Anda di halaman 1dari 28

E-BILLING

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Perpajakan


DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………... ……………ii


BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................................. 2
1.3 Perumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.4 Tujuan Pembahasan ................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 4
2.1 Pengertian Pajak....................................................................................................... 4
2.2 Wajib Pajak .............................................................................................................. 5
2.3 Fungsi Pajak ............................................................................................................. 5
2.4 Pengklasifikasian Pajak............................................................................................ 5
2.5 Asas-Asas Pemungutan Pajak .................................................................................. 7
2.6 Cara Pemungutan Pajak ........................................................................................... 8
2.7 Mekanisme pembayaran pajak ................................................................................. 8
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 10
3.1 Surat Setoran Pajak ................................................................................................ 10
3.2 Peraturan Terkait Surat Setoran Pajak ................................................................... 15
3.3 E-Billing................................................................................................................. 16
3.4 Tujuan E-Billing .................................................................................................... 19
3.5 Peraturan Terkait E-Billing .................................................................................... 19
3.6 Kelebihan dan Kelemahan E-Billing ..................................................................... 19
3.7 Tahapan Proses Billing System.............................................................................. 20
3.8 Dampak Terhadap Wajib Pajak dengan Adanya Perubahan Menggunakan E-
Billing …………………………………………………………………………………………………………………………..23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 25

ii
DAFTAR GAMBAR

Hal.
Gambar 3.1. Formulir SSP 11
Gambar 3.2. Penutupan Billing 23

iii
1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era sekarang, teknologi sangat erat kaitannya dengan Internet.
Pesatnya pengguna teknologi internet terus meningkat di Indonesia dari tahun ke
tahun. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama Badan Pusat
Statistik (BPS) mengungkapkan jumlah pengguna internet di Indonesia tumbuh
signifikan hingga mencapai 71,19 juta orang hingga akhir tahun 2013. Jumlah
tersebut berarti tumbuh 13 persen dibandingkan catatan akhir 2012 yang sebanyak 63
juta orang (Merdeka, 2013). penggunaan teknologi internet di Indonesia mulai
tumbuh semenjak tahun 1998. Di tahun 1998 pengguna internet di Indonesia hanya
berjumlah 0.5 juta orang. Terus menerus tumbuh pesat hingga menyentuh angka 55
juta pengguna di tahun 2011 dan 63 juta pengguna di tahun 2012. Menurut proyeksi
APJII, angka jumlah pengguna internet di Indonesia akan menembus 139 juta jiwa di
tahun 2015 nanti.

Sejalan dengan tumbuhnya pengguna internet, munculnya Internet


memiliki dampak yang mempengaruhi penggunaan kata electronic , yaitu dengan
memberi imbuhan e pada setiap kata. Istilah – istilah yang populer dalam pajak
antara lain e-SPT, e- bussines, e-NOFA dan e-Faktur, dan yang paling terbaru yaitu
e-Billing, yang memudahkan Wajib Pajak untuk membayarkan pajaknya dengan
lebih mudah, lebih cepat, dan lebih akurat.

Melakukan pembayaran pajak merupakan suatu hal yang wajib


dilakukan oleh masyarakat Indonesia yang telah memenuhi persyaratan sebagai
wajib pajak. Namun faktanya , banyak wajib pajak yang mengabaikan kewajiban
perpajakanya dengan berbagai alasan. Salah satunya karena sistem perhitungan yang
rumit dan proses pembayaran yang sulit. Pemerintah telah mengupayakan berbagai
cara agar sistem perhitungan dan pembayaran pajak menjadi lebih mudah dan

1
ringkas, dan tentu saja mengutamakan kenyamanan wajib pajak. Makalah ini akan
membahas mengenai salah satunya kebijakan baru yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak
adalah pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Elektronik (SSE) atau
disebut juga Electronic Billing (e-billing)

1.2 Identifikasi Masalah


Ada beberapa hal yang sering dipertanyakan terkait dengan
diberlakukannya pembuatan faktur pajak secara elektronik. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut adalah sebagai berikut.

1. Apa yang dimaksud dengan Surat Setoran Pajak?


2. Apa yang dimaksud dengan e-Billing?
3. Apa yang membedakan Surat Setoran Pajak dengan e-Billing?
4. Peraturan apa saja yang mengatur tentang pelaksanaan e-Billing?

1.3 Perumusan Masalah


Perumusan masalah dalam makalah ini terkait dengan masalah yang
telah teridentifikasi, yaitu:

1. Mengetahui apa itu Surat Setoran Pajak.


2. Memiliki pengetahuan terkait dengan e-Billing.
3. Mengetahui perbedaan faktur Surat Setoran Pajak dengan e-Billing.
4. Mengetahui peraturan-peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan e-
Billing di Indonesia.

1.4 Tujuan Pembahasan


Berikut adalah tujuan dilakukannya pembahasan mengenai e-Billing
dalam makalah ini.
1. Memberi pengetahuan kepada pembaca terkait e-Billing yang berlaku
di Indonesia.

2
2. Memberi pengetahuan kepada pembaca terkait tahapan poses
pembuatan Billing System.

3
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pajak


Ada beberapa pengertian pajak. Pengertian tersebut dikemukakan oleh
para ahli perpajakan, baik dari dalam maupun luar negeri. Pengertian pajak juga
terdapat dalam undang-undang yang mengatur masalah perpajakan di Indonesia,
yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007. Berikut adalah
pengertiaan mengenai pajak yang dikemukakan oleh para ahli dan undang-undang
yang mengatur masalah perpajakan.
 Prof. Dr. P. J. A. Adriani diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk mebiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan
tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
 Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam buku Dasar-dasar Hukum Pajak
dan Pajak Pendapatan
Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
 Prof. Edwin R.A. Seligman dalam buku Essay in Taxation
Kontribusi seseorang yang ditujukan kepada negara tanpa adanya manfaat
yang ditujukan secara khusus pada seseorang.
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

4
2.2 Wajib Pajak
Berdasarkan pengertian pajak yang telah disebutkan di atas, pajak
merupakan iuran yang dibayarkan oleh yang wajib membayarnya. Dalam konteks
ini, yang wajib membayar pajak disebut sebagai wajib pajak. Menurut Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak,yang mempunyai
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Dengan kata lain, wajib pajak merupakan subjek pajak yang
memiliki objek pajak.

2.3 Fungsi Pajak


Pada kenyataannya, pajak memiliki 2 fungsi utama, yaitu fungsi
penerimaan (budgetair) dan fungsi mengatur (regulerend).
1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Fungsi yang letaknya disektor masyarakat dan pajak-pajak ini
merupakan suatu alat (sumber) untuk memasukan uang ke kas Negara
sebanyak-banyaknya yang nantinya akan dipergunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran Negara.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Melalui undang-undang pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan, seperti dalam bidang
ekonomi, sosial dan lain sebagainya, sesuai dengan kebijakan pemerintah.

2.4 Pengklasifikasian Pajak


Pajak dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu
1. Pajak menurut Golongan atau Pembebanan
a. Pajak Langsung
Pembebanan pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan
kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung atau dibayarkan
oleh wajib pajak yang bersangkutan.

5
Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak Tidak Langsung
Pembebanan pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada
pihak lain, selain wajib pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
2. Pajak menurut Sifat
a. Pajak Subjektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang
selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan
dari wajib pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak penghasilan
b. Pajak Objektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
3. Pajak menurut Pemungut dan Pengelolanya
a. Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.
Contoh:
Pajak Penghasilan (PPh); Pajak Pertambahan Nilai (PPN); Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM); Bea Materai; Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
Contoh:
 Pajak Provinsi meliputi: Pajak Kendaraan Bermotor; Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor; Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bemotor; Pajak Air Permukaan; Pajak Rokok.

6
 Pajak Kabupaten/Kota meliputi: Pajak Hotel; Pajak Restoran;
Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Air Tanah;
Pajak sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan
dan perkotaan; Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau
Bangunan.

2.5 Asas-Asas Pemungutan Pajak


Asas- asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam
Smith dalam buku An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations
menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas-asas berikut.
1. Equality
Pemungutan yang dilakukan harus adil dan merata, di mana pajak
yang dibebankan harus sesuai dengan kemampuan membayar (ability to pay)
dan sesuai dengan manfaat yang diterima oleh para wajib pajak.
2. Certainty
Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang.
Wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang
terutang, waktu pembayaran, dan batas waktu pembayaran.
3. Convenience
Pajak sebaiknya dibayarkan tepat pada saat-saat yang tidak
menyulitkan wajib pajak. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.
4. Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan
kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian
pula beban yang ditanggung wajib pajak.

7
2.6 Cara Pemungutan Pajak
Dalam pelaksanaan pemungutan, ada tiga cara yang dapat digunakan
di mana masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Ketiga cara (stelsel) tersebut adalah sebagai berikut.
1. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata,
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni
setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan dari
stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah
pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil
diketahui).
2. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Kelebihannya adalah pajak yang dibayar selama tahun
berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kekurangannya adalah pajak
yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
3. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi dari stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada
pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah kekurangannya.
Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat
diminta kembali.

2.7 Mekanisme pembayaran pajak


Membayar pajak adalah salah satu tahapan dalam siklus hak dan
kewajiban Wajib Pajak. Mekanisme pembayaran pajak dapat diklasifikasikan
menjadi 4 (empat) jenis yaitu:

1. Membayar sendiri pajak yang terutang


Membayar sendiri pajak yang terutang meliputi:

8
a. Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan (PPh) setiap bulan (PPh
Pasal 25)
Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25) adalah
pembayaran PPh secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk
meringankan beban WP dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu
tahun pajak. WP diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang
pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap
bulan.
b. Pembayaran kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29).
Pembayaran kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29)
dilakukan sendiri oleh WP pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang
untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar
sendiri (angsuran PPh Pasal 25) dan pajak-pajak yang dipotong atau
dipungut pihak lain sebagai kredit pajak.
2. Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain
Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak
lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh
Pasal 26). Pihak lain disini adalah : Pemberi penghasilan; Pemberi kerja;
atau Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
3. Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh
pihak yang ditunjuk pemerintah
Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun
oleh pihak yang ditunjuk pemerintah. Tarif PPN adalah 10% dari harga
jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai lainnya.
4. Pembayaran pajak-pajak lainnya.
Mekanisme pembayaran pajak-pajak lainnya meliputi :
a. Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT)
b. Pembayaran Bea Meterai.

9
3 BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Surat Setoran Pajak


Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan dokumen atau
formulir khusus yaitu Surat Setoran Pajak atau yang lebih akrab didengar dengan
istilah SSP. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak
yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan
cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.
Bentuk formulir SSP sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor Per-38/PJ/2009 Tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2013 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-38/PJ/2009
Tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak. Formulir SSP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 4 (empat),dengan peruntukan sebagai berikut:

1. Lembar ke-1: untuk arsip wajib pajak;


2. Lembar ke-2: untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
3. Lembar ke-3: untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak;
4. Lembar ke-4: untuk arsip Kantor Penerimaan Pembayaran.

Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan
lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu
jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/Surat Ketetapan
Pajak/Surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu Kode Akun Pajak dan satu
Kode Jenis Setoran. kecuali Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dapat

10
membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP.
Pengisian Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran dalam formulir SSP dilakukan
berdasarkan Tabel Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut. Formulir ini mulai berlaku sejak
tanggal 1 Juli 2009. Pengguna formulir ini yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib
PajakBadan, Bendaharawan, Umum.

Dibawah ini adalah bentuk Surat Setoran Pajak Lembar 1 sesuai


dengan Lampiran Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009:
Gambar 3.1. Formulir SSP

Setiap Wajib Pajak dapat membuat sendiri formulir Surat Setoran


Pajak tersebut asalkan bentuk dan isi tetap sesuai dengan bentuk formulir yang
disertakan dalam Lampiran I Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-

11
38/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak sebagaimana dicontohkan
diatas.
 Petunjuk pengisian Surat Setoran Pajak (SSP)

NPWP, Nama WP dan Alamat

Diisi sesuai dengan:

1. NPWP diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP yang dimiliki Wajib
Pajak.
2. Nama WP diisi dengan Nama Wajib Pajak.
3. Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan
Terdaftar (SKT).

Catatan : Bagi WP yang belum memiliki NPWP

1. NPWP diisi:
2. Untuk WP berbentuk Badan Usaha diisi dengan 01.000.000.0-XXX.000
a. Untuk WP Orang Pribadi diisi dengan 04.000.000.0-XXX.000
3. XXX diisi dengan Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak.
4. Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) atau identitas lainnya yang sah.

Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran

1. Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak yang tertera di
atas tabel-tabel berikut untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau
disetor.

12
2. Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom “Kode Jenis
Setoran” untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada tabel
berikut sesuai dengan penjelasan dalam kolom “Keterangan”.

Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban
perpajakan yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat.

Uraian Pembayaran (untuk SSP Standar)

Diisi sesuai dengan uraian dalam kolom “Jenis Setoran” yang berkenaan dengan
Kode MAP dan Kode Jenis Setoran pada tabel berikut.
Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan
Bangunan, dilengkapi dengan nama pembeli dan lokasi objek pajak.
Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan Bangunan yang disetor
oleh yang menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa dan lokasi objek sewa.

Masa Pajak

Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak
yang dibayar atau disetor. Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak
dilakukan dengan menggunakan satu SSP untuk setiap masa pajak.

Tahun Pajak

Diisi tahun terutangnya pajak.

13
Nomor Ketetapan

Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB,
SKPKBT) atau Surat Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk
membayar atau menyetor pajak yang kurang dibayar/disetor berdasarkan surat
ketetapan pajak atau STP.

Jumlah Pembayaran

Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh.
Pembayaran pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi
WP yang diwajibkan melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika
Serikat), diisi secara lengkap sampai dengan sen.

Terbilang (untuk SSP Standar)

Diisi jumlah pajak yang dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan
bahasa Indonesia.

Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)

Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima


Pembayaran (Bank Persepsi/Devisa Persepsi atau PT. Pos Indonesia), tanda tangan,
dan nama jelas petugas penerima pembayaran atau setoran, serta cap/stempel Kantor
Penerima Pembayaran.

14
Wajib Pajak/Penyetor (untuk SSP Standar)

Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas
Wajib Pajak/Penyetor serta stempel usaha.

Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)

Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank
(NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) hanya oleh Kantor Penerima Pembayaran
yang telah mengadakan kerja sama Modul Penerimaan Negara (MPN) dengan
Direktorat Jenderal Pajak.

Pemberlakuan SSP Baru


SSP dan kode akun pajak sebagaimana terlampir ini mulai berlaku pada tanggal 1
Juli 2009 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-38/PJ/2009.

3.2 Peraturan Terkait Surat Setoran Pajak


Berikut adalah Landasan Peraturan yang mengatur tentang Surat
Setoran Pajak yang berlaku dalam perpajakan.

1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang bentuk


formulir Surat Setoran Pajak.

15
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2010 yang merupakan
perubahan atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009
tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak.
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2013 yang merupakan
perubahan kedua atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-
38/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak.
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.5/1995 tentang Saat
Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak dari Luar Daerah Pabean, Perhitungan, serta Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran dan Pelaporannya
5. Surat Edaran Nomor SE-02/PJ.52/1995 tentang Faktur Pajak (Seri PPN-95)

3.3 E-Billing
Saat ini Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam pemenuhan kewajiban
perpajakan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas elektronik yang telah disediakan
Direktorat Jenderal Pajak. Salah satu fasilitas tersebut adalah sistem pembayaran
elektronik (Billing system). Sistem pembayaran pajak secara elektronik (E-Billing)
adalah sistem pembayaran pajak secara elektronik yang merupakan bagian dari
sistem Penerimaan Negara secara elektronik yang diadministrasikan oleh Biller
Direktorat Jenderal Pajak dan menerapkan Billing System. Billing System adalah
metode pembayaran elektronik dengan menggunakan Kode Billing.
Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran/penyetoran pajak dengan sistem
pembayaran pajak secara elektronik. Dimana dulunya pembayaran pajak dilakukan
dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) . Pembayaran/penyetoran pajak
meliputi seluruh jenis pajak, kecuali:

1. Pajak dalam rangka impor yang diadministrasikan pembayarannya oleh Biller


Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
2. Pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus.

Pembayaran/penyetoran pajak tersebut, meliputi pembayaran dalam


mata uang Rupiah dan Dollar Amerika Serikat. Pembayaran dalam mata uang Dollar

16
Amerika Serikat hanya dapat dilakukan untuk Pajak Penghasilan Pasal 25, Pajak
Penghasilan Pasal 29 dan Pajak Penghasilan yang bersifat Final yang dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat.
Transaksi pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik, dilakukan melalui
Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan Kode Billing. Kode Billing adalah kode
identifikasi yang diterbitkan melalui Sistem Billing atas suatu jenis pembayaran atau
setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak.
Sistem pembayaran pajak berbasis manual yang dilayani hampir
semua bank dan Kantor Pos berakhir 31 Desember 2015. Selanjutnya, mulai 1
Januari 2016, pembayaran pajak dilakukan daring (online) melalui E-Billing. untuk
mengakomodasi peralihan cara pembayaran pajak dari sistem manual ke sistem
daring melalui E-Billing, maka bank BUMN yaitu Bank Mandiri, Bank Negara
Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Tabungan Negara serta PT Pos
Indonesia masih terus melayani pembayaran pajak secara manual hanya sampai
tanggal 30 Juni 2016.

Transaksi Pembayaran/penyetoran pajak dapat dilakukan melalui


Teller Bank/Pos Persepsi, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Internet Banking dan
Electronic Data Capture (EDC), atas pembayaran/penyetoran pajak tersebut, Wajib
Pajak menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN) sebagai bukti setoran. BPN adalah
dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara
dengan teraan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi
Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP) sebagai sarana administrasi lain yang
kedudukannya disamakan dengan surat setoran. BPN diterbitkan dalam bentuk:

1. Dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi, untuk


pembayaran/penyetoran melalui Teller dengan Kode Billing;
2. Struk bukti transaksi, untuk pembayaran melalui ATM dan EDC;
3. Dokumen elektronik, untuk pembayaran/penyetoran melalui internet banking;
dan
4. Teraan BPN pada Surat Setoran Pajak (SSP)/SSP PBB, untuk pembayaran
melalui Teller Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB.

17
BPN sekurang-kurangnya mencantumkan elemen-elemen sebagai berikut:

1. NTPN;
2. NTB/NTP;
3. Kode Billing;
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
5. Nama Wajib Pajak;
6. Alamat Wajib Pajak, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan
EDC;
7. Nomor Objek Pajak (NOP), dalam hal pembayaran pajak atas transaksi
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kegiatan membangun sendiri dan
Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan,
kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC;
8. Kode Akun Pajak;
9. Kode Jenis Setoran;
10. Masa Pajak;
11. Tahun Pajak;
12. Nomor ketetapan pajak, bila ada;
13. Tanggal bayar; dan
14. Jumlah nominal pembayaran.

BPN termasuk cetakan, salinan dan fotokopinya, kedudukannya


disamakan dengan SSP dan SSP PBB dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dalam hal terdapat perbedaan antara data
pembayaran yang tertera dalam BPN dengan data pembayaran menurut sistem
Penerimaan Negara secara elektronik, maka yang dianggap sah adalah data sistem
Penerimaan Negara secara elektronik.

18
3.4 Tujuan E-Billing
Pemberlakuan sistem E-Billing merupakan wujud peningkatan
layanan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bagi Wajib Pajak yang dimaksudkan
untuk memberikan kemudahan, kenyamanan dan keamanan dalam membayar pajak.
Secara spesifik, manfaat dari E-Billing adalah:
1.Memudahkan Wajib Pajak melakukan pembayaran pajak;
2.Pembayaran dapat dilakukan kapanpun (24 jam online) dan dimanapun;
3.Menghindari terjadinya kesalahan transaksi seperti transaksi unmatched, dan
4.Transaksi terjadi secara real-time sehingga data langsung tercatat di sistem Ditjen
Pajak.

3.5 Peraturan Terkait E-Billing


 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 32/PMK.05/2014
tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 26/PJ/2014 tentang Sistem
Pembayaran Pajak Secara Elektronik

3.6 Kelebihan dan Kelemahan E-Billing


 Kelebihan yang diperoleh dari Billing System
Jika dulu menyetor pajak membutuhkan Surat Setoran Pajak, namun dengan adanya
Billing System, Wajib Pajak tidak memerlukan waktu yang lama untuk menyetor
pajak, cukup memerlukan device dan internet, Wajib Pajak dapat menyetor pajak
dari mana saja. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari adanya Billing System:

 Lebih Mudah

Anda tidak perlu lagi mengantri di loket teller untuk melakukan pembayaran.
Sekarang Anda telah dapat melakukan transaksi pembayaran pajak melalui Internet
Banking cukup dari meja kerja Anda atau melalui mesin ATM yang Anda temui di
sepanjang perjalanan Anda; Anda tidak perlu lagi membawa lembaran SSP ke Bank

19
atau Kantor Pos Persepsi. Sekarang Anda hanya cukup membawa catatan kecil berisi
Kode Billing untuk melakukan transaksi pembayaran pajak untuk ditunjukkan ke
teller atau dimasukkan sebagai kode pembayaran pajak di mesin ATM atau Internet
Banking.

