Anda di halaman 1dari 8

PERTANYAAN PERINDO

KELOMPOK PEMBAHAS (KELOMPOK 3)

1. PRASETIA DWIKA (184)


Tadi sempat dijelaskan ada 3 pendekatan untuk megestimasi mengenai capital flight, bisa
tolong dijelaskan lebih lanjut mengenai 3 pendekatan ini?
Jawab:
Adanya perbedaan pendapat di kalangan para ahli, maka tidak mengheran-kan jika
terdapat perbedaan pula dalam metode estimasi capital flight suatu negara. Ada beberapa
konsep yang berbeda untuk mengukur capital flight yaitu:
1) Pendekatan Neraca Pembayaran
Pendekatan ini merupakan pendekatan tradisional yang memfokuskan pada
komponen neraca pembayaran. Terdapat anggapan bahwa pos net error and omission
meningkat karena kegagalan mengestimasi berbagai pergerakan modal swasta jangka
pendek. Akibatnya, pos ini ditambahkan pada arus modal jangka pendek dalam upaya
untuk memperoleh estimasi capital flight. Pendekatan ini digunakan oleh Cuddington
(1986) dalam mengestimasi capital flight.
2) Pendekatan Residual.
Pendekatan ini mengestimasi capital flight sebagai residual. Studi yang
menggunakan pendekatan ini dalam metode estimasinya adalah Bank Dunia (1985)
dalam salah satu bagian dari World Development Report mengestimasikan capital
flight dengan cara mencari selisih (perbedaan) antara arus modal masuk dengan
defisit transaksi berjalan ditambah perubahan cadangan devisa otoritas moneter pada
periode tertentu.
3) Pendekatan Deposito Bank
Pendekatan ini merupakan arus modal keluar yang meliputi pengukuran terhadap
kenaikan dalam deposito perbankan luar negeri yang tercatat (recorded foreign bank
deposits) yang dimiliki oleh penduduk dalam negeri. Namun, seringkali jumlah
deposito yang tercatat pada bank-bank lebih kecil dari estimasi arus modal keluar
resident secara kumulatif, atau dengan kata lain, statistik untuk bank deposito sering
meng-underestimate jumlah dana yang terdapat diluar. Hal ini disebabkan oleh tiga
hal yaitu: Pertama, sebagian dana disimpan pada deposito bank yang terletak di luar
major (reporting) financial center. Kedua, kewarganegaraan dari depositor tidak
selalu diketahui (dilaporkan) secara benar. Ketiga, ada dana yang disimpan dalam
bentuk aset lain selain deposito.

2. TONIARTA (099)
Coba jelaskan mengapa peristiwa Bom Bali 2 dapat menyebabkan Capital Flight pada
saat itu?
Jawab:
Peristiwa Bom Bali 2 dapat menyebabkan Capital Flight karena peristiwa Bom Bali 2
yang terjadi pada tahun 2005 memberikan citra buruk terhadap keamanan di dalam negeri
karena peristiwa Bom Bali 2 ini menelan banyak korban jiwa yang berasal dari
wisatawan mancanegara. Sehingga hal tersebut berdampak pada terjadinya krisis pasokan
minyak dunia yang mendorong lonjakan kenaikan harga minyak mentah dunia hingga
mencapai USD 126/barel pada tahun 2005 yang telah mempengaruhi kemampuan dalam
negeri untuk mengantisipasi kebutuhan bahan bakar minyak yang diperlukan dalam
hampir sebagian besar kegiatan perekonomian Indonesia sampai dengan level konsumen
rumah tangga. Pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM hingga 2 (dua)
kali yakni pada bulan Maret 2005 dan Oktober 2005, yang kemudian diikuti oleh
kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok dan memicu terjadinya peningkatan inflasi
dalam negeri. Sektor-sektor perekonomian yang dalam kegiatan produksinya sangat
tergantung pada minyak semakin terpuruk. Berbagai hal inilah yang direspon secara
negatif oleh pemilik dana dengan pemindahan aset ke luar negeri (capital outflow).

