Anda di halaman 1dari 21

PERPAJAKAN

POLITEKNIK POS INDONESIA


PRODI : D4 AKUNTANSI KEUANGAN
DOSEN : RIMA SUNDARI, SE.,M.Ak.,Ak.,CA.
Phone : 081-222 5 3300
E-mail : rimasundari@poltekpos.ac.id
BANDUNG - 2020
DASAR-DASAR dan PEMUNGUTAN
PERPAJAKAN
1.1 Definisi Pajak
Menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH. Pajak adalah iuran kepada kas Negara
berdasarkan undang - undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut Prof. Dr. Andriani, pajak merupakan iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan -
peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran - pengeluaran umum
berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Pasal 1 Undang Undang nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah
terakhir dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007, “Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dari definisi - definisi di atas sebenarnya terdapat empat unsur pengertian
pajak, yaitu:
1) Kontribusi wajib kepada negara (bersifat memaksa),
2) Berdasarkan undang - undang,
3) Tanpa imbalan atau kontra prestasi dari negara secara langsung dapat
ditunjuk,
4) Digunakan untuk keperluan negara untuk kemakmuran rakyat.
1.2 Pungutan selain Pajak di Indonesia
1.3 Fungsi Pajak
1. Fungsi Penerimaan (BUDGETER)
adalah sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-
banyaknya dalam Kas Negara
2. Fungsi Mengatur (REGULATOR)
adalah alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam
lapangan ekonomi, sosial, politik, budaya, dan pertahanan keamanan.

1.4 Penggolongan Pajak


 Berdasarkan Sifat Pemungutan :
1. Subjektif :

Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti


memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak

contoh : Pajak Penghasilan

2. Objektif

Pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri


Wajib Pajak . contoh : PPN dan PPn BM
• Berdasarkan Cara Pemungutan :

1. Pajak Langsung

Pajak yang harus dipikul sendiri oleh WP dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain;

contoh : Pajak Penghasilan

2. Pajak Tidak Langsung

Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain;

contoh : Pajak Pertambahan Nilai


• Berdasarkan Wewenang Pemungutnya :

1. Pajak Pusat

Pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara.

contoh : Pajak Penghasilan, PPN & PPn BM dan Bea Materai

2. Pajak Daerah

Pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.

contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak


Hiburan, dll.
1.5 Syarat Pemungutan Pajak :
Untuk menghindari timbulnya hambatan dan perlawanan, maka pemungutan
pajak harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil :
 Pengenaan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing
 Memberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis
pertimbangan pajak
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang undang (syarat yuridis)
Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan
hukum untuk menyatakan keadialan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutaan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga

lebih rendah dari pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong

masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi

oleh undang undang perpajakan yang baru :

Contoh :

 Bea Materai disederhanakan dari 167 macam menjadi 2 macam tariff

 Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tariff, yaitu 10%

 Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untk perseorangan

disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan

maupun perseorangan (orang pribadi).


1.6 Teori Pemungutan Pajak :
(A) Teori Asuransi.
Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara bertugas untuk melindungi
orang dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa juga harta
bendanya.
Pembayaran pajak disamakan dengan pembayaran dengan pembayaran premi,
seperti halnya perjanjian asuransi (pertanggungan), maka untuk perlindungan
diperlukan pembayaran berupa premi.
Walaupun perbandingan dengan perusahaan asuransi tidak tepat karena :
a. Dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari Negara.
b. Antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan jasa-jasa yang diberikan oleh
Negara, tidaklah terdapat hubungan yang langsung, namun teori ini tetap
dipertahankan, sekadar untk memberi dasar hukum kepada pemungutan pajak
saja.
Karena pincangnya persamaan tadi, menimbulkan ketidak puasan, pula karena
ajaran bahwa pajak bukan restibusi, maka makin lama makin berkuranglah penganut
teori ini.
(B) Teori kepentingan.
Menurut teori ini Negara memungut pajak karena Negara melindungi kepentingan
jiwa dan harta benda warganya, teori ini memperhatikan pembagian beban pajak
yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan
atas kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah (yang
bermanfaat baginya), termasuk juga perlindungan atas jiwa beserta harta bendanya.
Maka sudah selayaknya bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara untuk
menunaikan kewajibannya, di bebankan kepada mereka.
Terhadap teori ini banyak yang menyanggah. Karena dalam ajarannya pajak
dikacaukan dengan restibusi.
‘(C) Teori kewajiban pajak mutlak atau Teori Bakti.
Teori ini berdasarkan atas paham Organische Staatsleer, diajarkan bahwa justru
karena sifat Negara inilah maka timbulah hak mutlak untuk memungut pajak. Orang-
orang tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan , tidaklah akan ada
individu. Oleh karena persekutuan itu (yang menjelma jadi Negara) berhak atas satu
dan lain. Sejak berabad-abad hak ini telah diakui, dan orang-orang selalu
menginsafinya sebagai kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya terhadap
Negara dalam bentuk pembayaran pajak.
(D) Teori asas Gaya Beli.
Teori ini tidak mempersoalkan asal mula Negara memungut pajak, hanya melihat
kepada efeknya, dan dapat memandang efek yang baik itu sebagai dasar
keadilannya.
Menurut teori ini fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam
masyarakat, dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah-
tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga Negara, dan kemudian
menyalurkannya kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup
masyarakat dan untuk membawanya kearah tertentu. Teori ini mengajarkan, bahwa
penyelenggaraan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar
keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu, juga bukan kepentingan
Negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya.
Teori ini menitikberatkan ajarannya kepada fungsi kedua dari pemungutan pajak yaitu
fungsi mengatur.
‘(E) Teori Gaya Pikul.
Teori ini menganut bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa
yang diberikan oleh Negara pada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta
bendanya. Untuk keperluan ini diperlukan biaya-biaya, biaya ini dipikul oleh orang
yang menikmati perlindungan itu, berupa pajak.
Pokok pangkal teori ini adalah asas keadilan, yaitu tekanan pajak haruslah sama
beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dipikul menurut gaya pikulnya dan sebagai
ukurannya, dapat dipergunakan selain besarnya penghasilan dan kekayaan juga
pengeluaran atau pembelanjaan seseorang. Teori ini sampai kini masih
dipertahankan. Asas ini sangat terkenal, tetapi seluk beluknya sering kali timbul salah
paham, bahkan diantara para sarjana hukum dan cerdik pandai lainnya.
Definisi gaya pikul menurut Prof de Langen, Gaya Pikul adalah besarnya kekuatan
seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah
dikurangi dengan yang mutlak untuk kebutuhannya yang primer.
1.7 Tata Cara Pemungutan Pajak :
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dalat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada obyek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang
dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat
dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui)
b. Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang
undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat
dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Sedangkan
kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaaan yang
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel
anggapan. Pada awal tahun , besarnya pajak dihitung berdasarkan
berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak
harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya bisa diminta
kembali. Mekanisme stelsel campuran ini juga berlaku dalam penghitungan dan
pembayaran PPh Badan di Indonesia .
1.8 Asas Pemungutan Pajak

a. Asas domisili (asa tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang

bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan dari dalam negeri maupun luar

negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

b. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di

wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c. Asas kebangsaaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak

bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan

Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak
1.9 Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assessment System

Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah

(fiskus) untukmenentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ciri cirinya :

 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus

 Wajib pajak bersifat pasif

 Hutang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak

untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.Ciri cirinya:

 Wewenag untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri
 Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri

pajak yang terutang.

 Fiskus tidak ikut mengatur tapi mengawasi.

c. With Holding System

Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga

(bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan

besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri cirinya : wewenang menentukan

besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, selain fiskus dan wajib pajak.
1.10 Hambatan Pemungutan Pajak :

1. Perlawanan Pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang anatar lain disebabkan oleh :

 Perkembangan intelektual dan moral masyarakat

 Sistim perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat

 Sistim control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik

2. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan

kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain :

 Tax avoidance, usaha meringankan pajak dengan tidak melanggar undang

undang

 Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang

undang (menggelapkan pajak)

Anda mungkin juga menyukai