Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

PSAK 59 dikhususkan untuk kegiatan transaksi syariah hanya di sektor perbankan


syariah, ini sangat ironis karena ketika itu sudah mulai menjamur entitas syariah selain dari
perbankan syariah, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah. Maka seiring
tuntutan akan kebutuhan akuntansi untuk entitas syariah yang lain maka komite akuntansi
syariah dewan standar akuntasi keuangan (KAS DSAK) menerbitkan enam pernyataan standar
akuntansi keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah (LKS) yang disahkan
tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2008 atau pembukuan tahun yang
berakhir tahun 2008.

Terhitung sejak 1992-2002 atau 10 tahun lembaga keuangan baik bank syariah maupun
entitas syariah yang lain tidak memiliki PSAK khusus yang mengatur transaksi dan kegiatan
berbasis syariah. PSAK 59 sebagai produk pertama DSAK – IAI untuk entitas syariah perlu
diacungkan jempol dan merupakan awal dari pengakuan dan eksistensi keberadaan akuntansi
syariah di Indonesia. PSAK ini disahkan tanggal 1 Mei 2002, berlaku mulai 1 Januari 2003
atau pembukuan yang berakhir tahun 2003, hanya berlaku hanya dalam tempo 5 tahun. Ada
beberapa alasan mengapa PSAK 59 ini dicabut, yaitu:

1. PSAK 59 ini dianggap tidak dapat mengakomodir perkembangan akuntansi syariah


yang semakin pesat.

2. Akuntansi syariah bukan hanya terbatas terhadap penyajian laporan keuanganan saja,
tetapi sangatlah luas, meliputi beberapa hukum syariah.

3. Perbankan syariah sudah tumbuh dan sangat berkembang pesat, sehingga dibutuhkan
suatu standar yang lebih baik.

4. Dibutuhkan suatu standar khusus mengenai perbankan syariah, walaupun standar


tersebut masih merupakan bagian dari SAK.

1
5. Pengkhususan standar akuntansi khusus syariah merupakan langkah serius dalam
mengembangkan perekonomian di Indonesia, khususnya perbankan syariah.

Dengan adanya standar khusus syariah ini, diharapkan dapat menarik minat investor
untuk menanamkan modalnya. Seiring dengan berjalannya waktu, ekonomi syariah pun mulai
menjadi salah satu fokus di dalam lembaga keuangan, yang tidak lagi hanya sebagai alternatif
atas kekurangan ekonomi konvensional, tetapi sudah menjadi perekonomian solutif dalam
memecahkan persoalan ekonomi. Oleh karena itu, keberadaan akuntansi syariah mutlak
diperlukan untuk mengimbangi laju perkembangan ekonomi syariah ini.

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLK


Syariah) ini pertama kali disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007 dan masih berlaku hingga saat ini.

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLK


Syariah) merupakan pengaturan akuntansi yang memberikan konsep yang mendasari
penyusunan dan penyajian laporan keuangan atas transaksi syariah.

Berbeda dengan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) pada SAK umum
yang mengacu kepada transaksi konvensional, KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar
paradigma, asas transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah. Berdasarkan KDPPLK
Syariah, transaksi syariah berasaskan pada prinsip:

a. Persaudaraan (ukhuwah);

b. Keadilan (‘adalah);

c. Kemaslahatan (maslahah);

d. Keseimbangan (tawazun);

e. Universalisme (syumuliyah);

Beberapa karakteristik transaksi syariah yang disebutkan dalam KDPPLK Syariah


diantaranya:

a. Tidak mengandung unsur riba;

b. Tidak mengandung unsur kezaliman;


2
c. Tidak mengandung unsur maysir;

d. Tidak mengandung unsur gharar;

e. Tidak mengandung unsur haram

Terdapat pemisahan antara pihak entitas dapat sebagai pemilik dana atau pengelola
dana, hal ini tidak terdapat pada PSAK 59, sehingga Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
memisahkan antara lembaga keuangan bank dan non bank. Dimana untuk Lembaga keuangan
masih menggunakan PSAK 59 sedangkan Lembaga keuangan bukan bank atau lembaga
keuangan syariah, Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan PSAK Syariah No. 100 s/d 109
meliputi :

1. PSAK No. 100 : Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

2. PSAK No. 101 : Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

3. PSAK No. 102 : Akuntansi Murabahah.

4. PSAK No. 103 : Akuntansi Salam.

5. PSAK No. 104 : Akuntansi Ishtishna.

6. PSAK No. 105 : Akuntansi Murabahah.

7. PSAK No. 106 : Akuntansi Musyarakah.

8. PSAK No. 107 : Akuntansi Ijarah.

9. PSAK No. 108 : Akuntansi Untuk Penyelesai Utang Piutang

10. PSAK No. 109 : Akuntansi Zakat.

Dalam kerangka dasar akuntansi syariah, yang disusun oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (IAI), Dewan Syariah Nasional (Majelis Ulama Indonesia), Bank Indonesia,
Departmen Keuangan, dan Praktisi, menjelaskan bahwa syariah merupakan ketentuan hukum
islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang
menyangkut hubungan interaksi dengan tuhan maupun dengan sesame makhluk. Prinsip

3
syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) megikat secara
hukum bagi semua pelaku dan stakeholders entitas yang melakukan transaksi syariah.

Dari ketentuan tersebut harus disikapi bahwa dalam menjalankan bank syariah tidak
hanya mementingkan hubungan sesama manusia, yang merupakan hubungan horizontal tetapi
juga harus disikapi dengan langkah bedasarkan hubungan ketuhanan. Baik dalam Undang-
undang Nomor 10 tahun 1998 maupun Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 dijelaskan
bahwa syariah adalah aturan berdasarkan hukum islam. Ketentuan syariah didasarkan dari
hukum islam yang dituangkan dalam suatu ketentuan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama
Indonesia yang biasa disebut dengan “Fatwa Dewan Syariah Nasional”. Fatwa inilah yang
digunakan sebagai referensi atau rujukan dalam melaksanakan kegiatan usaha yang dilakukan
oleh entitas syariah, termasuk bank syariah.

1.2. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan fenomena yang telah dipaparkan pada bagian Latar Belakang, maka
perumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimanakah penerapan SAK syariah pada PT Bank BRISyariah?