 Lebih Cepat

Anda dapat melakukan transaksi pembayaran pajak hanya dalam hitungan menit dari
mana pun Anda berada; Jika Anda memilih teller Bank atau Kantor Pos sebagai
sarana pembayaran, sekarang Anda tidak perlu lagi menunggu lama teller
memasukkan data pembayaran pajak Anda, karena Kode Billing yang Anda
tunjukkan akan memudahkan teller mendapatkan data pembayaran berdasarkan data
yang telah Anda input sebelumnya; Antrian di Bank atau Kantor Pos akan sangat
cepat berkurang karena teller tidak perlu lagi memasukkan data pembayaran pajak.

 Lebih Akurat

Sistem akan membimbing Anda dalam pengisian SSP elektronik dengan tepat dan
benar sesuai dengan transaksi perpajakan Anda, sehingga kesalahan data
pembayaran, seperti Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran, dapat dihindari;
Kesalahan entry data yang biasa terjadi di teller dapat terminimalisasi karena data
yang akan muncul pada layar adalah data yang telah Anda input sendiri sesuai
dengan transaksi.

 Kelemahan yang terdapat pada Billing System


1. Tidak semua orang mampu mengoperasikan secara elektronik, sehingga
cukup sulit untuk menggunakan Billing System.

3.7 Tahapan Proses Billing System


1. Pendaftaran
Mendaftar kepesertaan melalui http://sse.pajak.go.id untuk mendapatkan:
 identitas pengguna (user id)

20
 Personal Identification Number (PIN)
Wajib Pajak dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh User ID dan
PIN secara online melalui menu daftar baru Aplikasi Billing DJP dan mengaktifkan
akun pengguna melalui konfirmasi e-mail. Apabila terdapat indikasi
penyalahgunaan, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan penutupan secara jabatan
atas akun pengguna Aplikasi Billing DJP. Apabila terjadi pemindahan tempat
terdaftar Wajib Pajak yang mengakibatkan perubahan NPWP, Aplikasi Billing DJP
akan menyesuaikan akun pengguna dengan NPWP baru.

2. Pembuatan Kode Billing


Pembuatan Kode Billing dengan menginput setoran pajak padalaman
http://sse.pajak.go.id menggunakan identitas pengguna (user id) dan Personal
Identification Number (PIN).
Wajib Pajak dapat memperoleh Kode Billing dengan cara:

a. Membuat sendiri pada Aplikasi Billing DJP yang dapat diakses melalui laman
Direktorat Jenderal Pajak dan laman Kementerian Keuangan;
Wajib Pajak membuat sendiri Kode Billing dengan melakukan input
data setoran pajak yang akan dibayarkan. Input data dilakukan atas nama dan
NPWP sendiri, atau atas nama dan NPWP Wajib Pajak lain sehubungan dengan
kewajiban sebagai Wajib Pungut. Wajib Pajak dalam melakukan input data,
terlebih dahulu melakukan log-in dengan memasukkan User ID dan PIN akun
pengguna Aplikasi Billing DJP yang telah aktif.
b. Melalui Bank/Pos Persepsi atau pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak; atau
c. Diterbitkan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal terbit
ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, SPPT PBB atau SKP PBB yang
mengakibatkan kurang bayar.
Ketentuan Kode Billing:
 Kode Billing berlaku dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam sejak
diterbitkan dan setelah itu secara otomatis terhapus dari sistem dan tidak
dapat dipergunakan lagi.

21
 Wajib pajak dapat membuatnya kembali apabila kode Billing telah
terhapus secara system. Kode Billing berlaku sampai dengan jatuh tempo
pembayaran pajak, dan tidak dapat dipergunakan setelah melewati jangka
waktu dimaksud. Apabila terdapat perbedaan data antara data elektronik
dengan hasil cetakan, maka yang dijadikan pedoman adalah data yang
terdapat pada data eletronik yang berada di Kementerian Keuangan.
 Bukti Penerimaan Negara (hard-copy ataupun secara elektronik) yang
diperoleh wajib pajak dalam pelaksanaan uji coba penerapan pembayaran
pajak secara elektronik dianggap sebagai surat setoran pajak dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

