MAKALAH
ii
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 3.1. Formulir SSP 11
Gambar 3.2. Penutupan Billing 23
iii
1 BAB I
PENDAHULUAN
1
ringkas, dan tentu saja mengutamakan kenyamanan wajib pajak. Makalah ini akan
membahas mengenai salah satunya kebijakan baru yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak
adalah pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Elektronik (SSE) atau
disebut juga Electronic Billing (e-billing)
2
2. Memberi pengetahuan kepada pembaca terkait tahapan poses
pembuatan Billing System.
3
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2 Wajib Pajak
Berdasarkan pengertian pajak yang telah disebutkan di atas, pajak
merupakan iuran yang dibayarkan oleh yang wajib membayarnya. Dalam konteks
ini, yang wajib membayar pajak disebut sebagai wajib pajak. Menurut Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak,yang mempunyai
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Dengan kata lain, wajib pajak merupakan subjek pajak yang
memiliki objek pajak.
5
Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak Tidak Langsung
Pembebanan pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada
pihak lain, selain wajib pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
2. Pajak menurut Sifat
a. Pajak Subjektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang
selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan
dari wajib pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak penghasilan
b. Pajak Objektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
3. Pajak menurut Pemungut dan Pengelolanya
a. Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.
Contoh:
Pajak Penghasilan (PPh); Pajak Pertambahan Nilai (PPN); Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM); Bea Materai; Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
Contoh:
Pajak Provinsi meliputi: Pajak Kendaraan Bermotor; Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor; Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bemotor; Pajak Air Permukaan; Pajak Rokok.
6
Pajak Kabupaten/Kota meliputi: Pajak Hotel; Pajak Restoran;
Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Air Tanah;
Pajak sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan
dan perkotaan; Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau
Bangunan.
7
2.6 Cara Pemungutan Pajak
Dalam pelaksanaan pemungutan, ada tiga cara yang dapat digunakan
di mana masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Ketiga cara (stelsel) tersebut adalah sebagai berikut.
1. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata,
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni
setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan dari
stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah
pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil
diketahui).
2. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Kelebihannya adalah pajak yang dibayar selama tahun
berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kekurangannya adalah pajak
yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
3. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi dari stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada
pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah kekurangannya.
Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat
diminta kembali.
8
a. Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan (PPh) setiap bulan (PPh
Pasal 25)
Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25) adalah
pembayaran PPh secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk
meringankan beban WP dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu
tahun pajak. WP diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang
pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap
bulan.
b. Pembayaran kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29).
Pembayaran kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29)
dilakukan sendiri oleh WP pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang
untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar
sendiri (angsuran PPh Pasal 25) dan pajak-pajak yang dipotong atau
dipungut pihak lain sebagai kredit pajak.
2. Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain
Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak
lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh
Pasal 26). Pihak lain disini adalah : Pemberi penghasilan; Pemberi kerja;
atau Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
3. Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh
pihak yang ditunjuk pemerintah
Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun
oleh pihak yang ditunjuk pemerintah. Tarif PPN adalah 10% dari harga
jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai lainnya.
4. Pembayaran pajak-pajak lainnya.
Mekanisme pembayaran pajak-pajak lainnya meliputi :
a. Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT)
b. Pembayaran Bea Meterai.
9
3 BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan
lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu
jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/Surat Ketetapan
Pajak/Surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu Kode Akun Pajak dan satu
Kode Jenis Setoran. kecuali Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dapat
10
membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP.
Pengisian Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran dalam formulir SSP dilakukan
berdasarkan Tabel Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut. Formulir ini mulai berlaku sejak
tanggal 1 Juli 2009. Pengguna formulir ini yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib
PajakBadan, Bendaharawan, Umum.
11
38/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak sebagaimana dicontohkan
diatas.
Petunjuk pengisian Surat Setoran Pajak (SSP)
1. NPWP diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP yang dimiliki Wajib
Pajak.
2. Nama WP diisi dengan Nama Wajib Pajak.
3. Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan
Terdaftar (SKT).
1. NPWP diisi:
2. Untuk WP berbentuk Badan Usaha diisi dengan 01.000.000.0-XXX.000
a. Untuk WP Orang Pribadi diisi dengan 04.000.000.0-XXX.000
3. XXX diisi dengan Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak.
4. Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) atau identitas lainnya yang sah.
1. Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak yang tertera di
atas tabel-tabel berikut untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau
disetor.
12
2. Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom “Kode Jenis
Setoran” untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada tabel
berikut sesuai dengan penjelasan dalam kolom “Keterangan”.
Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban
perpajakan yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat.
Diisi sesuai dengan uraian dalam kolom “Jenis Setoran” yang berkenaan dengan
Kode MAP dan Kode Jenis Setoran pada tabel berikut.
Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan
Bangunan, dilengkapi dengan nama pembeli dan lokasi objek pajak.
Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan Bangunan yang disetor
oleh yang menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa dan lokasi objek sewa.
Masa Pajak
Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak
yang dibayar atau disetor. Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak
dilakukan dengan menggunakan satu SSP untuk setiap masa pajak.
Tahun Pajak
13
Nomor Ketetapan
Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB,
SKPKBT) atau Surat Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk
membayar atau menyetor pajak yang kurang dibayar/disetor berdasarkan surat
ketetapan pajak atau STP.
Jumlah Pembayaran
Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh.
Pembayaran pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi
WP yang diwajibkan melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika
Serikat), diisi secara lengkap sampai dengan sen.
Diisi jumlah pajak yang dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan
bahasa Indonesia.
14
Wajib Pajak/Penyetor (untuk SSP Standar)
Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas
Wajib Pajak/Penyetor serta stempel usaha.
Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank
(NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) hanya oleh Kantor Penerima Pembayaran
yang telah mengadakan kerja sama Modul Penerimaan Negara (MPN) dengan
Direktorat Jenderal Pajak.
15
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2010 yang merupakan
perubahan atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009
tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak.
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2013 yang merupakan
perubahan kedua atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-
38/PJ/2009 tentang bentuk formulir Surat Setoran Pajak.
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.5/1995 tentang Saat
Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak dari Luar Daerah Pabean, Perhitungan, serta Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran dan Pelaporannya
5. Surat Edaran Nomor SE-02/PJ.52/1995 tentang Faktur Pajak (Seri PPN-95)
3.3 E-Billing
Saat ini Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam pemenuhan kewajiban
perpajakan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas elektronik yang telah disediakan
Direktorat Jenderal Pajak. Salah satu fasilitas tersebut adalah sistem pembayaran
elektronik (Billing system). Sistem pembayaran pajak secara elektronik (E-Billing)
adalah sistem pembayaran pajak secara elektronik yang merupakan bagian dari
sistem Penerimaan Negara secara elektronik yang diadministrasikan oleh Biller
Direktorat Jenderal Pajak dan menerapkan Billing System. Billing System adalah
metode pembayaran elektronik dengan menggunakan Kode Billing.
Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran/penyetoran pajak dengan sistem
pembayaran pajak secara elektronik. Dimana dulunya pembayaran pajak dilakukan
dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) . Pembayaran/penyetoran pajak
meliputi seluruh jenis pajak, kecuali:
16
Amerika Serikat hanya dapat dilakukan untuk Pajak Penghasilan Pasal 25, Pajak
Penghasilan Pasal 29 dan Pajak Penghasilan yang bersifat Final yang dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat.
Transaksi pembayaran/penyetoran pajak secara elektronik, dilakukan melalui
Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan Kode Billing. Kode Billing adalah kode
identifikasi yang diterbitkan melalui Sistem Billing atas suatu jenis pembayaran atau
setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak.
Sistem pembayaran pajak berbasis manual yang dilayani hampir
semua bank dan Kantor Pos berakhir 31 Desember 2015. Selanjutnya, mulai 1
Januari 2016, pembayaran pajak dilakukan daring (online) melalui E-Billing. untuk
mengakomodasi peralihan cara pembayaran pajak dari sistem manual ke sistem
daring melalui E-Billing, maka bank BUMN yaitu Bank Mandiri, Bank Negara
Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Tabungan Negara serta PT Pos
Indonesia masih terus melayani pembayaran pajak secara manual hanya sampai
tanggal 30 Juni 2016.
17
BPN sekurang-kurangnya mencantumkan elemen-elemen sebagai berikut:
1. NTPN;
2. NTB/NTP;
3. Kode Billing;
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
5. Nama Wajib Pajak;
6. Alamat Wajib Pajak, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan
EDC;
7. Nomor Objek Pajak (NOP), dalam hal pembayaran pajak atas transaksi
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kegiatan membangun sendiri dan
Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan,
kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC;
8. Kode Akun Pajak;
9. Kode Jenis Setoran;
10. Masa Pajak;
11. Tahun Pajak;
12. Nomor ketetapan pajak, bila ada;
13. Tanggal bayar; dan
14. Jumlah nominal pembayaran.
18
3.4 Tujuan E-Billing
Pemberlakuan sistem E-Billing merupakan wujud peningkatan
layanan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bagi Wajib Pajak yang dimaksudkan
untuk memberikan kemudahan, kenyamanan dan keamanan dalam membayar pajak.
Secara spesifik, manfaat dari E-Billing adalah:
1.Memudahkan Wajib Pajak melakukan pembayaran pajak;
2.Pembayaran dapat dilakukan kapanpun (24 jam online) dan dimanapun;
3.Menghindari terjadinya kesalahan transaksi seperti transaksi unmatched, dan
4.Transaksi terjadi secara real-time sehingga data langsung tercatat di sistem Ditjen
Pajak.
Lebih Mudah
Anda tidak perlu lagi mengantri di loket teller untuk melakukan pembayaran.
Sekarang Anda telah dapat melakukan transaksi pembayaran pajak melalui Internet
Banking cukup dari meja kerja Anda atau melalui mesin ATM yang Anda temui di
sepanjang perjalanan Anda; Anda tidak perlu lagi membawa lembaran SSP ke Bank
19
atau Kantor Pos Persepsi. Sekarang Anda hanya cukup membawa catatan kecil berisi
Kode Billing untuk melakukan transaksi pembayaran pajak untuk ditunjukkan ke
teller atau dimasukkan sebagai kode pembayaran pajak di mesin ATM atau Internet
Banking.
Lebih Cepat
Anda dapat melakukan transaksi pembayaran pajak hanya dalam hitungan menit dari
mana pun Anda berada; Jika Anda memilih teller Bank atau Kantor Pos sebagai
sarana pembayaran, sekarang Anda tidak perlu lagi menunggu lama teller
memasukkan data pembayaran pajak Anda, karena Kode Billing yang Anda
tunjukkan akan memudahkan teller mendapatkan data pembayaran berdasarkan data
yang telah Anda input sebelumnya; Antrian di Bank atau Kantor Pos akan sangat
cepat berkurang karena teller tidak perlu lagi memasukkan data pembayaran pajak.
Lebih Akurat
Sistem akan membimbing Anda dalam pengisian SSP elektronik dengan tepat dan
benar sesuai dengan transaksi perpajakan Anda, sehingga kesalahan data
pembayaran, seperti Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran, dapat dihindari;
Kesalahan entry data yang biasa terjadi di teller dapat terminimalisasi karena data
yang akan muncul pada layar adalah data yang telah Anda input sendiri sesuai
dengan transaksi.
20
Personal Identification Number (PIN)
Wajib Pajak dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh User ID dan
PIN secara online melalui menu daftar baru Aplikasi Billing DJP dan mengaktifkan
akun pengguna melalui konfirmasi e-mail. Apabila terdapat indikasi
penyalahgunaan, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan penutupan secara jabatan
atas akun pengguna Aplikasi Billing DJP. Apabila terjadi pemindahan tempat
terdaftar Wajib Pajak yang mengakibatkan perubahan NPWP, Aplikasi Billing DJP
akan menyesuaikan akun pengguna dengan NPWP baru.
a. Membuat sendiri pada Aplikasi Billing DJP yang dapat diakses melalui laman
Direktorat Jenderal Pajak dan laman Kementerian Keuangan;
Wajib Pajak membuat sendiri Kode Billing dengan melakukan input
data setoran pajak yang akan dibayarkan. Input data dilakukan atas nama dan
NPWP sendiri, atau atas nama dan NPWP Wajib Pajak lain sehubungan dengan
kewajiban sebagai Wajib Pungut. Wajib Pajak dalam melakukan input data,
terlebih dahulu melakukan log-in dengan memasukkan User ID dan PIN akun
pengguna Aplikasi Billing DJP yang telah aktif.
b. Melalui Bank/Pos Persepsi atau pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak; atau
c. Diterbitkan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal terbit
ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, SPPT PBB atau SKP PBB yang
mengakibatkan kurang bayar.
