Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan
Pajak Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Serum Pajak (SSP) dan untuk
pelaporan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT).
• Setiap Wajib Pajak wajah membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat
ketetapan pajak.
• Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak
adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
• Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut
Surat Pemberitahuan adalah tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak akan menetapkan jumlah
pajak yang terutang.
Adapun pengertian Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang
telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau cara lain ke kas negara melalui Kantor Pos
dan/atau bank badan usaha milik negara atau bank badan usaha milik daerah atau tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pengertian lain juga menyebutkan bahwa
SSP adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran
pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran.
Mengingat bahwa SSP sangat penting dalam pembayaran atau penyetoran pajak. Maka Surat
Setoran Pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak bila telah disahkan oleh pejabat Kamus
Prima Pembayaran yang berwenang, atau bila telah. Mendapatkan validasi dari pihak lain yang
berwenang. Surat Setoran Pajak sebagai sarana administrasi untuk melakukan pembayaran, terdiri
atas Surat Setoran Pajak Standar dan Sarat Setoran Pajak Khusus.
SSP Standar adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak atau berfungsi untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran, dan digunakan
sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan ini yang telah ditetapkan, SSP Standar dapat
digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak, baik yang bersifat final maupun yang bukan final,
kecuali untuk Setoran Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri SSP standar sepanjang bentuk, ukuran dan isinya sesuai
dengan ketentuan. Satu SSP Standar maupun SSP Khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran
satu jenis pajak dan untuk satu masa pajak atau satu tahun pajak atau satu ketetapan pajak dengan
menggunakan satu kode MAP atau Kode Jenis Pajak dan satu Kode Jenis Setoran.
SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima
Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi
dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Pajak,
dan mempunyai fungsi yang sama dengan SST Standar dalam administrasi perpajakan.
SSP Khusus dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama
Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Dirjen Pajak. SSP Khusus dicetak:
1. Pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang
berfungsi sama dengan lembur ke-1 dan lembur ke-3 SSP Standar
2. Terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP Standar
untuk diteruskan ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara sebagai lampiran Daftar
Nominatif Penerimaan (DNP)
SSP Khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang telah memiliki
NPWP. Kantor Penerima Pembayaran diperkenankan melayani pembayaran atau penyetoran pajak
dengan menggunakan SSP Khusus setelah mendapat persetujuan khusus tari Dirjen Pajak. Kantor
Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak
(MP3) dengan Dirjen Pajak selain dapat melayam pembayaran atau penyetoran pajak dengan
menggunakan SSP Khusus juga tetap diperkenankan melayani pembayaran atau penyetoran pajak
dengan menggunakan SSP Standar.
Pembayaran setoran pajak yang SSP-nya dapat berfungsi sebagai pengganti bukti potong atau bukti
pungut, antara lain pembayaran PPN impor, PPN Bendaharawan, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 22
Bendaharawan. PPh Final atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan PPh Final atas
persewaan tanah dan bangunan tidak dapat menggunakan SSP Khusus.
e-Billing System
Kini pembayaran pajak dapat dilakukan secara online melalui berbagi layanan bank atau pos pada
umumnya. Hal ini dimungkinkan karena saut ini telah tersedia sistem pembayaran pajak secara
elektronik Layanan pembayaran pajak secara elektronik ini tersedia dan hadir di tengah masyarakat
sebagai upaya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memberikan kemudahan, kecepatan, dan
keakuratan pembayaran pajak kepada para Wajib Pajak.
Keunggulan layanan ini adalah dari sisi fleksibilitas waktu dan tempat karena bisa dilakukan kapan
saja dan di mana saja Selain itu, kecepatan dalam proses pembayaran juga menjadi keunggulan
berikutnya. Wajib Pajak dapat melakukan transaksi pembayaran pajak banyu dalam hitungan menit.
Untuk pembayaran melalui teller. Waktu antrian Wajib Pajak di loket pembayaran berkurang drastis
karena teller hanya cukup menginput satu kode saja untuk mengkonfirmasi data pembayaran.
