Anda di halaman 1dari 30

RINGKASAN MATERI PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, 23 DAN 24

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Perpajakan

Yang Dibina Oleh Ibu Makaryanawati,SE,M.Si,Ak

Oleh :

 Faizatur Rosyidah (170422620545)


 Fakhirah Salsabila P. (170422620534)
 Melfianasari Putri J. (170422620691)
 Mochammad Sulthon B. (170422620703)
 Mohammad Ivan R. (170422620686)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

Oktober, 2018
PEMBAHASAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Pembayaran pajak oleh wajib pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :

1. Wajib Pajak membayar sendiri pajaknya melalui angsuran setiap bulan (PPh Pasal 2)

2. Melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga maupun dibayar atau terutang diluar
negeri (PPh Pasal 21, 22, 23 dan 24).

Pajak penghasilan pasal 25, selanjutnya disingkat PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan. Pembayaran angsuran
setiap bulan itu sendiri dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam
membayar pajak terutang.

Angsuran PPh Pasal 25 tersebut dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh).

MENGHITUNG ANGSURAN BULANAN

Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 21 ayat (1)) adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi
dengan :

1) Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21 dan Pasal
23; serta

2) Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan

3) Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan
dalam bagian tahun pajak.
Penghitungan tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu bagi Wajib Pajak orang pribadi dan
Wajib Pajak Badan.

PENGHITUNGAN ANGSURAN PPH PASAL 25 AYAT (1) BAGI WAJIB PAJAK


ORANG PRIBADI

PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu xxx

Pengurangan / Kredit Pajak :

PPh Pasal 21 xxx

PPh Pasal 22 xxx

PPh Pasal 23 xxx

PPh Pasal 24 xxx

Total Kredit Pajak (xxx)

Dasar Penghitungan Angsuran xxx

Angsuran PPh Pasal 25 = Dasar Penghitungan Angsuran / 12 atau banyaknya


bulan dalam bagian tahun pajak

Contoh 1: Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 ayat (1) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi :

Pajak penghasilan yang terutang untuk Tuan Hakim berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2012 sebesar Rp50.000.000. pajak yang tela dipotong atau
dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibyyar di uar negeri dalam tahun 2012
adala sebagai berikut:

 Pemotongan PPh Pasal melalui pemberi kerja sebesar Rp15.000.000.

 Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp10.000.000.

 Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp2.500.000

 Pembayaran pajak diluar negeri sebesar Rp7.500.000 seluruhnya dapat dikreditkan


(sebagai PPh Pasal 24).

Angsuran bualan PPh Pasal 25 ayat (1) untuk tahun 2013 adalah :
PPh terhutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2016: Rp50.000.000

Kredit Pajak:

PPh Pasal 21 Rp15.000.000

PPh Pasal 22 Rp10.000.000

PPh Pasal 23 Rp 2.500.000

PPh Pasal 24 Rp 7.500.000

Total kredit pajak Rp35.000.000 (-)

Dasar Penghitungan angsuran Rp15.000.000

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh
Pasal 25 ayat (1) dalam tahun 2013 adalah:

Rp15.000.000/ 12 Rp1.250.000

PENGHITUNGAN ANGSURAN PPH PASAL 25 AYAT (1) BAGI WAJIB PAJAK


BADAN

PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu xxx

Pengurangan / Kredit Pajak :

PPh Pasal 22 xxx

PPh Pasal 23 xxx

PPh Pasal 24 xxx

Total Kredit Pajak (xxx)

Dasar Penghitungan Angsuran xxx

Angsuran PPh Pasal 25 = Dasar Penghitungan Angsuran / 12 (atau jumlah bulan


dalam bagian tahun pajak)

Contoh 2 : Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat (1) bagi Wajib Pajak Badan :
Pajak penghasilan yang terutang untuk PT Perdana berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2016 sebesar Rp125.000.000. pajak yang telah dipotong
atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar diluar negeri dalam tahun
2016 adalah sebagai berikut :

 Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) sebesar Rp30.000.000.

 Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) sebesar Rp15.000.000.

 Pajak Penghasilan yang dibayar diluar negeri sebesar Rp42.500.000, tetapi berdasar
ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp40.000.000.

Pajak penghasilan yang telahh dipotong attau dipungut oleh pihak lain dan yang dibayarkan
atau terutang diluar negeri tersebut untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 8 bulan
dalam tahun 2016.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2017 adalah:

PP terutang berdasar SPT Tahun 2016 Rp125.000.000

Kredit Pajak:

PPh Pasal 22 Rp30.000.000

PPh Pasal 23 Rp15.000.000

PPh Pasal 24 Rp40.000.000

Total kredit pajak Rp 85.000.000 (-)

Dasar penghitungan angsuran Rp 40.000.000

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh
Pasal 25) dalam tahun 2017 adalah:

Rp40.000.000/8 Rp5.000.000

PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 25

Adapun penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 25 yaitu :


1. PPh Pasal 25 harus dibayar atau disetorkan selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan
takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2. Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 (dua


puluh) hari setela Masa Pajak berakhir.