2. Bagaimanakah pelaporan keuangan yang disajikan oleh PT Bank BRISyariah?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Ruang Lingkup SAK Syariah


2.1.1 Pengertian dan Tujuan PSAK NO. 59
Sebelum diterbitkan standar Akuntansi khusus syariah, Akuntansi Perbankan Syariah
di Indonesia berpedoman terhadap PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 59
yang diadobsi dari AAOIFI singkatan Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions, lembaga regulasi keuangan Islam internasional yang berkedudukan di
Abu Dhabi, UEA. AAOIFI telah mengeluarkan Standar Akuntansi dan Auditing untuk
lembaga keuangan Islam (Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial
Institutions) tahun 1998.
PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 merupakan pernyataan yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengenai Akuntansi Perbankan Syari’ah.
Standar ini banyak merujuk pada AAOIFI. Sebagaimana telah dijelaskan di dalam kerangka
teori, yang berupa pengertian bank, pengertian syariah serta perbedaan antara bank
konvensional dengan bank syariah, serta pengadobsian PSAK 59 berdasarkan AAOIFI
singkatan Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions). Akhirnya
di Indonesia pada awal 1992-2002 atau 10 tahun Bank Syariah tidak memiliki PSAK khusus.
Para ahli dan pakar praktisi akhirnya mengesahkan PSAK 59 sebagai dasar hukum dari standar
akuntansi perbankan syariah di Indonesia.
Produk DSAK – IAI ini perlu diacungkan jempol dan merupakan awal dari pengakuan
dan eksistensi Akuntansi Syariah di Indonesia. PSAK ini disahkan tgl 1 Mei 2002, berlaku
mulai 1 Januari 2003 atau pembukuan yang berakhir tahun 2003. Berlaku hanya dalam tempo
5 tahun. Berdasarkan pernyataan yang dikutip dari SAK Mei 2002, menjelaskan tentang:
“PSAK No.59 adalah awal lahirnya standar mengenai akuntansi syariah. PSAK No. 59 tentang
Akuntansi Perbankan Syariah telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) pada tanggal 1 Mei 2002. Walaupun PSAK 59 sudah tidak berlaku lagi, namun inilah
tonggak dari keperluan kita akan akuntansi syariah”.
Adapun inti dari PSAK 59 yaitu pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan
akuntansi (pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan) transaksi khusus yang

5
berkaitan dengan aktivitas bank syariah. Ruang lingkup dalam pernyataan ini diterapkan untuk
bank umum syariah, bank perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank
konvensional yang beroperasi di Indonesia. Hal-hal umum yang tidak diatur dalam pernyataan
ini mengacu pada PSAK yang lain dan/atau prinsip akuntansi yang berlaku umum sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan
penyajian laporan keuangan sesuai permintaan khusus (statutory) pemerintah, lembaga
pengawas independen, dan bank sentral (Bank Indonesia).
Laporan keuangan bank syariah yang lengkap terdiri atas beberapa komponen yaitu
neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan dana
investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah, laporan
sumber dan penggunaan dana qardhul hasan, dan catatan atas laporan keuangan. Pernyataan
ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang mencakup periode laporan
yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2003. Penerapan lebih dini dianjurkan.

2.1.2 Kronologis Penyusunan PSAK Perbankan Syariah


Kronologis Penyusunan PSAK Perbankan Syariah di sebagai berikut:
1. Januari – Juli 1999, masyarakat mulai memberi usulan mengenai standar akuntansi
untuk bank syariah.
2. Juli 1999, usulan masuk agenda dewan konsultan SAK.
3. Agustus 1999, dibentuk tim penyusunan pernyataan SAK bank syariah.
4. Desember 2000, Tim penyusunan menyelesaikan konsep exposure draf.
5. 1 Juli 2001, exposure draft disahkan mengenai kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
6. 1 Mei 2002, pengesahan kerangka dasar penyusunan dan penyusunan dan pengajian
laporan keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
7. 1 Januari 2003, mulai berlaku kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan
keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Syariah.

2.1.3 Pencabutan PSAK NO. 59

6
Setelah 10 tahun perbankan Indonesia tidak mempunyai standar akuntansi syariah,
akhirnya pada 1 Mei 2002, disahkanlah PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah. Masa
berlaku PSAK 59 ini terbilang lama, dan belum ada revisi dalam kurun waktu tersebut.
PSAK ini hanya berlaku selama 5 tahun dan akhirnya dibentuklah standar khusus
akuntansi syariah. Ada beberapa alasan mengapa PSAK 59 ini dicabut, yaitu:
1. PSAK 59 ini dianggap tidak dapat mengakomodir perkembangan akuntansi syariah
yang semakin pesat,
2. Akuntansi syariah bukan hanya terbatas terhadap penyajian laporan keuanganan saja,
tetapi sangatlah luas, meliputi beberapa hukum syariah.
3. Perbankan syariah sudah tumbuh dan sangat berkembang pesat, sehingga dibutuhkan
suatu standar yang lebih baik.
4. Dibutuhkan suatu standar khusus mengenai perbankan syariah, walaupun standar
tersebut masih merupakan bagian dari SAK.
5. Pengkhususan standar akuntansi khusus syariah merupakan langkah serius dalam
mengembangkan perekonomian di Indonesia, khususnya perbankan syariah.
6. Dengan adanya standar khusus syariah, diharapkan dapat menarik minat investor untuk
menanamkan.