Keunggulan lain dari sistem ini adalah peluang kesalahan input data yang biasa terjadi di teller dapat
diminimalkan.
Untuk memanfaatkan billing system, Wajib Pajak terlebih dahulu harus melakukan registrasi online
dan membuat akun di halaman aplikasi billing DJP (http://www.pajak.go.id). Setelah memperoleh
user ID dan PIN, akun Wajib Pajak dapat diaktifkan dengan cara merespon konfirmasi sistem melalui
alamar e-mail yang didaftarkan, Proses selanjutnya adalah pembuatan kode billing. Kode billing
merupakan kode identifikasi yang diterbitkan melalui sistem billing atas satu jenis pembayaran atau
setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak. Untuk memperoleh kode billing, Wajib Pajak menginput
sendiri data pembayaran pajaknya di situs http://sse.pujak.go.id. Melalui fitur pengisian Surat
Setoran Pajak (SSP) elektronik yang tersedia di situs tersebut, Wajib Pajak dapat menerbitkan sendiri
kode billingnya.
Setelah memperoleh kode billing, langkah berikutnya adalah melakukan pembayaran pajak. Untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak. Wajib Pajak dapat mendatangi langsung teller di
loket-loket pembayaran atau pun melalui kanal (saluran) pembayaran lainnya yang telah terhubung
dengan billing system DIP. Yaitu internet banking, mesin ATM, atau mesin EDC. Mesin EDC adalah
singkatan dari Electronic Data Capture, yaitu sebuah alat elektronik untuk menerima pembayaran
yang dapat menghubungkan antar rekening bank, fungsinya untuk memindahkan dana secara
realtime. Selanjutnya, di kanal-kanal pembayaran tersebut, teller atau Wajib Pajak cukup mengisikan
kode billing saja untuk mengkonfirmasi data pembayaran pajaknya. Apabila data pembayaran pajak
sudah dipastikan kebenarannya. Langkah berikutnya adalah memberikan perintah pembayaran.
Berikut adalah beberapa ketentuan yang berlaku terkait dengan batas waktu pembayaran pajak.
1. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak paling lama
15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak
2. Kekurangan pembayaran pajak yang tentang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
disampaikan.
3. Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran
atau penyetoran pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 (dua
persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan
tanggal pembayaran dilakukan, di mana bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan
4. Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan akan dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal dilakukannya
pembayaran, di mana bagian dari bulan dihitung 1 bulan
5. Surat Tahan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Surat Ketetapan Pajak Karang Bayar
Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding,
serta Putusan Peninjauan Kembali. Yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu I bulan sejak tanggal diterbitkan
6. Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan
sebagaimana dimaksud pada nomor (5) di atas dapat diperpanjang paling lama menjadi 2
(dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan
7. Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran
sebagaimana yang dimaksud pada nomor (2) di atas paling lama 12 (belas) bulan, yang
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
8. Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan tidak menggantungkan pada adanya
surat ketetapan pajak
9. Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib
Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
10. Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang
menurut Surat Pemberitahuan adalah tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak akan
menetapkan jumlah pajak yang terutang
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk hal-hal berikut:
1. Mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayur, Surat Ketetapan Pajak Kurung Bayar Tambahan. Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, dan Putusan Banding, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
2. Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh kurang bayar), kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, apabila Wajib Pajak mengalami
kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan luar kekuasaannya sehingga tidak dapat
memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.
Permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang harus diajukan
paling lambat 15 hari sebelum saat jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir, kecuali jika
Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kekuasaannya dapat diajukan setelah atas waktu
tersebut, dengan disertai ulasan dan jumlah pembayaran pajak yang dimohon diangsur atau
ditunda, dan dilampiri dengan bukti-bukti untuk menguatkan alasan permohonannya. Atas
setiap permohonan Wajib Pajak sebagaimana. Yang dimaksud di atas akan diberikan bukti
penerimaan dengan menggunakan formulir sebagaimana yang telah ditetapkan oleh keputusan
Dirjen Pajak.
