Anda di halaman 1dari 27

HUKUM PAJAK PEMBAYARAN DAN KETETAPAN PAJAK

Cara Pembayaran dan pelaporan Pajak

Pembayaran dan pelaporan Pajak dapat dilakukan dengan


menggunakan fasilitas sisiem pembayaran online, dilaksanakan melalui
Teller Bank Persepsi/Devisa Persepsi online atau menggunakan fasilitas
alat transaksi yang disediakan oleh Bank Persepsi/ Devisa Persepsi online.

Cara pembayaran Melalui Teller Bank:

1)

Wajib Pajak (WP) mendatangi teller Bank dengan membawa:

Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi secara lengkap dan benar
atau data yang lengkap dan benar tentang :

Nomor Pokok Wajib Pajak.


Kode Mata Anggaran Penerimaan (MAP) sesuai dengan jenis pajak yang
akan dibayar, sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk Pengisian SSP.
Kode Jenis Setoran (KJS) sesuai dengan jenis setoran pajak yang akan
dibayar, sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk Pengisian SSP (pada
kolom pertama tabel MAP yang bersangkutan).
Nomor ketetapan sebagaimana tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, atau
STP yang akan dibayar ( hanya diisi apabila pembayaran dilakukan untuk
melunasi SKPKB, SKPKBT, atau STP).
Masa Pajak, yang menunjukkan periode kewajiban pajak yang akan
dibayar, misalnya masa Agustus tahun 2002 diisi dengan 08-2002.
Apabila membayar PPh Pasal 29 tahunan, setelah kode jenis setoran diisi
dengan 200 maka bulan dalam masa pajak akan terisi 00 sehingga WP
hanya tinggal mengisi empat digit tahun pajak.

Alat Pembayaran senilai Pajak yang akan dibayarkan.

2)
WP menyampaikan SSP yang telah diisi secara lengkap dan benar
atau Data yang lengkap dan benar serta alat pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 huruf a dan b diatas kepada Teller Bank
Persepsi/Devisa Persepsi Online.

3)
WP menjawab kebenaran identitas WP tentang Nama WP dan
Alamat WP.

4)
WP menerima Kembali SSP yang telah disahkan dengan tanda
tangan petugas teller dan cap Bank serta diberi Nomor Transaksi
Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB), dan atau
SSP yang dicetak oleh Bank yang telah diberi NTPP dan atau NTB dari
Teller.

5)

WP memeriksa kebenaran SSP yang diterima dari Teller.

6)

WP melaporkan SSP ke KPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Cara Pembayaran Pajak Menggunakan Fasilitas Alat Transaksi Bank


(misalnya ATM dan Internet Banking) :

1)
WP mendatangi alat transaksi bank dengan membawa data yang
lengkap dan benar tentang:

Nomor Pokok Wajib Pajak.


Kode Mata Anggaran Penerimaan sesuai dengan jenis pajak yang akan
dibayar, sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk Pengisian SSP (pada
keterangan diatas setiap tabel).
Kode Jenis Setoran sesuai dengan jenis setoran pajak yang dibayar,
sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk Pengisian SSP (pada kolom
pertama tabel MAP yang bersangkutan)

Nomor ketetapan sebagaimana tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, atau


STP yang akan dibayar (hanya diisi apabila pembayaran digunakan untuk
melunasi SKPKB, SKPKBT, atau STP).
Masa Pajak, yang menunjukkan periode kewajiban pajak yang akan
dibayar, misalnya masa Agustus tahun 2002 diisi dengan 08-2002.
Apabila membayar PPh Pasal 29 tahunan, setelah kode jenis setoran diisi
dengan 200 maka bulan dalam masa pajak akan terisi 00 sehingga WP
hanya tinggal mengisi empat digit tahun pajak.

2)

WP membuka menu Pembayaran Pajak.

3)
WP mengisi elemen dalam tampilan dengan data sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 diatas secara tepat, lengkap dan benar.

4)
WP meneliti Identitas WP yang terdiri dari nama dan Alamat WP
yang muncul pada tampilan. Apabila Identitas WP yang terdiri dari nama
dan Alamat WP pada tampilan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya,
maka proses berikutnya harus dibatalkan dan kembali kepada menu
sebelumnya untuk mengulang pemasukan data yang diperlukan.

5)
WP mengisi elemen data lainnya yang diperlukan dalam tampilan
berikutnya secara tepat.

6)

WP mengambil SSP hasil keluaran fasilitas alat transaksi Bank.

7)

WP memeriksa kebenaran SSP yang diperoleh.

8)

WP melaporkan SSP ke KPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pembayaran Pajak Menggunakan Fasilitas Cash Management Service


(CMS).

Pembayaran melalui CMS dilakukan sesuai dengan kesepakatan


antara Bank dan nasabah (Wajib Pajak) sepanjang sistem yang menangani
jenis pelayanan ini terhubung secara online dengan Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak

3.3 Syarat-syarat dalam Pembayaran dan pelaporan Pajak

Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila


terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila
terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang
kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan
pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:

Pemungutan pajak harus adil

Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk


menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam
perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:

Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak.


Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat
sebagai wajib pajak.
Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai
dengan berat ringannya pelanggaran.

Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: Pajak dan


pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-

Undang, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan


UU tentang pajak, yaitu:

1)
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan
UU tersebut harus dijamin kelancarannya.

2)
Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan
secara umum.

3)

Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak.

Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak


mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan,
maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan
masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak,
terutama masyarakat kecil dan menengah.

Pemungutan pajak harus efesien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak


harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah
daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem
pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.
Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan


dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib

pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan
memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan
pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Contoh:

1)
Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam
tarif.

2)
Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif,
yaitu 10%.

3)
Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang
berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)

3.4

Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Pembayaran dan Pelaporan Pajak

FUNGSI

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan


bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua
pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal
diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai


pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin
negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan

biaya.Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja
barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak.

Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan


pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman
modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam
fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam
negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar
negeri.

Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan


kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga
inflasidapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan
mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

MANFAAT

Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga


atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber
penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama
penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit
untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari
belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek
pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan,
sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan
menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan
untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh
lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai
dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari
pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari
pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi
suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda
pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Secara singkat pajak
dimanfaatkan untuk mendanai:

Pembangunan fasilitas dan infrastruktur


Alokasi Dana Umum
Pemilihan Umum ( PEMILU)
Penegakan hukum
Subsidi pangan dan BBM
Pelayanan Kesehatan
Pendidikan
Pertahanan dan Keamanan
Kelestarian lingkungan hidup
Kelestarian budaya
Transportasi missal

3.5 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan Pajak

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor


80/PMK.03/2010, batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak diatur
sebagai berikut:

Penyetoran Pajak

1) PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan
harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

2) PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus
disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

3) PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling
lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

4) PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

5) PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling
lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

6) PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh
harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.

7) PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

8) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi
bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea
Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM
atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor.

9) PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1
(satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.

10) PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari
yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang
yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani
oleh bendahara.

11) PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib
Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak,
gas, dan pelumas, harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

12)
PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak
badan tertentu sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal
10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

13)
PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor
oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.

(13a) PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor
oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak
tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, paling
lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah saat terutangnya
pajak.

14)
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh
Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama
tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

(14a) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN,
harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara.

15) PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh
Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.

16) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus
dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir.

17) Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) UndangUndang KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat
Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama sesuai dengan batas
waktu untuk masing-masing jenis pajak.
3.7. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak

Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi


apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran
pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak
punya hutang pajak lain.

A. Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak


Dalam hal jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih
besar dari pada jumlah pajak yang terutang:

a)
Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke
Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP
terdaftar atau berdomisili.

b)
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:

Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada


jumlah pajak yang terutang.
Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut
oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang
dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang
dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

c)
SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 12 (dua
belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

Dalam hal pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang:

Pajak yang yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah
dibayar oleh WP yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau
kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak
yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya
dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan perundang-undangan
perpajakan atau bukan merupakan objek pajak.
Wajib Pajak (WP orang pribadi dan badan termasuk orang pribadi
yang belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke
kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau
berdomisili, apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang
seharusnya tidak terutang. Surat permohonan harus melampirkan:

Asli bukti pembayaran pajak


Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang
Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang.

WP yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM) dapat


mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak
melalui KPP tempat WP yang dipotong atau yang dipungut terdaftar atau
melalui KPP tempat Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan
dengan catatan PPh dan PPN serta PPnBM yang dipotong atau dipungut
belum dikreditkan atau dibiayakan. Surat permohonan harus
melampirkan:

Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak.


Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang, dan.
Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang.

WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan dapat mengajukan


permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat
WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan, apabila

terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukannya


dan pihak yang dipotong atau dipungut adalah :
orang pribadi yang belum memiliki NPWP;
subjek pajak luar negeri; atau
terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh pemotong atau
pemungutan kecuali WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan
tidak dapat ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran
usaha.
Surat permohonan harus melampirkan :
Asli bukti pembayaran pajak;
Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang; dan d. Surat kuasa dari pihak yang dipotong
atau dipungut kepada WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan
atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan.
Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan
pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan WP diterima
secara lengkap dan menerbitkan SKPLB bila hasil penelitian tersebut
terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila hasil
penelitian tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, maka
Direktur Jenderal Pajak harus memberitahu secara tertulis kepada WP.

II.1 PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK


Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah
bahwa Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang
dipercayakan pada WP
sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada WP
tertentu yang

disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena


ditemukannya data
fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.
Fungsi Surat Ketetapan Pajak

Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :

1. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang


nyata-nyata atau
berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan
atau kewajiban
materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
2. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar
5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

Jenis-Jenis Ketetapan Pajak

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)


Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok
pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi
administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan yang
diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan atau ada keterangan lain yang
menyatakan jumlah pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan

kurang atau tidak dibayar atau Surat Pemberitahuan tidak disampaikan


dalam jangka waktu 3 bulan setelah akhir tahun pajak meskipun telah
ditegur secara tertulis.
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang bayar;
b. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
yang telah ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat
Teguran;
c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif
0% (nol persen);
d. Apabila kewajiban pembukuan dan pemeriksaan (Pasal 28 dan Pasal 29
Undang-undang KUP) tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui
besarnya pajak yang terutang.

SANKSI ADMINISTRASI
Penerapan sanksi administrasi atas terbitnya SKPKB dibedakan menjadi:
a. Jika SKPKB dikeluarkan kerena alasan a, maka sanksi administrasi
berupa jumlah kekurangan pajak terutang ditambah bunga sebesar 2%
(dua persen,~ sebulan (maksimum 24 bulan) dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya SKPKB.
b. Jika SKPKB dikeluarkan karena alasan b, c, d maka sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar:
50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dibayar dalam satu tahun pajak.
100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan yang
dipotong/dipungut tetapi tidak atau kurang disetor.

100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
Apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dipidana
karena melakukan tindak.pidana di bidang perpajakan berdasarkan
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka
SKPKB tetap dapat diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah
pajak yang tidak atau kurang bayar.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)


Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah
pajak yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat
keputusan yang dikeluarkan karena ditemukannya data baru atau data
yang
semula belum terungkap sehingga menyebabkan penambahan atas
jumlah
pajak yang telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lainnya.
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat
pajak terutang, berakhirnya Masa pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun
Pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum
terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

SANKSI ADMINISTRASI
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak
tersebut. Kecuali apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
itu diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas
kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai
melakukan tindakan pemeriksaan.

SKPKBT dapat diterbitkan setelah lebih dari 10 tahun ditambah sanksi


bunga 48% jika WP terbukti melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan.
SKPKBT diterbitkan karena:
a. SKPKB yang telah ditetapkan lebih rendah dari yang sebenarnya.
b. Proses pengembalian SKPLB yang seharusnya tidak dilakukan.
c. Pajak terutang dalam SKPN yang ditetapkan lebih rendah.

SKPKBT merupakan koreksi terhadap SKPKB, dapat diterbitkan jika sudah


pernah diterbitkan SKPKB, SKPLB, SKPN. Diterbitkan jika ada data baru
(novum) dan dapat diterbitkan lebih dari satu kali.
Sanksi berupa kenaikan 100% dan dapat diterbitkan setelah lebih dari 10
tahun ditambah sanksi bunga 48% jika WP terbukti melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan.

3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)


Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
tidak
seharusnya terutang.