2.1.4 Penerbitan Standar Akuntansi Khusus Syariah


Seiring dengan berjalannya waktu, ekonomi syariah pun mulai menjadi salah
satu fokus di dalam lembaga keuangan, yang tidak lagi hanya sebagai alternatif atas
kekurangan ekonomi konvensional, tetapi sudah menjadi perekonomian solutif dalam
memecahkan persoalan ekonomi. Oleh karena itu, keberadaan akuntansi syariah mutlak
diperlukan untuk mengimbangi laju perkembangan ekonomi syariah ini.
Keberadaan PSAK Syariah yang baik akan mendorong terciptanya sistem
akuntansi yang baik pula, sehingga akan tersedia informasi yang dapat dipercaya. peran
keberadaan PSAK Syariah yang matang, berimbas pada perkembangan Lembaga
Keuangan Syariah.
Standar AAOIFI menjadi rujukan utama dalam pembentukan PSAK Syari’ah
yang ada saat ini karena lembaga tersebut menyediakan standar yang tidak diatur dalam

7
IFRS sehingga dapat membuat aktifitas perbankan syari’ah berjalan lancar. Adapun
PSAK Syari’ah yang telah dikeluarkan oleh IAI ialah:
1. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah
2. PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah
3. PSAK 102: Akuntansi Murabahah
4. PSAK 103: Akuntansi Salam
5. PSAK 104: Akuntansi Istishna’
6. PSAK 105: Akuntansi Mudharabah
7. PSAK 106: Akuntansi Musyarakah
8. PSAK 107: Akuntansi Ijarah
9. PSAK 108: Akuntansi Penyelesaian Utang Murabahah Bermasalah
10. PSAK 109: Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
11. PSAK 110: Akuntansi Hawalah
12. PSAK 111: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah

2.2. Proses Bisnis Perbankan Syariah


2.2.1 Sejarah Perusahaan
Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., terhadap Bank Jasa
Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16
Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November
2008 PT Bank BRIsyariah Tbk secara resmi beroperasi. Kemudian PT Bank BRIsyariah Tbk
merubah kegiatan usaha yang semula beroperasional secara konvensional, kemudian diubah
menjadi kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam.
Dua tahun lebih PT Bank BRIsyariah Tbk hadir mempersembahkan sebuah bank ritel
modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan
termudah untuk kehidupan lebih bermakna. Melayani nasabah dengan pelayanan prima
(service excellence) dan menawarkan beragam produk yang sesuai harapan nasabah dengan
prinsip syariah.
Kehadiran PT Bank BRIsyariah Tbk di tengah-tengah industri perbankan nasional
dipertegas oleh makna pendar cahaya yang mengikuti logo perusahaan. Logo ini
menggambarkan keinginan dan tuntutan masyarakat terhadap sebuah bank modern sekelas PT

8
Bank BRIsyariah Tbk yang mampu melayani masyarakat dalam kehidupan modern.
Kombinasi warna yang digunakan merupakan turunan dari warna biru dan putih sebagai
benang merah dengan brand PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.,
Aktivitas PT Bank BRIsyariah Tbk semakin kokoh setelah pada 19 Desember 2008
ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.,
untuk melebur ke dalam PT Bank BRIsyariah Tbk (proses spin off) yang berlaku efektif pada
tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Bapak Sofyan Basir selaku Direktur
Utama PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Direktur
Utama PT Bank BRIsyariah Tbk.
Saat ini PT Bank BRIsyariah Tbk menjadi bank syariah ketiga terbesar berdasarkan
aset. PT Bank BRIsyariah Tbk tumbuh dengan pesat baik dari sisi aset, jumlah pembiayaan
dan perolehan dana pihak ketiga. Dengan berfokus pada segmen menengah bawah, PT Bank
BRIsyariah Tbk menargetkan menjadi bank ritel modern terkemuka dengan berbagai ragam
produk dan layanan perbankan.
Sesuai dengan visinya, saat ini PT Bank BRIsyariah Tbk merintis sinergi dengan PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dengan memanfaatkan jaringan kerja PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk., sebagai Kantor Layanan Syariah dalam mengembangkan bisnis
yang berfokus kepada kegiatan penghimpunan dana masyarakat dan kegiatan konsumer
berdasarkan prinsip Syariah.

2.2.2 Operasional Perusahaan


BRI Syariah dalam melaksanakan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip
syariah melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:
1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya
yang dipersamakandengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah;
2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupadeposito, tabungan, atau bentuk
lainnya yangdipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabahatau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsipsyariah;
3. Menyalurkan pembiayaaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah,
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

9
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’,
atau akad lain yang tidakbertentangan dengan prinsip syariah;
5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardhatau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsipsyariah;
6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerakatau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akadijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiyahbittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan denganprinsip syariah;
7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akadhawalah atau akad lain yang tidak
bertentangan denganprinsip syariah;
8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
9. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankanberdasarkan akad antara lain: 1)
Wakalah; 2) Hawalah; 3) Katalah; 4) Rahn;
10. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendirisurat berharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasartransaksi nyata (underlying transaction) berdasarkanprinsip
syariah;
11. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yangditerbitkan oleh Pemerintah
dan/atau Bank Indonesia;
12. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga,dan melakukan perhitungan
dengan pihak ketiga atauantar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah;
13. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/ataunasabah berdasarkan prinsip
syariah;
14. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari atau meminjamkan dana kepada Bank
lain, baik menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan weselunjuk, cek
atau sarana lainnya;
15. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dansurat-surat berharga berdasarkan
prinsip Wadi’ah yadAmanah atau prinsip lain berdasarkan prinsip syariah;
16. Melakukan kegiatan penitipan termasukpenatausahaannya untuk kepentingan pihak
lainberdasarkan suatu kontrak berdasarkan prinsip syariah;
17. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkanprinsip syariah;
18. Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsipsyariah;
19. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan AkadWakalah;

10
20. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Banksepanjang disetujui oleh Bank
Indonesia dan mendapatfatwa Dewan Syariah Nasional.

A. Penghimpunan Dana
BRISyariah menghimpun dana masyarakat melalui produkproduk simpanan.
Produk simpanan merupakan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh Bank melalui
produk tabungan, giro, dan deposito. Pada 2017, BRISyariah melakukan terobosan dengan
meluncurkan beberapa produk baru, antara lain Giro Faedah Mudharabah. Peluncuran
produk baru tersebut menambah portofolio produk yang dimiliki BRISyariah agar lebih
sesuai dengan kebutuhan nasabah.
Terobosan yang dilakukan BRISyariah tersebut terbukti mampu meningkatkan
kinerja penghimpunan dana pihak ketiga, baik dari jumlah rekening maupun jumlah dana.
Pada tahun 2017, jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun Bank mencapai
Rp26.313 miliar. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 19,63% dibandingkan
tahun sebelumnya yang sebesar Rp22.045 miliar Komposisi dana pihak ketiga Bank masih
didominasi oleh produk deposito, yaitu sebesar Rp18.430 miliar, jumlah tersebut
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp15.698 miliar.
Sementara itu, jumlah rekening dana pihak ketiga tahun 2017 mencapai
2.426.974 rekening, tumbuh 16,66% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak
2.032.724 rekening. Rekening dana pihak ketiga didominasi oleh rekening tabungan yang
pada tahun 2017 terdapat 2.382.735 rekening.
1. Tabungan Faedah BRISyariah iB
 Deskripsi Produk
Produk simpanan dari BRISyariah untuk nasabah perorangan yang menginginkan
kemudahan transaksi keuangan sehari-hari.
 Akad
Wadi’ah yad dhamanah
2. Tabungan Haji BRISyariah iB
 Deskripsi Produk