3. Bagi wajib pajak Bagi wajib pajak pengusaha tertentu berlaku juga ketentuaan sebgai
berikut :

a. Jika wajib pajak memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah kerja

kantor pelayanan pajak,harus mendaftarkan masing-masing tempat usahanya

di kantor pelayanan pajak bersangkutan.

b. Wajib pajak yang memiliki beberapa tempat usaha di lebih dari satu wilayah kerja
Kantor Pelayanan Pajak, harus mendaftarkan setiap tempat usahanya dikantor
Pelayanan Pajak yang bersangkutan.

c. SPT Tahunan PPh harus disampaikan di Kantor Pelayanan Pajak tempat domisili
Wajib Pajak terdaaftar dengan batas waktu seperti pada ketentuan butir 2.

MENGHITUNG ANGSURAN PPH UNTUK BULAN-BULAN SEBELUM BATAS


WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPH

Mengingat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan bagi


Wajib Pajak orang pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib
Pajak Badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentuan
diatas (PPh Pasal 25 ayat (1)).

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan
sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak
untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.

Contoh 3 :
Apabila surat pemberitahuan Pajak Penghasilan pada pada contoh 2 disampaikan oleh Wajib
Pajak Badan (Perdana) pada akhir bulan April 2013 yaotu batas akhhir penyampaian SPT
Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar oleh PT
Perdana pada bulan Januari, Februari, dan Maret 2013 adalah sebesar angsuran pajak bulan
Desember 2012. Misalnya, besarnya angsuran pajak bulan Desember 2012 adalah
Rp5.500.000 maka angsuran PPh untuk nulan Januari sampai dengan Maret 2013
masing-masing adalah Rp5.500.000.

MENGHITUNG ANGSURAN PPH PASAL 25 APABILA DALAM TAHUN


BERJALAN DITERBITKAN SURAT KETETAPAN PAJAK UNTUK TAHUN
PAJAK YANG LALU

Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang
lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut.
Perubahan besarnya angsuran pajak tersebut berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan
diterbitkannya surat ketetapan pajak.

Contoh 4 :

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2016 yang
disampaikan Wajib Pajak dalam bulan Februari 2017, perhitungan besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar adalah sebesar Rp1.250.000,00. Dalam bulan Juni 2017 telah diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak tahun pajak 2016 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap
bulan sebesar Rp2.000.000,00.

Besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2017 adalah sebesar Rp2.000.000,00.
Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut bisa sama,
lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan.

Contoh 5 :

Wajib Pajak PT Perdana pada tahun 2016 melaporkan SPT Tahunan PPh dengan jumlah PPh
terhutang sebesar Rp125.000.000. Pajak-pajak yang telah dibayarkan melalui
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri
dalam tahun 2016 sebagai berikut.

 PPh Pasal 22 atas impor barang sebesar Rp50.000.000.


 PPh Pasal 23 atas sewa, dividen, dan lain-lain Rp10.000.000.

 Pajak yang dibayar di luar negeri sebesar Rp25.750.000 Dari jumlah tersebut yang
boleh dikreditkan sebesar Rp.20.000.000.

Surat Pemberitahuan Tahunan PPh disampaikan pada tanggal 30 April 2017. Angsuran
pajak bulan Desember 2016 sebesar Rp3.000.000. Pada bulan Agustus 2017, diterima surat
ketetapan pajak yang menyebutkan bahwa angsuran PPh tahun 2017 adalah Rp4.000.000.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun 2017 dihitung sebagai berikut.

a. Angsuran PPh bulan Januari s.d. Maret 2017 adalah sama dengan angsuran bulan
terakhir tahun 2016, yaitu Rp3.000.000.

b. Angsuran PPh bulan April s.d. Agustus 2017 dihitung sebagai berikut.

PPh terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2016 Rp125.000.000

Kredit pajak tahun 2016:

PPh Pasal 22 Rp50.000.000

PPh Pasal 23 Rp10.000.000

PPh Pasal 24 Rp20.000.000

Total kredit pajak Rp80.000.000(-)

Dasar perhitungan angsuran Rp45.000.000

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan
mulai bulan April s.d.Agustus 2017 adalah:

Rp45.000.000 : 12 = Rp3.750.000

c. Angsuran PPh bulan September s.d. Desember 2017 adalah sama dengan jumlah
yang ada pada surat ketetapan pajak atau sebesar Rp4.000.000.

PERHITUNGAN PPH PASAL 25 DALAM HAL TERTENTU

Besarnya pembayaran angsuran pajak (Pph Pasal 25) oleh Wajib Pajak sendiri dalam
tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada
akhir tahun. Direktur Jenderal Pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan perhitungan
besarnya Pph Pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Dajak dalam tahun berjalan
apabila terdapat haI-hal tertentu sebagai berikut:

a) Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian


b) Wajib Dajak memperoleh penghasilan tidak teratur
c) Surat Pemberitahuan Tahunan Dajak Denghasilan tahun yang Ialu disampaikan
setelah lewat batas waktu yang ditentukan
d) Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Dajak Penghasilan
e) Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum
pembetulan
f) Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Dajak.

Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian

Besarnya pajak penghasilan pasal 25 dalam hal wajib pajak berhak atas kompensasi
kerugian adalah :

{( penghasilan netto menurut spt tahun pph tahun pajak yang lalu – kompensasi
kerugian ) x tarif pasal 17} –pph 22,23,24

12

Dalam hal wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian juga memperoleh penghasilan
tidak teratur :

Penghasilan kena pajak = penghasilan netto – penghasilan tidak teratur – kompensasi


kerugian fiskal

Penghasilan netto = Penghasilan netto ( tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan
pajak penghasilan yang bersifat final dan penghasilan yang tidak
termasuk objek pajak ) menurut surat pemberitahuan tahunan pajak
penghasilan tahun pajak yang lalu atau penghasilan netto disetahunkan
(tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan pajak penghasilan
yang bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak)
menurut laporan laba rugi berkala terakhir

Pph Pasal 22 = Pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak lain tahun pajak
sebelumnya sesuai pasal 22 UU pph

Pph Pasal 23 = pajak penghasilan yang dipotong oleh pihak lain tahun sebelumnya
sesuai pasal 23 UU pph

Pph Pasal 24 = pajak penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh
dikreditkan

Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur

Suatu perusahaan umumnya menerima penghasilan yang bersifat teratur dan tidak teratur.
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkaIa
sekurang kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha,
pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal kecuali penghasilan yang telah dikenakan
Pph yang bersifat Final.

Penghasilan tidak teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata
uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan
penghasilan dari kegiatan usaha pokok. serta penghasilan Iainnya yang bersifat insidentil.

Jika wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur maka besarnya angsuran Pph
pasal 25 adalah sama dengan pph yang dihitung dengan dasar perhitungan Pph dikurangi
dengan pph yang dipotong/terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan
pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24 UU pph, kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan
yang ada dalam tahun pajak.

Dasar perhitungan Pph yang dimaksud adalah jumlah penghasilan neto menurut SPT
tahun Pph tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang
dilaporkan dalam SPT tahunan Pph.

Spt tahunan pph tahun lalu yang disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan

Dalam hal SPT Tahunan Pph tahun pajak yang lalu disampaikan WP setelah jatuh tempo.
Besarnya Pph Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan
sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan
besarnya Pph Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang Ialu dan bersifat sementara. Setelah
SPT Tahunan PPh disampaikan. Besarnya Pph Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT
Tahunan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.

Pajak orang pribadi dan empat bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajin Pajak badan,
besarnya Pph pasal 25 dihitung sebagai berikut :

a. Untuk bulan bulan mulai batas waktu penyampaian SPT sampai dengan bulan
sebelum disampaikannya SPT tersebut, besarnya angsuran Pph Pasal 25 sama dengan
besarnya angsuran Pph pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat
sementara
b. Untuk bulan bulan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pph, besarnya
angsuran Phh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang telah dibahas
sebelumnya dan berlaku surut.

Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian spt tahunan pph

Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SDT
Tahunan Pph besarnya Pph Pasal 25 untuk bulan bulan mulai batas waktu penyampaian SDT
Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama
dengan besarnya Pph Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan sementara yang
disampaikan wajib pajak pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan.

Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pph sesuai dengan batas waktu izin
perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan, besarnya pajak penghasilan pasal 25
dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dengan memperhatikan
ketentuan ketentuan penghitungan Pph Pasal 25 dan berlaku surut mulai batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dengan konsekuensi:

a. ApabiIa besarnya Pph Pasal 25 berdasarkan SPT Tahunan yang sebenarnya lebih
besar dari Pph Dasal 25 hasil perhitungan SPT tahunan sementara yang telah dibayar,
maka atas kekurangan setoran Pph Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19
ayat (1) UU Nomor 38 Tahun 3007, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh
tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai
dengan tanggal penyetoran.
b. Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 berdasarkan SDT Tahunan yang
sebenarnya lebih kecil dari Pph Pasal 25 hasil perhitungan SPT tahunan sementara
yang telah dibayar atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindah
bukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan.

Wajib Pajak Membetulkan Sendiri SPT Tahunan PPh Yang Mengakibatkan Angsuran
Bulanan Lebih Besar Daripada Angsuran Bulanan Sebelum Pembetulan

Jika dalam tahun berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT tahunan PPh tahun
pajak yang lalu, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT tahunan PPH
pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT tersebut
perhitungan kembali besarnya angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan SPT pembetulan tetap
memperhatikan ketentuan kompensasi kerugian dan ketentuan penghasilan tidak teratur.

Jika besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT tahunan tersebut lebih besar daripada
PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang
bunga sebesar 2% untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal
25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.

Jika besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT tahunan tersebut lebih kecil daripada
PPh Pasal 25 sebelum dilakukannya pembetulan atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat
dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan
Pembetulan.

Terjadi Perubahan Usaha Atau Kegiatan Wajib Pajak

Jika perubahan usaha atau kegiatan Wajib Pajak terjadi karena penurunan usaha
maupun peningkatan usaha, maka berpengaruh pada besarnya penghasilan dan selanjutnya
mempengaruhi PPh.