SKPLB diterbitkan jika ada permohonan tertulis dari Wajib Pajak, Dirjen
Pajak (melalui KPP) harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 12
bulan jika tidak, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan. SKPLB
harus diterbitkan paling lambat 1 bulan setelah keputusan, jika terlambat
dikenakan sanksi bunga 2% per bulan maksimal 24 bulan.
Pengembalian Kelebihan pembayaran pajak. Restitusi terjadi apabila
jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang
seharusnya.
Proses pengajuan restitusi:
a. Mengisi kolom permohonan pada SPT

b. Membuat surat permohonan kepada Kepala KPP


WP akan mendapat imbalan bunga 2% per bulan dihitung sejak
berakhirnya jangka waktu penerbitan SKI'LB sampai diterbitkannya SKPLB.

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)


Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama
besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak.

II.2 Surat Tagihan Pajak


Surat Tagihan Pajak (STP) diterbitkan dalam hal :
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat
salah tulis
dan atau salah hitung;
WP dikenakan sanksi administrasi denda atau bunga;
Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN,
tetapi tidak
melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak;
Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi
membuat
Faktur Pajak, dan
Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat
Faktur Pajak
tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
surat ketetapan
pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat
Paksa.

Daluwarsa Penetapan Pajak


Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun sesudah
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak
atau tahun
Pajak. Penentuan masa 10 tahun ini sesuai dengan ketentuan daluwarsa
penyimpanan
buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar
pembukuan dan
pencatatan Wajib Pajak.
II.3 Bagaimana pembatalan ketetapan Pajak?
Pembatalan Ketetapan Pajak
1. Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib
Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak
benar
2. Syarat Permohonan :
a. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
disertai dengan alasan yang jelas dan meyakinkan untuk mendukung
permohonannya.
b. Disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui
Kantor Pelayanan Pajak yang mengenakan sanksi administrasi tersebut;
c. Tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan
Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukan
bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
d. Satu surat permohonan pengurangan atau pembatalan pajak diajukan
untuk satu surat ketetapan pajak
e. Harus menyebutkan jumlah pajak yang smenurut penghitungan Wajib
Pajak seharusnya terutang.

3. Keputusan atas Permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan


pajak
a. DJP harus memberikan keputusan atas permohonan tersebut dalam
jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal permohonan diterima
b. Apabila jangka waktu telah lewat, DJP tidak memberi suatu keputusan,
maka permohonan yang diajukan tersebut dianggap diterima
c. Terhadap keputusan yang diterbitkan DJP dapat diajukan permohonan
kembali kepada DJP paling lama 3 bulan sejak tanggal diterbitkannya
keputusan tersebut

Apakah atas Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan atas surat


ketetapan pajak (skp) yang tidak benar dapat diajukan Banding?
Tidak. Karena Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan atas skp
yang tidak benar dapat diterbitkan hanya apabila hak untuk mengajukan
keberatan telah habis dan tidak ada lagi upaya hukum yang dapat
ditempuh Wajib Pajak.

Apakah atas Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan skp yang


tidak benar dapat diajukan permohonan kembali?
Dapat, diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterbitkannya
keputusan pengurangan atau pembatalan skp yang tidak benar.

Pembetulan Ketetapan Pajak


Pasal 16 ayat (1) UU KUP
SE - 68/PJ./1993
SE - 03/PJ./1993

Ketetapan pajak apa saja yang dapat dibetulkan?


1.Surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN),
2.Surat Tagihan Pajak,
3.Surat Keputusan Keberatan,

4.Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi,


5.Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang
Tidak Benar,
6.Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak,
sepanjang ditemukan adanya kesalahan atau kekeliruan yang sifatnya
manusiawi (human errors).
Apa dasar dilakukannya pembetulan atas suatu ketetapan pajak?
Apabila ditemukan kesalahan atau kekeliruan baik oleh petugas pajak
atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak

Kesalahan apa yang dapat mengakibatkan dilakukannya pembetulan atas


ketetapan pajak?
1.Kesalahan tulis seperti: nama, alamat, NPWP, nomor skp, jenis pajak,
masa atau tahun pajak, atau tanggal jatuh tempo;
2.Kesalahan hitung yaitu kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan
atau pengurangan dan atau perkalian dan atau pembagian suatu
bilangan;
3.Kekeliruan dalam penerapan ketetentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif,
kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto,
kekeliruan penerapan sanksi administrasi yaitu dalam hal sanksi yang
seharusnya lebih besar dari yang telah dikeluarkan dalam surat ketetapan
pajak, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak, kekeliruan penghitungan
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam
pengkreditan.
4.Kesalahan dalam memperhitungkan kredit pajak yang berasal dari
pemungutan/pemotongan PPh Pasal 23 terhadap penerima hasil yang
ketetapan pajaknya sudah diterbitkan untuk tahun yang bersangkutan.
5.Kesalahan terhadap penghitungan sanksi administrasi dalam surat
ketetapan pajak yang mengakibatkan jumlah sanksi menjadi lebih besar.

Kesalahan apa yang dapat dibetulkan dalam suatu ketetapan pajak?

1.Kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi, yang apabila


dikomunikasikan antara fiskus dan Wajib Pajak, masing-masing pihak akan
dapat menerimanya.
2.Bukan kesalahan atau kekeliruan yang mengandung persengketaan
atau perbedaan argumentasi yuridis antara Fiskus dengan Wajib Pajak.

Kondisi apa yang mengakibatkan tidak dapat dilakukannya pembetulan


atas ketetapan pajak?
1. Jika terdapat obyek pajak pemotongan/pemungutan PPh yang belum
termasuk dalam penghitungan pajak yang terutang dalam surat ketetapan
pajak, maka pembetulan surat ketetapannya tidak dapat dilakukan akan
tetapi dapat diproses melalui kuasa Pasal 15 UU KUP, dengan menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
2. Jika Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) diterbitkan sesuai
dengan SPT Tahunan Wajib Pajak, namun hasil verifikasi atau pemeriksaan
baru selesai setelah melewati jangka waktu 12 (dua belas) bulan dengan
hasil verifikasi atau pemeriksaan:
-pajak lebih bayar menjadi lebih besar daripada yang ditetapkan semula
maka pembetulan surat ketetapannya tidak dapat dilakukan akan tetapi
diproses melalui kuasa Pasal 17 UU KUP.

-pajak lebih bayar menjadi kurang bayar atau lebih bayar lebih kecil dari
lebih bayar menurut SKPLB kecuali dalam hal seperti pada butir a dan b,
maka pembetulan ketetapan menurut kuasa Pasal 16 UU KUP tidak dapat
dilakukan akan tetapi diproses melalui kuasa Pasal 15 UU KUP, dengan
menerbitkan SKPKBT.
. Jika pembetulan atau penghitungan kembali sanksi dalam surat
ketetapan pajak yang mengakibatkan jumlah sanksi menjadi lebih kecil
atau bahkan dihapuskan, maka pembetulan ketetapan menurut kuasa
Pasal 16 UU KUP tidak dapat dilakukan akan tetapi pengurangan atau
penghapusan sanksi dapat diproses melalui kuasa Pasal 36 ayat (1).

Apa ruang lingkup pembetulan ketetapan pajak?


menambah atau mengurangkan atau menghapuskan ketetapan pajak,
tergantung pada sifat kesalahan dan kekeliruannya.

Kapan pembetulan dilakukan?


1.Tidak ada batas waktu dalam mengungkapkan kesalahan atau
kekeliruan surat keputusan baik secara jabatan atau berdasarkan
permohonan Wajib Pajak sepanjang surat keputusan pembetulan
mengakibatkan ketetapan pajak menjadi lebih kecil;
2.Dibatasi daluwarsa penetapan sepanjang surat keputusan pembetulan
mengakibatkan ketetapan pajak menjadi lebih besar.
Apakah ada pembatasan berapa kali pembetulan dapat dilakukan?
Tidak. Apabila masih terdapat kesalahan berupa: kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan
perundang-undangan perpajakan dalam Surat Keputusan Pembetulan
tersebut, Wajib Pajak dapat mengajukan lagi permohonan pembetulan
kepada Direktur Jenderal Pajak, atau Direktur Jenderal Pajak dapat
melakukan pembetulan lagi secara jabatan.
Berapa lama pembetulan akan diproses oleh Direktorat Jenderal Pajak?
Paling lama 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima.
Bagaimana jika batas waktu 12 (dua belas) bulan tersebut terlewati?
Dalam hal batas waktu 12 (dua belas) bulan tersebut terlewati dan
Direktur Jenderal Pajak belum memberikan keputusan, maka permohonan
Wajib Pajak dianggap dikabulkan. Selanjutnya Direktur Jenderal Pajak akan
menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai dengan permohonan
Wajib Pajak.

Apakah setiap permohonan pembetulan harus diproses dan diterbitkan


surat keputusan?
Tidak, sepanjang ketetapan pajak tidak mengandung kesalahan atau
kekeliruan setelah dilakukan penelitian. Namun untuk permohonan
semacam itu perlu diberikan surat kepada Wajib Pajak.