11
Merupakan produk simpanan yang menggunakan akad Bagi Hasil sesuai prinsip
syariah Khusus bagi calon Haji yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Biaya
Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
 Akad
Mudharabah Muthlaqah
3. Tabungan Impian BRISyariah iB
 Deskripsi Produk
Produk simpanan berjangka dari BRISyariah untuk nasabah perorangan yang
dirancang untuk mewujudkan impian nasabahnya (kurban, pendidikan, liburan,
belanja) dengan terencana memakai mekanisme autodebet setoran rutin bulanan.
 Akad
Mudharabah Muthlaqah
4. Simpanan Faedah BRISyariah iB
 Deskripsi Produk
merupakan simpanan dana pihak ketiga dengan akad Mudharabah dimana
nasabah sebagai pemilik dana dan bank sebagai pengelola dana, dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah dan jangka
waktu yang disepakati antara Bank dengan Nasabah.
 Akad
Mudharabah Muthlaqah
5. Impanan Pelajar (SimPel) BRISyariah iB
SimPel iB kependekan dari Simpanan Pelajar iB adalah tabungan untuk siswa yang
diterbitkan secara nasional oleh bank-bank di Indonesia dengan persyaratan mudah
dan sederhana serta fitur yang menarik, dalam rangka edukasi dan inklusi keuangan
untuk mendorong budaya menabung sejak dini.
6. Giro Faedah Mudharabah BRISyariah iB
 Deskripsi Produk
Merupakan simpanan investasi dana nasabah pada BRIsyariah dengan
menggunakan akad Mudharabah Mutlaqah yang penarikannya dapat dilakukan
sesuai kesepakatan dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan.

12
 Akad
Mudharabah Muthlaqah
7. Deposito BRISyariah iB
 Deskripsi Produk
Merupakan produk simpanan berjangka menggunakan Akad Bagi Hasil sesuai
prinsip syariah bagi nasabah perorangan maupun perusahaan yang memberikan
keuntungan optimal
 Akad
Mudharabah Muthlaqah
B. Penyaluran Dana
BRISyariah menyalurkan dana baik kepada individu maupun institusi.
Penyaluran dana yang dilakukan Bank dilakukan melalui beberapa metode sesuai dengan
jenis penyaluran dan akad yang dilakukan, yaitu Piutang Murabahah, Piutang Istishna,
Pinjaman Qardh, Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah.
Untuk mendukung kinerja penyaluran dana, selain menawarkan produk yang
sesuai dengan kebutuhan nasabah, Bank juga menerapkan tingkat bagi hasil yang menarik
dan bersaing. Selain itu, Bank juga memberikan kemudahan dalam proses penyaluran dana
dengan tetap menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
Tahun 2017, jumlah dana yang berhasil disalurkan BRISyariah mencapai Rp18.421 miliar,
yang terdiri dari Rp10.457 miliar dari Piutang Murabahah, Rp4 miliar dari Piutang Istishna,
dan Pinjaman Qardh sebesar Rp524 miliar, Pembiayaan Mudharabah sebesar Rp841
miliar dan Pembiayaan Musyarakah sebesar Rp5.448 miliar. Dibandingkan tahun
sebelumnya, jumlah penyaluran dana Bank mengalami peningkatann sebesar 5,01% atau
Rp878 miliar, dimana pada tahun 2016 jumlah dana yang berhasil disalurkan Bank
mencapai Rp17.543 miliar.
1. KPR BRISyariah iB
Berbagai keperluan dapat dipenuhi melalui KPR Faedah BRIsyariah iB diantaranya
Pembelian rumah, apartemen, ruko, rukan, tanah kavling, pembangunan, renovasi,
ambil alih pembiayaan (take over), dan pembiayaan berulang (Refinancing).
2. KPR BRISYariah

13
adalah Pembiayaan Kepemilikan Rumah kepada perorangan untuk memenuhi
sebagian atau keseluruhan kebutuhan akan hunian dengan mengunakan prinsip jual
beli (Murabahah) / sewa menyewa (Ijahrah) dimana pembayarannya secara angsuran
dengan jumlah angsuran yang telah ditetapkan di muka dan dibayar setiap bulan.
3. KPR Sejahtera BRISyariah iB
KPR Sejahtera adalah Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR iB) yang
diterbitkan Bank BRISyariah untuk pembiayaan rumah dengan dukungan bantuan
dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kepada masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) dalam rangka pemilikan rumah sejahtera yang dibeli
dari pengembang (develover).
4. KKB BRISyariah iB
Pembiayaan Kepemilikan Mobil dari BRIsyariah kepada nasabah perorangan untuk
memenuhi kebutuhan akan kendaraan dengan mengunakan prinsip jual beli
(Murabahah) dimana pembayarannya secara angsuran dengan jumlah angsuran yang
telah ditetapkan di muka dan dibayar setiap bulan
Akad:
Produk Pembiayaan KKB BRIsyariah iB mengunakan prinsip jual beli (murabahah)
dengan akad Murabahah bil Wakalah.
 Akad Wakalah Adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh Bank BRIsyariah
kepada nasabah, dalam hal ini Bank BRIsyariah mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli mobil dari penjual mobil/dealer.
 Akad Murabahah Adalah akad transaksi jual beli mobil sebesar harga
perolehan mobil ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak,
dimana Bank BRIsyariah menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan
kepada pembeli.
Pembiayaan Umrah BRISyariah iB
Setiap muslim pasti merindukan baitullah, sempurnakan kerinduan anda pada
Baitullah dengan ibadah Umrah, Pembiayaan Umrah BRISyariah iB hadir membantu
anda untuk menyempurnakan niat anda beribadah dan berziarah ke Baitullah.
5. KMF Purna BRISyariah iB

