Anda di halaman 1dari 10

Nama : Anak Agung Ayu Nopi Gayatri

No : 02

NIM : 1907531041

Mata Kuliah : Perpajakan 1

JAWABAN:

Bagian I

1. Teori Pemungutan Pajak yang Dicetuskan oleh Adam Smith yang dikenal
dengan “ The Four Maxims or The Four Cannons of Adam Smith”
Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes
of the Wealth of Nations (terkenal dengan nama Wealth of Nations)
mengemukakan empat asas pemungutan pajak yang lazim disebut “The Four
Maxims or The Four Cannons”. Empat asas tersebut, yaitu:
a. Asas kesamaan (equality) dan keadilan (equity), yaitu tidak memperbolehkan
suatu negara mengadakan diskriminasi di antara sesama wajib pajak. Dalam
keadaan yang sama, para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama pula.
b. Asas kepastian hukum (certainty), yaitu Pajak yang dibayarkan oleh wajib
pajak harus jelas mengenai subjek, objek, besarnya pajak, dan juga ketentuan
waktu pembayarannya.
c. Asas tepat waktu (convenient of payment), yaitu wajib pajak harus membayar
pajak tepat waktu, dan jika mengalami keterlambatan maka akan dikenakan
sanksi.
d. Asas economi of collection, yaitu mengharuskan biaya pemungutan pajak
harus relatif kecil agar tidak menambah beban bagi subjek pajak.

2. Jenis-jenis Ketetapan Pajak, Mekanisme Dikeluarkannya Ketetapan Pajak,


dan Buatlah Ilustrasi!
a. Jenis-Jenis Ketetapan Pajak dan Mekanisme dikeluarkannya Ketetapan Pajak
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. Dalam Pasal 13 UU
KUP mengatur tentang SKPKB yang dapat diterbitkan dalam jangka
waktu sepuluh tahun setelah waktu terutangnya pajak, berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam ketentuan-
ketentuan yang dipaparkan sebagai berikut:
- Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar.
- Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
telah ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis, tidak disampaikan
juga seperti ditentukan dalam surat teguran.
- Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atas PPN dan PPnBM ternyata
tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak
seharusnya dikenakan tarif 0%.
- Jika Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban pembukuan dan tidak
memenuhi permintaan dalam pemeriksaan pajak, sehingga tidak
dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam Pasal 13 UU KUP mengatur
SKPKBT yang diterbitkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
- Jika SKPKBT yang ditetapkan ternyata lebih rendah dripada
perhitungan yang sebenarnya.
- Terjadinya proses pengembalian pajak yang telah ditetapkan dalam
SKPLB yang seharusnya tidak dilakukan.
- Terjadinya pajak terutang dalam surat ketetapan pajak nihil
(SKPN) yang ditetapkan ternyata lebih rendah.
- Penerbitan SKPKBT dilakukan jika ditemukan data baru (novum)
atau data yang semula belum terungkap, sehingga dapat
menyebabkan penambahan pajak yang terutang.
 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena
jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak
seharusnya terutang. Dalam Pasal 17 Undang-Undang KUP mengatur
tentang SKPLB yang diterbitkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
- Pada Pajak Penghasilan (PPh) jumlah kredit pajak lebih besar dari
jumlah pajak yang terutang, atau sudah dilakukan pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terutang.
- Pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN), jumlah kredit pajak lebih
besar dari jumlah pajak yang terutang atau sudah dilakukan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
- Pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), jumlah pajak
yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau
sudah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Dalam
Pasal 17A Undang-Undang KUP mengatur tentang SKPN dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
- Dalam PPh, jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang,
atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
- Dalam PPn, jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang
terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
- Dalam PPnBM, jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah
pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada
pembayaran pajak.
 Surat Tagihan Pajak (STP), adalah surat ketetapan pajak yang
diterbitkan dalam hal:
- Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
- Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak
akibat salah tulis atau salah hitung
- WP dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga;
- Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undangundang PPN,
tetapi tidak.
 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) merupakan surat yang
diterbitkan oleh DJP dengan tujuan memberitahukan jumlah pajak
yang terutang kepada Wajib Pajak terkait. Isi pemberitahuan dalam
surat ini adalah berupa dokumen yang memuat jumlah atau besaran
utang atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang wajib dilunasi oleh
Wajib Pajak pada waktu yang ditetapkan. Dalam Pasal 10 Ayat 1 UU
Nomor 12 Tahun 1994 mengatur tentang SPPT terkait Pajak Bumi dan
Bangunan. Penerbitan SPPT akan dilakukan berdasarkan pada Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang sudah disampaikan oleh
Wajib Pajak, atau berdasarkan data objek pajak yang sudah tersimpan
di Kantor Pelayanan PBB.
b. Ilustrasi

