Anda di halaman 1dari 25

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan


yang dibimbing oleh dosen pengampu :
Dwinda Dian Saraswati, SE.,MM

Disusun oleh :
Kelompok 4 ( 5-B2 )

Dian Mawardi ( 19130210128p )


Nanda Octavia P ( 18130210064 )
Stephani Gandhi R ( 18130210479 )
Yudha Dwi Pradita ( 18130210122 )
Yuni Sarah ( 18130210104 )
Muhammad Rizal F ( 18130210166 )

UNIVERSITAS ISLAM KADIRI - KEDIRI


FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
TAHUN AJARAN 2020 / 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan Rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Perpajakan yang berjudul “ Pajak Bumi dan Bangunan”
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan oleh
karena itu penulis minta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis juga
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah
ini. Makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan pihak-pihak yang
terkait begitu juga mungkin dalam penyajiannya jauh dari kesempurnaan karena
masih banyak terdapat kekurangan serta kelemahan dalam penyusunan makalah
ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan
bisa menambah pengetahuan bagi pembaca.

Kediri, 18 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1


1.2 Rumus Masalah ..............................................................................
1.3 Tujuan ..............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Dasar Hukum PBB……………………………………………… .. 3


2.2 Asas PBB…………………………………………………………… 3
2.3 Pengertian-pengertian…………………………………………….. 3
2.4 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)………………………………….. 4
2.5 Objek Pajak……………………………………………………….. 4
2.6 Subjek Pajak………………………………………………………. 5
2.7 Tarif Pajak………………………………………………………… 6
2.8 Dasar Pengenaan Pajak………………………………………….. 6
2.9 Cara Menghitung Pajak………………………………………….. 6
2.10 Tahun Pajak, Saat dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang 7
2.11 Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)……… . 7
2.12 Tata Cara Pembayaran dan Surat Tagihan PBB………………… 15
2.13 Keberatan dan Banding……………………………………….......... . 17
2.14 Pengurangan Pajak………………………………………………….. 18
2.15 PBB Perdesaan dan Perkotaan…………………………………… ... 19

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………. ... … .... 20

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 2

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bumi yang kita pijak ini sebenarnya merupakan hak kita tetapi kita

memiki kewajiban tersendiri pula untuk membayar atas apa yang telah kita

gunakan seperti bangunan, sawah, ladang dan lainnya. Sejak diberlakukannya

peraturan perundang-undangan pendaerahan PBB. Pengelolaan PBB bukan

lagi jadi wewenang Kantor Pelayanan Pajak tetapi berpindah tangan ke

pemeratahan Kabupaten/Kota.Jadi SPPT PBB yang kita terima akan berbeda

baik bentuk, warna dan tarif pajak serta susunanya karena menyesuaikan

dengan peraturan dan ketentuan perundangan yang ditetapkan di wilayah

Kabupater/Kota, yang umumnya mengadopsi UU No 12 tahun 1984 Jo UU

No 12 Tahun 1994. Tetapi karena kondisi kebutuhan dan kemampuan setiap

daerah berbeda maka Pemerintah Kabupaten/Kota akan membuat peraturan

tentang PBB sesuai dengan kemampuandan kebutuhan.

Pembayaran PBB ini wajib bagi masyarakat yang memanfaatkan dan

menggunakan lahan di bumi dan bangunan, dimana besarnya pembayaran

akan tergantungkepada berapa banyak aset yang dimiliki serta berapa besar

objek yang tidak kena pajak.

1
1.2 Rumusan Masalah
Cangkupan dari Pajak Bumi dan Bangunan sangatlah luas. Mulai dari

dasar hukum, Asas, Objek dan subjek PBB, Tarif pajak, Cara menghitung

Pajak, hingga Pengurangan wajib pajak bumi dan Bangunan. Makalah ini

akan membahas hal-hal penting terkait Pajak Bumi dan Bangunan.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah membantu pembaca untuk


mengetahui lebih dalam lagi tentang pajak bumi dan bangunan, sehingga
pembaca tidak hanya membaca saja tetapi berharap untuk lebih mengetahui
lagi apa itu yang dimaksud dengan pajak bumi dan bangunan, apa saja aturan-
aturan atau kewajiban-kewajiban yang ada di pajak bumi dan bangunan,
mengetahui bagaimana cara bekerja pajak bumi dan bangunan di indonesia,
dan bagaimana hasil pajak bumi dan bagunan tersebut harus digunakan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dasar Hukum

Dasar hukum pajak bumu dan bangunan (PBB) adalah Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1994.