14
KMF PURNA iB adalah Kepemilikan Multifaedah fasilitas pembiayaan yang
diberikan kepada para pensiunan untuk memenuhi sebagian atau keseluruhan
kebutuhan paket barang atau jasa dengan menggunakan prinsip jual beli (murabahah)
atau sewa menyewa (ijarah) dimana pembayarannya secara angsuran dengan jumlah
angsuran yang telah ditetapkan di muka dan dibayar setiap bulan.
6. KMF Pra Purna BRISyariah iB
KMF PRA PURNA iB adalah fasilitas pembiayaan kepada para PNS aktif yang akan
memasuki masa pensiunan untuk memenuhi sebagian atau keseluruhan kebutuhan
paket barang atau jasa dengan menggunakan prinsip jual beli (murabahah) atau sewa
menyewa (ijarah) dimana pembayarannya secara angsuran dengan jumlah angsuran
yang telah ditetapkan di muka dan dibayar setiap bulan sampai memasuki masa
pensiunan.
7. KMF BRISyariah iB
Kepemilikan Multi Faedah Pembiayaan yang diberikan khusus kepada karyawan
untuk memenuhi segala kebutuhan (barang/jasa) yang bersifat konsumtif dengan cara
yang mudah.
Akad:
Akad pembelian barang) menggunakan akad murabahah wal wakalah.Akad
pembelian paket jasa menggunakan akad ijarah wal wakalah.
8. Pembiayaan Kepemilikan Emas
Pembiayaan kepada perorangan untuk tujuan kepemilikan emas dengan
menggunakan Akad Murabahah dimana pengembalian pembiayaan dilakukan dengan
mengangsur setiap bulan sampai dengan jangka waktu selesai sesuai kesepakatan.
9. Qardh Beragun Emas
Pembiayaan dengan agunan berupa emas, dimana emas yang diagunkan disimpan dan
dipelihara oleh BRIS selama jangka waktu tertentu dengan membayar biaya
penyimpanan dan pemeliharaan atas emas.
10. Mikro BRISyariah
Jenis pembiayaan mikro BRISyariah
 Mikro 25 iB
 Mikro 75 iB

15
 Mikro 200 iB
 KUR
Skema pembiayaan mikro BRISyariah menggunakan akad Murabahah (jual beli),
dengan tujuan pembiayaan untuk modal kerja, investasi dan konsumsi (setinggi-
tingginya 50 % dari tujuan produktif nasabah).
Pembiayaan mikro ini diperuntukkan bagi wira usaha dan atau pengusaha dengan
lama usana minimal 2 tahun untuk produk pembiayaan Mikro, dan minimal 6 bulan
untuk pembiayaan KUR.
Untuk BI Checking calon nasabah yang akan mengajukan pembiayaan harus dengan
Track Record Kolektibilitas lancar dan tidak terdaftar dalam DHN BI.
Pembiayaan ini diberikan kepada calon nasabah dengan rentang umur Minimal 21
tahun atau telah menikah untuk usia lebih besar atau sama dengan 18 tahun. Maksimal
65 tahun pada saat akhir jangka waktu Pembiayaan .

2.3. Laporan Keuangan Entitas


Laporan keuangan merupakan suatu bentuk output dari hasil akhir proses akuntansi
yang menjadi salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, laporan
keuangan harus disusun secara benar sesuai standar yang ada dengan siklus akuntansi yang
benar.
Laporan Keuangan PT Bank BRISyariah yang dibahas pada makalah ini adalah
Laporan Keuangan Konsolidasian per tanggal 31 Desember 2017 yang telah diaudit.
Komposisi laporan keungan pada entitas syariah berdasarkan PSAK No. 101 beserta
contoh penyajiannya dalam PT Bank BRISyariah akan dibahas dibawah ini:
a. Laporan Posisi Keuangan

16
Piutang
Piutang terdiri dari piutang murabahah dan piutang istishna.
Murabahah adalah akad jual beli antara nasabah dengan Bank, dimana Bank
membiayai kebutuhan konsumsi, investasi dan modal kerja nasabah yang dijual dengan harga
pokok ditambah dengan keuntungan yang diketahui dan disepakati bersama. Pembayaran atas
pembiayaan ini dilakukan dengan cara mengangsur dalam jangka waktu yang ditentukan.
Piutang murabahah pada awalnya diukur pada nilai wajar ditambah dengan biaya transaksi
yang dapat diatribusikan secara langsung dan merupakan biaya tambahan untuk memperoleh
aset keuangan tersebut dan setelah pengakuan awal diukur pada biaya perolehan diamortisasi
menggunakan metode margin efektif dikurangi dengan cadangan kerugian penurunan nilai.
Istishna adalah akad penjualan antara al-mustashni (pembeli) dan al-shani (produsen
yang juga bertindak sebagai penjual). Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen

17
untuk membuat atau mengadakan al-mashnu (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang
diisyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Piutang istishna disajikan
sebesar tagihan termin kepada pembeli akhir dikurangi dengan cadangan kerugian penurunan
nilai. Margin istishna yang ditangguhkan disajikan sebagai pos lawan piutang istishna.

Pinjaman Qardh
Pinjaman qardh adalah penyaluran dana dengan akad qardh.
Akad qardh adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa
nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.
Pinjaman qardh meliputi pembiayaan dengan akad hawalah dan rahn. Akad hawalah adalah
akad pengalihan utang dari pihak yang berutang (nasabah) kepada pihak lain (Bank) yang
wajib menanggung atau membayar. Atas transaksi ini Bank mendapatkan imbalan (ujrah) dan
diakui sebagai pendapatan pada saat diterima.
Akad rahn merupakan transaksi menggadaikan barang atau harta dari nasabah kepada
Bank dengan uang sebagai gantinya. Barang atau harta yang digadaikan tersebut dinilai sesuai
harga pasar dikurangi persentase tertentu dan sebagai imbalannya Bank mendapatkan ujrah
(imbalan) dan diakui berdasarkan basis akrual.
Pinjaman qardh diakui sebesar jumlah dana yang dipinjamkan pada saat terjadinya.
Kelebihan penerimaan dari pinjaman atas qardh yang dilunasi diakui sebagai pendapatan pada
saat terjadinya. Pada tanggal laporan posisi keuangan, pinjaman qardh dinyatakan sebesar
saldo pinjaman dikurangi dengan saldo cadangan kerugian penurunan nilai yang dibentuk
berdasarkan hasil review oleh manajemen terhadap kualitas pembiayaan yang ada.

