Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Oleh :

1. Chrisnantyo Kevin P (C220221001)


2. Erastus Christa A (C220221003)
3. Febiola Purnomo P (C220221004)
4. Felicia Feivel Jea M (C220221005)
5. Gloria Paska T Y (C220221006)

SOLOTECH CHRISTIAN UNIVERSITY


2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
berkat bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Mengucapkan terima
kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang membantu penulis menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan karena keterbatasan kami dalam penulisan. Maka dengan ini penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis bisa bermanfaat untuk semua pihak.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

Pendahuluan

BAB II ISI.................................................................................................................................2

Tata Cara Pemungutan Pajak

BAB III PEMBAHASAN.........................................................................................................4

A. Tahun Pajak
B. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
C. Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
D. Surat Pemberitahuan (SPT)
E. Surat Setoran Pajak (SSP) dan Pembayaran Pajak

BAB IV PENUTUP................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmad Soemitro, SH: Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Ketentuan
Umum Perpajakan meliputi pengertian, fungsi pajak, pengelompokkan pajak, jenis –
jenis pajak serta tata cara pmungutan pajak.

Fungsi pajak meliputi fungsi budgeter yang berarti pajak sebagai sumber dana
bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran Negara dan fungsi
reguler yang berarti sebagai alat mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Pengelompokkan pajak terdiri dari pajak
langsung dan pajak tidak langsung, pajak subjektif dan pajak objektif, pajak pusat dan
pajak daerah.

Jenis - jenis pajak meliputi pajak pusat yang terdiri dari Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan
Bangunan, dan Bea Materai, sedangkan pajak daerah ada Pajak Kendaraan Bermotor
dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan.

1
BAB II
ISI

• Tata Cara Pemungutan Pajak


A. Asas Pemungutan Pajak
1) Asas Domisili (asas tempat tinggal)
2) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang
bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam
maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
3) Asas Sumber
4) Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya
tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
5) Asas Kebangsaan
6) Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
B. Sistem Pemungutan Pajak
a) Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak. Ciri-cirinya :
▪ Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
▪ Wajib Pajak bersifat pasif.
▪ Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b) Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya:
▪ Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri.
▪ Wajib Pajak aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang.
▪ Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

2
c) With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya :
wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga,
pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
C. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
1. Timbulnya Utang Pajak
a. Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh
fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assesment system.
b. Utang pajak timbul karena berlakunya Undang-undang. Seorang dikenai
pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self
assesment system.
2. Hapusnya Utang Pajak
a) Pembayaran
b) Kompensasi
c) Daluarsa
d) Pembebasan dan penghapusan

3
BAB III
PEMBAHASAN

A. Tahun Pajak
Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender.
Akan tetapi Wajib Pajak dapat menggunakan tahun pajak tidak sama dengan tahun
takwim dengan syarat konsisten (taat asas) selama 12 bulan, dan
melapor/memberitahu kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
B. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. NPWP memiliki
beberapa fungsi antara lain :
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan

Pencantuman NPWP harus dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan, antara


lain pada :

a. Formulir pajak yang dipergunakan Wajib Pajak


b. Surat menyurat dalam hubungan dengan perpajakan
c. Dalam hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan mengisi
NPWP

Pendaftaran NPWP mewajibkan semua Wajib Pajak berdasarkan self assesment


wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak untuk dicatat sebagai
Wajib Pajak dan sekaligus mendapatkan NPWP. Kewajiban mendaftarkan ini berlaku
pula untuk wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah
berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian
pemisahan penghasilan dan harta.

4
Apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal
Pajak orang pribadi atau badan telah memenuhi syarat untuk memenuhi NPWP, dan
orang pribadi tersebut tidak mendaftarkan diri, dapat diterbitkan NPWP secara jabatan.
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya,
karena hal ini berkaitan dengan pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak
terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah :

▪ Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat
tanggal 1 (satu) bulan setelah usaha mulai dijalankan.
▪ Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau
pekerjaan bebas apabila sampai dengan 1 bulan memperoleh penghasilan
yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun, wajib mendaftarkan diri
paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

Terhadap wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP
akan dikenakan sanksi perpajakan.

Bagi mereka yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, atau menyalah-
gunakan atau tanpa hak NPWP sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Penghapusan NPWP dapat terjadi, karena:

a. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dan tidak meninggalkan warisan


b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;
c. Warisan yang telah selesai dibagi.
d. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang telah kehilangan statusnya sebagai bentuk
usaha tetap
f. Wajib Pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksud dalam a & b yang
tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.

5
Format NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan
Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi
Perpajakan.