Jika sesudah tiga bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak
mengalami penurunan usaha dan dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk
tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar perhitungan
besar PPh Pasal 25, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya
PPh Pasal 25 dengan cara berikut:

1. Permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
wajib pajak terdaftar.
2. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 tersebut harus disertai
dengan perhitungan besarnya PPH yang akan terutang berdasarkan perkiraan
penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 untuk
bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
3. Apabila dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan wajib
pajak tentang pengurangan PPh Pasal 25 Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak
memberikan keputusan maka permohonan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima dan
Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan
perhitungannya.
Jika dalam tahun pajak berjalan wajib pajak mengalami peningkatan usaha dan
diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari PPh yang
terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa
dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan
PPh yang terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar

PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru; Bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak Masuk Bursa,
Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan Harus Membuat Laporan Keuangan Berkala; Dan Wajib Pajak
Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Dengan Tarif Paling Tinggi 0,75% Dari Peredaran
Bruto

PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru

Wajib pajak baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali
memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan. PPh
Pasal 25 dihitung dengan menerapkan tarif umum Pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 terhadap Penghasilan Kena Pajak sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

Angsuran PPh Pasal 25 Sebulan =

[Tarif Pasal 17 x (12 x Penghasilan neto sebulan) ÷ 12]

Besarnya penghasilan neto adalah:


1. Apabila Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya
dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal
dihitung berdasarkan pembukuannya.
2. Apabila Wajib Pajak menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari
pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto atas peredaran atau penerimaan bruto. Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru,
jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Contoh:
Kantor Notaris Maimuna dimiliki oleh Maimuna (tidak kawin dan tanpa tanggungan)
terdaftar sebgai Wajib Pajak pada KPP Yogyakarta sejak 1 Maret 2016. Peredaran
usaha bruto pada bulan Maret 2016 sebesar Rp60.000.000. Norma perhitungan
penghasilan neto untuk usaha tersebut adalah 55%.
Perhitungan PPh Pasal 25 bulan Maret 2016 sebagai berikut:

Penghasilan neto bulan Maret 2016:


55% x Rp60.000.000 Rp33.000.000
Penghasilan neto disetahunkan:
12 x Rp33.000.000 Rp396.000.000
PTKP (TK/0) Rp
54.000.000
Penghasilan kena pajak Rp342.000.000
PPh yang terutang sebagai dasar perhitungan
PPh Pasal 25:
5% x Rp 50.000.000 Rp
15% x Rp200.000.000 2.500.000
25% x Rp 92.000.000 Rp30.000.000
Rp23.000.000
Rp55.500.000
Angsuran PPh Pasal 25 bulan Maret 2016:
Rp55.500.000 ÷ 12 Rp
4.625.000

Wajib Pajak Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi (financial lease) adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dih
itung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan t
riwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar at
au terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). Dalam hal
Wajib Pajak adalah Wajib Pajak baru, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal
25 untuk triwulan pertama adalah jumlah Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas perkiraan laba-rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan,
dibagi 12 (dua belas).

Angsuran PPh Pasal 25 Sebulan =

[Tarif Pasal 17 x ( Perkiraan Laba Triwulan pertama x 4) ÷ 12]

Contoh:

Bank Buana Jaya berdiri dan terdaftar sebagai Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
Surakarta sejak tanggal 1 April 2011. Perkiraan Laporan Keuangan Triwulan II (April s
ampai dengan Juni 2011) menunjukkan penghasilan neto sebesar Rp80.000.000.

Perhitungan PPh pasal 25 bulan April, Mei, Juni 2011 masing-masing adalah

Perkiraan penghasilan neto triwulan disetahunkan:

4 x Rp80.000.000 = Rp320.000.000

PPh yang terutang sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 25:

50% x 28% x Rp320.000.000 = Rp40.000.000

Angsuran PPh pasal 25 bulan April, Mei, Juni 2011 masing-masing sebesar:

Rp40.000.000 ÷ 12 = Rp3.333.333
PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak BUMN dan BUMD

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha
Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, k
ecuali Wajib Pajak bank dan Wajib Pajak Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah se
besar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi f
iskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersan
gkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pe
motongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghas
ilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12
(dua belas).
Jika Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan, maka bes
arnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan
adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak seb
elumnya.
Apabila dalam tahun pajak yang bersangkutan terdapat sisa kerugian yang masih
dapat dikompensasikan maka dasar perhitungan PPh Pasal 25 adalah PPh yang terutang a
tas PKP yang dihitung dari penghasilan neto menurut RKAP setelah dikurangi dengan ju
mlah sisa kerugian yang belum dikompensasikan tersebut.
Apabila wajib pajak BUMN atau BUMD tersebut adalah Wajib Pajak baru maka
besarnya angsuran PPh Pasal 25 tidak dihitung sebagaimana halnya perhitungan untuk W
ajib Pajak baru tetapi dihitung berdasarkan RKAP.
Jika Wajib Pajak BUMN atau BUMD tersebut adalah Wajib Pajak bank atau Waj
ib Pajak sewa guna dengan hak opsi, besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasark
an laporan triwulan sebagaimana yang berlaku untuk Wajib Pajak bank atau Wajib Pajak
sewa guna usaha dengan hak opsi.
Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainya yang Berdasarkan Ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan Harus Membuat Laporan Keuangan Berkala

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan
Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan
berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tariff umum
atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi
dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24
yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
PPH Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu merupakan WAjib PAjak orang
pribadi yang melakukan kegiatann usaha di bidang perdangan yang mempunyai tempat usaha
lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili.

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang Pribadi
pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari
masing-masing tempat usaha tersebut.

Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25

1. Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur,
maka pembayaran PPh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

2. Wajib Pajak diwajibkan untuk memyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 hari


setelah masa pajak berakhir.

3. Bagi Wajib Pajak pengusaha tertentu, berlaku juga ketentuan sebagai berikut:

 Jika Wajib Pajak memiliki beberapa temtap usaha dalam satu wilayah kerja
kantor pelayanan pajak, harus mendaftarkan masing-masing tempat usahanya
dinkantor pajak yang bersangkutan.

 Wajib Pajak memiliki beberapa tempat usaha di lebih dari 1 (satu) wilayah kerja
kantor pelayanan pajak, harus mendaftarkan setiap tempat usahanya di kantor
pelayanan pajak masing-masing tempat usaha Wajib Pajak berkedudukan.

 SPT Tahunan harus disampaikan di Kantor Pelayanan Pajak Tempat domisili


Wajib Pajak terdaftar dengan batas waktiu 20 hari setelah masa pajak berakhir.

PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Bepergian Ke Luar Negeri

Wajib pajak orang pribadi dalam negeri berusia 21 tahun yang hendak ingin berpergian ke
luar negeri dan tidak memiliki NPWP, maka harus membaayar waajib pajak. Besarnya fiskal
luar negeri (FLN):

1. Rp. 2.500.000 untuk setiap orang setiap bertolak keluar negeri dengan
menggunakan pesawat udara.
2. Rp. 1.000.000 untuk setiap orang setiap bertolak keluar negeri dengan
menggunakan angkutan laut.

Pengecualian Pembayran Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri Yang Akan Bertolak Ke Luar Negeri

1. Orangasing yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di


Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan telah
menunjukkan visa kunjungan.

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat

3. Pejabat-pejabat dari perwakilan organisasi internasional

4. WNI yang telah bertempat tinggal di Luar Negeri yang telah menunjukkan
dokumen resmi penduduk tersebut.

5. Jemaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh instansi yang berwenang

6. Para pekerja WNI yang akan bekerja di Luar Negeri seperti TKI dengan
menunjukkan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri.

7. Mahasiswa dari Negara asing yang berada di Indonesia dan tidak memiliki
pengasilan dari Indonesia. Akan tetapi, pengecualian tersebut tidak dapat
membebaskan keluarga mereka yang dikenai pemotongan pajak.

8. Orang asing yang berada di Indonesia yang tidak mendaptkan penghasilan dari
Indonesia.

9. Orang pribadi yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia
melalui jalur darat.

10. Tenaga kerja WNA, pendatang, yang bekerja di pulau Batam, Bintan, dan
Karimun.

11. Penyandang cacat atau orang sakit yang hendak ingin berobat ke Indonesia dan
termasuk 1 (orang ) pendamping.

12. Anggota misi keseniaan, kebudayaan, dan keagamaan yang ditunjuk sebagai
perwakilan Pemerintah Republik Indonesia ke luar negeri.
13. Mahasiswa atau pelajar yang telah berusia 21 tahun yang akan belajar ke luar
negeri.

Tata Cara Pengecualian Pembayaran Fiskal Luar Negeri Yang Akan Bertolak Ke
Luar Negeri

1. Wajib pajak orang pribadi yang memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun atau
lebih diberikan melalui pengecekan validasi NPWP oleh UPFLN Direktorat
Jenderal Pajak yang bertugas di Bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan
ke luar negeri sepanjang NPWP tersebut telahJerdaftar sekurang-kurangnya 3
(hari) sebelum keberangkatan.

2. Sedangkan Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP sendiri, diberikan melalui
pengecekan validasi NPWP Wajib Pajak yang memberikan tanggungan
sepenuhnya oleh unit pembayaran flscal luar negeri Direktorat Jenderal Pajak
yang bertugas di Bandar Iidara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri
sepanjang NPWP tersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 (hari) sebelum
keberangkatan dengan ketentuan WP yang tidak memiliki NPWP sendiri dari:

 Wajib pajak yang memberikan tanggungan seluruhnya yang berstatus


WNI atau berstatus sebagai WNA dan memiliki Kartu keluarga harus
melampirkan fotokopi kalrukeluarga atau Surat Pemyataan
Menanggung Sepenuhnya Orang Tua yang tidak terdaftar dalam Kartu
Keluarga harus melampirkan Surat Pernyataan Menanggung
Sepenuhnya Orang Tua yang tidak terdaftar dalam KK oleh orang
pribadi yang memiliki NPWP

 Wajib Pajak yang memberikan tanggungan seluruhnya yang berstatus


sebagai WNA yang:

 Tidak memiliki Kartu Keluarga harus melampirkan Surat


Susunan Keluarga Pendatang

 Namanya tidak tertera dalam susunan Kartu Keluarga atau


mempunyai Kartu keluarga yang terpisah dengan anggota
keluarganya yang disebabkan perbedaan kewarganegaraan
harus melampirkan fotokopi dokumen lain yang menunjukkan
hubungan status keluarga yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang.

3. Untuk pengecualian angka 1 s.d 7 diberikan secara langsung oleh UPFLN


Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas bertugas di Bandar udara atau pelabuhan
laut keberangkatan ke luar negeri termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
negeri yang berusia kurang dari 21 tahun.

4. Untuk pengecualian angka 1 s.d 7 diberikan melalui penerbitan SKBFLN oleh


UPFLN Direktorat Jenderal Pajak di Bandar udara atau pelabuhan laut
keberangkatan ke luar negeri atau KPP yang melakukan pengelolaan FLN atau
tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Pajak Penghasilan PPh Pasal 28

Sebelum membahas PPh Pasal 28, sebagaimana diketahui bahwa adanya persamaan
antara PPh Pasal 28 dan PPh Pasal 29, yaitu sama-sama digunakan untuk perhitungan akhir
tahun.

Bedanya hanya sedikit. Jika PPh Pasal 28 itu adalah kelebihan bayar dan PPh Pasal 29
itu adalah kekurangan bayar. Pajak Penghasilan Pasal 28 (PPh Pasal 28) itu adalah kelebihan
pembayaran pajak pada akhir tahun.

Pelaporan PPh Pasal 28 yang lebih bayar maka kelebihan bayar dari pajak tersebut
haruslah dikembalikan kepada Wajib Pajak atau dapat juga diakumulasikan pada tahun pajak
berikutnya. Sedangkan jika sampai akhir tahun pajak masih adanya kekurangan dalam
pembayaran pajak tahunan (PPh Pasal 29), makan Wajib Pajak diwajibkan untuk
membayarkan kekurangannya tersebut.

Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, pajak yang terutang untuk seluruh tahun pajak menurut
Undang-undang ini, dikurangi dengan kredit pajak berupa:

1. Pemotongan Pajak atas penghasilan dari pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam PPh
pasal 21.

2. Pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 22.

3. Pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, royalti, sewa, dan imbalan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
4. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

5. Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri untuk tahun pajak yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.

Contoh 1: PPh Pasal 28

Penghasilan Kena Pajak Ibu Nunu di tahun 2016 dianggap Rp200.000.000. Selain itu, dia
juga memiliki kredit pajak PPh pasal 22 sebesar Rp7.000.000 dan PPh Pasal 23 sebesar
Rp9.500.000.

Ibu Nunu juga terdapat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) terhadap Kementerian sebesar
Rp1.000.000.000.

Mari bahas perhitungan diatas:

PPh Terutang Ibu Nunu = (5% x Rp50.000.000) + (Rp150.000.000 x 15%) = Rp25.000.000

Kredit Pajak:

PPh 22 = Rp7.000.000

PPh 23 = Rp9.500.000

PPh 22 = 1,5% x Rp1.000.000.000 = Rp15.000.000

Jumlah Kredit Pajak = Rp7.000.000 + Rp9.500.000 + Rp15.000.000 = Rp31.500.000

PPh Pasal 28 = PPh Terhutang – Kredit Pajak

PPh Pasal 28 = Rp25.000.000 – Rp31.500.000 = – Rp6.500.000

Pada perhitungan diatas diketahui Pajak Penghasilan Pasal 28 (PPh Pasal 28) yaitu adanya
kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp6.500.000. Inilah yang dinamakan PPh Pasal 28.

Namun, jika akhir tahun adanya kekurangan pembayaran PPh maka disebut dengan Pajak
Penghasilan Pasal 29 (PPh Pasal 29).

Contoh 2: Kasus PPh pasal 28

Nona Fitri, status TK/0, adalah pengusaha sekaligus eksportir batik. Dalam tahun 2010, Nona
Fitri membukukan laba Rp650.000.000. Selama tahun 2010, Nona Fitri juga memberikan
zakat kepada Badan Amil Zakat yang disahkan pemerintah (BAZIS) sebesar Rp50.000.000
dan telah membayar angsuran PPh 25 dengan total Rp180.000.000. Selama tahun 2010, Nona
Fitri melakukan 7 kali perjalanan ke luar negeri dalam rangka usaha ekspor batik dengan
menggunakan pesawat. Berapakah PPh yang lebih atau kurang bayar?

Penghasilan neto fiskal dalam negeri dan usaha 650.000.000

Dikurangi:

Zakat atas penghasilan 50.000.000

PTKP 15.840.000 (65.840.000)

Penghasilan Kena Pajak 584.160.000

PPh Terutang (tarif Pasal 17 UU PPh)

5% x 50.000.000 2.500.000

15% x 200.000.000 30.000.000

25% x 250.000.000 62.500.000

30% x 84.160.000 25.248.000 120.248.000

Pengembalian PPh Ps. 24 yang telah dikreditkan 0

Jumlah PPh yang terutang 120.248.000

Dikurangi kredit pajak

PPh yang dibayar sendiri

PPh Pasal 25 180.000.000

STP PPh Pasal 25 (Hanya Pokok Pajak) 0

Fiskal Luar Negeri 7.000.000 (187.000.000)

PPh yang lebih dibayar (PPh Ps. 28A) (66.752.000)

Karena jumlah PPh terutang Nona Fitri selama tahun 2010 lebih kecil dari angsuran pajaknya,
maka terdapat kelebihan pembayaran PPh (PPh Pasal 28A) sebesar Rp66.752.000. Jumlah
kelebihan ini dapat dimintakan restitusi pajak, atau dapat dikompensasi untuk pembayaran
pajak tahun 2011.