2.2 Asas

Asas pajak bumi dan bangunan adalah :

1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan

2. Adanya kepastian hukum

3. Mudah dimengerti dan adil

4. Menghindari pajak berganda

2.3 Pengertian-Pengertian

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.

Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-

rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara

tetap pada tanah dan/atau perairan.

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan

oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan Undang-

Undang Pajak Bumi dan Bangunan.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang

digunakan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya

3
pajak terutang kepada Wajib Pajak. Direktorat Jendral Pajak menerbitkan

SPPT berdasarkan SPOP Wajib Pajak.

2.4 Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)

NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang

terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beliNJOP

ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis atau

Nilai Perolehan Baru atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti,

2.5 Objek Pajak

1. Yang menjadi objek pajak adalah bum dan/atau bangunan.

2. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan banguan adalah

pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan

sebagai pedoman, serta memudahkan penghitungan pajak yang terutang.

3. Pengecualian Objek Pajak

Pengecualian objek pajak yang tidak dikenakan PBB yaitu :

a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umumdan

tidak untuk mencari keuntungan.

b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang

sejenisnya

c. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman

nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah

negara yang belum dibebani suatu hak.

d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asass

timbal balik.

4
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional

yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

2.6 Subjek Pajak

1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan usaha yang secara

nyata mempunyai suatu ha katas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas

bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas

bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan

merupakan bukti pemilikan hak.

2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no.1 yang dikenakan

kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak.

3. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya,

Dirjen Pajak menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no.1

sebagai wajib pajak.

Hal ini berarti memberikan kewenanagan kepada Dirjen Pajak untuk

menentukan subjek pajak apabila suatu objek pajak belum jelas wajib

pajaknya.

4. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam no.3 dapat

memberikan keterangan secara tertulis kepada Dirjen Pajak bahwa ia

bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud.

5. Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam no.4 disetujui,

maka Dirjen Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak

sebagaimana dalam no.3 dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterimanya

surat keterangan dimaksud.

5
6. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Dirjen Pajak

mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alas an-

alasannya.

7. Apabila setelah jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya

keterangan dalam no.4, Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan, maka

keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.

2.7 Tarif Pajak

Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5%.

2.8 Dasar Pengenaan Pajak

1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

2. Besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 tahun oleh Kepala Kantor Wilayah

Dirjen Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan

pendapat Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah Daerah) setempat.

3. Dasar penghitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya

20% dan setinggi-tingginya100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

4. Besarnya persentase ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan

memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

2.9 Cara Menghitung Pajak

Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan

NJKP :

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP

= 0,5%x[persentase NJKP x (NJOP –

NJOPTKP)]

6
2.10 Tahun Pajak, Saat dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang

1. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 tahun takwim.

2. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek

pajak pada tanggal 1 januari.

3. Tempat pajak yang terutang :

a. Untuk daerah Jakarta di wilayah DKI Jakarta

b. Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten/Kota.

2.11 Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan Pajak

Terutang (SPPT) dan Surat Penetapan Pajak (SKP)

A. SPOP
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah sarana bagi Wajib Pajak
(WP) untuk mendaftarkan Objek Pajak yang akan dipakai sebagai dasar
untuk menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang.

a. Hak Wajib Pajak

1. Memperoleh formulir SPOP secara gratis pada Kantor


Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau tempat lain yang
ditunjuk.
2. Memperoleh penjelasan, keterangan tentang tata cara pengisian
maupun penyampaian kembali SPOP pada KPP atau KP2KP.
3. Memperoleh tanda terima pengembalian SPOP dari KPP, atau
KP2KP.
4. Memperbaiki/mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan
dalam pengisian dengan melampirkan foto kopi bukti yang sah
(sertifikat tanah, akta jual beli tanah, dan lain-lain).

7
5. Menunjuk orang/pihak lain selain pegawai Direktorat Jenderal
Pajak dengan surat kuasa khusus bermeterai, sebagai kuasa
Wajib Pajak untuk mengisi dan menandatangani SPOP.
6. Mengajukan permohonan tertulis mengenai penundaan
penyampaian SPOP sebelum batas waktu dilampaui dengan
menyebutkan alasan-alasan yang sah.

b. Kewajiban Wajib Pajak

1. Mendaftarkan Objek Pajak dengan cara mengisi SPOP.


2. Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap:
a. Jelas berarti dapat dibaca sehingga tidak menimbulkan
salah tafsir;
b. Benar berarti data yang diisi sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya;
c. Lengkap berarti terisi semua dan ditandatangani serta
dilampiri surat kuasa khusus bagi yang dikuasakan.
3. Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi WP ke
KPP Pratama atau KP2KP setempat selambat-lambatnya
30 hari setelah formulir SPOP diterima.
4. Melaporkan perubahan data Objek Pajak/WP ke KPP Pratama
atau KP2KP setempat dengan cara mengisi SPOP sebagai
perbaikan/pembetulan SPOP sebelumnya.

c. Sanksi

1. Sanksi Administrasi
a. Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada
waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat
Teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak

8
(SKP) dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar
25% dari PBB yang terutang.
b. Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa
ternyata tidak benar (lebih kecil), maka akan diterbitkan
SKP dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar
25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.
2. Sanksi Pidana
a. Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan
SPOP atau mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan
kerugian bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan
selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-
tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang :
b. Barang siapa karena dengan sengaja:
a. tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP
kepada Direktorat Jenderal Pajak;
b. menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan
yang tidak benar;
c. memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau
dokumen lain yang palsu atau dipalsukan
seolaholah benar;
d. tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan
surat atau dokumen lainnya;
e. tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan
keterangan yang diperlukan :

sehingga menimbulkan kerugian pada Negara,


dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2

9
(dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5
(lima) kali pajak yang terutang.

Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan


lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun,
terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana
penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.
Terhadap bukan Wajib Pajak yang bersangkutan yang melakukan
tindakan sebagaimana huruf iv dan huruf v, dipidana dengan pidana
kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-
tingginya Rp. 2.000.000,-

B. SPPT
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah Surat yang digunakan
oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya Pajak
Bumi dan Bangunan yang terhutang kepada wajib pajak.

a. Hak Wajib Pajak

 Menerima SPPT PBB untuk setiap tahun pajak.

 Mendapatkan penjelasan berkaitan dengan ketetapan PBB


dalam hal wajib pajak meminta.

 Mengajukan keberatan dan/atau pengurangan.

 Mendapatkan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB


dari Bank/Kantor Pos dan Giro yang tercantum pada SPPT
atau

 Mendapatkan Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas


pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dalam
hal pembayaran PBB dilakukan melalui petugas pemungut
PBB.

10
 Mendapatkan resi/struk ATM/bukti pembayaran PBB
lainnya (sebagai bukti pelunasanpembayaran PBB yang sah
sebagai pengganti STTS dilakukan melalui fasilitas
ATM/fasilitas perbankan elektronik lainnya.

b. Kewajiban Wajib Pajak

 Mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dengan


lengkap, benar dan jelas dan menyampaikan ke KPP
Pratama/KPPBB/KP2KP/KP4 setempat selambat
lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya
SPOP oleh subjek pajak.

 Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan


mengirimkannya kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas
Pendapatan Daerah/KP2KP/KP4 untuk diteruskan ke KPP
Pratama/KPPBB yang menerbitkan SPPT.

 Melunasi PBB pada tempat pembayaran PBB yang telah


ditentukan.

c. Cara Mendapatkan SPPT

 Mengambil sendiri di Kantor Kelurahan/Kepala Desa atau


di KPP Pratama/KPPBB tempat objek pajak terdaftar atau
tempat lain yang ditunjuk.

 Dalam rangka pelayanan, SPPT dapat dikirim melalui


Kantor Pos dan Giro atau diantarkan oleh aparat
Kelurahan/Desa.

 Wajib Pajak dapat menggunakan fasilitas kring pajak


(500200) yang merupakan layanan pulsa lokal dari fixed
phone /PSTN.

11
d. Tata Cara Pembayaran PBB

 Bank atau Kantor Pos dan Giro tempat pembayaran yang


tercantum pada SPPT atau

 Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk


resmi.

 Tempat Pembayaran elektronik

Untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak,


pembayaran PBB juga dapat dilakukan melalui tempat
pembayaran elektronik yang disediakan bank seperti
ATM/teller/fasilitas lain. Keuntungan pembayaran PBB
melalui tempat pembayaran elektronik adalah :

a. Melayani pembayaran PBB atas objek pajak diseluruh


Indonesia.

b. Tidakterikat pada hari kerja dan jam operasional bank


untuk pembayaran PBB.

c. Terhindar dari antrian di bank pada saat pembayaran


PBB.