3. Jelaskan yang dimaksud Hak Mendahulu Pajak, Penagihan Seketika dan


Sekaligus, Keberatan, dan Gugatan
a. Hak Mendahulu Pajak
Berdasarkan pasal 21 (1) UU KUP maka kedudukan utang pajak
merupakan suatu hak yang istimewa, dimana negara mempunyai kreditur
preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang
milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. Dengan demikian
dalam setiap pembagian harta Penanggung Pajak yang harus didahulukan
adalah untuk melunasi utang pajak yang ada dan tidak sekedar
menyamaratakan pembagian harta tersebut terhadap para krediturnya.
b. Penagihan Seketikadan Sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus merupakan tindakan penagihan pajak
yang dilaksanakan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran. Seketika mengandung artian
bahwa penagihan pajak dilakukan pada saat itu juga tanpa menunggu jatuh
tempo. Sedangkan, sekaligus mengandung artian bahwa penagihan pajak
meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun
pajak.
Juru sita melaksanakan penagihan atas utang pajak sebelum surat
tagihan pajak atau surat ketetapan pajak yang diterbitkan jatuh tempo.
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang tidak dapat
ditagih. Apabila saat ditagih seketika dan sekaligus penanggung pajak belum
membayar, maka juru sita pajak akan menunggu pembayaran dan pelunasan
sampai dengan jatuh tempo.
c. Keberatan
Keberatan pajak adalah mekanisme yang disediakan Ditjen Pajak bagi
wajib pajak yang tidak puas dan tidak sependapat terhadap hasil pemeriksaan
pajak. Biasanya, wajib pajak yang menempuh upaya hukum melalui
pengajuan keberatan pajak tidak puas dengan penetapan jumlah rugi, total
jumlah pajak, dan jumlah potongan pajak yang diputuskan petugas pemeriksa.
Berikut ini alasan yang memicu wajib pajak mengajukan keberatan pajak pada
Ditjen Pajak:
 Cakupan Keberatan Pajak
Keberatan pajak yang disampaikan wajib pajak biasanya diajukan atas:
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Baya Tambahan (SKPKBT).
- Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
 Dasar Hukum Surat Keberatan Pajak
Seperti disinggung di atas, keberatan pajak adalah mekanisme
resmi yang disediakan oleh Ditjen Pajak. Oleh karenannya, pengajuan
keberatan pajak memiliki dasar hukumnya sendiri, yakni:
- UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan yang telah beberapa kali mengalami perubahan.
- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No
202/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian
Keberatan (penyempurnaan dari No 9/PMK.03/2013).
 Syarat Mengajukan Keberatan Pajak
Berikut ini beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika wajib
pajak mengajukan keberatan pajak:
- Pengajuan dilakukan secara tertulis menggunakan bahasa
Indonesia.
- Menuliskan jumlah pajak terutang, jumlah pajak yang
dipotong/dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib
pajak disertai dengan alasan yang menjadi dasar penghitungan.
- Satu keberatan diajukan hanya untuk satu surat ketetapan
pajak/satu pemotongan pajak/satu pemungutan pajak (disesuaikan
dengan kasus keberatan yang diajukan oleh wajib pajak).
- Wajib pajak sudah melunasi pajak yang harus dibayar, paling
sedikit sesuai dengan jumlah yang disetujui oleh wajib pajak,
dalam pembahasan hasil akhir, sebelum surat keberatan pajak
disampaikan. (Persyaratan ini hanya berlaku untuk keberatan pajak
kurang bayar).
d. Gugatan
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak
atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap
keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan
terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dapat diajukan gugatan. Adapun syarat pengajuan gugatan, yaitu:
- Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada
Pengadilan Pajak.
- Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan
penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal
pelaksanaan penagihan. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila
jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah
14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar
kekuasaan penggugat.
- Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan
selain Gugatan adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima
keputusan yang digugat. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila
jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah
14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar
kekuasaan penggugat.
- Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan
diajukan 1 (satu) Surat Gugatan Gugatan.
- Gugatan disertai dengan alasan-alasan yang jelas, mencantumkan
tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang
digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.

4. Saat Timbulnya dan Terhapusnya Hutang Pajak


a. Penyebab Timbulnya Utang Pajak
Walaupun belum ada peraturan yang menjelaskan tentang timbulnya
utang pajak, para praktisi saat ingin menggunakan dua teori atau dua ajaran
yang mengatur timbulnya utang pajak, yaitu:
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh
fiskus (pegawai pajak yang membantu Wajib Pajak/Subjek Pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya). Hal ini terjadi jika pemungutan
pajak dilakukan dengan official assessment system, yaitu sistem
pemungutan pajak di mana jumlah pajak yang harus dibayar dan dihitung
oleh fiskus. Kemudian fiskus akan mengirimkan surat pemberitahuan
terkait jumlah yang harus dibayarkan kepada Wajib Pajak.
2. Ajaran Materil
Utang pajak timbul karena undang-undang dan karena ada sebab yang
mengakibatkan seseorang atau suatu pihak dikenakan pajak. Sebab-sebab
yang membuat seseorang memiliki utang pajak di antaranya:
- Perbuatan, yaitu mendirikan bangunan, melakukan kegiatan impor
atau ekspor, serta bepergian ke luar negeri.
- Keadaan, yaitu memiliki tanah atau bumi dan bangunan,
memperoleh penghasilan, serta memiliki kendaraan bermotor.
- Peristiwa atau kejadian, yaitu mendapat hadiah undian.