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
Jika permohonan Wajib Pajak diterima seluruhnya atau sebagian, maka Keputusan Kantor
Pelayanan Pajak atas nama Dirjen Pajak akan menerbitkan;
a. Surat Keputusan Angsuran Pembayaran Pajak dengan masa angsuran paling lama 12
bulan sejak diterbitkannya keputusan tersebut untuk permohonan sebagaimana
yang dimaksud pada nomor (1) di atas
b. paling lama sampai dengan bulan terakhir tahun pajak berikutnya untuk
permohonan sebagaimana yang dimaksud pada nomor (2) di atas, dengan jumlah
angsuran yang sama besarnya setiap bulan dengan menggunakan formulir
sebagaimana yang telah tetapkan oleh keputusan Dirjen Pajak
1. Surat Keputusan Penundaan Pembayaran Pajak dengan masa penundaan;
a. paling lama 12 bulan sejak diterbitkannya keputusan tersebut untuk permohonan
sebagaimana yang dimaksud pada nomor (1) di atas
b. paling lama 3 bulan sejak akhir batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunanan untuk permohonan sebagaimana yang dimaksud pada nomor (2) di atas
dengan menggunakan formulir sebagaimana yang telah ditetapkan oleh keputusan
Dirjen Pajak
Jika permohonan Wajib Pajak ditolak muka Kepala Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan Surat
Keputusan Penolakan Angsuran atau Sarat Keputusan Penolakan Penundaan Pembayaran Pajak.
Apabila setelah jangka waktu 10 hari sejak permohonan diterima dengan lengkap, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tidak memberikan suatu keputusan maka permohonan Wajah Pajak dianggap
diterima dan Surat Keputusan Angsuran atau Penundaan harus diterbitkan paling lama 7 hari setelah
jangka waktu tersebut berakhir.
Terhadap utang pajak yang telah diterbitkan Surat Keputusan Angsuran atau Penundaan
Pembayaran Pajak tidak lagi dapat diajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda
pembayaran.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan atas permohonan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak yang sering berupa menerima seluruhnya atau sebagian atau
penolakan dalam jangka waktu 10 hari sejak permohonan ditemu dengan lengkap. Apabila dalam
jangka waktu 10 hari sejak permohonan diterima dengan lengkap telah lewat dan Direktur Jenderal
Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
Pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak hanya dapat diajukan satu kali untuk setiap pajak
yang terutang. Masa angsuran atau pemindaan diberikan tidak melebihi jangka waktu 12 bulan.
Surat Keputusan Angsuran Pembayaran Pajak atau Surat Keputusan Penundaan Pembayaran Pajak
dinyatakan tidak berlaku lagi apabila Wajib Pajak mengajukan Permohonan pembetulan, keberatan,
gugatan atau banding atau pengurangan penghapusan sanksi atau pengurangan/pembatalan surat
ketetapan pajak yang berkaitan dengan utang pajak yang diizinkan untuk diangsur atau ditunda.
Apabila ketentuan mengenai tanggal dan/atau jumlah angsuran yang tercantum dalam Surat
Keputusan Penundaan Pembayaran Pajak ternyata Wajib Pajak tidak melunasi kewajibannya, maka
Kepala Kantor Pelayanan Pajak akan melaksanakan penagihan berdasarkan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paku sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.
Pajak Hal-hal yang berkaitan dengan pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah:
1. Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan, maka kepada Wajib Pajak
akan diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu
I bulan setelah berakhirnya jangka waktu 12 bulan sampai dengan saat diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
2. Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan tidak dilanjutkan
dengan penyidikan, atau dilanjutkan dengan penyidikan namun tidak dilanjutkan dengan
penuntutan tindak pidana di bilang perpajakan, mau dilanjutkan dengan penyidikan dan
penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan namun diputus bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap, dan jika kepada Wajib Pajak tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar,
maka kepada Wajib Pajak akan diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan untuk paling
lama 24 bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan sampai dengan saat
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, di mana bagian dari bulan akan dihitung
penuh 1 bulan.
• Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima
secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima
secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
• Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dan
menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak.