Anda di halaman 1dari 6

Tugas 1

Administrasi Perpajakan (ADBI4330)

Nama : Riski Dwi Setio Asi

Nim : 043413124

1. Atas dasar apakah negara seakan-akan memberi hak kepada dirinya sendiri untuk
membebani rakyat dengan pemungutan pajaknya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut
muncul teori-teori pajak dari masa kemasa. Diantaranya adalah teori asuransi, teori
kepentingan, teori gaya pikul, teori bakti dan teori asas daya beli. Sebutkanlah
kelemahan dari teori asuransi, teori kepentingan, dan teori gaya pikul yang saudara/i
ketahui!
Jawab :
Berikut kelemahan dari beberapa teori pembenaran pungutan pajak :
 Teori Asuransi
Dalam teori ini, pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar
oleh setiap orang karena orang mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari
pemerintah (Soemitro, 1992: 29). Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup
pula tugas melindungi jiwa raga danharta benda perseorangan. Oleh sebab itu negara
disamakan dengan Perusahaan asuransi, di mana pembayar pajak (wajib pajak)
disamakan dengan pembayar premi asuransi, yakni pihak tertanggung, adapun negara
disamakan dengan pihak penanggung dalam perjanjian asuransi.
Dalam perjanjian asuransi, hubungan antara prestasi dan kontraprestasi itu terjadi
secara langsung. Adanya pembayar premi yang merupakan kewajiban tertanggung
berhubungan langsung dengan haknya untuk menerima ganti rugi bila terjadi
evenement. Sebaliknya, hak sipenanggung untuk menerima pembayaran premi itu
diimbangi dengan adanya kewajiban untuk membayar ganti rugi bila terjadi
evenement.
Teori ini sudah lama ditinggalkan karena tidak sesuai dengan kenyataannya
dimana negara tidak memberikan ganti rugi begitu saja bila seseorang
meninggal, mengalami musibah, dan sebagainya, dan menerima klaim kerugian
dari rakyat atas kerugian yang dideritanya bila terjadi evenement.
 Teori Kepentingan
Teori ini mengatakan bahwa negara mengenakan pajak terhadap rakyat karena
negara telah melindungi kepentingan rakyat. Teori ini mengukur besarnya pajak
sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi. Jadi semakin
besar kepentingan yang dilindungi maka semakin besar pula pajak yang harus
dibayar (Soemitro, 1992: 30).
Kepentingan tersebut termasuk perlindungan atas jiwa dan harta bendanya.
Sesuai dengan prinsip teori tersebut, seharusnya semakin banyak kepentingan
seseorang harus semakin banyak pula membayar pajak. Namun, dalam
kehidupan sehari-hari hal tersebut sulit terlaksana karena misalnya orang yang
miskin tentunya punya kepentingan yang banyak (antara lain perlindungan
jaminan sosial dan sebagainya), tetapi mereka justru tidak membayar pajak.
Oleh karena tidak adanya hubungan langsung antara jumlah pajak yang
dibayarkan dengan kepentingan seseorang terhadap jasa pemerintah maka teori
ini pun kurang dapat diterima.
 Teori Gaya Pikul
Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan
kekuatan membayar dari Wajib Pajak dengan memperhatikan pada besarnya
penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran belanja Wajib Pajak tersebut.
Menurut Prof. W.J. de Loungen, daya pikul adalah besarnya kekuatan seseorang
untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah
dikurangi dengan mutlak kebutuhannya yang primer (biaya hidup yang
mendasar). Biaya hidup yang mendasar atau biaya hidup minimal kalau
diterapkan/diaplikasikan di undang-undang perpajakan di Indonesia disebut
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Teori daya pikul ini memiliki kelemahan yaitu penentuan secara tepat seseorang
yang berbeda-beda. Teori daya pikul ini diterapkan dalam perhitungan pajak
penghasilan dimana wajib pajak baru dikenakan pajak apabila penghasilan
tersebut melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

