Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

PEMBAYARAN PAJAK, JATUH TEMPO, TATA CARA DAN OBSERVASI

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

KETENTUAN PAJAK

Dosen Pengampu : pak YUSRAN


Disusun OLEH:

SAPNA (622012020012)

KRISTIAN

FAKULSITAS EKONOMI

INSRTITUT KESEHATAN DAN BISNIS ST. FATIMAH MAMUJU

TAHUN AJARAN 2021/2022


A. Pembayaran pajak

Membayar pajak adalah salah satu tahapan dalam siklus hak dan kewajiban Wajib Pajak (WP). Dalam
sistem self assessment, WP wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak
terutang. Mekanisme pembayaran pajak dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu:

(1) Membayar sendiri pajak yang terutang;

(2) Membayar Pajak Penghasilan (PPh) melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain;

(3) Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk
pemerintah; dan

(4) Pembayaran pajak-pajak lainnya.

Yang pertama, membayar sendiri pajak yang terutang meliputi pembayaran angsuran PPh setiap bulan
(PPh Pasal 25) dan pembayaran kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29). Yang dimaksud dengan
pembayaran angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan adalah pembayaran PPh secara angsuran. Hal ini
dimaksudkan untuk meringankan beban WP dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun
pajak. WP diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar
sendiri angsuran pajak tersebut setiap bulan.
Khusus, bagi WP Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan bebas,
pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu (OPPT) dan Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Orang Pribadi Selain Pengusaha
Tertentu (OPSPT). Yang dimaksud dengan WP OPPT adalah WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan
usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai
satu atau lebih tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan tempat
tinggal. Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP OPPT adalah 0,75 % dikali jumlah peredaran usaha (omzet)
setiap bulan dari masing-masing tempat usaha.Sedangkan angsuran PPh Pasal 25 bagi WP OPSPT, yaitu
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha tanpa melalui tempat usaha misalnya sebagai pekerja
bebas atau sebagai karyawan, maka angsuran PPh Pasal 25-nya adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP) SPT
tahun pajak sebelumnya dikali Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU
PPh) dibagi 12 bulan. Sedangkan bagi WP Badan, besarnya pembayaran angsuran PPh Pasal 25 yang
terutang diperoleh dari PKP dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh.
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%. Khusus untuk WP Badan yang
peredaran bruto setahun sampai dengan lima puluh miliar rupiah mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan
atas PKP dari peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar.
Selanjutnya untuk pembayaran kekurangan PPh selama setahun (PPh Pasal 29) dilakukan sendiri oleh
WP pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total
pajak yang dibayar sendiri (angsuran PPh Pasal 25) dan pajak-pajak yang dipotong atau dipungut pihak
lain sebagai kredit pajak.Mekanisme pembayaran pajak yang kedua adalah membayar PPh melalui
pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23,
serta PPh Pasal 26). Pihak lain disini adalah pemberi penghasilan, pmberi kerja, atau pihak lain yang
ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah. Kemudian mekanisme pembayaran pajak yang ketiga adalah
membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai lainnya.

Dan yang terakhir, adalah mekanisme pembayaran pajak-pajak lainnya, yang meliputi pembayaran PBB
yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), dan pembayaran Bea Meterai.
Untuk daerah Jakarta dan daerah tertentu lainnya, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan
menggunakan ATM di bank-bank tertentu. Tarif PBB terdiri dari 2 tarif yaitu (1) 1/1000 dari Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari Rp1 miliar dan (2) 2/1000 dari Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari Rp1 miliar. Pembayaran Bea Meterai
digunakan sebagai pelunasan pajak atas dokumen. Pelunasannya dilakukan dengan menggunakan
benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti
menggunakan mesin teraan. Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah
(kuitansi) di atas Rp250.000 sampai dengan Rp1 juta adalah Rp3 ribu. Untuk dokumen yang menyebut
jumlah di atas Rp1juta dan surat-surat perjanjian terutang meterai tempel sebesar Rp6 ribu.Keempat
jenis mekanisme pembayaran pajak pusat di atas, merupakan kewajiban WP dalam membayar pajak.
Lalu bagaimana jika WP lebih membayar pajak? Maka WP dapat menikmati hak WP atas Kelebihan
Membayar Pajak. Yaitu WP mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut jika pajak
yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata
lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya
terutang. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 bulan sejak surat
permohonan diterima secara lengkap. Untuk WP masuk kriteria WP Patuh, pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak
permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan. WP dapat
melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara yaitu melalui
Surat Pemberitahuan (SPT), dan dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala
KPP. Apabila Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang
semestinya dilakukan, maka WP berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

B. Jatuh tempo

Jatuh tempo adalah sebuah tanggal yang ditetapkan sebagai penanda batas akhir pembayaran untuk
sebuah transaksi. Setelah tanggal jatuh tempo dan belum melakukan pembayaran, maka Pins biasanya
akan dikenakan denda keterlambatan. Tidak membayar setelah tanggal yang telah ditentukan tersebut
menandakan bahwa Pins menunggak.Tanggal ini penting untuk diingat agar Pins segera membayar
tagihan dan terhindar dari biaya denda keterlambatan.