Bank yang menyediakan fasilitas elektronik adalah:

 ATM dan Counter Teller Bank DKI untuk objek pajak yang berada
di wilayah Propinsi DKI Jakarta;

 ATM dan Counter Teller Bank Jatim untuk objek pajak yang
berada di wilayah Propinsi Jawa Timur;

 ATM dan Counter Teller Bank Bumiputera untuk objek pajak di


seluruh Indonesia;

12
 ATM dan Counter Teller Bank Bukopin untuk objek pajak di
seluruh Indonesia;

 ATM dan Counter teller bank Nusantara Parahyangan untuk objek


pajak di seluruh Indonesia;

 Internet Banking, Phone Plus, ATM dan Teller BNI untuk objek
pajak di seluruh Indonesia;

 Internet Banking dan ATM BCA untuk objek pajak di seluruh


Indonesia;

 Internet Banking, SMS Banking, Phone Banking dan ATM


MAndiri untuk objek pajak di seluruh Indonesia.

Resi/Struk ATM, Print out Internet BAnking ataupun bukti


pembayaran (melalui teller) diperlakukan sebagai pengganti STTS.
Apabila tanda terima pembayaran tersebut rusak/hilang, wajib
pajak dapat meminta surat keterangan lunas ke KPP.

C. SKP

Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor


Pelayanan Pajak Pratama atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang termasuk
denda administrasi, kepada Wajib Pajak (WP).

a. Dasar Penerbitan SKP

1. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) :

- Tidak diisi denga jelas dan lengkap serta tidak


ditanda tangani oleh WP

13
- Tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu 30
hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan / keterangan lain ternyata


jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak
yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampiakan WP

b. Jumlah Pajak Terutang Dalam SKP

1. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang disebabkan


SPOP tidak diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta
tidak ditandatangani oleh WP atau pengembalian SPOP
lewat 30 hari setelah diterima WP, adalah sebesar pokok
pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25%
dihitung dari pokok pajak.

2. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP yang didasarkan


atas hasil pemeriksaan atau keterangan lain adalah selisih
pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain dengan pajak terutang yang dihitung
berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi sebesar
25 % dari selisih pajak yang terutang.

c. Cara Penyampaian SKP

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Kantor Pelayanan Pajak


Bumi dan Bangunan, Kantor Penyuluhan dan Pengamatan
Potensi Perpajakan.

2. Kantor Pos dan Giro.

3. Pemerintah Daerah.

14
d. Batas Waktu Pelunasan SKP

SKP harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak SKP
diterima oleh WP.

2.12Tata Cara Pembayaran dan Surat Tagihan PBB

a. Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan


Menurut (Suharsono, 2015), mengemukakan bahwa: “Penagihan pajak
adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingati,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat
paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita”.

b. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan


Batas waktu pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan akan jatuh tanggal
31 Agustus. Wajib pajak yang belum mendapatkan Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) bisa langsung mendatangi
kantor kelurahan setempat atau pengurus Rukun Warga (RW) atau
Rukun Tetangga (RT). Hal ini dikarenakan SPPT akan langsung
didistribusikan dari kelurahan ke RW dan RT. Pembayaran Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), wajib pajak bisa melakukannya dengan dua cara,
yakni online dan offline.

2.13Keberatan dan Banding

1. Keberatan
Setidaknya terdapat tiga syarat dalam mengajukan keberatan pajak yang
tertuang dalam Pasal 103 ayat (2) sampai dengan ayat (4).

15
 Pertama, keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa
Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
 Kedua, keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama
tiga bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau
pemungutan. Namun, jangka waktu tersebut dapat dikesampingkan
apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu
tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya
(force majeur).
 Ketiga, keberatan dapat diajukan apabila wajib pajak telah
membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak.
Apabila pengajuan keberatan tidak memenuhi tiga persyaratan
tersebut maka keberatan tidak dapat dipertimbangkan.
Selanjutnya, tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh kepala
daerah atau pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan
melalui surat pos, tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.

Dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima, kepala daerah harus memberi keputusan atas keberatan
yang diajukan. Dalam hal jangka waktu tersebut telah lewat dan kepala
daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut
dianggap dikabulkan. Keputusan keberatan tersebut dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang
terutang.

2. Banding

Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang


Pengadilan Pajak, banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan
oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan
pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan banding.

16
Dalam konteks pajak daerah, wajib pajak dapat mengajukan
permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan
mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh kepala daerah sesuai dengan
Pasal 105 ayat (1) UU PDRD. Dengan demikian, upaya hukum banding
hanya dapat diajukan setelah melalui proses keberatan terlebih dahulu.

