Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH EKONOMI PEMBANGUNAN

“MATERI M3 (E-FILLING & E-FORM,

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT), KOREKSI FISKAL)”

Dianjurkan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Teori
Pengambilan Keputusan

Disusun Oleh :

3EA09 MANAJEMEN

SHYNDY ANTISA (11220550)

PROGRAM SARJANA EKONOMI – MANAGEMENT

UNIVERSITAS GUNADARMA
E-FILING DAN E-FORM

A. PENGERTIAN E-FILING

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 Pasal 1 Ayat 7


pengertian e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT dan penyampaian
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan
secara online dan real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP).

B. JENIS PELAPORAN SPT ONLINE

Wajib Pajak yang hendak menyampaikan laporan SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi maupun SPT Tahunan PPh Badan dapat mengisi dan menyampaikan
laporan SPT-nya pada aplikasi e-Filing di DJP Online.

• Formulir 1770SS (Sangat Sederhana)


• Formulir 1770S (Sederhana)
• Formulir 1770

Untuk jenis SPT 1770SS dan 1770S disediakan formulir pengisian langsung pada
aplikasi e Filing. Sedangkan untuk penyampaian laporan SPT pajak lainnya
terutama jenis SPT 1770 maupun 1771, e-Filing di DJP Online menyediakan
fasilitas penyampaian SPT berupa unggah SPT yang telah dibuat melalui aplikasi
e-FORM.

C. KEUNGGULAN E-FILING
1. Lebih cepat dengan jaringan internet.
2. Pelaporan SPT kapanpun dan di manapun.
3. Kemudahan pengguna aplikasi.
4. Tidak perlu install aplikasi atau program apapun.
5. Pengawasan dan pengecekan yang mudah.
6. Tidak perlu pengeluaran ekstra.
7. Gratis.
D. PENGERTIAN E-FORM
E-Form merupakan formulir elektronik yang digunakan untuk lapor SPT
secara semi online. Formulir e-Form merupakan file berekstensi .pdf yang
dapat diakses oleh sistem operasi Windows dan MacOS. DJP menyediakan
fasilitas e-Form bagi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai Pengusaha dan
Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai karyawan dengan penghasilan lebih dari
Rp 60 juta dalam satu tahun.

E. KEUNGGULAN E-FORM
Keunggulan dari menggunakan e-Form yaitu e-Form dapat diakses secara
luring (offline) dalam pengisiannya, Wajib Pajak hanya butuh koneksi
internet saat mengunduh dokumen e-Form dan saat mengunggah dokumen
e-Form.
SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

A. PENGERTIAN SURAT PEMBERITAHUAN


Berdasarkan Pasal 1 ayat 11 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Surat
Pemberitahuan Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan
atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

B. FUNGSI SURAT PEMBERITAHUAN


1. Wajib Pajak Penghasilan Sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a. Pembayaran
atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu)
tahun pajak atau bagian tahun Pajak;
2. Pengusaha Kena Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPnBM
yang sebenarnya terutang
3. Pemotong atau Pemungut Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut
dan disetorkan.

C. JENIS-JENIS SURAT PEMBERITAHUAN


Surat Pemberitahuan dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. SPT Masa
Merupakan Surat Pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang
dalam satu masa pajak. Jenis SPT Masa adalah SPT Masa PPh, SPT
Masa PPN dan PPnBm, dan SPT Masa bagi Pemungut PPN.
2. SPT Tahunan
Merupakan Surat Pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang
dalam satu tahun pajak. Yang termasuk jenis SPT Tahunan adalah
SPT Tahunan PPh untuk satu tahun pajak, dan SPT Tahunan PPh
untuk bagian tahun pajak.

D. BATAS WAKTU PEMBAYARAN PAJAK


1. Pajak Masa
➢ Untuk PPh yang terutang melalui pemotongan paling lambat tanggal
10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
➢ Untuk PPh yang disetor sendiri paling lambat tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
2. Pajak Tahunan
➢ Selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga
setelah berakhirnya tahun pajak.

E. BATAS WAKTU PELAPORAN PAJAK


1. Pajak Masa
➢ Untuk pajak masa PPh selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari
setelah berakhirnya masa pajak
➢ Untuk pajak masa PPN selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak..
2. Pajak Tahunan
➢ Bagi WPOP selambat-lambatnya akhir bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun pajak.
➢ Bagi Badan Usaha selambat-lambatnya akhir bulan keempat setelah
berakhirnya tahun pajak.
F. SANKSI KETERLAMBATAN ATAU TIDAK MENYAMPAIKAN
SURAT PEMBERITAHUAN

1. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda (sesuai


dengan pasal 7 KUP) :
a. SPT Masa PPN sebesar Rp500.000, sedangkan SPT Masa
Lainnya sebesar Rp100.000
b. SPT Tahunan PPh WPOP sebesar Rp100.000, sedangkan SPT
Tahunan PPh Badan Usaha sebesar Rp1.000.000
2. Setiap orang yang karena kealpaannya menyampaikan Surat
Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling tinggi 2
(dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
3. Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang
isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
4. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak dilakukan
terhadap (Pasal 7 ayat 2 UU KUP):
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia.
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai warga negara
asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di
Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi
tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan;
h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.

F. SANKSI PERPAJAKAN
1. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan Apabila SPT tidak
disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas waktu
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat
Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran di
samping suatu bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat
bagi dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 1 huruf b
dan pasal 13 ayat 3 UU KUP.
2. Sanksi Administrasi Menurut Pasal 7 ayat 1 UU KUP menyatakan
bahwa apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu atau batas
waktu perpanjangan penyampaian SPT dikenal dengan sanksi
administrasi. Sanksi administrasi adalah sanksi berupa pembayaran
kerugian terhadap negara seperti denda, bunga dan kenaikan.
3. Sanksi Pidana
⮚ Denda Pidana Berbeda dikenakan kepada wajib pajak yang sengaja
melanggar norma hukum perpajakan.
➢ Pidana Kurungan Pidana kurungan dalam pasal 38 UU KUP
dikenakan terhadap setiap orang yang karena kealpaannya tidak
menyampaikan SPT Pidana kurungan hanya diancam kepada tindak
pidana yang bersifat pelanggaran.
➢ Pidana Penjara Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan
bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan, menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap terancam pidana
penjara.
KOREKSI FISKAL

A. PENGERTIAN KOREKSI FISKAL


Koreksi fiskal adalah koreksi yang dilakukan berdasarkan ketentuan
perpajakan atas laba yang diperhitungkan secara komersial. Koreksi
tersebut nantinya akan menyebabkan bertambah atau berkurangnya laba
sebagai akibat dari adanya perbedaan pengakuan penghasilan, biaya,
metode, manfaat, dan umur ekonomis harta.

B. LATAR BELAKANG KOREKSI FISKAL


Jenis koreksi fiskal disini merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi
komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 Tahun 1994 jo UU
Nomor 17 Tahun 2000). Perbedaan penghasilan dan biaya menurut
akuntansi dan menurut fiskal yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1) Perbedaan Tetap (Permanent Differences)
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan dan biaya
antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang
bersifat permanen. Artinya, koreksi fiskal yang dilakukan saat ini tidak
akan mempengaruhi laba kena pajak tahun pajak berikutnya. Perbedaan
tetap terjadi karena transaksi-transaksi pendapatan dan biaya diakui
menurut akuntansi komersial dan tidak diakui menurut fiskal. Perbedaan
tetap mengakibatkan laba (rugi) bersih menurut akuntansi berbeda
(secara tetap) dengan penghasilan (laba) kena pajak menurut fiskal.
Dalam hal pengakuan penghasilan, koreksi beda tetap terjadi karena:
• Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan,
sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan
penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang diterima
atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam
negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
• Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan,
sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan penghasilan,
karena penghasilan telah dikenakan PPh Final, contohnya:
▪ Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
lainnya.
▪ Penghasilan berupa hadiah undian.
▪ Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan/ atau bangunan.
▪ Penghasilan dari usaha jasa konstruksi.
▪ Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.
▪ Penghasilan tertentu lainnya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh).

Dalam hal pengakuan biaya/beban, koreksi karena beda tetap terjadi


karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut
Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi
penghasilan bruto (Pasal 9 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 juga
tertera pada Pasal 9 UU PPh), misalnya:

• Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan


pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
• Biaya yang bukan objek pajak;
• Biaya yang pengenaan pajaknya bersifat final;

Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi


negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial namun
secara fiskal harus dikoreksi, baik itu karena bukan merupakan objek pajak
maupun karena telah dikenakan PPh final.

Koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif


artinya biaya yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal
harus dikoreksi.
2) Perbedaan Waktu (Timing Differences)
Beda waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun
biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh
yang bersifat sementara. Artinya, koreksi fiskal yang dilakukan saat ini
akan mempengaruhi laba kena pajak tahun pajak berikutnya.

Dalam hal pengakuan penghasilan, koreksi beda waktu terjadi


karena:

• Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu


tahun.

Dalam hal pengakuan biaya, koreksi beda waktu terjadi karena:

• Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-


undang PPh metode penyusutan yang diperbolehkan hanya
metode garis lurus dan saldo menurun.
• Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut
Undang-undang PPh metode penilaian persediaan yang
diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO.
• Penyisihan piutang tak tertagih.

Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi


positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi
negatif pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi atas beda waktu biaya dapat
menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif, tergantung dari
metode yang digunakan.

C. KOREKSI FISKAL

Terdapat dua macam koreksi fiskal, yaitu:

1) Koreksi Positif Positif, karena akan menambah pajak yang dibayarkan


Wajib Pajak, yaitu dengan menambah laba Wajib Pajak. Penambahan laba
terjadi karena berkurangnya biaya dan bertambahnya pendapatan. Penyebab
koreksi fiskal positif antara lain:
• Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
• Dana cadangan.
• Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.

2) Koreksi Negatif Negatif, karena akan mengurangi pajak yang dibayarkan


Wajib Pajak, yaitu dengan mengurangi laba Wajib Pajak. Pengurangan laba
disebabkan oleh bertambahnya biaya atau berkurangnya pendapatan.
Penyebab koreksi fiskal negatif antara lain:

• Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak


termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha.
• Selisih penyusutan/amortisasi komersial di bawah
penyusutan/amortisasi fiskal.
• Penyesuaian fiskal negatif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang
telah disebutkan di atas.
➢ Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi positif apabila:
1. Pendapatan menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau
suatu penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut
akuntansi.
2. Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih kecil daripada menurut
akuntansi atau suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut fiskal
tetapi diakui menurut akuntansi.
➢ Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi negatif apabila:
1. Pendapatan menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi atau
suatu penghasilan tidak diakui menurut fiskal (bukan Objek Pajak)
tetapi diakui menurut akuntansi.
2. Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih besar daripada menurut
akuntansi atau suatu biaya/pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi
tidak diakui menurut akuntansi. Pendapatan telah dikenakan pajak
penghasilan bersifat final.

Anda mungkin juga menyukai