Pembayaran yang mempunyai tanggal jatuh tempo diantaranya yaitu:

1. Pembayaran kartu kredit


2. Bayar KPR
3. Bayar pinjaman online
4. Pembayaran listrik
5. Pembayaran internet
6. Bayar tv kabel dsb.

Contoh jatuh tempo tagihan kartu kredit Pins adalah 15 hari setelah tanggal cetak tagihan. Cetak tagihan
adalah tanggal 6 April, maka 15 hari setelah tanggal 6 April adalah payment due date. Maka tanggal
untuk tagihan kartu kredit tersebut adalah 21 April. Usahakan untuk membayarnya sebelum tanggal 21
April ya, agar Pins tidak dikenakan biaya denda.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menghindari biaya keterlambatan dalam membayar sebuah
transaksi. Ini dia beberapa cara yang mungkin dapat Pins terapkan, yaitu:

Mencatat tanggal

Setiap bank atau perusahaan penyediaan dana mempunyai payment due date yang berbeda-beda
antara satu dan lainnya. Maka dari itu, sebaiknya Pins cata tanggal jatuh temponya, agar tidak lupa ya!

Double check nominal yang diserahkan

Saat membayar tagihan, jangan lupa untuk mengeceknya dua kali. Pastikan nominal transaksi sama
persis dengan tagihan yang tercetak.Ikuti hingga nominal terkecil sekalipun ya. Lakukan pembayaran
dengan tenang tanpa terburu-buru agar semuanya sesuai.

Membuat jadwal pembayaran

Rutin melakukan pembayaran di tanggal yang sama membuat diri menjadi terbiasa. Maka dari itu,
buatlah jadwal pembayaran di tanggal yang sama setiap bulannya agar Pins secara otomatis ingat dan
tidak melampaui payment due date.

Set agar Pins menerima tagihan melalui email

Semua sudah serba digital, bahkan tagihan pun kini bisa diatur melalui email. Billing kartu kredit atau
tagihan lainnya jadi terekam jejaknya di email dan menjadi reminder bagi Pins.

C. Tata cara dan observasi

1. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 ini dilandasi falsafah
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi
hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan
merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Undang-
undang ini sebagian besar memuat ketentuan umum dan tata cara yang berlaku untuk Pajak
Penghasilan, sedangkan ketentuan umum dan tata cara untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, banyak diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2. Dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983, disadari bahwa banyak masalah
dihadapi yang ternyata belum diatur dalam Undang-undang ini sehingga menuntut perlunya
penyempurnaan. Penyempurnaan tersebut sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan nasional serta
kebijaksanaan Pemerintah dalam Pembangunan. Jangka Panjang Tahap II yang antara lain berbunyi
"Sistem perpajakan terus disempurnakan, pemungutan pajak diintensifkan dan aparat perpajakan harus
makin mampu dan bersih ". Harapan masyarakat terhadap adanya aparatur perpajakan yang makin
mampu dan bersih, dituangkan dalam berbagai ketentuan yang bersifat pengawasan dalam Undang-
undang ini.

3. Falsafah dan landasan yang menjadi latar belakang dan dasar Undang-undang ini tercermin
dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem dan mekanisme pemungutan pajak. Sistem dan
mekanisme tersebut menjadi ciri dan corak tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia, karena
kedudukan Undang-undang ini yang akan menjadi "ketentuan umum" bagi perundang-undangan
perpajakan yang lain.

Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah :

a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak
dan secara langsung dan bersama sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
pembiayaan negara dan pembangunan sosial.

b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak, sebagai pencerminan


kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah,
dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan,
pelayanan dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan
yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;

c. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan


kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi
perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah
untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.

Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang
terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang
terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pula pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit-belit
dan birokratis akan dapat dihindari. Sejalan dengan harapan tersebut, wewenang Direktur Jenderal
Pajak yang bersifat teknis administratif dapat dilimpahkan kepada aparat bawahannya.

Menurut ketentuan Undang-undang ini, administrasi perpajakan aktif dalam melaksanakan


pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan,
pengawasan, dan penerapan sanksi perpajakan. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat melakukan
melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media
massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat.

4. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, maka
arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang perpajakan ini adalah dalam memenuhi amanat Garis-
garis Besar Haluan Negara 1993 yang mengacu pada kebijaksanaan pokok sebagai berikut

a. Menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan yang
sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak;

b. Menunjang usaha pembangunan secara merata, mendorong investasi secara merata di seluruh
wilayah Republik Indonesia, terutama untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil yang
selama ini dirasakan terbelakang atau terlambat perkembangannya, baik dalam rangka pemerataan
pembangunan dan pendayagunaan sumber daya alam maupun dalam rangka peningkatan
penerimaan pajak dalam jangka panjang;

c. Menunjang usaha peningkatan ekspor, terutama ekspor non migas, barang hasil olahan, dan
jasa-jasa dalam rangka meningkatkan perolehan devisa;

d. Menunjang usaha pengembangan usaha kecil untuk mengoptimalkan pengembangan


potensinya, dan dalam rangka pengentasan sebagian masyarakat dari kemiskinan;

e. Menunjang usaha pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, dan teknologi;

f. Menunjang usaha pelestarian ekosistem, sumber daya alam, dan lingkungan hidup;

g. Menunjang usaha meningkatkan keadilan dalam partisipasi masyarakat dalam pembiayaan


pembangunan sesuai dengan kemampuannya; dan

h. Menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan makin bersih,
peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk penyederhanaan dan kemudahan prosedur
dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, peningkatan pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan
kewajiban perpajakan tersebut, serta peningkatan penegakan pelaksanaan hukum yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai