Anda di halaman 1dari 11

Pajak Penghasilan

Pasal 25 & Fiskal


Luar Negeri
SMK BM_AP_XII_Sesi 1_Bab 5_130121_Asep Irmansyah, SE
Ketidakpedulian dan kelalaian sering
menimbulkan kerusakan yang lebih
besar daripada ketidaksukaan langsung.

J.K. ROWLING
Wajib Pajak (WP), baik berupa Orang Pribadi atau
pun Badan yang melakukan suatu kegiatan usaha
dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 berupa
angsuran PPh tiap bulannya.

Keterlambatan, baik dalam menyetor maupun


melapor, dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan
dan peraturan yang berlaku.
PPH PASAL 25 PENGERTIAN
Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pajak yang
dibayar secara angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan
beban wajib pajak, mengingat pajak yang terutang harus
dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus
dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan

Dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang


PPh sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh) dijelaskan
bahwa pembayaran pajak bisa diangsur atau dicicil di muka
dengan pembayaran cicilan setiap bulan.

Pajak yang satu ini memberikan kemudahan bagi wajib pajak


agar tidak terlalu terbebani dengan pembayaran pajak sekaligus
pada akhir tahun yang dirasa akan memberatkan wajib pajak..
PPH PASAL 25 CARA PERHITUNGAN
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun
pajak berikutnya setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan
PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu, yang
dikurangi dengan :
Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai
tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20%
bagi yang tidak memiliki NPWP) dan Pasal 23 (15%
berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah – serta 2%
berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) –
serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22
(pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
yang boleh dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau
total bulan dalam pajak masa setahun.
CARA PERHITUNGAN
PPH PASAL 25 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan data Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan pada tahun sebelumnya, setelah
dikurangi dengan PPh yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak
lain dan kredit pajak lainnya, kemudian dibagi 12 atau total bulan
dalam pajak masa setahun.

Kondisi tersebut mengakibatkan adanya selisih atau perbedaan yang


terjadi dengan kondisi sebenarnya yang harus dibayar pada tahun
pajak terakhir. Jika selisih tersebut menyebabkan pajak yang
seharusnya dibayar menjadi kurang bayar maka kekurangan tersebut
harus dibayarkan pada akhir tahun. Kekurangan inilah yang
dinamakan dengan PPh Pasal 29.

Sebaliknya, jika terdapat kelebihan pajak yang dibayar, maka wajib


pajak dapat meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah
dibayarkan atau disebut sebagai restitusi.
CARA PERHITUNGAN
PPH PASAL 25 Pasal 25 ayat 4 dan 6 UU PPH menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang
dapat mempengaruhi besarnya jumlah angsuran PPh pasal 25 yaitu:
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP)
untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali
berdasarkan SKP tersebut, dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan
penerbitan SKP.
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai
berikut:
Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian;
Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan;
Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan;
dan/atau
Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak.
PPH PASAL 25 CARA PERHITUNGAN
Lebih lanjut, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk
menetapkan dasar perhitungan besarnya angsuran bulanan PPh Pasal
25. Oleh karenanya, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan
Menteri Keuangan No. 255/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 208/ PMK.03/ 2009 yang
menetapkan penghitungan besarnya angsuran PPh dalam tahun
pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh:
Wajib pajak baru;
Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, wajib pajak masuk bursa dan
wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan
membuat laporan keuangan berkala; atau
Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
PPH PASAL 25
BATAS WAKTU PEMBAYARAN
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 harus dibayar
paling lambat 15 Maret 2014.
Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu,
Minggu, hari libur nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran
masih dapat dilakukan pada hari berikutnya – sesuai Pasal 3
Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang kemudian
diubah lagi sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 242/PMK.03/2014
tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 pada
21 Mei 2008, pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat
Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya.
PPH PASAL 25 SANKSI KETERLAMBATAN PEMBAYARAN
Apabila wajib pajak terlambat membayar, maka WP akan
dikenai bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal
jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru
membayarnya pada 16 Maret. Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU
KUP, WP dikenai bunga 2%.
PPH PASAL 25

TERIMAKASIH...
SAMPAI BERTEMU DI SESI SELANJUTNYA

Anda mungkin juga menyukai