Anda di halaman 1dari 25

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Dosen Pengampu : Adeng Pustikaningsih SE, M. Si

Disusun Oleh :
Novita Prahastiwi

12809134038

Chesar Prakarsa

12809134047

Lailatul Mubasiroh 12809134067

DIII AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur tentang penghitungan
besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan.
Berikut adalah aturan pelaksanaan Pajak Penghasilan Pasal 25 yang sudah diperbaharui:
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/2000. Tanggal 14 Desember 2000 tentang
Perhitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan DalamTahun Pajak Berjalan yang Harus
Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa dengan Hak Opsi, BUMN, BUMD, dan
Wajib Pajak Lainnya termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi, Pengusaha Tertentu.Keputusan ini
telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuagan Nomor 394/KMK.03/2001 terakhir diadakan
perubahan kembali dengan Keputusan Menteru Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002 tanggal 8
2.

Maret 2002.
Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor 210/Pj./2001. Tanggal 12 Maret 2001 mengatur
masalah besarnya pembayaran angsuran bulanan PPh Pasal25 dalam masa transisi tahun pajak

2001.
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 537/Pj./200. Tanggal 29 Desember 2000 tentang
Perhitungan Besarnya Angsuran Pajak PadaTaun Berjalan Dalam Hal-hal Tetentu.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian PPh Pasal 25?
2. Bagaimana cara menghitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 serta penyetoran dan
pelaporannya?
3. Bagimana cara menghitung besarnya angsuran PPh pasal 25 dalam hal-hal tetentu?
4. Bagaimana menghitung besarnya angsuran PPh pasal 25 bagi wajib pajak baru, Bank, sewa
dengan hak opsi, BUMN dan BUMD?
5. Bagaimana pengenaan PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertolak ke luar
negeri?
C.
1.
2.
3.

TUJUAN
Mampu menjelaskan secara rinci mengenai pengertian PPh pasal 25.
Mampu menghitung besarnya angsuran PPh pasal 25 serta penyetoran dan pelaporannya.
Mampu menghitung PPh pasal 25 dalamhal-hal tertentu.

4. Mampu menghitung besarnya angsuran PPh Pasal25 bagi wajib pajak baru, Bank, sewa dengan
hak opsi, BUMN dan BUMD.
5. Mampu menjelaskan secara rinci mengenai pengenaan PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi yang bertolak ke luar negeri.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PPh PASAL 25
Pajak penghasilan pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri
oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak penghasilan 25
tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh
penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahun Pajak Penghasilan.
Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:
1. Wajib pajak membayar sendiri (PPh pasal 25)
2. Melalui pemotogan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21, 22, 23, dan 24)
B. CARA MENGHITUNG PPh PASAL 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak
untuk setiap bulan adalah sebasar Pajak Panghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Panghasilan Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 23, serta PPh
yang dipungut sebgaimana dimaksud dalam pasal 22.
b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri ang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 24.
Dibagi dua belas (12) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh 1:
Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Dias yang
Terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2009

Rp 30.000.000,00

Pada tahun 2009, telah dibayar dan dipotong atau dipungut:


1.
2.
3.
4.

PPh Pasal 21
PPh Pasal 22
PPh Pasal 23
PPh Pasal 25

Rp 8.000.000,00
Rp 2.000.000,00
Rp 2.000.000,00
Rp 12.000.000,00
Rp 24.000.000,00

Kurang bayar (Pasal 29) tahun 2009

Rp 6.000.000,00

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah:


PPh yang terutag tahun 2009

= Rp 30.000.000,00

Pengurangan:
1. PPh Pasal 21
2. PPh Pasal 22
3. PPh Pasal 23

Rp 8.000.000,00
Rp 2.000.000,00
Rp 2.000.000,00
Rp 12.000.000,00

Dasar perhitungan PPh Pasal 2 tahun 2010

Rp 18.000.000,00

Besarnya PPh pasal 25 per bulan:


Rp 18.000.000,00/12 = Rp 1.500.000,00
Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun 2010
mulai masa Maret sebesar Rp 1.500.000,00
Beberapa Masalah/Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25:
1. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.
Contoh 2:
Tuan Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 2009 pada bulan Maret 2010. Angsuran PPh
Pasal 25 pada bulan Desember 2009 adalah Rp 1.000.000,00.
Maka, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari 2010 masing-masing
adalah: Rp 1.000.000,00.
Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Januari dan Februari
2010 masing-masing adalah: Rp 1.000.000,00
2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu.
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun pajak
yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai
bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
Contoh 3:
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2007 yang
disampaikan Wajib Pajak dalam Bulan Maret 2008, perhitungan besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juli 2008 diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak tahun pajak 2007 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan
sebesar Rp 2.000.000,00. Berdasarkan ketetentuan yang berlaku, maka besarnya angsuran pajak
mulai bulan Agustus 2008 adalah sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak
berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran
pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

a.

b.

c.
3.

Contoh 4:
Berdasarkan Data SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009
Penghasilan Kena Pajak
Rp 100.000.000,00
PPh Terutang
Rp 10.000.000,00
Kredit Pajak
Rp 3.250.000,00
Data SKP Tahun Pajak 2008 yang terlihat bulan Juni 2010
Penghasilan Kena Pajak
Rp 200.000.000,00
PPh Terutang
Rp 25.000.000,00
Kredit PPh
Rp 3.250.000,00
PPh yang harus dibayar sendiri
Rp 21.750.000,00
Berdasarkan ketentuan
PPh Pasal 25 mulai Juli 2010 dan seterusnya =
1/12 x Rp 21.750.000,00 =
Rp 1.812.500,00
Angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan dan sesudah adanya keputusan mengenai kelebihan
pembayaran pajak
Apabila PPh yang terutang menurut SPT Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu lebih
kecil dari jumlah PPh yang telah dibayar, dipotong/ dipungut selama Tahun Pajak yang
bersangkutan, dan oleh karena itu Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak atau permohonan untuk memperhitungkan dengan utang pajak lain, sebelum
Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan mengenai pengembalian atau memperhitungkan
kelebhihan tersebut, maka besarnya angsuran pajak untuk tiap bulan adalah sama dengan
angsuran pajak untuk bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu. Setelah dikeluarkan surat
keputusan, angsuran pajak untuk bulan-bulan berikutnya setelah tanggal keputusan itu, dihitung
berdasarkan jumlah pajak yang terutang menurut keputusan tersebut.
Contoh 5:
SPT PPh 2009 yang disampaikan oleh WP dalam bulan maret 2010 menunjukkan kelebihan
pembayaran pajak sebesar Rp 40.000.000,00, sedangkan angsuran bulan dalam tahun 2009
sebesar Rp 1.000.000,0. Atas permohonan pengembalian pajak tahun 2009 tersebut, Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan keputusan pada bulan Agustus 2010 yang menghasilkan besarnya
angsuran pajak setiap bulan untuk bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2010 adalah
sebesar Rp 1.000.000,00 dan mulai bulan September 2010 adalah nihil.
Ketentuan perundang-undangan perpajakan mengatur penyetoran dan pelaporan PPh

Pasal 25 sebagai berikut:


a. PPh Pasal 25 dibayar/disetorkan selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya.
b. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa paling lambat 20hari setelah Masa
Pajak berakhir dalam bentuk surat Setoran Pajak lembar ketiga.
C. PERHITUNGAN PPh PASAL 25 DALAM HAL-HAL TERTENTU

Yang dimaksud dengan perhitungan PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu adalah
perhitungan PPh Pasal 25 dalam hal:
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan, Suat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan atau putusan banding sesuai
ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-undang Pajak Penghasilan. Besarnya angsuran
Pajak Penghasilan dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi keruian adalah sebesar pajak
penghasilan yang dihitung dengan dasar perhitungan dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang
dipotong atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang
boleh dikreditkan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21, 22, 23 dan 24, kemudian dibagi
dua belas (banyaknya bulan dalam pembagian tahunpajak). Dasar perhitungan Pajak Penghasian
ini adalah menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu ataudasar perhitungan lainnya
(Wajib Pajak Bank, Wajib Pajak sewa dengan hak opsi, dan Wajib Pajak BUMN/BUMD).
Apabila SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu atau dasar perhitungan lainnya ternyata

a.
b.
c.
d.
e.
f.

rugi,maka PPh Pasal 25 adalah NIHIL.


Contoh 6:
Penghailan neto PT A tahun 2009
Sisa kerugian tahun sebelumnya
yang masih dapat dikompensasikan
Sisa kerugian yang belum
dikompensasikan tahun 2009
PPh terutang tahun 2009
Kredit pajak (pasal 21, 22, 23, dan 24)
PPh Pasal 25 tahun 2009
Pajak yang kurang/lebih bayar

Rp 120.000.000,00
(Rp 150.000.000,00)
(Rp 30.000.000,00)
NIHIL
(Rp 2.000.000,00)
(Rp 2.000.000,00)
(Rp 30.000.000,00)
(Rp 32.000.000,00)

Perhitungan PPh Pasal 25 Tahun 2010 dilakukan :


Penghasilan Neto PT A tahun 2009
Rp 120.000.000,00
Sisa kerugian yang belum dikompensasikan
tahun 2009
Rp 30.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak
Rp 90.000.000,00
PPh Terutang dasar penghitungan PPh Pasal 25
28% x Rp 90.000.000,00
= Rp 25.200.000,00
PPh Pasal 25 per bulan tahun 2010

Apabila pada tahun 2009 tidak ada Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut oleh pihak
lain dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24
maka besarnya angsuran bulanan PT A tahun 2010 = 1/12 x Rp 25.200.000.000,00 = Rp
2.100.000,00
Contoh 7:
Penghasilan PT Dira tahun 2009 adalah sebesar Rp 250.000.000,00. Sisa kerugian tahun
2007 yang masih dapat dikompensasikan adalah sebesar Rp 300.000.000,00. Sisa kerugian yang
belum dikompensasikan adalah sebesar Rp 50.000.000,00.
Pada tahun 2009 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain adalah sebesar Rp
8.000.000,00, dan tidak ada pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri.
Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2010:
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar
Rp 250.000.000,00 - Rp 50.000.000,00 = Rp 200.000.000,00.
PPh terutang
28% X Rp 200.000.000,00 = Rp 56.000.000,00
PPh dipotong atau dipungut = Rp 8.000.000,00
Rp 48.000.000,00
Besarnya angsuran pajak bulanan PT Dira tahun 2010 = 1/12 x Rp 48.000.000,00 = Rp
4.000.000,00
Dalam hal jumlah kerugian tidak habis dikompensasi sehingga masih dapat
dikompensasi pada tahun beikutnya, dicontohkan berikut ini:
Contoh 8:
-

Data SPT Tahunan PPh Badan 2009


Penghasilan Neto
Rp 100.000.000,00
Sisa kompensasi kerugian tahun 2008
Rp 320.000.000,00
Sisa kerugian yang dikompensasikan
pada tahun 2009
Rp 100.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak
NIHIL
Angsuran PPh Pasal 25
NIHIL
Data SKP Tahun Pajak 2009 yang diterbitkan Juni 2010
Penghasilan Neto
Rp 150.000.000,00
Kompensasi di tahun 2009
Rp 150.000.000,00
Sisa kerugian tahun 2008 yang
masih dapat dikompensasikan
(Rp 320.000.000,00 Rp 150.000.000,00)
Rp 170.000.000,00