Pajak Penghasilan Pasal 29

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 hanya akan dibayarkan 1x dalam 1 tahun pajak dan
berbeda dengan PPh lainnya yang biasa dihitung dan dibayarkan setiap bulannya (jika ada).
Dalam artian, PPh Pasal 29 akan dilaporkan ketika Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib
Pajak Badan hendak melaporkan SPT Tahunan.

Menurut UU (Undang-undang) No. 36 Tahun 2008, pajak penghasilan (PPh) Pasal 29


adalah:

PPh Kurang Bayar (KB) yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh
yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh
Pasal 21, 22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25.

Dalam hal ini, Wajib Pajak (WP) wajib memiliki kewajiban melunasi kekurangan
pembayaran pajak yang terutang sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan.

Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib
dilunasi paling lambat 31 Maret tahun berikutnya bagi Wajib Pajak Orang Pribadi atau 30
April tahun berikutnya bagi Wajib Pajak Badan.

Jika diakhir perhitungan SPT Tahunan (baik wajib pajak orang pribadi maupun badan),
mendapatkan adanya PPh kurang bayar (PPh 29), maka Wajib Pajak diwajibkan untuk
membayar kekurangan pajaknya terlebih dahulu sebelum pada pelaporan SPT Tahunan.

PPh Pasal 29 selalu dikait-kaitkan dengan PPh Pasal 25. Untuk membedakan kedua pasal
tersebut ada kata kunci yang dapat mempermudah wajib pajak dalam perbedaannya.

Pada PPh Pasal 29 kata kuncinya adalah PELUNASAN dalam artian PPh Pasal 29
merupakan kekurangan pajak yang terutang pada akhir tahun pajak (kekurangan bayar pajak
setelah dikurangi pajak-pajak lainnya).

Sedangkan kata kunci untuk PPh Pasal 25 adalah ANGSURAN dalam artian PPh Pasal
25 merupakan angsuran pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak setiap bulannya, dan
pada tahun berikutnya dapat digunakan wajib pajak sebagai pengurang pajak sebelum didapat
angka untuk PPh Pasal 29.

Ketentuan Tarif PPh Pasal 29

Tarif PPh Pasal 29 yang dikenakan kepada Wajib Pajak mengikuti ketentuan sebagai berikut.

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOPPT)

PPh Pasal 25 yang dilunasi = 0,75 x jumlah penghasilan/omzet per bulan.

PPh Pasal 29 yang wajib dilunasi = PPh yang masih terutang – PPh Pasal 25 yang sudah
dilunasi.

2. Wajib Pajak Badan (WPB)

Besarnya tarif pajak penghasilan badan usaha dibedakan menjadi beberapa jenis. Tarif
tersebut dikategorikan berdasarkan dengan jumlah pendapatan yang didapatkan badan usaha
tersebut pada satu tahun pajak. Jenis tarif pajak penghasilan badan dapat dibedakan sebagai
berikut.

a. Badan Usaha yang mempunyai pendapatan bruto hingga 4,8 miliar per tahun akan
dikenakan tarif pajak PPh final, yakni PPh Pasal 4 ayat 2. Perhitungan pajaknya 1% x
seluruh pendapatan bruto dari hasil usaha perseroan. Sementara berdasarkan PP 46
Tahun 2013, Wajib Pajak ataupun badan usaha harus menyetorkan Pajak PPh tersebut
tiap bulan dan paling lambat pada tanggal 15.

b. Badan Usaha yang mempunyai pendapatan bruto lebih besar dari 50 miliar per tahun.
Besarnya tarif pajak penghasilan (PPh badan) dikenakan tarif pajak tunggal, yaitu 25% x
laba bersih sebelum pajak.

c. Badan Usaha yang mempunyai pendapatan bruto lebih besar dari 4,8 miliar serta kurang
dari 50 miliar per tahun. Badan usaha ini dikenakan dua tarif perhitungan pajak: tarif
dengan besar 12,5% bagi pajak penghasilan yang memperoleh fasilitas/pendapatan bruto
hingga 4,8 miliar dan tarif 25% untuk pajak penghasilan yang tidak memperoleh
fasilitas/pendapatan bruto 4,8-50 miliar.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, PPh Pasal 29 wajib disetor dengan memakai SSP,
yakni paling lambat sebelum SPT Tahunan dilaporkan pada KPP ataupun pada akhir bulan
ke-3 tahun pajak berikutnya bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Sementara bagi Wajib Pajak
Badan, dilaporkan pada akhir bulan ke-4 tahun pajak berikutnya. Kode yang dipakai untuk
jenis setoran PPh Pasal 29 bagi Wajib Pajak Badan, yaitu 411126-200. Sementara kode untuk
jenis setoran PPh Pasal 29 bagi wajib pajak orang pribadi ialah 411125-200.

Studi Kasus PPh Pasal 25 dan Pasal 29 pada Orang Pribadi

Diketahui beberapa data berikut:

Gaji Anton 1 Tahun: Rp129.000.000

THR: Rp11.000.000

PTKP: (K/0) = Rp58.500.000

Penghasilan Neto: Rp134.000.000

PPh 21 yang telah dipotong perusahaan: Rp6.325.000

Penghasilan lain-lain: Rp45.000.000

Angsuran PPh Pasal 25 (Tahun 2015): Rp6.398.000

Keterangan Jumlah (Rp)

1. Penghasilan dari Usaha –

2. Penghasilan dari Pekerjaan 134.000.000

3. Penghasilan Lain-lain 45.000.000

Total Penghasilan 179.000.000


Keterangan Jumlah (Rp)

PTKP 2016 (K/0) (58.500.000)

PKP 120.500.000

PKP dibulatkan 120.500.000

PPh Terutang 13.075.000

Dipotong Pihak Lain 6.325.000

Pajak yang harus dibayar sendiri 6.750.000

Angsuran PPh Pasal 25 (Tahun 2015) 6.398.000

KB/LB PPh Pasal 29 352.000

PPh Pasal 25 tahun berikut 562.500

Pembulatan PPh Pasal 25 tahun berikut 562.000

Dari perhitungan di atas, sudah diketahui bahwa PPh Pasal 29 (KB) Anton yang harus
dibayarkan sebelum pada pelaporan SPT Tahunan adalah sebesar Rp352.000, dan PPh Pasal
25 (Angsuran) untuk tahun berikutnya adalah sebesar Rp562.000.

Studi Kasus PPh Pasal 25 dan Pasal 29 pada Badan

CV ABC adalah CV yang bergerak di bidang garment dengan memproduksi pakaian pria
wanita dari anak-anak sampai dewasa. Dalam penjualannya tersebut, CV ABC
memasukannya kepada swalayan swalayan besar serta membuka counter sendiri di beberapa
mall.

Selain itu, juga CV ABC ada melakukan penjualannya ke luar negri yaitu ke Dubai dan
Jepang (ekspor). Adapun data-data yang dimiliki oleh CV ABC (mengacu pada tahun pajak
2016):

Penjualan Bersih

= Penjualan Lokal + Penjualan Ekspor

= Rp53.342.650.000 + Rp16.275.000.000

= Rp69.617.650.000

Harga Pokok Penjualan (HPP)

= Persediaan Awal + Pembelian – Persediaan Akhir

= Rp1.007.955.828 + (Rp43.357.189.324,62 + Rp4.057.482.493,84) – Rp2.103.620.300

= Rp46.319.007.346,46

Total Biaya Produksi Tidak Langsung = Rp6.972.165.831,63

Harga Pokok Produksi

= Pemakaian Bahan Baku + Biaya Produksi Tidak Langsung

= Rp46.319.007.346,46 + Rp6.972.165.831,63

= Rp53.291.173.178,09

Harga Pokok Penjualan (HPP) = Rp47.888.472.028,59

Laba Kotor

= Penjualan Bersih – HPP

= Rp69.617.650.000 – Rp47.888.472.028,59

= Rp21.729.177.971,41

Biaya Administrasi dan Umum = Rp20.534.540.086,20


Laba Rugi Operasi

= Laba Kotor – Biaya

= Rp21.729.177.971,41 – Rp20.534.540.086,20

= Rp1.194.637.885,21

Laba Rugi Sebelum Koreksi Fiskal

= Laba Rugi Operasi + Pendapatan Lain lain – Biaya lain lain

= Rp1.194.637.885,21 + Rp25.261.844,13 – Rp285.923.426,73

= Rp933.976.302,61

Koreksi Fiskal

= Biaya Telepon Pegawai (50%)

= 50% x Rp7.425.000

= Rp3.712.500

Dari data yang ada diatas, maka mari hitung berapa besarnya PPh Pasal 29 yang harus
dibayarkan CV “ABC” dan berapa PPh Pasal 25 atas angsurannya?

Laba Rugi Sebelum Pajak

= Rp933.976.302,61 + Rp3.712.500

= Rp937.688.802,61 (dibulatkan Rp937.688.000)

Dikarenakan penghasilan CV ABC dalam setahun lebih dari Rp50 miliar, maka
perhitungannya adalah menggunakan tarif 25% = Rp937.688.000 x 25% = Rp234.422.000

PPh Pasal 29

= Rp234.422.000 – Rp168.982.456 (angsuran PPh 25)

= Rp65.439.544

Angsuran PPh Pasal 25


= Rp234.422.000 : 12

= Rp19.535.166,67 (dibulatkan Rp19.535.000)

Kesimpulan PPh Pasal 29

CV ABC pada pelaporan pajak tahunan tahun pajak 2016, dengan diperolehnya data-data di
atas, maka CV ABC memiliki kurang bayar sebesar Rp439.544 yang harus dibayarkan
sebelum pelaporan SPT Tahun 2016 ini dilaporkan (akhir April tahun berikutnya, jika tidak
adanya penundaan).

Dari perhitungan diatas CV ABC diketahui PPh Pasal 25 atas angsuran sejak berakhirnya
pelaporan ini adalah sebesar Rp535.000 per bulan. Angsuran ini nantinya akan menjadi
pengurang untuk kurang bayar pada pelaporan SPT Tahun selanjutnya, dan untuk
meringankan pembayaran pajak CV ABC.
DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus, Buku 1 edisi 10. Salemba Empat. Jakarta

https://www.finansialku.com/pph-pasal-28/

https://www.finansialku.com/pph-pasal-29/

https://www.cermati.com/artikel/pph-pasal-29-inilah-penjelasan-tarif-dan-perhitungannya

Anda mungkin juga menyukai