Apakah terhadap Surat Keputusan Pembetulan dapat diajukan keberatan?


1.Tidak, dalam hal pembetulan yang dilakukan bukan atas kesalahan atau
kekeliruan yang mengandung persengketaan atau perbedaan
argumentasi yuridis antara Fiskus dengan Wajib Pajak.

2.Dapat, dalam hal masih terdapat sengketa materi dan masih belum
melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak skp diterbitkan, kecuali apabila
Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar keuasaannya.
Jangka Waktu Penerbitan SKP
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak yang meliputi :
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
Namun demikian, Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan setelah jangka waktu 5 (lima) tahun terlampaui, dalam hal
Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana
karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana
lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Surat ketetapan pajak diterbitkan untuk suatu Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak. Surat ketetapan pajak untuk suatu Masa Pajak
diterbitkan sesuai dengan Masa Pajak yang tercakup dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan atau Pajak Pertambahan Nilai.
Surat ketetapan pajak untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
diterbitkan sesuai dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan.
Surat ketetapan pajak harus diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.
Penerbitan surat ketetapan pajak harus dilakukan paling lambat 3 (tiga)
hari sejak tanggal pembuatan nota penghitungan. Nota penghitungan ini
dibuat berdasarkan laporan atas hasil Penelitian, Pemeriksaan,
Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.Nota
penghitungan diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal
laporan penelitian, pemeriksaan, pemeriksaan ulang, atau pemeriksaan
bukti permulaan.Dalam hal Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau
Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan
selain Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, surat

ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus diterbitkan


paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya nota
penghitungan beserta laporan atas hasil Pemeriksaan, Pemeriksaan
Ulang, atau Pemeriksaan Bukti Permulaan. Penyampaian SKP
Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus
disampaikan kepada Wajib Pajak. Penyampaian surat ketetapan pajak

secara langsung, melalui pos


dengan bukti pengiriman surat, atau melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti
pengiriman Surat Penetapan
tersebut, dapat dilakukan

Penetapan pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal


pajak Jenis-jenis Surat Ketetapan Pajak yag dikeluarkan
adalah : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil
(SKPN). Disamping itu dapat
diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak(STP) dalam hal
dikenakannya sanksi
administrasi dapat berupa denda, bungan, dan
kenaikan.
Didalam UU Perpajakan, tidak ada produk hukum
berupa STPKB dan STPKBT. Mungkin maksudnya SKPKB
(Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) dan SKPKBT
(Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan).SKPKB
biasanya merupakan produk hasil pemeriksaan.
Namun, dalam kasus tertentu dapat diterbitkan tanpa
melalui proses pemeriksaan.Misal, KPP B mendapat
permintaan konfirmasi Faktur Pajak Standar dari KPP A
atas nama PT. X. PT. X terdaftar di KPP B.Trus
berdasarkan hasil penelitian di KPP B, ernyata PT.X

tidak pernah melaporkan Faktur Pajak Standar


dimaksud ke KPP B. Nah, KPP B dapat menerbitkan
SKPKB PPN atas Faktur Pajak Standar yang tidak
dilaporkan tersebut. Sanksi SKPKB adalah Sanksi Bunga
sebesar 2%/bulan maksimum sebanyak 24 bulan,
Sanksi Kenaikan sebesar 50% atau 100%(lihat
casenya).SKPKBT merupakan turunan dari SKPKB.
SKPKBT diterbitkan apabila sebelumnya telah
diterbitkan SKPKB untuk suatu jenis pajak dan masa
pajak atau bagian tahun pajak atau tahun pajak yang
sama.
Misal, ditahun 2007 KPP B menerbitkan SKPKB atas
nama PT. X untuk jenis pajak PPN tahun pajak 2005.
Selanjutnya ditahun 2008, KPP B mendapat data dari
pihak ketiga bahwa masih terdapat penjualan yang
terutang PPN ditahun 2005 yang belum dilaporkan PT.
X. sebesar Rp 1 M. Nah, atas data sebesar Rp 1M tsb,
KPP B dapat menerbitkan SKPKBT PPN tahun pajak
2005 dengan dikenakan sanksi kenaikan.
Sanksi kenaikan sebesar 50 % atau 100 % (lihat
casenya).

Anda mungkin juga menyukai