Angsuran PPh Pasal 25 adalah NIHIL, karena sisa kerugian yang dapat dikompensasikan
dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2009 lebih besar dari penghasilan menurut SKP Tahun
Pajak 2009.
2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.
Penghasilan tidak teratur adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh selain dari
kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, dan/atau modal, misalnya keuntungan dari
pengalihan harta. Sedangkan penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau
diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam Tahun Pajak yang bersumber dari
kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal kecuali penghasilan yang telah
dikanakan Pajak Penghasilan bersifat final.
Bila wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka dasar perhitungan Pajak
Penghasilan Pajak 25 adalah hanya penghasilan neto yang diterima atau diperoleh secara teratur
menurut SPT PPh Tahun Pajak yang lalu. Besarnya PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang
dihitung dengan dasar perhitungan sebagaimana dimaksud di atas, dikurangi dengan Pajak
Penghasilan yang dipotong atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23,
dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian Tahun Pajak.
Misalkan, Penghasilan teratur Wajib Pajak dari usaha dagang dalam tahun 2009 Rp
51.000.000,00 dan penghasilan tidak taratur dari menyewakan mobil selama 3 tahun yang
dibayar sekaligus pada tahun 2009 sebesar Rp 21.000.000,00. Mengingat penghasilan yang tidak
teratur sekaligus diterima pada tahun 2009, maka penghasilan yang dipakai sebagai dasar
perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 dari Wajib Pajak pada tahun 2010 adalah hanya dari
penghasilan teratur tersebut.
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan.
Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan
setelah lewat batas waktu yang ditentukan (selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir Tahun
a.

Pajak), maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung sebagai berikut:


Bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut sampai dengan bulan
disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan yang bersangkutan,besarnya PPh Pasal 25 adalah
sama dengan besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu dan

b.

bersifat sementara.
Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya PPh Pasal 25
dihitung kembali sebagai berikut:

Sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan
PPh yang dipotong atau dipungut serta PPh yang dibayar atau tetutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi 12
atau banyaknya bulan dalam Bagian Tahun Pajak yang berlaku surut mulai bulan batas waktu

penyampaian SPT Tahunan PPh.


Dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal Wajib Pajak
memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak yang berhak atas kompensasi kerugian
atau bagi Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak tertatur sebagaimana telah diuraikan di
atas. Perhitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh, yaitu tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung kembali sebagaimana dimaksud pada 2 butir
di atas, lebih besar daripada PPh Pasal 25 yang dihitung mulai bulan batas waktu penyampaian
SPT Tahunan sampai dengan bulan disampaikan SPT tahunan yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud pada butirdi atas, maka atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25

dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.


Contoh 9:
1) SPT Tahunan PPh Badan tahun Pajak 2009 disampaikan tanggal 25 Mei 2010, dengan data
sebagai berikut:
a) Penghasilan Neto/Penghasilan Kena Pajak Rp 500.000.000,00
b) Pajak Penghasilan zterutang
28% x Rp 50.000.000,00 = Rp140.000.000,00
c) PPh Pasal 22, Pasal 23,dan Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp 42.500.000,00
2) PPh Pasal 25 untuk bulan Desember 2009 sebesar Rp 5.000.000,00
a) Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Januari dan Februari 2010 masing-masing adalah sama
besarnya dengan PPh Pasal 25 untuk masa bulan Desember 2009 sebesar Rp 5.000.000,00.
b) Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan April 2010 masing-masing sama
besarnya dengan PPh pasal 25 untuk bulan Desember 2009 yaitu sebesar Rp 5.000.000,00
c) Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Maret sampai dengan Desember 2010 dihitung kembali
berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun pajak 2009, sebagai berikut:
(1) Penghasilan Neto 2009/Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar perhitungan, sebesar Rp
500.000.000,00.
(2) PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00 adalah
28% x Rp 500.000.000,00
= Rp 140.000.000,00

(3) PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24


Tahun Pajak 2009

Rp 42.500.000,00
Rp 97.500.000,00
(4) PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Desember 2010
Rp 97.500.000,00 x 1/12 = Rp 8.125.000,00 setiap bulan
d) Oleh karena PPh Pasal 25 masa bulan Maret sampai dengan April 2010 yang telah disetor,
masing-masing sebesar Rp 5.000.000,00, maka atas kekurangan masing-masing sebesar Rp
3.125.000,00 harus disetor dan terutang bunga sebesar :
(1) Untuk masa Maret 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 April 2010 sampai dengan
tanggal penyetoran.
(2) Untuk masa April 2010 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2010 sampai dengan tanggal
penyetoran.
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
Dalam hal wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
Pajak Penghasilan, maka besarnya Pajak Penghasilan Tahun 2005 dihitung sebagai berikut:
(1) Bulan-bulan mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sampai dengan bulan
sebelum disampaikan SPT Tahunan yang bersangkutan adalah sama dengan besarnya PPh Pasal
25 yang dihitung berdasakan perhitungan sementara yang disampaikan oleh Wajib Pajak pada
saat mengajukan permohonan izin perpanjangan.
(2) Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali:
a) Menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang
dipotong atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, kemudian dibagi 12
atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak dan berkaku surut mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan.
b) Apabila wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal wajib pajak memperoleh
penghasilan tidak beratur, maka besarnya PPh Pasal 25, dihitung kembali berdasarkan ketentuan
yang berlaku bagi wajib pajak yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi wajib pajak
memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Penghitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian SPT PPh, yaitu 3
bulan setelah akhir tahun pajak.
Contoh 10:
1. Permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2009
disampaikan pada tanggal 10 Januari 2010, dengan menyampaikan perhitungan sementara
sebagai berikut:
a. Penghasilan netto Rp 400.000.000,00
b. PPh terutang

28% x Rp 400.000.000,00 = Rp 112.000.000,00


c. PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 tahun Pajak 2009 Rp 42.500.000,00
PPh Pasal 25 = (Rp 112.500.000,00 Rp 42.500.000,00) x 1/12 = Rp 5.791.660,00
2. Diberikan izin perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009 sampai
dengan 30 Juni 2010.
3. PPh Pasal 25 masa Desember 2009 sebesar Rp 4.000.000,00.
4. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009 disampaikan pada tanggal 5 Juni 2010, dengan data sebagai
berikut:
a. Penghasilan neto/penghasilan kena pajak Rp 500.000.000,00
b. Penghasilan terutang
28% x Rp 500.000.000,00 = Rp 140.000.000,00
c. PPh Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 yang dikreditkan Rp 42.500.000,00
Berdasarkan data tersebut, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2010 dihitung
sebagai berikut:
a) Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Januari dan Februari 2010 masing-masing adalah sama
besarnya dengan PPh Pasal 25 untuk masa Desember 2009 yaitu sebesar Rp 4.000.000,00
b) Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Mei 2010 masing-masing sama
c)

besarnya dengan PPh Pasal 25 menurut perhitungan sementara yaitu sebesar Rp 5.791.660,00.
Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Maret sampai dengan Desember 2010 dihitung kembali

berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun pajak 2009 sebagai berikut:


(1) Penghasilan Neto 2009/ Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar perhitungan, sebesar Rp
500.000.000,00.
(2) PPh terutang atas PPh Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00 adalah 28% x Rp 500.000.000,00
=
(3) PPh Pasal 22, Pasal 23,dan
Pasal 24 Tahun Pajak 2009

Rp 140.000.000,00

Rp 42.500.000,00
Rp 97.500.000,00
(4) PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Desember 2010 sebesar Rp 97.500.000,00
x 1/12 = Rp 8.125.000,00 untuk setiap bulan.
d) Oleh karena PPh Pasal 25 Masa Bulan Maret sampai dengan Mei 2010 yang telah disetor
masingmasing sebesar Rp 5.791.660,00 maka atas kekurangan masing-masing sebesar Rp
3.125.000,00 harus disetor dan terutang bunga sebesar:
(1) Untuk masa Maret 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 April 2010 sampai dengan
tanggal penyetoran
(2) Untuk masa April 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Mei 2010 sampai dengan
tanggal penyetoran
(3) Untuk masa Mei 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Juni 2010 sampai dengan tanggal
penyetoran

Untuk perhitungan PPh pasal 25 tahun 2009 menghasilkan jumlah yang lebih kecil dari
jumlah PPh Pasal 25 masa bulan Maret sampai dengan Mei 2010. Maka kelebihan setran bulan
Maret dan Mei tahun 2010 dapat diperhitungkan dengan setoran bulan Juni 2010 dan seterusnya.
5.

Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran
bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
Apabila dalam Tahun Pajak berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Taahun Pajak yang lalu maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan
SPT Pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan pembetulan tersebut
lebih besar dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, maka kekurangan setoran PPh
Pasal 25 Terutang bunga.
Kekurangan Setoran PPh Pasal 25 Terutang bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) Undang-Undang KUP untuk jangka waku yang dihitung sejak jatuhtempo penyetoran

PPh Pasal25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.


Contoh 11:
a) SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009 disampaikan tanggal25 Maret 2010, dengan data sebagai
(1)
(2)
(3)
b)
c)

berikut:
Penghasilan Neto
Penghasilan Kena Pajak Rp 500.000.000,00
Pajak Penghasilan Terutang:
28 % x Rp 500.000.000,00 = Rp 140.000.000,00
PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp 42.500.000,00
PPh Pasal 25 untuk masa bulan Desember 2009 sebesar Rp 5.000.000,00
WP melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009 pada tanggal 16 Agustus 2010,

dengan data baru sebagai berikut:


(1) Penghasilan Neto Tahun Pajak 2010 Rp 600.000.000,00
(2) Pajak Penghasilan Terutang:
28 % x Rp 600.000.000,00 = Rp 168.000.000,00
(3) PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp 42.500.000,00
Berdasarkan data tersebut di atas, besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2010
dihitung sebagai berikut:
a)

Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Januari dan Februari 2010 masing-masing adalah sama

besarnya dengan PPh Pasal 25 untuk masa Desember 2009, yaitu sebesar Rp 5.000.000,00
b) Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Juli 2010 dihitung berdasarkan
SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2009 sebelum pembetulan sebagai berikut:
(1) Penghasilan Neto 2009 dengan Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar perhitungan, sebesar Rp
500.000.000,00.