Pembiayaan
Mudharabah merupakan pembiayaan kerjasama antara Bank sebagai pemilik dana
(shahibul maal) dengan nasabah sebagai pelaksana usaha (mudharib) selama jangka waktu
tertentu. Pembagian hasil keuntungan dari proyek atau usaha tersebut ditentukan sesuai dengan
nisbah (pre-determined ratio) yang telah disepakati bersama. Pada tanggal laporan posisi
keuangan, pembiayaan mudharabah dinyatakan sebesar saldo pembiayaan dikurangi dengan

18
saldo cadangan kerugian penurunan nilai yang dibentuk berdasarkan hasil review oleh
manajemen terhadap kualitas pembiayaan yang ada.
Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi diantara para pemilik modal (mitra
musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu
kemitraan dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. Pada tanggal laporan posisi
keuangan, pembiayaan musyarakah dinyatakan sebesar saldo pembiayaan dikurangi dengan
saldo cadangan kerugian penurunan nilai yang dibentuk berdasarkan hasil review oleh
manajemen terhadap kualitas pembiayaan yang ada.

Aset yang Diperoleh untuk Ijarah


Aset yang diperoleh untuk ijarah merupakan aset yang menjadi objek transaksi sewa
(ijarah) dan dicatat di laporan posisi keuangan sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi
penyusutan. Objek sewa dalam transaksi ijarah disusutkan sesuai kebijakan penyusutan aset
sejenis, sedangkan objek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik disusutkan sesuai masa sewa.
Ijarah muntahiyah bittamlik adalah sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan
penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan dengan opsi
perpindahan hak milik objek sewa baik dengan jual beli atau pemberian (hibah) pada saat
tertentu sesuai akad sewa.
Perpindahan hak milik objek sewa kepada penyewa dalam ijarahmuntahiyah bittamlik
dapat dilakukan dengan cara:
1) hibah;
2) penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan
sewa;
3) penjualan pada akhir sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal
akad; dan
4) penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.

19
Dana Syirkah Temporer
Salah satu akun penting yang terdapat pada bagian laporan posisi keuangan PT Bank
BRISyariah ini adalah akun Dana Syirkah Temporer (DST). DST adalah dana yang diterima
sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya di mana entitas
syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan
pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan liabilitas karena entitas
syariah/pengelola dana tidak berkewajiban mengembalikan dana jika terjadi kerugian, kecuali
kerugian tersebut karena kelalaian dan wanprestasi entitas syariah/pengelola dana. Dana
syirkah temporer juga tidak dapat digolongkan ekuitas karena memiliki jangka waktu/jatuh
tempo dan pemilik dana syirkah temporer tidak memilik hak kepemilikan seperti pemegang
saham.

20
Dana syirkah temporer adalah investasi yang diterima oleh Bank. Bank mempunyai
hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana, baik sesuai dengan kebijakan Bank atau
kebijakan pembatasan dari pemilik dana, dengan keuntungan dibagikan sesuai dengan
kesepakatan. Dana syirkah temporer terdiri dari giro mudharabah, tabungan mudharabah dan
deposito mudharabah.
Tabungan mudharabah merupakan simpanan dana pihak lain yang mendapatkan
imbalan bagi hasil dari pendapatan Bank atas penggunaan dana tersebut dengan nisbah yang
ditetapkan dan disetujui sebelumnya. Tabungan mudharabah dicatat sebesar nilai simpanan
dari nasabah.
Deposito mudharabah merupakan simpanan pihak lain yang hanya bisa ditarik pada
waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara pemegang deposito mudharabah dengan Bank.
Deposito mudharabah dinyatakan sebesar nilai nominal sesuai dengan perjanjian antara
pemegang deposito mudharabah dengan Bank.
Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai liabilitas. Hal ini karena Bank
tidak berkewajiban untuk mengembalikan jumlah dana awal dari pemilik dana kecuali akibat
kelalaian atau wanprestasi ketika mengalami kerugian.

Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank sebagai Mudharib


Pendapatan pengelolaan dana oleh Bank sebagai mudharib terdiri dari pendapatan dari
transaksi piutang murabahah, istishna, pendapatan dari ijarah, pendapatan bagi hasil dari
pembiayaan mudharabah dan musyarakah dan pendapatan usaha utama lainnya.
Pendapatan atas piutang murabahah menggunakan metode setara tingkat imbal hasil
efektif (margin efektif). Margin efektif adalah margin yang secara tepat mendiskontokan
estimasi pembayaran atau penerimaan kas di masa datang selama perkiraan umur dari piutang
murabahah.
Pada saat menghitung margin efektif, Bank mengestimasi arus kas di masa datang
dengan mempertimbangkan seluruh persyaratan kontraktual dalam instrumen keuangan
tersebut, tetapi tidak mempertimbangkan kerugian piutang di masa mendatang. Perhitungan
ini mencakup seluruh komisi, provisi dan bentuk lain yang diterima oleh para pihak dalam
kontrak yang merupakan bagian tak terpisahkan dari margin efektif, biaya transaksi, dan
seluruh premi atau diskon lainnya.

21
 Pendapatan istishna diakui apabila telah terjadi penyerahan barang.
 Pendapatan ijarah diakui selama masa akad secara proporsional.
 Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya
sesuai dengan kesepakatan, sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui
sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan liabilitas.
 Pendapatan usaha mudharabah diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai
nisbah yang disepakati dan tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi
hasil usaha. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada
pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
 Pendapatan usaha utama lainnya terdiri dari pendapatan dari pinjaman qardh,
pendapatan dari SBIS, pendapatan dari FASBIS, pendapatan dari penempatan pada
bank syariah lain dan pendapatan bagi hasil investasi pada surat berharga.