Ketentuan Kode Billing:
Kode Billing berlaku dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam sejak
diterbitkan dan setelah itu secara otomatis terhapus dari sistem dan tidak
dapat dipergunakan lagi.
21
Wajib pajak dapat membuatnya kembali apabila kode Billing telah
terhapus secara system. Kode Billing berlaku sampai dengan jatuh tempo
pembayaran pajak, dan tidak dapat dipergunakan setelah melewati jangka
waktu dimaksud. Apabila terdapat perbedaan data antara data elektronik
dengan hasil cetakan, maka yang dijadikan pedoman adalah data yang
terdapat pada data eletronik yang berada di Kementerian Keuangan.
Bukti Penerimaan Negara (hard-copy ataupun secara elektronik) yang
diperoleh wajib pajak dalam pelaksanaan uji coba penerapan pembayaran
pajak secara elektronik dianggap sebagai surat setoran pajak dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
3. Pembayaran
Pembayaran dengan menyampaikan Kode Billing yang telah
diperoleh kepada Teller Bank/Pos; atau memasukan Kode Billing melalui mesin
ATM/internet banking yang disediakan Bank Persepsi yang ditunjuk.
Mekanisme pembayaran/penyetoran pajak melalui Teller Bank/Pos
Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB adalah sebagai berikut:
1. Wajib Pajak menyerahkan SSP/SSP PBB dalam rangkap 4 (empat) yang telah
diisi lengkap dan ditandatangani kepada Teller Bank/Pos Persepsi, dengan
menyertakan uang sejumlah nominal yang disebutkan dalam SSP/SSP PBB.
2. Teller Bank/Pos Persepsi merekam data pembayaran/setoran pajak untuk
menerbitkan Kode Billing.
3. Teller Bank/Pos Persepsi mencetak bukti penerbitan Kode Billing dan
menyerahkannya kepada Wajib Pajak.
4. Wajib Pajak memeriksa kesesuaian elemen data pada bukti penerbitan Kode
Billing dengan isian SSP/SSP PBB.
5. Dalam hal elemen data yang tertera pada bukti penerbitan Kode Billing telah
sesuai dengan isian SSP/SSP PBB, Wajib Pajak menandatangani bukti
penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya kembali kepada Teller Bank/Pos
Persepsi.
22
6. Teller Bank/Pos Persepsi memproses transaksi pembayaran pajak atas Kode
Billing dimaksud.
7. Wajib Pajak menerima kembali formulir bukti setoran lembar ke-1 dan lembar
ke-3 yang telah ditera dengan elemen-elemen data BPN serta dibubuhi tanda
tangan/paraf, nama pejabat Bank/Pos Persepsi dan cap Bank/Pos Persepsi
sebagai bukti bayar/setor.
4. Penutupan Billing
Gambar 3.2. Penutupan Billing
23
dapat menghemat waktu, dan memperkecil resiko kesalahan dalam pengisian data-
data untuk keperluan penyetoran pajak terhutang. Oleh karena itu, diharapkan adanya
peningkatan tingkat kepatuhan wajib pajak untuk menyetorkan pajak, yang pada
akhirnya dapat meningkatkan penghasilan Negara yang nantinya akan dipergunakan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara.
24
4 DAFTAR PUSTAKA
Fitriandi, P., Yuda Aryanto, dan Agus Puji Priyono. (2014). Kompilasi Undang-
Undang Perpajakan Terlengkap. Jakarta: Salemba Empat.
Meliala, Tulis S. dan Fransisca Widianti Oetomo. (2012). Edisi 7. Perpajakan dan
Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Semesta Cipta
Waluyo. (2011). Edisi 10-Buku 1. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=35
https://id.wikipedia.org/wiki/Perkembangan_Teknologi_Komunikasi_di_Masyarakat
_Indonesia
https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1206043026-2-BAB%20I.pdf
http://www.pajak.go.id/content/pembayaran-pajak
http://pajak.go.id/content/kenali-proses-pembayaran-pajak-anda
http://www.pajak.go.id/content/formulir/10167/surat-setoran-pajak
http://www.pajak.go.id/content/petunjuk-pengisian-surat-setoran-pajak-ssp
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Siaran%20Pers%20Mulai%201%20Januari
%20Bayar%20Pajak%20Melalui%20E-Billing.pdf
http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=35
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Tata%20Cara-Billing%20System_0.pdf
25