Mengacu pada Pasal 105 ayat (2) UU PDRD, permohonan banding


diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas.
Pengajuan dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak keputusan
diterima dan dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar
pajak sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding.

Lebih lanjut, sanksi dan imbalan bunga yang menjadi konsekuensi


atas keputusan keberatan dan/atau banding diatur dalam Pasal 106 UU
PDRD. Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan
dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24
bulan. Imbalan bunga tersebut dihitung sejak bulan pelunasan sampai
dengan diterbitkannya SKPDLB.

Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian,


wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50%. Denda
dihitung dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi
dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Namun,
jika wajib pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif
sebesar 50% tersebut tidak dikenakan.

Sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dikenakan pada


wajib pajak apabila permohonan banding ditolak atau dikabulkan
sebagian. Sanksi denda tersebut dihitung dari jumlah pajak berdasarkan

17
putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.

2.14 Pengurangan Pajak

Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan permohonan Pengurangan

atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak

(SKP) yang diterbitkan oleh Kantor Pajak.

Pengertian Pengurangan Atau Pembatalan Ketetapan Pajak adalah:


c. Pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak (SKP) yang
tidak benar.
d. Pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak (STP)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 Tentang KUP yang tidak benar.
e. Pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari
hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
1. Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
2. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

7. Pengurangan Denda Administrasi

Direktur Jenderal Pajak atas permintaan Wajib Pajak dapat mengurangkan

denda administrasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) karena hal-hal tertentu.

Hal-hal tertentu yang dimaksud berupa:

a. kealpaan Wajib Pajak


b. bukan kesalahan Wajib Pajak
c. Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas pada:
o akhir tahun buku sebelum tahun pengajuan permintaan
pengurangan denda administrasi PBB, dalam hal Wajib Pajak
menyelenggarakan pembukuan atau

18
o akhir tahun kalender sebelum tahun pengajuan permintaan
pengurangan denda administrasi PBB, dalam hal Wajib Pajak
melakukan pencatatan
d. terjadi bencana alam atau kejadian luar biasa lainnya sehingga Wajib
Pajak tidak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya atau
e. hal-hal lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

Sedangkan, denda administrasi PBB meliputi:

a. denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) yang


dihitung dari pokok pajak yang tercantum dalam SKP PBB atau
b. denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan yang tercantum
dalam STP PBB.

2.15PBB Perdesaan dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas
bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman
serta laut wilayah kabupaten/kota.Bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman
dan/atau laut.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan artinya besarnya pajak


terutang ditentukan oleh keadaan objek,
2. Objek PBB terdiri dari dua hal yaitu bumi yang merupakan permukaan
bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya dan bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan,
3. Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai
suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
4. Sebelum objek pajak dikenakan PBB terlebih dahulu harus didaftarkan
menggunakan sarana berupa Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
untuk objek berupa tanah dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (LSPOP) jika ada bangunannya,
5. Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP),
6. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
ditetapkan setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,- untuk setiap wajib pajak,
sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4)
besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp. 10.000.000,-
7. Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya
NJKP adalah 40% dari NJOP untuk objek P3 serta objek PBB lainnya
apabila NJOP ≥ 1 milyar rupiah dan sebesar 20% dari NJOP untuk objek
PBB Lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah.
8. Tarif PBB Undang-undang No.12 tahun 1994 adalah flat sebesar 0.5%,
sedangkan menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2)
adalah paling tinggi 0.3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
9. Perbandingan penerapan PBB antara UU No.12 Tahun 1994 dengan UU
No. 28 Tahun 2009 :

20
21
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo (2019).Perpajakan Edisi 2019.ANDI Yogyakarta. Hlm 305-312

https://bapenda.kamparkab.go.id/bapendaweb/tarif-pajak-pbb-pedesaan-dan-

perkotaan/#:~:text=Pajak%20Bumi%20dan%20Bangunan%20Perdesaan,perkebu

nan%2C%20perhutanan%2C%20dan%20pertambangan.

https://www.wibowopajak.com/2020/09/pengurangan-atau-pembatalan-

ketetapan.html#:~:text=Penolakan%20atas%20permohonan%20pembatalan%20y

ang,Atau%20Pembatalan%20Ketetapan%20Pajak%20adalah%3A&text=Pengura

ngan%20atau%20pembatalan%20Surat%20Tagihan,Tentang%20KUP%20yang%

20tidak%20benar.

22

Anda mungkin juga menyukai