oleh kematangan
kepribadian pemimpin tersebut. Sangatlah penting untuk memperhatikan perkembangan
kepribadian seorang anak dari dini untuk mencipatkan pemimpin yang ideal dimasa
mendatang.










22

DAFTAR PUSTAKA

1. Handayani A, 2010. Analisis pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap
pegawai pada dinas tenaga kerja provinsi lampung. Jurnal ilmiah administrasi publik dan
pembangunan, vol 1, no.1. Januari Juni 2010.
2. Wibowo, UB, 2011. Teori kepemimpinan. Universitas Negeri Yogyakarta
3. Sulastiana M, 2008. Kepemimpinan melalui motivasi.
4. Mustopadidjaja AR, 2011. Beberapa dimensi dan dinamika kepemimpinan abad 21.
5. Holidan, 2011. Evaluasi terhadap gaya/tipe kepemimpinan dalam penegakan disiplin
karyawan. ILMIAH Volume III No.2.
6. Yuliastuti M, 2010.Kepribadian dan pengaruhnya terhadap perilaku organisasi.
7. Suyasa P, Dewi F, Savitri S, 2005. Perbedaan minat dalam penggunaan fungsi internet
berdasarkan tipe kepribadian. Jurnal Psikologi volume 3 no.2. Universitas Tarumanegara
: Jakarta
8. Utami AS, Dewi, Purwanto A, 2012. Pengembangan kepribadian.

Anda mungkin juga menyukai