3. Pembayaran
Pembayaran dengan menyampaikan Kode Billing yang telah
diperoleh kepada Teller Bank/Pos; atau memasukan Kode Billing melalui mesin
ATM/internet banking yang disediakan Bank Persepsi yang ditunjuk.
Mekanisme pembayaran/penyetoran pajak melalui Teller Bank/Pos
Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB adalah sebagai berikut:

1. Wajib Pajak menyerahkan SSP/SSP PBB dalam rangkap 4 (empat) yang telah
diisi lengkap dan ditandatangani kepada Teller Bank/Pos Persepsi, dengan
menyertakan uang sejumlah nominal yang disebutkan dalam SSP/SSP PBB.
2. Teller Bank/Pos Persepsi merekam data pembayaran/setoran pajak untuk
menerbitkan Kode Billing.
3. Teller Bank/Pos Persepsi mencetak bukti penerbitan Kode Billing dan
menyerahkannya kepada Wajib Pajak.
4. Wajib Pajak memeriksa kesesuaian elemen data pada bukti penerbitan Kode
Billing dengan isian SSP/SSP PBB.
5. Dalam hal elemen data yang tertera pada bukti penerbitan Kode Billing telah
sesuai dengan isian SSP/SSP PBB, Wajib Pajak menandatangani bukti
penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya kembali kepada Teller Bank/Pos
Persepsi.

22
6. Teller Bank/Pos Persepsi memproses transaksi pembayaran pajak atas Kode
Billing dimaksud.
7. Wajib Pajak menerima kembali formulir bukti setoran lembar ke-1 dan lembar
ke-3 yang telah ditera dengan elemen-elemen data BPN serta dibubuhi tanda
tangan/paraf, nama pejabat Bank/Pos Persepsi dan cap Bank/Pos Persepsi
sebagai bukti bayar/setor.

Kebenaran elemen data yang tertera pada BPN merupakan tanggung


jawab Wajib Pajak yang telah menandatangani bukti penerbitan Kode Billing.
Kesalahan input data setoran pajak, diselesaikan melalui prosedur Pemindahbukuan
(Pbk) dalam administrasi perpajakan.

4. Penutupan Billing
Gambar 3.2. Penutupan Billing

Penutupan kepesertaan wajib pajak dalam uji coba billing system


dapat dilakukan secara jabatan dalam hal wajib pajak pindah ke KPP selain yang
ditunjuk untuk melaksanakan uji coba.

3.8 Dampak Terhadap Wajib Pajak dengan Adanya Perubahan


Menggunakan E-Billing
Wajib pajak melakukan pembayaran pajak dengan menggunakan E-
Billing lebih efisien dan mudah. Wajib Pajak cenderung akan lebih memilih cara
pembayaran pajak yang lebih efisien dan praktis untuk memenuhi kewajiban
perpajakanya. Melakukan pembayaran pajak dengan menggunakan E-billing juga

23
dapat menghemat waktu, dan memperkecil resiko kesalahan dalam pengisian data-
data untuk keperluan penyetoran pajak terhutang. Oleh karena itu, diharapkan adanya
peningkatan tingkat kepatuhan wajib pajak untuk menyetorkan pajak, yang pada
akhirnya dapat meningkatkan penghasilan Negara yang nantinya akan dipergunakan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara.

24
4 DAFTAR PUSTAKA

Fitriandi, P., Yuda Aryanto, dan Agus Puji Priyono. (2014). Kompilasi Undang-
Undang Perpajakan Terlengkap. Jakarta: Salemba Empat.
Meliala, Tulis S. dan Fransisca Widianti Oetomo. (2012). Edisi 7. Perpajakan dan
Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Semesta Cipta
Waluyo. (2011). Edisi 10-Buku 1. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=35
https://id.wikipedia.org/wiki/Perkembangan_Teknologi_Komunikasi_di_Masyarakat
_Indonesia
https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1206043026-2-BAB%20I.pdf
http://www.pajak.go.id/content/pembayaran-pajak
http://pajak.go.id/content/kenali-proses-pembayaran-pajak-anda
http://www.pajak.go.id/content/formulir/10167/surat-setoran-pajak
http://www.pajak.go.id/content/petunjuk-pengisian-surat-setoran-pajak-ssp

http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Siaran%20Pers%20Mulai%201%20Januari
%20Bayar%20Pajak%20Melalui%20E-Billing.pdf

http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=35
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Tata%20Cara-Billing%20System_0.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai