Anda di halaman 1dari 9

MATERI TENTANG PAJAK

Surat Pemberitahuan Tahunan


Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan
atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Adapun
Setiap Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP), Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4),Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah DJP,Kantor Pusat DJP, atau
melalui website DJP : http://www.pajak.go.id untuk mencetak/ menggandakan/ fotokopi dengan
bentuk dan isi yang sama dengan aslinya.

v  Jenis-Jenis SPT
Jenis-jenis SPT diantaranya yaitu :
1. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26;
2. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 22;
3. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26;
4. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25;
5. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
6. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 15;
7. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai;
8. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut;
9. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang
menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak;
10. SPT Masa Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
v  Biaya Keterlambatan SPT
Biaya keterlambatan SPT sesuai dengan keterlambatan pelaporan untuk masa SPT tersebut,
diantaranya yaitu, Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), sedangkan keterlambatan pelaporan SPT Masa lainnya
dikenakan denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Selanjutnya untuk keterlambatan
pelaporan SPT Tahunan PPh WP OP khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh WP Badan
dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)
v  Pengertian Surat Setoran Pajak (SSP)
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan. Adapun pengertian ini dapat kita
temukan pada UU no 28 tahun 2007 ketentuan umum dan tata caraperpajakan. UU ini merupakan
perubahan kesekian dari uu nomor 6 tahun 1983 pasal 1 poin 14. Contoh surat setoran pajak :

v  Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB


Adapun penegrtian SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB) timbul sebagai akibat pemeriksaan pajak oleh kantor pajak. Hak Wajib Pajak atas Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang diterimanya adalah : Mengajukan Keberatan
Mengajukan Pengurangan Sanksi Administrasi. Mengajukan Penundaan Pembayaran . Mengajukan
Angsuran Pembayaran. Contoh Perhitungan SKPKB : Pokok Pajak : 100.000.000 Kredit Pajak :
20.000.000 - Kurang Bayar : 80.000.000 Sanksi Administrasi : 16.000.000 + Pajak Yang Harus
Dibayar : 64.000.000

v  Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu SKPKB yang ternyata telah ditetapkan lebih
rendah atau pajak yang terutang dalam suatu Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) ditetapkan lebih
rendah atau telah dilakukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang tidak seharusnya
yang ditetapkan dalam suatu Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu lima tahun setelah berakhirnya Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak

v  Pengertian Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)


Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang
atau tidak seharusnya terutang. Adapun fungsi dari SKPLB adalah Sebagai sarana atau alat untuk
mengembalikan kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak.

v  Pengertian Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)


Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak.

v  Pengertian Surat Tagihan Pajak (STP)


adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga
dan/atau denda. Berdasarkan pengertian STP sebagaiman diatur pada Pasal 14, Dirjen pajak dapat
menerbitkan STP dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Pajak penghasilan dalam satu tahun berjalan tidak/kurang bayar, dikenakan denda bunga 2%
sebulan maksimal 24 bulan
2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagaimana salah tulis dan atau salah hitung, dikenakan sanksi bunga 2% sebulan maksimal 24
bulan.
3. Denda administrasi berupa denda atau bunga
4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai
tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP),
2% x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, tetapi membuat faktur pajak, denda 2% x
DPP
6. Pengusaha yang dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat atau membuat faktur pajak tetapi
tepat waktu atau tidak mengisi lengkap faktru pajak, denda 2% x DPP
v  Pengertian Surat Paksa (SP)
Surat Paksa adalah surat perintah pembayaran utang pajak dan biaya penagihan pajak (pasal
1 ayat 9 UU PPSP)

v  Kejahatan Perpajakan
Kejahatan di bidang perpajakan dapat berupa melakukan perbuatan atau tidak melakukan
perbuatan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.Pada hakikatnya,
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dikategorikan sebagai kaidah hukum pajak
yang menjadi koridor untuk berbuat atau tidak berbuat. Dengan demikian, melakukan perbuatan
atau tidak melakukan perbuatan dibidang perpajakan tergolong sebagai kejahatan dibidang
perpajakan ketika memenuhi kaidah rumusan hukum pajak

v  Kejahatan Perpajakan Karena Kealpaannya


tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau menyampaikan SPT, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan
setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu)
tahun.
v  Kejahatan Perpajakan Karena Kesengajaan
a.      tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b.      menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.
c.       tidak menyampaikan SPT;
d.      d. menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e.       menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau - memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau
dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan
yang sebenarnya;
f.        tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya.
g.      tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik
atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia ;
h.      tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu)
tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana 2
(dua) kali lipat dari ancaman pidana yang diatur sebagaimana butir 2.
v  Kejahatan Perpajakan karena percobaan
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka
mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan
dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan

v  Kejahatan Perpajakan karena Pengulangan


Menurut pasal 39 ayat (2), ancaan pidana sebagaimana dimaksud di pasl 39 ayat (1)
dilipatkan dua, dengan syarat belum lewat satu tahun selesai menjalanai pidana, melakukan lagi
tindakan pidana.

Seri PPh - Pajak Penghasilan Pasal 21


Jumat, 22 Juni 2012 - 00:55
Pajak Penghasilan Pasal 21
Adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan.
Pemotong PPh Pasal 21
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan-
badan lainnya;
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan
status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang;
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan
kegiatan;
Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
1. Pegawai;
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan
hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:

a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain drama,
penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa kepada
suatu kepanitiaan;
g. agen iklan;
h. pengawas atau pengelola proyek;
i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j. petugas penjaja barang dagangan;
k. petugas dinas luar asuransi;
l. distributor multilevel marketing atau direct selling;dan kegiatan sejenisnya.
4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b. peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
e. peserta kegiatan lainnya.
Penerima Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-
orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat :

a. bukan Warga Negara Indonesia; dan


b. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan
sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat
teratur maupun tidak teratur;
2. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun
atau penghasilan sejenisnya;
3. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan
dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
4. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan
sejenis dengan nama apapun.
Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan
oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak
yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang
dibayar oleh pemberi kerja;
4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
5. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi
beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam
negeri maupun luar negeri.
Lain-Lain
1. Pemotong PPh Pasal 21 dan Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 wajib
mendaftarkan diri ke kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2. Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai yang menerima penghasilan dari
pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender wajib
membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender
atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan
wajib menyerahkannya kepada Pemotong Pajak saat mulai bekerja atau mulai pensiun;
3. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga, pegawai, penerima pensiun berkala dan
bukan pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara
berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender wajib membuat surat pernyataan baru dan
menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender
berikutnya;
4. Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21
kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak;
Cara Penghitungan PPh Pasal 21 Terbaru
PERHITUNGAN PPH 21 2016 DENGAN PTKP 2016 TERBARU
Perhitungan PPh 21 2016 selalu disesuaikan dengan tarif PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
terbaru yang ditetapkan DJP. PTKP 2016 ( PTKP terbaru ) yang tercantum pada Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:
1. Rp 54.000.000,- per tahun atau setara dengan Rp 4.500.000,- per bulan untuk wajib pajak
orang pribadi.
2. Rp   4.500.000,- per tahun atau setara dengan Rp    375.000,- per bulan tambahan untuk wajib
pajak yang kawin (tanpa tanggungan).
3. Rp   4.500.000,- per tahun atau setara dengan Rp    375.000,- per bulan tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus atau anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (orang) untuk setiap keluarga.
Adanya penyesuaian tarif PTKP 2016 ( PTKP terbaru ) tersebut, membuat cara penghitungan PPh 21
juga mengalami perubahan.
Contoh Perhitungan PPh 21 2016  Secara Manual
Berikut ini adalah contoh cara penghitungan PPh Pasal 21 secara manual:
Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status menikah dan
mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian Komunikasi &
Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000,- per bulan.
PT. Onix Komunika mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan
iuran pensiun dari BPJS sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni sebesar Rp 30.000,- per bulan. Di
samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan
sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar
2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh
pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji.
Pada bulan Juli 2016 di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang lembur
(overtime) sebesar Rp 2.000.000,-.
Hasilnya dalah sebagai berikut:
Gaji Pokok   6.000.000,00
(i) Tunjangan Lainnya (jika ada)   2.000.000,00
(ii) JKK 0.24%   14.400,00
JK 0.3%   18.000,00
Penghasilan bruto (kotor)   8.032.400,00
Pengurangan    
1.(iii) Biaya Jabatan: 5% x 8.032.400,00 = 401.620,00 401.620,00  
2. Iuran JHT (Jaminan Hari Tua), 2% dari gaji pokok 120.000,00  
3. (iv) JP (Jaminan Pensiun), 1% dari gaji pokok, jika
60.000,00  
ada
    (581.620,00)
Penghasilan neto (bersih) sebulan   7.450.780,00
     
(v) Penghasilan neto setahun 12 x 7.450.780,00   89.409.360,00
(vi) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 54.000.000,00  
    (54.000.000,00)
Penghasilan Kena Pajak Setahun   35.409.360,00
(vii) Pembulatan ke bawah   35.409.000,00
PPh Terutang (lihat Tarif PPh Pasal 21)    
5% x 50.000.000,00   1.770.450,00
     
PPh Pasal 21 Bulan Juli = 1.770.450,00 : 12   147.538,00
     
 
*Berlaku bagi WP dengan NPWP, tanpa NPWP maka perlu dikalikan 120% : Rp 147.538,00 x 120% =
Rp 177.046,00

Contoh Perhitungan PPh Badan untuk Peredaran Bruto Diatas Rp.4.800.000.000,- s/d
Rp.50.000.000.000,-
Contoh Perhitungan PPh Badan untuk Peredaran Bruto Diatas Rp. 4.800.000.000,- sampai
dengan Rp. 50.000.000.000,- untuk Tahun Pajak 2016 :

Sejak Tanggal 1 Juli 2013 perhitungan Pajak Penghasilan PPh Badan bagi Wajib Pajak Badan yang
mempunyai penghasilan yang termasuk kriteria objek pajak non final berdasarkan Pasal 4 ayat 1
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan dihitung dengan memperhatikan
besarnya Peredaran Usaha Bruto Tahun Pajak sebelumnya.

Apabila sudah diketahui berapa besarnya Peredaran Usaha Bruto Tahun Pajak sebelumnya baru

dilakukan perhitungan Pajak Penghasilan sebagai berikut :


1. berdasarkan Pasal 17 dan 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan atau;
2. berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang PPh Atas
Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu.
Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi tentang bagaimana Cara dan Contoh Perhitungan Pajak

PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Diatas Rp.4.800.000.000,00  sampai dengan

Rp.50.000.000.000,00 apabila :
1. Peredaran Bruto PadaTahun Pajak sebelumnya  jumlahnyasampai dengan
Rp. 4.800.000.000,00.
2. Peredaran Bruto PadaTahun Pajak sebelumnya  jumlahnya lebih dari
Rp. 4.800.000.000,00.
Cara dan Contoh Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Diatas
Rp.4.800.000.000,00 sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 Untuk Tahun Pajak 2016 apabila
Peredaran Bruto PadaTahun Pajak 2015 jumlahnya sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 :

CV.Manis Makmur adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang Penjualan Alat
dan Mesin Pertanian.
Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp 4.750.000.000,00 .

Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2016 sebesar Rp 5.455.532.000,00  dengan
perincian sebagai berikut :
1. Penjualan Kotor bulan Januari 2016 adalah sebesar 435.652.000.
2. Penjualan Kotor bulan Pebruari 2016 adalah sebesar 468.560.000.
3. Penjualan Kotor bulan Maret 2016 adalah sebesar 449.870.000.
4. Penjualan Kotor bulan April 2016 adalah sebesar 435.800.000.
5. Penjualan Kotor bulan Mei 2016 adalah sebesar 475.600.000.
6. Penjualan Kotor bulan Juni 2016 adalah sebesar 468.750.000.
7. Penjualan Kotor bulan Juli 2016 adalah sebesar 495.000.000.
8. Penjualan Kotor bulan Agustus 2016 adalah sebesar 436.520.000.
9. Penjualan Kotor bulan September 2016 adalah sebesar 435.200.000.
10. Penjualan Kotor bulan Oktober 2016 adalah sebesar 463.500.000.
11. Penjualan Kotor bulan Nopember 2016 adalah sebesar 412.560.000.
12. Penjualan Kotor bulan Desember 2016 adalah sebesar 478.520.000.
Penghitungan Pajak Penghasilan terutang :
1. Karena Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp
4.750.000.000.000,00 atau tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00, maka Perhitungan PPh Badan
untuk tahun pajak 2016 adalah berdasarkanPeraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
2. Meskipun Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2016 sebesar Rp
5.455.532.000,00 atau melebihi Rp.4.800.000.000,00, akan tetapi Perhitungan PPh Badan
dihitung dengan cara Peredaran Usaha Bruto setiap bulan dikenai tarif sebesar 1 % (satu
persen). Hal ini terjadi karena Peredaran Bruto pada Tahun Pajak sebelumnya (Tahun 2013)
tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00 atau hanya sebesar  Rp 4.750.000.000,00 .

Sehingga Pajak Penghasilan yang harus disetor CV.Manis Makmur untuk Tahun Pajak 2016 sebagai
berikut :

Bulan Peredaran Bruto Tarif Pajak PPh Pasal 4 ayat 2


Januari 435.652.000 1% 4.356.520
Pebruari 468.560.000 1% 4.685.600
Maret 449.870.000 1% 4.498.700
April 435.800.000 1% 4.358.000
Mei 475.600.000 1% 4.756.000
Juni 468.750.000 1% 4.687.500
Juli 495.000.000 1% 4.950.000
Agustus 436.520.000 1% 4.365.200
September 435.200.000 1% 4.352.000
Oktober 463.500.000 1% 4.635.000
Nopember 412.560.000 1% 4.125.600
Desember 478.520.000 1% 4.785.200
Jumlah 5.455.532.000 54.555.320

PPh Pasal  4 ayat 2 (berdasarkan PP 46 Tahun 2013) disetorkan setiap bulan paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya dengan Kode Jenis Setoran Pajak 411128-420.

Cara dan Contoh Perhitungan Pajak PPh Badan Dengan Peredaran Bruto Diatas
Rp.4.800.000.000,00 sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 Untuk Tahun Pajak 2016 apabila
Peredaran Bruto PadaTahun Pajak 2015 jumlahnya lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 :

PT Asia Baja Perkasa adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang Penjualan
Besi dan Baja.
Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp 6.245.753.000,00 .
Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2016 sebesar Rp 7.256.458.000,00  dengan
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.765.459.000,00

Penghitungan Pajak Penghasilan terutang :


1. Karena Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp
6.245.753.000,00 . atau melebihi Rp.4.800.000.000,00, maka Perhitungan PPh Badan adalah
berdasarkan Pasal 17dan 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.
2. Karena Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2016 sebesar Rp
7.256.458.000,00 atau melebihi Rp.4.800.000.000,00, maka Perhitungan PPh Badan dihitung
dengan cara Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif Pajak penghasilan dengan mendapatkan
fasilitas pengurangan 50 % dan yang tidak mendapatkan pengurangan 50 % yang dihitung dari
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.765.459.000,00 
Perhitungan Penghasilan Kena Pajak :
Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas :
4.800.000.000   x 765.459.000 =  506.335.625
7.256.458.000
Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas :
765.459.000 - 506.335.625 =  259.123.375

Pajak Penghasilan yang terutang :


Pajak Penghasilan yang mendapat fasilitas :
25 % x 50 %   x 506.335.625 =  63.291.875
Pajak Penghasilan yang tidak mendapat fasilitas :
25%  x 259.123.375 =  64.780.750.

Total PPh Badan Terutang :


63.291.875 + 64.780.750  = 128.072.625

Catatan :
Untuk perhitungan Pajak Penghasilan Badan Penghasilan Kena Pajak dibulatkan dalam ribuan
kebawah.

Anda mungkin juga menyukai