3. LILIA (069)
Bagaimana cara pemerintah menekan inflasi dengan menggunakan kebijakan moneter di
masa order baru & lama. Dan kebijakan moneter apa yang sering digunakan di indonesia
jelaskan dan berikan contoh?
Jawab:
Cara pemerintah orde lama menekan inflasi dengan melakukan devaluasi,
redenominasi, membekukan giro serta deposito, dan senering. Pada langkah Devaluasi,
pemerintah pada 25 Agustus 1959 kemudian menurunkan nilai tukar rupiah terhadap
Dolar AS dengan nilai Rp11,4 / US$ menjadi Rp45/ US$. Untuk kebijakan Redominasi
pemerintah pada 13 Desember 1965 menurunkan nilai mata uang dan mengeluarkan uang
baru dari
Rp.1.000 menjadi Rp1. Sementara dengan kebijakan membekukan Giro dan Deposito,
pemerintah pada 25 Agustus 1959 membekukan sebanyak 90 persen giro dan deposito
diatas Rp25 ribu. Sedangkan untuk kebijakan Senering atau pemotongan nilai mata uang,
pemerintah pada 19 Desember 1965 menurunkan nilai uang kertas dari Rp500 menjadi
Rp50 dan Rp1000 menjadi Rp100.
Cara pemerintah orde baru menekan inflasi dengan devaluasi rupiah terhadap nilai
USD sebesar 31% dari 1USD = Rp 970 menjadi 1USD = Rp 1.270 dan tidak menaikkan
suku bunga instrument moneter untuk mendorong kegiatan ekonomi dan pengerahan
dana serta memperbaiki posisi neraca pembayaran.

DILUAR KELOMPOK PEMBAHAS

1. SINTYA (075)
Di antara beberapa instrumen kebijakan moneter yang telah disebutkan tadi, instrumen
kebijakan mana yang paling penting dan efektif untuk diterapkan? (mungkin bisa disertai
dengan alasannya)
Jawab:
Menurut pendapat kami diantara beberapa instrument kebijakan moneter yang telah
disebutkan tadi, instrument kebijakan moneter yang paling penting dan efektif untuk
diterapkan adalah Kebijakan Operasi Pasar Terbuka (OPT). Kebijakan Operasi Pasar
Terbuka (OPT) ini merupakan instrument tidak langsung yang sangat penting karena
sangat fleksibel dibandingkan dengan instrument lainnya. Terdapat beberapa hal yang
menyebabkan OPT ini sangat penting dan efektif untuk diterapkan, yaitu:
 OPT dapat dilakukan atas inisiatif bank sentral dengan frekuensi dan kuantitas
sesuai dengan yang diinginkan
 OPT dapat dilakukan di pasar primer atau pasar sekunder dengan menggunakan
berbagai instrument pasar uang, seperti surat berharga bank sentral, surat berharga
pemerintah atau surat berharga pasar uang
 Dengan OPT, bank sentral dapat mentargetkan suku bunganya atau
jumlah/kuantitas dan dapat bervariasi jangka waktunya.

2. LARAS (168)
Dalam penerapan kebijakan moneter di Indonesia, hal-hal apa saja yang akan mendukung
terdorongnya efektivitas kebijakan moneter tersebut? Lalu terkait dengan kebijakan
ekonomi makro lainnya, bagaimana kebijakan moneter itu saling berhubungan satu sama
lain?
Jawab:
Efektivitas penerapan kebijakan moneter tersebut tergantung pada hubungan antara uang
beredar dengan variabel ekonomi utama seperti output dan inflasi. Dari sejumlah
literatur, temuan utama yang menarik mengenai hubungan antara uang beredar, inflasi,
dan output adalah bahwa dalam jangka panjang, hubungan antara pertumbuhan uang
beredar dan inflasi adalah sempurna, sementara hubungan antara pertumbuhan uang atau
inflasi dengan pertumbuhan output riil mungkin mendekati nol. Namun umumnya
kalangan praktisi maupun akademisi meyakini bahwa dalam jangka pendek kebijakan
moneter ekspansif dapat mendorong kegiatan ekonomi yang sedang mengalami resesi
yang berkepanjangan. Sebaliknya, kebijakan moneter kontraktif dapat memperlambat laju
inflasi yang umumnya terjadi pada saat kegiatan perekonomian yang sedang mengalami
pertumbuhan.

Selanjutnya terkait dengan hubungan kebijakan moneter dengan kebijakan makro


lainnya, memang dalam penerapannya tidak dapat dilakukan secara terpisah. Hal ini
mengingat keterkaitan antara kebijakan tersebut yang sangat erat. Dalam upaya, untuk
mencapai tujuan kebijakan ekonomi makro secara optimal, biasanya diterapkan policy
mix (bauran kebijakan) yang terkoordinasi antara satu kebijakan dengan kebijakan lain.
Salah satu contoh penerapan bauran kebijakan yang banyak dikenal adalah bauran
kebijakan moneter fiskal (monetary-fiscal policy mix). Secara konseptual, koordinasi
bauran kebijakan moneter fiskal dapat dilakukan melalui beberapa skenario, yaitu: (1)
kebijakan moneter ekspansif/ kebijakan fiskal ekspansif, (2) kebijakan moneter
kontraktif/ kebijakan fiskal ekspansif, (3) kebijakan moneter ekspansif/ kebijakan fiskal
kontraktif, dan (4) kebijakan moneter kontraktif/ kebijakan fiskal kontraktif.

3. TRI PARAMITA (013)


Bagaimana kebijakan moneter yang diambil oleh bank indonesia dalam menghadapi
dampak pandemi covid-19?
Jawab:
Kebijakan Moneter yang diambil oleh Bank Indonesia dalam menghadapi dampak
pandemic Covid-19, yaitu:
 Kebijakan Triple Intervention agar nilai tukar rupiah bergerak stabil sesuai
fundamental dan mengikuti pasar. Intensitas intervensi ini dilakukan dalam
rangka meningkatkan kepercayaan diri pasar karena BI akan selalu berada di
pasar untuk menjaga dan mengawasi pasar.
 BI menurunkan rasio giro wajib minimum (GWM) valuta asing bank-bank umum
konvensional yang sebelumnya 8 persen dari DPK sekarang 4 persen dari DPK.
kebijakan ini berlaku mulai 16 Maret 2020. Diperkirakan penurunan GWM valas
akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan yang jumlahnya sebesar US$3,2
miliar. Selain itu diharapkan kebijakan ini dapat memperkuat stabilitas nilai tukar
rupiah dan akan mempermudah perbankan untuk memasok pasar valas
 BI menurunkan GWM rupiah sebesar 50 bps yang ditujukan kepada perbankan
yang melakukan kegiatan ekspor dan impor yang tentu saja dalam pelaksanaan
berkoordinasi denga pemerintah. Dengan penurunan 50 bps diharapkan
mempermudah dunia usaha melakukan kegiatan ekspor impor dengan biaya lebih
murah. Kebijakan ini mulai diimplementasikan pada 1 April 2020.
 BI memperluas jenis dan cakupan underlying transaksi bagi investor asing di
dalam melakukan lindung nilai, termasuk domestic non-delivery forward
(DNDF). Perluasan bagi investor asing melepas SBN dan memasukkan ke
rekening di Indonesia atau rekening dalam rupiah, bisa digunakan seperti
underlying transaksi untuk membeli DNDF.
 BI menegaskan investor global dapat menggunakan bank kustodian, baik global
maupun domestik, dalam melakukan investasi di Indonesia. BI akan
berkoordinasi dengan OJK dan pemerintah dalam penanganan dampak virus
corona ke ekonomi Indonesia dan akan terus menghargai independensi OJK dan
pemerintah.

