Nim : 043413124
1. Atas dasar apakah negara seakan-akan memberi hak kepada dirinya sendiri untuk
membebani rakyat dengan pemungutan pajaknya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut
muncul teori-teori pajak dari masa kemasa. Diantaranya adalah teori asuransi, teori
kepentingan, teori gaya pikul, teori bakti dan teori asas daya beli. Sebutkanlah
kelemahan dari teori asuransi, teori kepentingan, dan teori gaya pikul yang saudara/i
ketahui!
Jawab :
Berikut kelemahan dari beberapa teori pembenaran pungutan pajak :
Teori Asuransi
Dalam teori ini, pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar
oleh setiap orang karena orang mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari
pemerintah (Soemitro, 1992: 29). Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup
pula tugas melindungi jiwa raga danharta benda perseorangan. Oleh sebab itu negara
disamakan dengan Perusahaan asuransi, di mana pembayar pajak (wajib pajak)
disamakan dengan pembayar premi asuransi, yakni pihak tertanggung, adapun negara
disamakan dengan pihak penanggung dalam perjanjian asuransi.
Dalam perjanjian asuransi, hubungan antara prestasi dan kontraprestasi itu terjadi
secara langsung. Adanya pembayar premi yang merupakan kewajiban tertanggung
berhubungan langsung dengan haknya untuk menerima ganti rugi bila terjadi
evenement. Sebaliknya, hak sipenanggung untuk menerima pembayaran premi itu
diimbangi dengan adanya kewajiban untuk membayar ganti rugi bila terjadi
evenement.
Teori ini sudah lama ditinggalkan karena tidak sesuai dengan kenyataannya
dimana negara tidak memberikan ganti rugi begitu saja bila seseorang
meninggal, mengalami musibah, dan sebagainya, dan menerima klaim kerugian
dari rakyat atas kerugian yang dideritanya bila terjadi evenement.
Teori Kepentingan
Teori ini mengatakan bahwa negara mengenakan pajak terhadap rakyat karena
negara telah melindungi kepentingan rakyat. Teori ini mengukur besarnya pajak
sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi. Jadi semakin
besar kepentingan yang dilindungi maka semakin besar pula pajak yang harus
dibayar (Soemitro, 1992: 30).
Kepentingan tersebut termasuk perlindungan atas jiwa dan harta bendanya.
Sesuai dengan prinsip teori tersebut, seharusnya semakin banyak kepentingan
seseorang harus semakin banyak pula membayar pajak. Namun, dalam
kehidupan sehari-hari hal tersebut sulit terlaksana karena misalnya orang yang
miskin tentunya punya kepentingan yang banyak (antara lain perlindungan
jaminan sosial dan sebagainya), tetapi mereka justru tidak membayar pajak.
Oleh karena tidak adanya hubungan langsung antara jumlah pajak yang
dibayarkan dengan kepentingan seseorang terhadap jasa pemerintah maka teori
ini pun kurang dapat diterima.
Teori Gaya Pikul
Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan
kekuatan membayar dari Wajib Pajak dengan memperhatikan pada besarnya
penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran belanja Wajib Pajak tersebut.
Menurut Prof. W.J. de Loungen, daya pikul adalah besarnya kekuatan seseorang
untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah
dikurangi dengan mutlak kebutuhannya yang primer (biaya hidup yang
mendasar). Biaya hidup yang mendasar atau biaya hidup minimal kalau
diterapkan/diaplikasikan di undang-undang perpajakan di Indonesia disebut
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Teori daya pikul ini memiliki kelemahan yaitu penentuan secara tepat seseorang
yang berbeda-beda. Teori daya pikul ini diterapkan dalam perhitungan pajak
penghasilan dimana wajib pajak baru dikenakan pajak apabila penghasilan
tersebut melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
2. Pajak, retribusi dan sumbangan termasuk dalam topik pembahasan public finance, yang
merupakan sumber pemasukan negara. Jelaskanlah perbedaan antara pajak dengan
retribusi dan pajak dengan sumbangan, yang saudara/i ketahui!
Jawab :
Negara merupakan organisasi yang besar. Setiap negara pasti mempunyai tujuan
tertentu, misalnya ingin menyejahterakan rakyatnya. Negara dalam menyelenggarakan
pemerintahan mempunyai kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, untuk
kepentingan tersebut negara memerlukan dana. Dana yang akan dikeluarkan ini didapat
dari rakyat itu sendiri melalui pemungutan yang disebut dengan pajak.
Pemungutan pajak harus mendapatkan persetujuan dari rakyat, proses persetujuan
rakyat tersebut dapat dilakukan dengan undang-undang. Undangundang yang dimaksud
adalah UUD 1945 Pasal 23 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Segala pungutan pajak
harus berdasarkan undang-undang”. Sifat pemungutan pajak yang dapat dipaksakan
mengandung arti bahwa apabila rakyat (Wajib Pajak) tidak mau membayar pajak maka
pemerintah dapat melakukan pemaksaan dengan cara mengeluarkan surat paksa untuk
melunasi pajaknya.
Pajak dipungut oleh pemerintah pusat dan daerah karena pemerintah dalam
melaksanakan pembangunan tidak mencari keuntungan dan setiap kegiatan pemerintah
akan dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Retribusi juga merupakan iuran rakyat kepada kas negara yang pemungutannya
didasarkan pada undang-undang yang dipaksakan. Akan tetapi, pembayar retribusi
mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah dengan cara ditunjuk langsung
atau dapat dipaksakan, hal ini lebih bersifat ekonomis. Seseorang ingin mendapatkan
prestasi tertentu dari pemerintah maka orang tersebut harus membayar retribusi. Jika
tidak mau membayar, maka orang tersebut tidak diperkenankan mendapatkannya.
Sebagai contoh, seseorang ingin lewat di jalan tol bebas hambatan yang disediakan oleh
pemerintah maka ia harus membayar retribusinya. Unsur yang melekat pada retribusi
adalah:
pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang;
sifat pungutannya dapat dipaksakan;
pemungutannya dilakukan oleh negara;
digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum; dan
kontraprestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
Retribusi yang dipungut oleh pemerintah Indonesia sekarang ini diatur dalam Undang-
undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Sumbangan berbeda dengan pajak dan retribusi, sumbangan ini bersifat tidak wajib
atau tidak ada istilah memaksa. sumbangan ini biasanya bisa diterima dari macam-
macam instansi seperti pemerintah, yayasan, lembaga kemanusian dan lain sebagainya.
Sebagai contoh dalam pengertian sumbangan, adalah seperti pemerintah
melalui lembaga-lembaga sosial biasanya melakukan penggalangan dana
untuk menanggulangi bencana nasional yang terjadi di daerah tertentu.
Jadi perbedaan antara pajak, retribusi dan sembangan terletak pada manfaat, fungsi,
serta dasar hukumnya.
Pajak wajib dibayarkan dan ada sanksi hukumnya namun, tidak ada timbal balik secara
langsung. Retribusi pun wajib bayarkan serta ada sanksi hukum, namun punya timbal
balik (manfaat) langsung. Sementara itu, sumbangan sifatnya sukarela. tidak ada sanksi
hukum apabila tidak membayar atau memberikan sumbangan.
Tarif spesifik, adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang
tertentu, atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Contoh:
PT NISA mengimpor barang "Z" sebanyak 200 unit dengan dan harga per unit
Rp 10.000.000,00, jika tarif bea masuk atas impor barang tersebut Rp
5.000.000,00 per unit, maka besarnya bea masuk yang harus dibayar adalah:
Jumlah barang impor = 200 unit
Tarif = Rp 5.000.000,00
Bea masuk yang harus dibayar = Rp 1.000.000.000,00
Sumber :
http://repository.ut.ac.id/3845/1/EKSI4202-M1.pdf
https://abdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2018/01/BAB-II-kapita-
selekta-perpajakan.pdf
https://www.pajak.com/pajak/teori-teori-pemungutan-pajak/
https://lmatsconsulting.com/perbedaan-pajak-retribusi-dan-sumbangan/
https://katadata.co.id/agungjatmiko/ekonopedia/631700a579f51/mencermati-4-jenis-tarif-
pajak-yang-berlaku-di-indonesia