b. Penghapusan Utang Pajak


Ada 5 cara menghapus utang pajak, yaitu:
1. Pembayaran
Cara pertama menghapus utang pajak adalah dengan membayarnya
pada negara. Pembayarannya secara lunas dalam bentuk sejumlah uang
oleh Wajib Pajak ke Kas Negara. Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat
membayarnya sendiri atau menguasakannya pada pihak lain selama pihak
tersebut bertindak atas nama wajib pajak yang memiliki utang pajak.
2. Kompensasi
Kompensasi dapat dilakukan jika Wajib Pajak memiliki kelebihan
dalam membayar pajak sehingga dapat digunakan untuk membayar utang
pajak. Kelebihan bayar pajak sendiri dapat terjadi karena berbagai hal,
seperti perubahan undang-undang pajak, kekeliruan pembayaran, adanya
pemberian pengurangan, dan sebagainya. Karena itu, kelebihan pajak ini
dapat dikreditkan.
3. Daluwarsa
Daluwarsa adalah kedaluwarsa penagihan. Melansir dari DJP, hak
untuk menagih pajak kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejat tanggal terutang pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian
tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan. Daluwarsa penagihan
pajak dapat dicegah dengan melakukan penagihan teguran, dan
pengakhiran dengan mengajukan permohonan keberatan atau
penangguhan.
4. Pembebasan
Alternatif lain untuk menghapus utang pajak adalah dengan cara
pembebasan. Namun, pembebasan di sini pada umumnya bukan berarti
menghilangkan pokok utang pajak, meniadakan sanksi administratif terkait
utang pajak. Tetapi, utang pajak dapat berakhir dengan pembebasan karena
cara ini merupakan sarana hukum pajak untuk melepaskan tanggung jawab
wajib pajak berupa membayar pajak.
5. Penghapusan/Peniadaan
Penghapusan utang pajak mirip dengan cara pembebasan.
Perbedaannya, cara penghapusan diberikan karena keadaan keuangan
Wajib Pajak.Penghapusan juga merupakan cara untuk mengakhiri utang
pajak. Namun, hanya dengan alasan tertentu, seperti Wajib Pajak terkena
musibah atau karena dasar penetapannya tidak benar. Ketika utang pajak
telah dihapus, perikatan pajak akan berakhir sehingga Wajib Pajak tidak
lagi memiliki kewajiban membayar pajak yang terutang.

5. Perbedaan Pajak, Retribusi dan Sumbangan.


a. Pajak adalah jenis pungutan yang tidak memiliki jasa timbal balik secara
langsung. Misalnya: PPh, PPN, PPnBM, dll. Karakteristik Pajak:
- Tidak ada kontraprestasi individual secara langsung atau
pembayaran. Maksudnya yaitu bagi individu yang telah membayar
pajak mereka tidak dapat timbal balik secara langsung dari pajak
yang telah mereka bayarkaan
- Cara pengambilannya oleh pemerintah pusat dan daerah.
- Dipungut sesuai dengan surat ketetapan pajak.
b. Retribusi adalah jenis pungutan yang memiliki jasa timbal balik. Misalnya:
retribusi parkir, retribusi pasar, rekening telpon, dll. Atau lebih dikenal oleh
masyarakat dengan istilah iuran, iuran parkir, iuran keamanan, dll.
Karakteristik Retribusi:
- Ada hubungan langsung dari kembalinya prestasi individu setelah
dibayarkan. Maksudnya mereka akan mendapatkan timbal hasil
secara langsung dari retribusi yang telah mereka bayar.
- Cara pengambilannya khusus melalui pemerintah daerah saja.
- Dipungut sesuai dengan surat ketetapan retribusi daerah.
c. Sumbangan adalah jenis pungutan yang juga memiliki jasa timbal balik namin
hanya untuk sekelompok orang. Misalnya: sumbangan bencana nasional.
Karakteristrik Sumbangan:
- Tidak ada bentuk imbalan atau pembayaran, karna sifatnya
sukarela dikarnakan tidak ada unsur paksaan serta golongan yang
tertentu saja yang ditunjuk dapat menikmati atas pembayaran
tersebut.
- Tidak ada undang-undang yang mengatur khusus mengenai
pelaksanaannya dan dipungut menurut prosedur pembayaran yang
dapat dilanjutkan.
- Dipungut tidak hanya pemerintah pusat atau pemerintah daerah
tetapi bisa juga dipungut oleh yayasan, lembaga kemanusiaan atau
sebagainya.
- Tidak ada surat keputusan mengenai pemungutan dan tatacara
pembayaran akan tetapi berupa pelayanan kepada public.

Bagian II

Anda mungkin juga menyukai