Hak Pihak Ketiga atas Bagi Hasil Dana Syirkah Temporer


Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer merupakan bagian bagi hasil
milik pihak ketiga yang didasarkan pada prinsip mudharabah mutlaqah atas pengelolaan dana
mereka oleh Bank. Pendapatan yang dibagikan adalah pendapatan yang telah diterima (cash
basis). Bagian laba Bank yang dibagikan kepada pemilik dana dihitung dari pendapatan yang
telah diterima. Jumlah pendapatan margin dan bagi hasil atas pembiayaan yang diberikan dan
dari aset produktif lainnya yang akan dibagikan kepada nasabah penyimpan dana. Bank
menghitung secara proporsional sesuai dengan alokasi dana nasabah dan Bank yang dipakai
dalam pembiayaan yang diberikan dan aset produktif lainnya yang disalurkan.
Dari jumlah pendapatan margin dan bagi hasil yang tersedia untuk nasabah tersebut
kemudian dibagihasilkan kepada nasabah penabung dan deposan sebagai shahibul maal dan
Bank sebagai mudharib sesuai dengan porsi nisbah bagi hasil yang telah disepakati bersama
sebelumnya, sedangkan untuk nasabah giro dan tabungan dengan akad wadiah dapat diberikan
bonus berdasarkan kebijakan Bank. Pendapatan margin dan bagi hasil atas pembiayaan yang
diberikan dan aset produktif lainnya yang didapatkan melalui penggunaan dana Bank,
seluruhnya menjadi milik Bank, termasuk pendapatan dari investasi Bank berbasis imbalan.

22
b. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain

Salah satu akun penting yang terdapat pada bagian laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain PT Bank BRISyariah ini adalah akun hak pihak ketiga atas bagi hasil. Hak
Pihak Ketiga atas Bagi Hasil Dana Syirkah Temporer (Depositors Share on Return of
Temporary Syirkah Funds) adalah bagian bagi hasil pemilik dana atas keuntungan dan
kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan keuangan. Unsur

23
ini tidak bisa dikelompokkan sebagai unsur beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika
rugi).

c. Laporan Perubahan Ekuitas

d. Laporan Arus Kas

24
e. Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil

25
f. Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat

26
g. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan

h. Catatan Atas Laporan Keuangan

27
Secara keseluruhan, laporan keuangan yang disajikan oleh PT Bank BRISyariah telah
sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan entitas dengan prinsip syariah yang
tercantum pada PSAK No. 101 mengenai Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

2.4. Peraturan dan Pedoman Teknis yang Relevan


2.4.1. Undang-Undang
Sektor perbankan syariah telah diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah. Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 21 tahun 2008
menyebutkan bahwa guna menjamin kepastian hukum bagi pemangku kepentingan dan juga
memberikan keyakinan kepada masyarakat dalam menggunakan produk dan jasa Bank Syariah,
Undang-Undang Perbankan Syariah ini telah mengatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan
syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah maupun Unit
Usaha Syariah yang merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional. Sementara itu, untuk
memberikan keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan konsep syariah pada kegiatan
operasi Perbankan Syariah selama ini, Undang-undang ini pun telah memaparkan jenis-jenis
kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang meliputi kegiatan usaha
yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram, dan dzalim.
Sebagai undang-undang yang secara khusus mengatur perbankan syariah, Undang-
Undang ini pun telah mengatur masalah kepatuhan syariah (syariah compliance) yang

28
kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia yang direpresentasikan melalui Dewan
Pengawas Syariah yang harus dibentuk pada masing-masing Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah. Untuk menindaklanjuti implementasi fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama
Indonesia ke dalam Peraturan Bank Indonesia, di dalam internal Bank Indonesia dibentuk
komite perbankan syariah, yang keanggotaannya terdiri atas perwakilan dari Bank Indonesia,
Departemen Agama, dan unsur masyarakat yang komposisinya berimbang. Setelah terbit
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan maka Fatwa Majelis
Ulama Indonesia dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Undang undang Nomor 21 tahun 2008 memiliki beberapa ketentuan umum yang
menarik untuk dicermati. Ketentuan umum sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 adalah
merupakan sesuatu yang baru dan akan memberikan implikasi tertentu, meliputi:
a. Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah. Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan antara kredit dan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
b. Definisi Prinsip Syariah. Dalam definisi dimaksud memiliki dua pesan penting
yaitu (1) prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dan (2) penetapan
pihak/lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar prinsip
syariah.
c. Penetapan Dewan Pengawas Syariah sebagai pihak terafiliasi seperti halnya
akuntan publik, konsultan dan penilai.
d. Definisi pembiayaan yang berubah secara signifikan dibandingkan definisi yang
ada dalam Undang-Undang sebelumnya tentang perbankan (Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1998). Dalam definisi terbaru, pembiayaan dapat berupa transaksi
bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam
dan transaksi sewa menyewa jasa (multijasa).
Kemudian Bank Syariah yang telah mendapatkan izin usaha setelah berlakunya
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ini, wajib mencantumkan
dengan jelas kata "syariah" setelah kata "bank" atau nama bank. Sedangkan Unit Usaha Syariah
yang telah mendapatkan izin usaha setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah ini, wajib mencantumkan dengan jelas frase "Unit Usaha Syariah"
setelah nama Bank pada kantor Unit Usaha Syariah yang bersangkutan. Selain mendirikan

29
Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah baru, pihak-pihak yang ingin melakukan kegiatan usaha
perbankan syariah dapat melakukan pengubahan (konversi) bank konvensional menjadi Bank
syariah. Pengubahan dari Bank Syariah menjadi bank konvensional merupakan hal yang
dilarang dalam UU ini. Disamping itu, pendirian Bank Umum Syariah baru dapat dilakukan
dengan cara pemisahan (spin-off) Unit Usaha Syariah dari induknya yang dilakukan secara
sukarela atau dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban.

2.4.2. Peraturan Bank Indonesia mengenai Peraturan Perbankan Syariah


Bank Indonesia, dalam menetapkan peraturannya, telah menyesuaikan dan
menyempurnakan pengaturan yang difatwakan Dewan Fatwa Nasional terhadap pelaksanaan
prinsip syariah agar terhindar dari resiko transaksi keuangan syariah yang terdapat dalam
pertimbangan tersebut dan sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia sebagai otoritas
perbankan, maka Bank Indonesia melakukan penyesuaian dan penyempurnaan terhadap
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 dengan mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 terhadap Pelaksanaan Prinsip Syariah (Rachmadi Usman,
2012).
Dengan adanya ketentuan tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah, akan memberikan
manfaat kepada semua pihak yang berkepentingan dimana pada gilirannya akan mewujudkan
pengelolaan bank syariah yang sehat. Selain itu, adanya ketentuan ini dapat memberikan
kejelasan pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran
dana serta pelayanan jasa bank syariah sehingga dapat membantu operasional bank syariah
menjadi lebih efisien dan meningkatkan kepastian hukum para pihak termasuk bagi pengawas
dan auditor bank syariah.
Beberapa peraturan yang telah dirilis oleh Bank Indonesia mengenai implementasi
prinsip syariah pada sektor perbankan adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/13/PBI/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah.
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/14/PBI/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah.

30
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/20/PBI/2012 tanggal 17 Desember 2012 tentang
Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/PBI/2009 tentang Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah.
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/6/PBI/2012 tanggal 18 Juni 2012 tentang Uji
Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
6. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/14/PBI/2011 tanggal 24 Maret 2011 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
7. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tanggal 8 Februari 2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 10/18/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi
Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
8. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011 tanggal 24 Januari 2011 tentang Batas
Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
9. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tanggal 24 Januari 2011 tentang
Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Dalam Status
Pengawasan Khusus.
10. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 Tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
11. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha
Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah

2.4.3. PeraturanOJK terkait Syariah


Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari aspek
pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh OJK
sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan pengaturan dan sistem
pengawasan yang disesuaikan dengan kekhasan sistem operasional perbankan syariah.
Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal yang unik bank syariah, karena hakikinya
bank syariah adalah bank yang menawarkan produk yang sesuai dengan prinsip syariah.
Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat fundamental karena hal inilah yang menjadi

31
alasan dasar eksistensi bank syariah. Selain itu, kepatuhan pada prinsip syariah dipandang
sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada norma dasar dan prinsip syariah
maka kemaslahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam berkontrak dan terwujudnya tata
kelola yang baik dapat berwujud.
Beberapa peraturan yang telah ditetapkan oleh OJK sehubungan dengan prinsip syariah
ini adalah sebagai berikut:
1. POJK Nomor 24/POJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
2. POJK Nomor 18/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Sukuk.
3. POJK Nomor 15/POJK.04/2015 tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.
4. POJK Nomor 16/POJK.04/2015 tentang Ahli Syariah Pasar Modal.
5. POJK Nomor 19/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Reksa Dana
Syariah.
6. POJK Nomor 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah.
7. POJK Nomor 16/POJK.03/2014 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah.
8. POJK Nomor 21/POJK.03/2014 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum Syariah.
9. POJK Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah.

2.4.4. Fatwa DSN MUI


Fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) merupakan hukum positif yang mengikat. Sebab, keberadaannya sering dilegitimasi
lewat peraturan perundang-undangan oleh lembaga pemerintah, sehingga harus dipatuhi
pelaku ekonomi syariah.
Beberapa Fatwa DSN MUI yang berkaitan dengan prinsip syariah, khususnya di sektor
perbankan adalah sebagai berikut:
 Fatwa Nomor: 80/DSN-MUI/III/2011 mengenai Penerapan Prinsip Syariah dalam
Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas Di Pasar Reguler Bursa Efek.
 Fatwa Nomor: 50/DSN-MUI/III/2006 mengenai Akad Mudharabah Musytarakah.

32
 Fatwa Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 mengenai Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
 Fatwa Nomor: 32/DSN-MUI/IX/2002 mengenai Obligasi Syariah.
 Fatwa Nomor: 33/DSN-MUI/IX/2002 mengenai Obligasi Syariah Mudharabah.
 Fatwa Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001 mengenai Pedoman Pelaksanaan Investasi
Untuk Reksa Dana Syariah.
 Fatwa Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
 Fatwa Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Musyarakah.
 Fatwa Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Pembiayaan Ijarah.
 Fatwa Nomor: 10/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Wakalah.
 Fatwa Nomor: 11/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Kafalah.

2.5. Laporan Bisnis yang Relevan


2.5.1. Laporan Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance/GCG)
Laporan Tata Kelola Perusahaan PT Bank BRISyariah terkandung dalam Laporan
Tahunan perusahaan. Laporan ini dirancang dan dibuat untuk memberikan kepastian kepada
seluruh pemangku kepentingan bahwa perusahaan dikelola untuk melindungi para pemangku
kepentingan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan dan Peraturan Perundang-
undangan. Prinsip-prinsip tata kelola perusahaan juga dijadikan sebagai pedoman dalam
membuat kebijakan dan sasaran oleh PT Bank BRISyariah.

33
2.5.2. Laporan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social
Responsibility/CSR)
Laporan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT Bank BRISyariah terkandung dalam
Laporan Tahunan perusahaan. Laporan ini mencerminkan komitmen perusahaan dalam
berperilaku secara etis dan menunjukkan kontribusi perusahaan pada perkembangan ekonomi
guna meningkatkan kualitas hidup perusahaan, komunitas setempat maupun masyarakat secara
keseluruhan dengan menitikberatkan keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.

34
Berikut adalah beberapa program yang dilakukan oleh PT Bank BRISyariah dalam
pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.
 Bidang Lingkungan

35
 Bidang Ketenagakerjaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja

 Bidang Sosial & Masyarakat

2.5.3. Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)


Laporan keberlanjutan terbaru yang dibuat oleh PT Bank BRISyariah adalah laporan
keberlanjutan tahun 2017. Laporan ini memaparkan aktivitas dan kinerja perusahaan dalam
ruang lingkup dan batasan area operasional, beserta semua perubahannya selama tahun 2017.

36
Laporan ini mengungkapkan secara layak seluruh aspek-aspek keberlanjutan, berdasarkan
informasi yang bersumber dari kantor pusat, mengingat bahwa PT Bank BRISyariah ini belum
memiliki anak perusahaan.

37

Anda mungkin juga menyukai