4. ISTA (074)
Disebutkan bahwa upaya penanganan krisis moneter melalui pemberian BLBI mengalami
banyak penyimpangan. Pertanyaannya penyimpangan seperti apa yang terjadi dan
bagaimana upaya penyelesaiannya?
Jawab:
Penyimpangan dalam upaya penanganan krisis moneter melalui pemberian BLBI, yaitu:
 Pertama, BLBI yang diperuntukkan menutup saldo debet dan fasilitas saldo debet.
BI tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku dalam pemberian fasilitas BLBI,
yaitu ada bank yang tetap menerima bantuan likuiditas, meskipun jelas telah
mengalami saldo debet selama lima hari berturut-turut. Seharusnya bank seperti
ini tidak diperbolehkan melakukan kliring dan saldo debetnya dikonversi menjadi
fasilitas diskonto I.
 Kedua, skema BLBI yang berasal dari fasilitas diskonto. Dalam skema ini jumlah
BLBI yang bisa dialihkan sebagai tanggung jawab pemerintah masih dibawah
catatan BI. BI menetapkan bunga diskonto yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, juga perpanjangan fasilitas diskonto kepada sebuah bank yang dianggap
tidak wajar.
 Ketiga, Fasilitas Surat Berharga Pasar Uang Khusus (FSBPUK). Dalam skema ini
penyaluran BLBI tidak merujuk pada ketentuan BI, seperti promes yang
diserahkan Bank tidak mencukupi, juga pemberian FSBPUK pada bank yang
CAR-nya sudah dibawah 2 %. Pemberian dana tersebut lebih cenderung
didasarkan pada kebijakan direksi BI pada waktu itu.
 Keempat, BLBI sebagai dana talangan untuk membayar kewajiban luar negeri
dan dalam rangka penjaminan oleh pemerintah. Dalam skema ini ditemukan
perbedaan angka antara yang dibayarkan BI dengan catatan kreditur di luar negeri
dan BI belum memverifikasi kebenaran transaksi sehingga memunculkan
kewajiban tersebut.
5. Ayu Linda
Dikatakan salah satu kebijakan lain yang pernah dilakukan yaitu pergantian uang. Bisa
dijelaskan sedikit dalam kondisi seperti apa diperlukan pergantian uang? Dan untuk ke
depannya menurut kalian apakah Indonesia perlu melakukan pergantian uang?
Jawaban :
Nah, pergantian uang tersebut dilakukan pada saat kondisi terjadinya inflasi yang sangat
tinggi yaitu seperti pada di akhir pemerintahan presiden Sukarno dan awal pemerintahan
Presiden Suharto yaitu tinggi inflasi sebesar 600%. Pada saat itu pemerintah melakukan
pergantian uang atau penyederhanaan uang dari yang besarnya Rp1.000 rupiah di rubah
menjadi 1 rupiah.
Menurut kelompok kami untuk kedepannya Indonesia tidak perlu melakukan pergantian
uang karena kita bisa lihat dari yang terjadi pada masa akhir pemerintahan presiden
Sukarno dan awal pemerintahan presiden Suharto yaitu terjadinya inflasi yang sangat
tinggi yaitu sampai 600%, sehingga pemerintah pada saat itu melakukan kebijakan
moneter yaitu pergantian uang dari yang besarnya Rp1.000 rupiah menjadi 1 rupiah.
Tetapi kebijakan ini bukan menyebabkan inflasi semakin berkurang melainkan
menyebabkan inflasi semakin bertambah cepat.
6. Ni Luh Putu Irsa Aritania (045)
Bagaimana pengaruh pandemi covid 19 terhadap stabilitas moneter di Indonesia dan
apakah pengaruh tersebut cenderung mengarah ke hal yg positif atau negatif terhadap
pembangunan ekonomi di Indonesia. Jelaskan!
Jawaban :
pengaruh pandemi covid 19 terhadap stabilitas moneter di Indonesia sangat berdampak
besar, karena adanya covid 19 ini pemerintah menerpkan peraturan-peraturan untuk
mengurangi covid atau mencegahnya seperti pembatasan sosial (social distancing) dalam
bentuk pelarangan perjalanan (travel ban), penutupan perbatasan antarnegara (closed
borders), penutupan sekolah, kantor, dan tempat ibadah bahkan isolasi suatu wilayah
tertentu (lockdown). Dah dengan adanya peraturan-peraturan tersebut akan menimbulkan
aktivitas ekonomi menurun drastis. Terlebih, aktivitas ekonomi ini terganggu dari dua sisi
sekaligus, baik dari sisi permintaan (demand) maupun dari sisi penawaran (supply).
Adanya gangguan pada tingkat konsumsi, tingkat produksi, serta rantai pasokan global
akan berujung pada penurunan output global yang sangat besar. Saat kondisi ini berlanjut,
maka rambatan dampaknya juga berpotensi mengakibatkan gangguan stabilitas moneter.
Pengaruhnya mengarah kea rah negative karena covid tersebut dapat menghabat aktivitas
kita semua sehingga, perekonomian yang ada juga akan terhambat karena Batasan atau
peraturan yang di keluarkan oleh pemerintah untuk mengatasi atau mencegah covid 19
ini.

Anda mungkin juga menyukai