Formatnya adalah sebagai berikut; XX. XXX. XXX. X. XXX. XXX


Catatan:
a. Wajib Pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila me
merlukan NPWP, dapat mendaftarkan diri dan kepadanya akan di-
berikan NPWP.
b. Setiap Wajib Pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua jenis
pajak.
c. Untuk perusahaan perseorangan, NPWP atas nama pemiliknya.
d. Untuk badan (misalnya PT) yang baru berdiri sebaiknya tetap
mempunyai NPWP karena apabila rugi dapat dikompensasi dengan
tahun berikutnya.

C. Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)


Setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 dikenakan pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal
Pajak untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Ter- hadap
pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP tetapi tidak melapor- kan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP akan dikenakan sanksi perpajakan.

1. Fungsi NPPKP
a. Untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya.
b. Untuk pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
c. Untuk pengawasan administrasi perpajakan.
2. Pelaporan/Pengukuhan PKP
Bagi pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi

6
pengusaha badan pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan dilakukan. Jika
pengusaha orang pribadi atau badan mempunyai tempat kegiatan usaha di
wilayah beberapa kantor Direktorat Jenderal Pajak, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP baik dikantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
usaha pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
Apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat
Jenderal Pajak pengusaha telah memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai
PKP tetapi tidak melaporkan usahanya, dapat diterbitkan NPPKP secara
jabatan.
Kewajiban melaporkan untuk dikukuhkan menjadi PKP dibatasi
jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan
kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu melaporkan adalah
selambat- lambatnya 1 (satu) bulan setelah saat usaha dimulai.
3. Sanksi
Bagi mereka yang dengan sengaja tidak mendaftarkan, atau
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPPKP sehingga
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana
penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun dan denda setinggi-tingginya 4
(empat) kali jumlah pajak yang terutang atau kurang dibayar.

D. Surat Pemberitahuan (SPT)

1. Pengertian SPT

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak


digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang
terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

7
2. Fungsi SPT

o Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Penghasilan

a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan

b. Perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Untuk


melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah di.
laksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan pajak atau
pemungutan pajak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun
Pajak.

c. Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut


tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau
badan lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

o Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak


a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang.
b. Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak
Keluaran. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak
yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau
melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang telah ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

o Fungsi SPT bagi Pemotong atau Pemungut Pajak


Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

3. Prosedur Penyelesaian SPT

a. Wajib Pajak harus mengambil sendiri blangko SPT pada Kantor Pelayanan
Pajak setempat (dengan menunjukkan NPWP).

8
b. SPT harus diisi dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk
yang diberikan. Pengisian formulir SPT yang tidak benar mengakibatkan
pajak yang terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi perpajakan.

c. SPT diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang ber- sangkutan


dalam batas waktu yang ditentukan, dan akan diberikan tanda terima
tertanggal. Apabila SPT dikirim melalui Kantor Pos harus dilakukan secara
tercatat, dan tanda bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda
bukti dan tanggal penerimaan.

d. Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain:

⚫ Untuk Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan: Laporan Keuangan


berupa neraca dan laporan rugi laba serta keterangan- keterangan lain
yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
⚫ Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar
Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
⚫ Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan: Perhitungan
jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang ber- sangkutan.

4. Pembetulan SPT

Apabila diketahui terdapat kesalahan pada SPT. Wajib Pajak dapat me


lakukan pembetulan SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan
pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak,
dengan syarat Dirjen Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan.
Dalam hal ini Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat
penyampaian SPT terakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena
pembetulan SPT tersebut.

Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT (2 tahun) telah berakhir,


sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak,

9
kepada Wajib Pajak masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan
ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan. Wajib Pajak dengan
kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam suatu laporan tersendiri.
Pengungkapan ini terbatas pada hal-hal sebagai berikut:

a. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar

b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil

c. Jumlah harta menjadi lebih besar

d. Jumlah modal menjadi lebih besar.

Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat pengungkapan


ketidakbenaran pengisian SPT tersebut, beserta sanksi administrasi sebesar
50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar harus dilunasi
sebelum laporan disampaikan.

Meskipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, sepanjang belum


dilakukan penyelidikan mengenai adanya ketidakbenaran penyampaian SPT
terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan
penyidikan apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan
ketidakbenaran tersebut. Pengungkapan ketidakbenaran tersebut harus disertai
pelunasan kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi administrasi berupa
denda sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang dibayar.

5. Jenis SPT

Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua. yaitu:

a. SPT-Masa, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa
Pajak atau pada suatu saat.

b. SPT Tahunan, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu
Tahun Pajak.

10
6. Batas Waktu Penyampaian SPT

a. SPT Masa

JENIS PAJAK YANG BATAS WAKTU


MENYAMPAIKAN PENYAMPAIAN
SPT SPT-MASA
PPh pasal 21 Pemotongan PPh pasal Tanggal 20 bulan
21 takwim berikutnya
setelah Masa Pajak
berakhir
PPh pasal 22 Impor, Wajib Pajak 14 hari setelah
PPN dan PPn BM atas berakhirnya Masa
impor Pajak
PPh pasal 22 Impor, Direktorat Bea dan 7 hari setelah batas
PPN dan PPn BM atas Cukai waktu penyetoran
impor (Ditjen Bea pajak berakhir
Cukai)
PPh pasal 22 - Bendaharawan Tanggal 14 bulan
Bendaharawan takwim berikutnya
setelah Masa Pajak
berakhir
PPh pasal 22 – Bahan Pertamina 20 hari setelah Masa
Bakar Pajak berikutnya
PPh pasal 22 – Pemungut Pajak 20 hari setelah Masa
Pemungutan oleh Pajak berakhir
badan tertentu
PPh pasal 23 Pemotong PPh pasal 23Tanggal 20 bulan
takwim berikutnya
setelah Masa Pajak
berakhir
PPh pasal 25 Wajib Pajak yang Tanggal 20 bulan
mempunyai NPWP takwim berikutnya
setelah Masa Pajak
berakhir
PPh pasal 26 Pemotong PPh pasal 26 Tanggal 20 bulan
takwim berikutnya
setelah Masa Pajak
berakhir
PPN dan PPn BM Pengusaha Kena Pajak Tanggal 20 bulan
takwim berikutnya
setelah Masa Pajak
berakhir
PPN dan PPn BM Bendaharawan 14 hari setelah Masa
Bendaharawan Pemerintah Pajak berakhir
PPN dan PPn BM Selain Bendaharawan 20 hari setelah Masa
selain Bendaharawan Pemerintah Pajak berakhir
11
b. SPT Tahunan

JENIS PAJAK YANG BATAS WAKTU


MENYAMPAIKAN PENYAMPAIAN
SPT
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang Selambatnya 3 bulan
mempunyai NPWP setelah akhir Tahun
Pajak (biasanya tanggal
31 Maret tahun
berikutnya)
PPh pasal 21 Tahunan Pemotong PPh pasal 21 Selambatnya 3 bulan
setelah akhir Tahun
Pajak

Dalam hal tanggal jatuh tempo pelaporan bertepatan dengan hari libur
pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

7. Penundaan atau Perpanjangan Penyampaian SPT

Apabila Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan atau menyiapkan


laporan keuangan tahunan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, Wajib
Pajak dapat mengajukan permohonan agar memperoleh perpanjangan waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh. Permohonan penundaan penyampaian SPT
Tahunan diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak secara tertulis dengan
disertai:

a. Alasan-alasan penundaan penyampaian SPT Tahunan.

b. Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terutang dalam satu


tahun pajak.

c. Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut


perhitungan sementara tersebut.

Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT dan


ternyata perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak
yang sebenarnya terutang, maka atas kekurangan pembayaran ter sebut
dikenakan bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat ber akhirnya

12
kewajiban penyampaian SPT-Tahunan (biasanya tanggal 31 Maret) sampai
dengan tanggal pembayaran.

8. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT

a. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda untuk SPT-


Masa sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) dan untuk SPT
Tahunan sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah).

b. Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak


benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar karena kealpaan Wajib Pajak sehingga dapat me nimbulkan kerugian
pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.

c. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi
4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

E. Surat Setoran Pajak (SSP) dan Pembayaran Pajak

1. Pengertian

Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara
melalui Kantor Pos dan atau bank Badan Usaha Milik negara atau bank Badan
Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.

2. Fungsi SPP

a. Sebagai sarana untuk membayar pajak.

13
b. Sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak.

3. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak

a. Bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Anggaran

b. Kantor Pos.

c. Bank-bank BUMN atau BUMD.

d. Tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

4. Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak

a. Pembayaran Masa

JENIS PAJAK BATAS WAKTU PENYAMPAIAN


ATAU PENYETORAN
PPh pasal 21 Tanggal 10 bulan takwim berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 22 Impor, PPN dan PPn Bersamaan dengan pembayaran Bea
BM atas impor Masuk. Apabila Bea Masuk
dibebaskan/ditunda, harus dilunasi
pada saat penyelesaian dokumen
impor
PPh pasal 22 Impor, PPN dan PPn 1 (satu) hari setelah pemungutan
BM atas impor (Ditjen Bea Cukai) pajak
PPh pasal 22 – Bendaharawan Pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran
PPh pasal 22 – Bahan Bakar Pada saat surat perintah pengeluaran
barang (delivery order) ditebus
PPh pasal 22 – Pemungutan oleh Tanggal 10 bulan takwim berikutnya
badan tertentu setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 23 Tanggal 10 bulan takwim berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 25 Tanggal 15 bulan takwim berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 26 Tanggal 10 bulan takwim berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
PPN dan PPn BM Tanggal 15 bulan takwim berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
PPN dan PPn BM - Bendaharawan Tanggal 7 bulan takwim berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir

14
b. STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah. harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan
sejak tanggal diterbitkan surat-surat tersebut.

c. Pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan


harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah
Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak berakhir, sebelum SPT itu
disampaikan.

Dalam hal tanggal pembayaran atau penyetoran jatuh tempo pada hari
libur maka pembayaran atau penyetoran harus dilakukan pada hari kerja ber-
ikutnya. Setiap keterlambatan pembayaran dikenakan bunga sebesar 2%
sebulan untuk masa, yang dihitung sejak saat jatuh tempo.

5. Tata Cara Menunda atau Mengangsur Pembayaran Atas Ketetapan Pajak


(STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, dan Putusan Banding)

a. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk


mengangsur atau menunda pembayaran STP, SKPKB, SKPKBT, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding
ke Direktur Jenderal Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan tempat
Wajib Pajak terdaftar, apabila mengalami kesulitan likuiditas atau
mengalami keadaan di luar kekuasaannya (force major), sehingga tidak
dapat memenuhi kewajiban pajaknya pada waktunya.

b. Dengan syarat:

1) Permohonan harus diajukan paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum


saat jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir, kecuali untuk force
major dapat diajukan setelah tanggal jatuh tempo.

2) Menyatakan alasan-alasan penundaan pembayaran.

15
3) Menyatakan jumlah pajak yang dimohonkan untuk ditunda dan atau
diangsur.

c. KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan


Angsuran/Penundaan Pembayaran Pajak dalam jangka waktu 10 hari sejak
permohonan diterima. Isi keputusan tersebut dapat menerima seluruhnya
atau sebagian atau penolakan.

d. Masa angsuran penundaan diberikan paling lama 12 bulan sejak tanggal


diterbitkan surat keputusan, dan tidak dapat diperpanjang lagi.

6. Tata Cara Menunda atau Mengurangi Angsuran Atas Pembayaran PPh


pasal 25

a. Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengurangi


besarnya angsuran pajak (PPh Pasal 25) kepada Direktur Jenderal Pajak

b. Dengan syarat:

1) Dapat menunjukkan bahwa pajak penghasilan yang akan terutang pada


akhir tahun pajak kurang dari ¾ dari Pajak Penghasilan yang menjadi
dasar perhitungan besarnya angsuran PPh pasal 25.

2) Menyebutkan jumlah pajak dan angsuran pajak yang menurut


perhitungan Wajib Pajak seharusnya terutang.

c. Dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal penerimaan surat per- mohonan
pengurangan angsuran pajak, Direktur Jenderal Pajak harus memberi
keputusan. Apabila tidak, maka permohonan Wajib pajak dapat melakukan
angsuran sesuai dengan perhitungannya.

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran rakyat
kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak memiliki 2 fungsi yaitu fungsi
budgeter dan fungsi reguler. Pajak juga dikelompokkan menjadi 3 yaitu pajak langsung
dan tidak langsung, pajak subjektif dan objektif, serta pajak pusat dan pajak daerah.

B. Saran
Makalah ini merupakan makalah yang jauh dari kata sempurna dan memiliki
beberapa kekurangan, tetapi penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2003. Perpajakan. Yogyakarta : Andi Yogyakarta


Pajak.com. (2022). Sejarah Pajak di Indonesia, Sejak Zaman Kerajaan. Diakses pada 25
Januari 2023, Dari https://www.pajak.com/komunitas/opini-pajak/sejarah-pajak-di-
indonesia-sejak-zaman-kerajaan/amp/
Pajak.go.id. (2018, November 14). Menengok Sejarah Perpajakan di Indonesia : Bagian
Pertama. Diakses pada 25 Januari 2023, dari https://www.pajak.go.id/artikel/menengok-
sejarah-perpajakan-di-indonesia-bagian-pertama
Kompas.com. (2020, Februari 2). Sejarah Pajak Indonesia, Dimulai Zaman Kerajaan.
Diakses pada 25 Januari 2023, dari
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/22/080000369/sejarah-pajak-indonesia-
dimulai-zaman-kerajaan?page=all#page2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan

Anda mungkin juga menyukai