(2) PPh Terutang atas Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00 adalah 28% x Rp
500.000.000,00
=
Rp 140.000.000,00
(3) PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24
Tahun Pajak 2009
Rp 42.500.000,00
Rp 97.500.000,00
(4) PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Desember 2010 sebesar Rp 97.500.000,00
x 1/12 = Rp 8.125.000,00 untuk tiap bulan.
c) Dengan adanya pembetulan SPT Tahunan PPh pada tanggal 16 Agustus 2010, maka besarnya
PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan Desember 2010 dihitung kembali
berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahunan Pajak 2009sesudah pembetulan, sebagai berikut:
(1) Penghasilan Neto 2009/Penghasilan Kena Pajak sebagaidasar perhitungan, sebesar Rp
600.000.000,00.
(2) PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 600.000.000,00 adalah 28 % x Rp
600.000.000,00 =
Rp 168.000.000,00
(3) PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 tahun
Pajak 2009

Rp 42.500.000,00
Rp 125.500.000,00
PPh Pasal 25 untuk bulan Maret sampai dengan Desember 2010 sebesar Rp 125.500.000,00

x1/12 = Rp 10.458.330,00 untuk tiap bulan.


d) Oleh karena PPh Pasal 25 masa bulan Maret sampai dengan Juli 2010 yang yang telah disetor
masing-masing sebesar Rp 7.500.000,maka atas kekurangan masing-masing sebesar Rp
-

2.958.330,00 harus disetor dan terutang bunga sebesar:


Untuk masa bulan Maret 2 % per bulan dihitung sejak 16 April 2010 sampai dengan tanggal

penyetoran;
Untuk masa April 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Mei 2010 sampai dengan

tanggal penyetoran;
Untuk masa Mei 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Juni 2010 sampai dengan tanggal

penyetoran;
Untuk masa Juni 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Juli 2010 sampai dengan

tanggal penyetoran;
Untuk masa Juli 2010 sebesar 2 % per bulan dihitung sejak 16 Agustus 2010 sampai dengan

tanggal penyetoran;
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak
Perubahan keadaan badan usaha ataukegiatan WP dapat terjadi karena penurunan atau
peningkatan usaha. Apabila sudah 3 bulan atau lebih berjalannya satu Tahun Pajak (Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 537/Pj./2000 tanggal 29 Desember 2000) WP dapat
menunjukkan bahwa PPh yang terutang untuk Tahun Pajak tersebut kurang dari 75 % dari PPh

yang terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya PPh Pasal 25, WP dapat mengajukan

permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25.


Pengajuan permohonan pengurangan tersebut dilaksanakan dengan syarat:
Diajukan secara tertulis kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar;
Wajib Pajak harus menyampaikan perhitungan besarnya PPH yang akan terutang berdasarkan
perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPH Pasal 25 untuk
bulan-bulan yang tersisa dari Tahun Pajak yang bersangkutan.
Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tangga diterima surat permohonan
pengurangan tersebut, Kepala Kantor Pelayanan pajak tidak memberi keputusan, maka
permohonan pengurngan tersebut dianggap diterima dan WP dapat melakukan pembayaran PPh
Pasal 25 sesuai dengan perhitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari Tahun Pajak yang
bersangkutan.
Apabila dalam satu tahun WP mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang
akan terutang untuk Tahun Pajak tersebut lebih dari 150 % dari PPh yang terutang yang menjadi
dasar perhitungan besarnya PPh Pasal 25, maka besarnya PPh pasal 25 untuk bulan-bulan yang
tersisadari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan
kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang eleh WP sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat WP terdaftar.
Contoh 12:
PT Buana yang bergerak di bidang produksi benang dalam tahun 2009 membayar angsuran
bulanan sebesar Rp 15.000.000,00. Bulan Juni 2009 pabrik milik PT Buana terbakar, oleh karena
itu berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak mulai bulan Juli 2009 angsuran bulanan PT
Buana dapat disesuaikan menjadi lebih kecil dari Rp 15.000.000,00. Sebaliknya apabila PT
Buana mengalami peningkayan usaha, misalnya ada usaha peningkatan penjualan dan
diperkirakan Penghasilan Kena Pajaknya akan lebih besar dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, maka kewajiban angsuran bulanan PT Buana dapat disesuaikan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
Dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor per10/Pj./2009 Tanggal 11 Februari 2009
bahwa WP yang mengalami perubahan keadaan usaha atau memenuhi Ketentuan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep.537/Pj./2000 dapat mengajukan permohonan pengurangan
PPh Pasal 25 sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Per 10/Pj./2009.

D. ANGSURAN PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK BARU, BANK, BUMN, BUMD DAN
WAJIB PAJAK TERTENTU LAINYA.
Sesuai pasal 25 ayat 7 UU PPh, perhitungan PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru, BUMN,
BUMD dan Wajib Pajak tertentu lainnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
a. Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru
Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali
memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan, sesuai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 yang
-

diberlakukan sejak 1 Januari 2009.


Besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap bulan untuk WP Baru dihitung berdasarkan penerapan

tarif umum atas penghasilan netto sebulan yang disetahunkan, dibagi dua belas.
Dalam hal WP Baru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung
besarnya penghasilan netto tiap bulan, penghasilan netto fiskal dihitung berdasarkan

pembukuannya.
Dalam hal WP Baru hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma
Penghitungan Netto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat
dihitung besarnya penghasilan netto setiap bulan, penghasilan netto fiskal dihitung berdasarkan

Norma Penghitungan Penghasilan Netto atas peredaran atau penerimaan bruto.


Untuk Wajib Pajak orang pribadi Baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan
dikurangi terlebih dahulu dengan PTKP.
Contoh 13:
PT Almond, perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai Wajib Pajak pada bulan Juni 2009.
Selama Bulan Juni penjualan PT Almond sebesar Rp 100.000.000,00 dan biaya-biaya yang
terjadi adalah sebesar Rp 60.000.000,00.
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa Juni 2009 adalah sebagai berikut:
Penjualan

Rp 100.000.000,00

Biaya

Rp 60.000.000,00

Penghasilan netto sebulan

Rp 40.000.000,00

Penghasilan netto disetahunkan


(12 x Rp 40.000.000,00)

Rp 480.000.000,00

PPh terutang
28% x Rp 480.000.000,00 =
PPh Pasal 25 masa Juni:

Rp 134.400.000,00

Rp 134.400.000,00/12 = Rp 11.200.000,00
Untuk bulan berikutnya sampai dengan penyampaian SPT Tahunan dihitung lagi PPh pasal 25
tiap-tiap bulan seperti pada perhitungan di atas.
Contoh 15:
Setiawan memulai usaha bengkel 3 Februari 2009, penerimaan bruto bulan Februari 2009 Rp
40.000.000,00. Persentase norma perhitungan misalnya untuk usaha bengkel motor 22,5%.
Setiawan kawin dan mempunyai dua anak.
Penghitungan PPh Pasal 25:
Penghasilan netto Bulan Februari
(22,5% x Rp 40.000.000,00)

Rp 9.000.000,00

Penghasilan neto setahun


12 x Rp 9.000.000,00

Rp 108.000.000,00

PTKP (K/2)

Rp 18.480.000,00

Penghasilan Kena Pajak

Rp 89.520.000,00

PPh Terutang
5% x Rp 50.000.000,00 =

Rp 5.000.000,00

15% x Rp 39.520.000,00=

Rp 5.928.000,00
Rp 10.928.000,00

PPh Pasal 25 Bulan Februari:


Rp 10.928.000,00/12 = Rp 910.666,00
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau sewa guna usaha dengan hak
opsi (financial lease), adalah sebesar jumlah pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang
disetahunkan dikurangi pajak penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri
untuk tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.
Apabila WP bank atau sewa dengan hak opsi adalah WP baru, maka besarnya angsuran PPh
setiap bulan untuk triwulan pertama adalah jumlah PPh yang dihitung berdasarkan penerapan
tarif umum atas penerimaan laba rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan dibagi 12.
Contoh 16:
PT Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April s.d.juni 2009 menunjukkan penghasilan
netto Rp 250.000.000,00.
Perhitunngan PPh Pasal 25 untuk masa Juli, Agustus, September 2009 adalah sebagai berikut:
Penghasilan netto triwulan
Rp 250.000.000,00

Penghasilan netto disetahunkan


4 x Rp 250.000.000,00
Rp 1.000.000.000,00
PPh Terutang
28% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 280.000.000,00
PPh Pasal 25 masa Juli, Agustus, September 2009:
Rp 280.000.000,00/12 = Rp 23.333.333,00
Untuk triwulan berikutnya dihitung kembali PPh Pasal 25 tiap-tiap triwulan seperti perhitungan
di atas.
c. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD dengan nama dan
bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, adalah sebesar
Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laa rugi fiskal menurut
Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah
disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan
pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar
negeri tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.
Dalam hal Rencana Kerja Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana diatur pada ayat (1)
belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan
pengesahan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
Contoh 17:
Menurut RKAP tahun 2010 yang sudah disahkan, PT Jogja Bangkit (sebuah BUMD yang
dimiliki pemerintah Kota Yogyakarta) diperkirakan mempunyai penghasilan netto sebesar Rp
1.000.000.000,00. Kredit Pajak (PPh Pasal 22, pasal 23 dan pasal 24 yang dapat dikreditkan)
Tahun 2009 berjumlah Rp 40.000.000,00.
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Penghasilan netto
Rp 1.000.000.000,00
PPh terutang
28% x Rp 1.000.000.000,00 =
Rp 280.000.000,00
Kredit pajak (PPh Pasal 22,23, dan 24)
Rp 40.000.000,00
PPh yang dibayar sendiri
Rp 240.000.000,00
PPh Pasal 25:
Rp 240.000.000,00/12 = Rp 20.000.000,00
d. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang
berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut
laporan keuangan berkala erakhir yang disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan
pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar
negeri tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.

e.

Angsuran Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha tertentu adalah WP yang melakukan kegiatan
usaha dibidang perdagangan yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang
mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat
dengan domisili.
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha
tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing
tempat usaha. Kewajiban yang melekat pada WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu baik
administrasi maupun kewajiban pembayaran pajaknya diatur lebih lanjut dalam Keputusan
Direktur Jenderal Pajak No. Kep. 171/Pj./2002 tanggal 28 Maret 2002 yang berlaku per 1 April

2002 sebagai berikut:


1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP bagi setiap tempat usaha/gerai di Kantor Pelayanan Pajak lokasiyang wilayah kerjanya
meliputi tempat usaha/gerai tersebut dan di Kantor Pelayanan Pajak domisili yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal wajib pajak.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu harus membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar
2% dari jumlah berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan yang dibayarkan atas nama
3.

NPWP WP masing-masing tempat usaha


Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib menyampaikan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan dengan melampirkan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh Pasal 25 dari

masing-masing tempat usaha/gerai dalam formulir.


4. Wajib Pajang Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib menyampaikan SPT.
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Menerima Penghasilan Lainnya dalam tahun
berjalan menerima atau memperoleh penghasilan lain yang bersifat final, besarnya angsuran
PPh Pasal 25 atas penghasilan lain tersebut berlaku ketentuan:
1) Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh WP untuk
bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT PPh, sama dengan besarnya angsuran pajak
2)

untuk bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu;


Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh WP untu
bulan-bulan setelah batas waktu penyampaian SPT PPh adalah sebesar perbandingan antara
penghasilan lain neto dengan total penghasilan neto dikalikan besarnya angsuran yang terutang

berdasarkan SPT Tahunan tahun sebelumnya.


Perlakuan kompensasi kerugian untuk tahun-tahun sebelumnya diatur:
Dalam hal Wajib pajak tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh
yang bersifat tidak final, kompensasi kerugian tidak dapatdiperhitungkan;

Dalam hal Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang
bersifat tidak final, kompensasi kerugian dapat diperhitungkan dengan penghasilan pengusaha
tertentu sepanjang belum habis masa kompensasinya.
Dasar perhitungan pokok pajak terutang dalam rangka penerbitan Surat Tagihan Pajak

Penghasilan Pasal 25 bagi wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu didasarkan pada:
Hasil pemeriksaan lapangan dalam rangka pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak
Peredaran bruto menurut SPT masa Pajak Pertambahan Nilai meliputi satu outlet yang dimiliki
Wajib Pajak terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak yang sama dengan Kantor Pelayanan Pajak di
mana Pengusaha Kena Pajak terdaftar.
Tata cara pengajuan permohonan mengenai pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
untuk masa pajak Juli sampai dengan Desember 2009 diatur:

a)

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP
terdaftar paling lama 30 Juni 2009, apabila WP dapat menunjukkan bahwa besarnya PPh yang
akan terutang untuk tahun 2009 kurang dari 75 % dari PPh yang terutang yang menjadi dasar

b)

perhitungan besarnya PPh Pasal 25 masa pajak Januari sampai Juni 2009.
Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 disertai dengan perkiraan

penghitungan besarnya PPh yang akan terutang tahun 2009 berdasarkan:


Penghasilan yang diterima atau diperoleh sampai dengan bulan terakhir sebelum bulan

pengajuan permohonan.
Perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh sejak bulan pengajuan permohonan

samapai dengan Desember 2009.


c) Atas permohonan yang diajukan WP KPP melakukan evaluasi dengan mempertimbangkan
kondisi WP di tahun 2009.
d) Kepala KPP menerbitkan surat keputusan tentang besarnya PPh Pasal 25 masa pajak Juli sampai
dengan Desember 2009 berdasarkan hasil evaluasi, paling lama 15 hari kerja sejak permohonan
diterima lengkap.
e) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 4 Kepala KPP tidak memberikan
keputusan, permohonan WP sebagaimana dimaksud pada butir 1 dianggap dikabulkan dan
Kepala KPP harus menerbitkan surat keputusan tersebut paling lama 3 hari kerja sejak jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada butir terakhir.
Terhadap WP yang mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan usaha dan memenuhi
ketentuan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 537/Pj./2000 tentang perhitungan
besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan dalam hal-hal tertentu dapat mengajukan
permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25.

E. PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG BERTOLAK KE LUAR
NEGERI
Orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri diwajibkan membayar PPh
berupa Fiskal Luar Negeri. Pembayaran Fiskal Luar Negeri dilakukan dengan menggunakan
Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri dan pelunasannya dilakukan di Unit Pelaksanaan
Fiskal Luar Negeri di pelabuhan atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri ini merupakan pembayaran
angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan(merupakan pembayaran PPh Pasal 25), sehingga
dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang pada akhir tahun dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan PPh untuk Tahun Pajak bersangkutan. Agar pembayaran fiskal luar negeri dapat
dikreditkan dengan pajak yang terutang bagi karyawan, maka karyawan tersebut hendaknya
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP di Kantor Pelayanan Pajak tempat domisili
karyawan yang bersangkutan dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan
mengkreditkanpembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut terhadap PPh yang terutang.
Bila pembayaran Fiskal Luar Negeri bagi karyawan yang bertolek ke luar negeri
ditanggung oleh pemberi kerja, maka pembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut merupakan
angsuran PPh Pasal 25 bagi pemberi kerja yang dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang
dalam SPT PPh pemberi kerja dengan syarat kepergian karyawan yang bersangkutandalam
rangka tugas perusahaan dan hanya berlaku untuk karyawan dari pemberi kerja itu sendiri, tidak
termasuk anggota keluarga karyawan.
Besarnya Fiskal Luar Negeri yang wajib dibayar oleh orang pribadi yang akan bertolak ke
luar negeri adalah:
a. Rp 2.500.000,00 bagi setiap orang untuk tiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan
b.

pesawat udara.
Rp 500.000,00bagi setiap orang untuk tiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan
kapal laut.
Orang pribadi yang bertolak ke luar negeri dengan maksud dan tujuan dikecualikan dari

1.

kewajiban untuk melakukan pembayaran PPh, yaitu:


Anggota Korps Diplomatik, pegawai Perwakilan Negara Asing, staf dari badan-badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, tenaga ahli dalam rangka kerja sama teknik, dan staf dari
Badan/Organisasi Internasional yang mendapat persetujuan Pemerintah Republik Indonesia,
sepanjang mereka bukan WNI dan di samping jabatan resmi tidak melakukan pekerjaan lain atau
kegiatan usaha di Indonesia beserta anggota keluarga dan pembantu rumah tangganya yang
bukan WNI, dengan menggunakan paspor diplomatik.

2.

Pejabat Negara, Anggota TNI atau Polisi Republik Indonesia atau PNS yang bertolak ke luar
negeri dalam rangka dinas yang menggunakan paspor dinas dan dilengkapi dengan surat
tugas/surat perjalanan dinas ke luar negeri untuk tiap kali keberangkatan, tidak termasuk anggota
keluarga. Tapi bila keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan ke luar negeri,
pembebasan diberikan juga pada istri dan anaknya yang belum berusia 25 tahun, belum kawin,