2. Pajak, retribusi dan sumbangan termasuk dalam topik pembahasan public finance, yang
merupakan sumber pemasukan negara. Jelaskanlah perbedaan antara pajak dengan
retribusi dan pajak dengan sumbangan, yang saudara/i ketahui!
Jawab :
Negara merupakan organisasi yang besar. Setiap negara pasti mempunyai tujuan
tertentu, misalnya ingin menyejahterakan rakyatnya. Negara dalam menyelenggarakan
pemerintahan mempunyai kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, untuk
kepentingan tersebut negara memerlukan dana. Dana yang akan dikeluarkan ini didapat
dari rakyat itu sendiri melalui pemungutan yang disebut dengan pajak.
Pemungutan pajak harus mendapatkan persetujuan dari rakyat, proses persetujuan
rakyat tersebut dapat dilakukan dengan undang-undang. Undangundang yang dimaksud
adalah UUD 1945 Pasal 23 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Segala pungutan pajak
harus berdasarkan undang-undang”. Sifat pemungutan pajak yang dapat dipaksakan
mengandung arti bahwa apabila rakyat (Wajib Pajak) tidak mau membayar pajak maka
pemerintah dapat melakukan pemaksaan dengan cara mengeluarkan surat paksa untuk
melunasi pajaknya.
Pajak dipungut oleh pemerintah pusat dan daerah karena pemerintah dalam
melaksanakan pembangunan tidak mencari keuntungan dan setiap kegiatan pemerintah
akan dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Retribusi juga merupakan iuran rakyat kepada kas negara yang pemungutannya
didasarkan pada undang-undang yang dipaksakan. Akan tetapi, pembayar retribusi
mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah dengan cara ditunjuk langsung
atau dapat dipaksakan, hal ini lebih bersifat ekonomis. Seseorang ingin mendapatkan
prestasi tertentu dari pemerintah maka orang tersebut harus membayar retribusi. Jika
tidak mau membayar, maka orang tersebut tidak diperkenankan mendapatkannya.
Sebagai contoh, seseorang ingin lewat di jalan tol bebas hambatan yang disediakan oleh
pemerintah maka ia harus membayar retribusinya. Unsur yang melekat pada retribusi
adalah:
 pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang;
 sifat pungutannya dapat dipaksakan;
 pemungutannya dilakukan oleh negara;
 digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum; dan
 kontraprestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
Retribusi yang dipungut oleh pemerintah Indonesia sekarang ini diatur dalam Undang-
undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Sumbangan berbeda dengan pajak dan retribusi, sumbangan ini bersifat tidak wajib
atau tidak ada istilah memaksa. sumbangan ini biasanya bisa diterima dari macam-
macam instansi seperti pemerintah, yayasan, lembaga kemanusian dan lain sebagainya.
Sebagai contoh dalam pengertian sumbangan, adalah seperti pemerintah
melalui lembaga-lembaga sosial biasanya melakukan penggalangan dana
untuk menanggulangi bencana nasional yang terjadi di daerah tertentu.

Jadi perbedaan antara pajak, retribusi dan sembangan terletak pada manfaat, fungsi,
serta dasar hukumnya.
Pajak wajib dibayarkan dan ada sanksi hukumnya namun, tidak ada timbal balik secara
langsung. Retribusi pun wajib bayarkan serta ada sanksi hukum, namun punya timbal
balik (manfaat) langsung. Sementara itu, sumbangan sifatnya sukarela. tidak ada sanksi
hukum apabila tidak membayar atau memberikan sumbangan.

3. Adapun tujuan pemungutan pajak adalah untuk mencapai keadilan dalam


pemungutannya. Salah satu cara untuk mewujudkan keadilan dapat ditempuh melalui
sistem tarif. Sebutkanlah kebijakan tarif dan sistem tarif yang berlaku di Indonesia,
yang saudara/i ketahui !
Jawab :
Pajak mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan negara yang akan
digunakan untuk pembangunan dan biaya penyelenggaraan pemerintahan. Pada
dasarnya, membayar pajak kepada negara/daerah merupakan bentuk perwujudan peran serta
warga masyarakat dalam pembiayaan negara/daerah secara gotongroyong.
Kebijakan tarif di Indonesia mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi pajak
dalam masyarakat yakni fungsi budgeter dan fungsi regulerend (mengatur). Dalam hai
ini, kebijakan pemerintah memegang peranan penting dalam menentukan tarif. UU
pajak dibuat terutama dengan maksud memasukkan uang kedalam kas negara. Tujuan
mengatur biasanya merupakan sampingan yang mempunyai maksud yang ingin dicapai
oleh pemerintah seperti, menarik investasi, untuk mengembangkan pasar modal, untuk
menghambat penggunaan alcohol atau melindungi produksi dalam negeri dan lain lain.
Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi tanggung
jawab wajib pajak. Biasanya tarif pajak berupa persentase yang sudah ditentukan oleh
pemerintah dan dimuat dalam UU. Besarnya tarif menentukan besarnya jumlah pajak
yang menjadi beban wajib pajak sekaligus jumlah penerimaan negara dari pajak.
Sintem pajak, setiap negara memiliki hak untuk menentukan sistem tarif pajak yang
paling tepat diterapkan di negaranya. Seperti yang kita tahu di Indonesia menggunkan
system tarif, yaitu :
 Tarif Progresif
Tarif ini digunakan untuk pajak penghasilan. Dimana tarif semakin besar
apabila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Berdasarkan Undang-undang
(UU)M Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU
HPP), besaran tarif untuk PPh 21 wajib pajak orang pribadi, adalah sebagai
berikut:
a) Tarif 5% untuk penghasilan kena pajak hingga Rp 60 juta.
b) Tarif 15% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 60 juta sampai
dengan Rp 250 juta.
c) Tarif 25% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 250 juta sampai
dengan Rp 500 juta.
d) Tarif 30% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 500 juta sampai
dengan Rp 5 miliar.
e) Tarif 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar.
 Tarif Proporsional
Tarif proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi
perubahan terhadap dasar pengenaan pajak. Jadi, seberapa pun nilai objek pajak,
persentasenya akan tetap. Tarif ini digunakan untuk PPN, Bea Cukai, Pajak
Bumi dan Bangunan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Contoh penerapan tarif proporsional di Indonesia, adalah Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), yang ditetapkan sebesar 11% atas seluruh barang/jasa kena pajak
(BKP/JKP). Pengenaan tarif ini tidak melihat nilai objek pajak.
 Tarif Bea Masuk
Ada tarif yang disebut tarif ad valorem dan tarif spesifik. Di samping itu, tarif
bea masuk juga terikat pada perjanjian General Agreement on Trade and Tariffs
(GATT), suatu konvensi internasional. Di atas tarif yang ditentukan dalam
GATT itu masih ada tambahan-tambahan yang ditentukan oleh pemerintah
misalnya Bea Masuk Tambahan.
Tarif ad valorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang diterapkan
pada harga atau nilai barang. Contoh : PT NITA mengimpor barang "X"
sebanyak 200 unit dengan harga per unit Rp 10.000.000,00, jika tarif bea masuk
atas impor barang tersebut 20%, maka besarnya bea masuk yang harus dibayar
adalah:
Nilai barang impor = 200 x Rp 10.000.000,00 = Rp 2.000.000.000,00
Tarif = 20%
-------------------------
Bea masuk yang harus dibayar = Rp 400.000.000,00

Tarif spesifik, adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang
tertentu, atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Contoh:
PT NISA mengimpor barang "Z" sebanyak 200 unit dengan dan harga per unit
Rp 10.000.000,00, jika tarif bea masuk atas impor barang tersebut Rp
5.000.000,00 per unit, maka besarnya bea masuk yang harus dibayar adalah:
Jumlah barang impor = 200 unit
Tarif = Rp 5.000.000,00
Bea masuk yang harus dibayar = Rp 1.000.000.000,00

Sumber :

BMP ADBI4330 Modul 1-3 Administrasi Perpajakan

http://repository.ut.ac.id/3845/1/EKSI4202-M1.pdf

Materi Inisiasi 1.2 Pengantar Perpajakan

https://abdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2018/01/BAB-II-kapita-
selekta-perpajakan.pdf

https://www.pajak.com/pajak/teori-teori-pemungutan-pajak/

https://lmatsconsulting.com/perbedaan-pajak-retribusi-dan-sumbangan/

https://katadata.co.id/agungjatmiko/ekonopedia/631700a579f51/mencermati-4-jenis-tarif-
pajak-yang-berlaku-di-indonesia

Anda mungkin juga menyukai