belum berpenghasilan.
3. Anggota TNI dan Polisi Republik Indonesia yang mendapat tugas sebagai pasukan PBB atau
dalam rangka latihan bersama dengan pasukan negara lain, dengan menyerahkan surat tugas dari
kesatuan yang bersangkutan dengan menunjukkan daftar anggota pasukan oleh pemimpin
rombongan.
4. Petugas imigrasi yang melakukan tugas pemeriksaan keimigrasian dalam pesawat terbang
perusahaan penerbangan nasional atau kapal laut perusahaan pelayanan nasional dengan
memperlihatkan surat tugas atau identitas lainnya.
5. Jemaah haji yang penyelenggarannya dilakukan oleh Departemen Agama dengan menunjukkan
daftar nama para jemaah haji.
6. Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia dengan
mempergunakan Pas Lintas Batas sesuai dengan perjanjian lintas batas dengan negara terkait,
dan lain-lain
Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri (SKBFLN) yang
diterbitkan oleh oleh UPFLN:
a. Di Bandar udara, keberangkatan ke luar negeri.
b. Di pelabuhan laut, keberangkatan ke luar negeri.
c. Di tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pihak-pihak yang diberikan SKBFLN:
1. Anggota TNI atau Polisi RI dan PNS yang melakukan tugas dibidang keamanan dan pelayanan
pemerintahan di daerah perbatasan yang melaksanakan tugas dinas ke luar negeri dalam rangka
kerja sama dengan negara yang berbatasan, dengan menyerahkan surat tugas dariatasan
2.

langsung.
Penduduk Indonesia yang bertempattinggal tetap di Pulau Batam yang mempunyai Kartu
TandaPenduduk yang diterbitkan oleh yang berwenang di pulau tersebut, sepanjang mereka telah
dipotong PPh oleh pemberi atau telah terdaftar sebagai WP dan telah memenuhi keajiban pajak

3.

penghasilannya pada Kantor Pelayanan Pajak Batam.


Tenaga Kerja Warga Negara Asing pendatang yang bekerja di Pulau Batam, Bintan dan,
Karimun, sepanjang mereka telah dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 26 oleh pemberi kerja dan
Tanda Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang telah dilegalisir.

4. Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang tidak bertempat
tinggal atau bermaksud menetap di Indonesia dan berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, sepanjang atas penghasilan tersebut telah dipotong PPh Pasal 26
5.

oleh pemberi penghasilan.


Mahasiswa atau pelajar asing yang berada di Indonesia dalam rangha belajar dengan
rekomendasi dari pimpinan sekolah atau perguruan tinggi yang bersangkutan dan tidak menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dengan menyerahkan surat rekomendasi sebagai
mahasiswa

atau

pelajar

dari

Pimpinan

Sekolah

atau

Perguruan

Tinggi

yang

bersangkutan(pembebasan berlaku juga bagi istri dan anak-anaknya).


6. Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka penelitian di Bidang ilmu pengetahuan dan
kebudayaan di bawah koordinasi LembagaIlmu Pengetahuan Indonesia. Sepanjang tidak
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dengan menyerahkan surat rekomendasi
dari instansi terkait dan surat pernyataan tidak memperoleh penghasilan dari indonesia. Dan lainlain.
Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran PPh Orang Pribadi yang akan Bertolek ke
-

Luar Negeri terhadap Pihak lainnya:


WNI yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program pengiriman tenaga kerja Indonesia.
Misi kesenian, misi olahraga, dan misi keagamaan.
Pilot Indonesia yang berkerja di maskapai penerbangan asing dan pelaut Indonesia yang

berkerja di kapal yang berbendera asing.


Tata Cara Pengkreditan Fiskal Luar Negeri:
1. Karyawan yang tidak mendaftarkan diri atau tidak memiliki NPWP, Fiskal Luar Negeri tidak
dapat dikreditkan dengan pembayaran PPh Pasal 21 karena merupakan pembayaran PPh Pasal
2.

25.
Karyawan yang telah mempunyai NPWP, fiskal luar negerinya tidakdapat dikreditkan dengan

pembayaran PPh Pasal 21 maupun angsuran masa PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan.
3. Pembayaran fiskal luar negeri oleh orang pribadi yang telah mendaftarkan diri sebagai WP dan
memperoleh NPWP dapat dikreditkan terhadap PPh Terutang dalam SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi yang bersangkutan.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 118/KMK.03/2003 tanggal 1 April 2003 mengatur tentang
orang pribadi yang berangkat ke luar negeri melalui pelabuhan atau tempat pemberangkatan ke
luar negeri dalam daerah kerja sama ekonomi subregional ASEAN dikecualikan dari Kewajiban
pembayaran PPh Orang pribadi. Pelabuhan atau tempat pemberangkatan ke luar negeri di

Indonesia yang termasuk dalam Kawasan Kerja Sama SP-IMT meliputi pelabuhan laut dan
bandar udara.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pasal 25 UU PPh mengatur besarnya beban angsuran pajak dalam tahun berjalan yang
harus dibayar sendiri WP untuk tiap bulan. PPh Pasal 25 sebagai beban rutin yang harus
dipenuhi, tetapi dengan dasar Peraturan Direktur Jenderal Pajak bahwa terhadap WP dapat
diberikan pengurangan PPh Pasal 25 yaitu WP yang mengalami perubahan keadaan usaha atau
kegiatan usaha dalam tahun 2009.
Besarnya pengurangan PPh Pasal 25 yang dapat diberikan kepada WP sampai dengan 25
5 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Juni 2009. Pengurangan PPh Pasal 25 dimaksud
dihitung dari besarnya PPh Pasal 25 bulan Desember 2008. Bagi WP yang telah menyampaikan
SPT Tahunan PPh Tahun pajak 2008, maka pengurangan PPh Pasal 25 dihitung dari besarnya
PPh Pasal 25 didasarkan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2008.
Ketentuan pengurangan PPh Pasal 25 dimaksud tidak berlaku bagi Wajib Pajak bank,
BUMN, BUMD, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib pajak lainnya yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala.

DARTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Yogyakarta: CV Andi Offset
Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai