Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN

Tugas ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntansi Keuangan
Menengah 2 yang diampu oleh Ibu Hastuti, SE.,M.Si.Ak

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Dafa Listyo Muzakki 215154007
Firdaus Syahid Alfaridzi 215154009
Muhamad Raihan Habibuddin 215154016
Rizky Yudiansyah 215154023

2A AC

PROGRAM STUDI D4 AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2023/2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR..............................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2

1.3 Tujuan..........................................................................................................................2

BAB 2.........................................................................................................................................4

PEMBAHASAN........................................................................................................................4

2.1 Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK 46.............................................................................4

2.1.1 Tujuan.......................................................................................................................4

2.1.2 Ruang Lingkup..........................................................................................................4

2.1.3 Definisi yang Dirumuskan dalam PSAK 46.............................................................4

2.2 Definisi dan Jenis-Jenis Pajak Penghasilan......................................................................6

2.2.1 Definisi Pajak Penghasilan........................................................................................6

2.3 Beberapa Istilah yang Dirumuskan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan RI........8

2.3.1 Subjek Pajak..............................................................................................................8

2.3.2 Objek Pajak...............................................................................................................9

2.3.3 Penghasilan (Income)................................................................................................9

2.3.4 Beban (Expense).....................................................................................................10

2.3.5 Pengeluaran yang Tidak Diakui sebagai Beban dalam Peraturan Perpajakan........10

2.3.6 Penyusunan Aset Tetap Berwujud dan Amortisasi Aset Takberwujud..................11

2.4 Pengakuan dan Pengukuran Pajak.................................................................................11

2.4.1 Pajak Kini................................................................................................................11

ii
2.4.2 Pajak Tangguhan.....................................................................................................12

2.4.3 Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan Tidak Didiskontokan...................................14

2.5 Penyajian Pajak Penghasilan..........................................................................................14

2.6 Pajak Penghasilan Final.................................................................................................16

2.6.1 Penyajian Beban (Penghasilan) Pajak Terkait dengan Laba Rugi dari Aktivitas
Normal..............................................................................................................................16

2.6.2 Pengungkapan.........................................................................................................16

2.5.3 Perlakuan Akuntansi atas Tambahan Pokok Pajak dan Denda...............................18

2.6.4 Perbandingan IAS 12 dengan PSAK 46..................................................................18

BAB 3.......................................................................................................................................19

PENUTUP................................................................................................................................19

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................19

3.2 Saran...............................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan.

Kami telah menyusun makalah tentang "Pajak Penghasilan" yang merupakan salah
satu tugas dalam mata kuliah Akuntansi Keuangan Menengah 2. Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu dalam rangka penyempurnaan dan perbaikan, kami sangat
mengharapkan masukan dari para pembaca, baik berupa sumbangan pikiran maupun kritik
dan saran untuk yang membangun.

Terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah, teman-teman, dan semua pihak
yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, 02 April 2023

Penulis

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan dalam bidang akuntansi keuangan yang lazimnya disebutkan


sebagai laporan keuangan komersial disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan
yang berlaku, di Indonesia harus berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK),
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP), Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (SAK-EMKM) yang disusun
dan diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK-IAI). Pembahasan selanjutnya untuk laporan keuangan komersial akan
didasarkan pada SAK, yaitu standar akuntansi keuangan yang berlaku untuk entitas
berakuntabilitas publik. Sedangkan laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan hukum
pajak yang berlaku di suatu negara. Sudah jelas antar laba rugi yang disusun berdasarkan
standar akuntansi keuangan atau yang biasa disebut laporan keuangan komersial dan laba
rugi fiskal yang disusun berdasarkan hukum fiskal pasti akan terdapat perbedaan atau
selisih. Bab ini akan menjelaskan bagaimana akuntansi atas pajak penghasilan yang
penting untuk menentukan laba bersih entitas, dengan berpedoman pada PSAK 46.

Dunia usaha tak terlepas dari masalah perpajakan. Perlu dipahami beberapa hal pokok
yang menyangkut masalah akuntansi perpajakan:

1. Dari sudut subjek pajak (orang pribadi atau badan usaha) dan obyek pajak
(penghasilan, laba rugi, transaksi, barang atau jasa yang diperdagangkan) dikenal
berbagai jenis pajak, baik tergolong sebagai pajak langsung maupun tak langsung.
PSAK 46 Pajak Penghasilan khusus mengatur permasalahan akuntansi yang
berkaitan dengan Pajak Penghasilan, yaitu pajak atas penghasilan entitas
(income).
2. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) mengatur standar akutansi yang berkaitan
dengan penyusunan laporan keuangan dalam bidang akuntansi keuangan
(financial accounting). Sedangkan pajak penghasilan haruslah dihitung dan
dibayar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
3. SAK sering kali tidak selalu sesuai dengan peraturan perpajakan, oleh karena itu
timbul masalah bagaimana merekonsiliasi pajak penghasilan yang harus dihitung

1
dan dibayar sesuai dengan peraturan perpajakan untuk dapat dilaporkan dalam
laporan keuangan yang disusun berdasarkan SAK.
4. Permasalah timbul terutama disebabkan adanya perbedaan dalam hal:
a. Dasar pengenaan pajak (tax base).
b. Pengakuan (recognition), apa yang boleh dan tidak boleh diakui sebagai
pendapatan (income) atau beban (expense).
c. Metode perhitungan beban atau pendapatan
d. Kapan suatu aset atau liabilitas pajak, pendapatan atau beban pajak diakui.
Pada dasarnya perbedaan tersebut dapat digolongkan atas perbedaan
temporer (temporary difference) dan perbedaan permanen (permanent
difference).
5. PSAK 46 merupakan “jembatan” yang menghubungkan Peraturan Pajak
Penghasilan dengan PSAK, antar laba rugi fiskal dengan laba rugi
akuntansi/bisnis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan rumusan masalah yang akan
dibahas, yaitu :

a. Apa perbedaan laba akuntansi/komersial dan laba fiscal?


b. Apa tujuan dari luang lingkup PSAK 46?
c. Apa saja istilah PSAK 46 dan peraturan perundangan perpajakan?
d. Bagaimana menghitung pajak kini?
e. Bagaimana pengakuan, perhitungan, dan pelaporan pajak tangguhan?
f. Apa kewajiban penyajian menurut PSAK 46?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini, yaitu :

a. memahami perbedaan laba akuntansi/komersial dan laba fiskal;


b. mengetahui tujuan dan ruang lingkup PSAK 46;
c. memahami istilah PSAK 46 dan peraturan perundangan perpajakan;
d. menghitung pajak kini;
e. memahami pengakuan, penghitungan, dan pelaporan pajak tangguhan;

2
f. mengetahui kewajiban penyajian menurut PSAK 46;
g. mengetahui kewajiban pengungkapan menurut PSAK 46; dan
h. memahami perbandingan IAS 12 dan PSAK 46.

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK 46

2.1.1 Tujuan
PSAK 46 bertujuan mengatur akuntansi untuk pajak penghasilan. Permasalahan
utama dalam akuntansi pajak penghasilan adalah bagaimana mengakui dan mengukur
konsekuensi pajak kini dan pajak di masa datang, yang dapat menimbulkan aset ataupun
liabilitas pajak. PSAK 46 mensyaratkan entitas untuk memperlakukan konsekuensi pajak atas
transaksi dan kejadian lain sama dengan cara entitas memperlakukan transksi atau kejadian
lain tersebut.

2.1.2 Ruang Lingkup


PSAK 46 diterapkan untuk akuntansi pajak penghasilan, termasuk semua pajak dalam
negeri dan luar negeri yang didasarkan pada laba kena pajak. Juga meliputi pemotongan
pajak yang terutang oleh entitas anak, entitas asosiasi, atau ventura bersama atas distribusi
kepada entitas pelapor, serta pajak penghasilan final. PSAK 46 tidak mengatur metode
akuntansi untuk hibah pemerintah, yang telah diatur PSAK 61 Akuntansi Hibah Pemerintah
dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah, atau kredit pajak investasi. Namun PSAK 46
diterapkan untuk akuntansi perbedaan temporer yang dapat ditimbulkan oleh hibah
pemerintah dan kredit pajak investasi. PSAK 46 merumuskan beberapa pengertian atau
definisi (paragraf 5) yang perlu dipahami dengan baik agar dapat mengerti dan
mengaplikasikan PSAK 46 tersebut dengan baik.

2.1.3 Definisi yang Dirumuskan dalam PSAK 46


 Laba (Rugi) Akuntansi
Adalah laba (rugi) selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak
 Laba kena pajak atau laba fiscal (rugi pajak atau rugi fiscal)
Adalah laba (rugi) selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang
ditetapkan oleh otoritas perpajakan atas pajak penghasilan yang terutang (dipulihkan).
 Beban pajak (penghasilan pajak)
Adalah jumlah gabungan pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax)
yang diperhitungkan dalam menentukan laba rugi pada suatu periode

4
 Pajak kini (current tax)
Adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang (dipulihkan) atas laba kena pajak
(rugi pajak) untuk suatu periode.
 Asset pajak tangguhan
Adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada periode masa depan
sebagai akibat adanya:
(a) perbedaan temporer dapat dikurangkan;
(b) akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan
(c) akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan
mengizinkan. (Kredit pajak belum dimanfaatkan merupakan fasilitas perpajakan yang
diberikan kepada entitas yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk memperoleh
pengurangan pajak terutang di masa depan)
 Liabilitas pajak tangguhan
Adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat
adanya perbedaan temporer kena pajak
 Perbedaan temporer
Adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas dalam laporan posisi
keuangan dan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa:
(a) perbedaan temporer kena pajak yaitu perbedaan temporer yang menimbulkan
jumlah kena pajak dalam penentuan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan
ketika jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau diselesaikan; atau
(b) perbedaan temporer dapat dikurangkan yaitu perbedaan temporer yang
menimbulkan jumlah yang dapat dikurangkan dalam penentuan laba kena pajak (rugi
pajak) periode masa depan ketika jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau
diselesaikan.
 Dasar pengenaan pajak (tax base) atas asset atau liabilitas
Adalah jumlah teratribusi atas aset atau liabilitas untuk tujuan pajak dengan aset atau
liabilitas untuk tujuan pajak.
a) Dasar Pengenaan Pajak (Tax Base) atas Aset
Dasar pengenaan pajak atas aset adalah nilai yang terkait dengan aset untuk tujuan
pajak, yaitu jumlah yang dapat dikurangkan untuk tujuan pajak terhadap setiap
manfaat ekonomi kena pajak yang akan mengalir ke entitas ketika memulihkan
(recovery) jumlah tercatat aset tersebut (lihat contoh a di bawah). Jika manfaat

5
ekonomi tersebut tidak dikenakan pajak, maka dasar pengenaan pajak aset tersebut
sama dengan jumlah tercatat aset tersebut (lihat contoh c di bawah).
b) Dasar Pengenaan Pajak (Tax Base) Liabilitas
Dasar pengenaan pajak untuk liabilitas adalah sebesar jumlah tercatat liabilitas,
dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat dikurangkan untuk tujuan pajak berkenaan
dengan liabilitas tersebut pada periode mendatang. Dalam hal pendapatan diterima di
muka (unearned income), dasar pengenaan pajaknya dikurangi dengan pendapatan
yang tidak dikenakan pajak pada periode mendatang

2.2 Definisi dan Jenis-Jenis Pajak Penghasilan

2.2.1 Definisi Pajak Penghasilan


Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas objek Pajak Penghasilan sebagaimana
diatur pada Undang-Undang Pajak Penghasilan. PPh atau pajak penghasilan adalah pajak
yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam suatu tahun pajak. Penghasilan yang dimaksud dapat berupa keuntungan
usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan yang lainnya.

2.2.2 Jenis Jenis Pajak Penghasilan

Dasar Hukum

Dasar hukum PPh saat ini adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan atau yang bisa disingkat menjadi UU 7/1983. Seiring berjalannya waktu
peraturan terus berkembang, UU 7/1983 mengalami perubahan sebanyak empat kali dan
disempurnakan dengan 2 undang-undang lainnya, yaitu Undang-Undang Cipta Kerja (UU
Ciptaker) dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Perubahan pertama diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, lalu perubahan


kedua diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, selanjutnya perubahan ketiga
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000; dan perubahan keempat diiatur
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Jenis-Jenis PPh Wajib Pajak Badan

1. Pajak Penghasilan Pasal 21

Pengertian PPh Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak


PER-32/PJ/2015 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah honorarium,

6
tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri.

2. Pajak Penghasilan Pasal 22

PPh pasal 22 biasanya dikenakan kepada badan usaha tertentu, baik usaha milik
pemerintah, ataupun swasta yang kegiatannya berhubungan dengan perdagangan
ekspor/impor dan juga penjualan barang mewah. Namun, untuk tarif PPh 22 sedikit
lebih rumit daripada pph lainnya. Untuk pihak pemungut PPh 22 seperti :

a)  Badan pemerintah Pusat/Daerah dan juga lembaga pemerintahan yang


berhubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang.

b)  Badan-badan tertentu, seperti badan pemerintah dan juga badan swasta yang
berhubungan dengan kegiatan pada bidang ekspor dan impor.

c)  Wajib pajak tertentu yang melakukan penjualan barang mewah.

3. Pajak Penghasilan Pasal 23

PPh pasal 23 merupakan pajak yang dipotong oleh pemungut pajak yang dikenakan
pada penghasilan atas penyerahan jasa, hadiah, royalti, dan lainnya selain yang telah
di potong oleh PPh Pasal 21. Untuk tarifnya akan di kenakan atas nilai DPP dari
penghasilannya dan pada PPh ini ada dua jenis tarif yang akan dikenakan adalah 15%
dan 2% tergantung pada objeknya contohnya seperti imbalan jasa maka akan
dikenakan tarif sebesar 2%.

4. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2

PPh pasal 4 Ayat 2 ini merupakan pajak atas jenis penghasilan yang wajib pajak
dapatkan dan pemotongannya bersifat final oleh wajib pajak badan maupun wajib
pajak pribadi dan tidak bisa di kreditkan dengan pajak penghasilan terutang. PPh 4
ayat 2 mempunyai tarif yang berbeda-beda untuk setiap jenis pajaknya maka dari itu
PPh 4 ayat 2 ini sering di katakan PPh Final juga.

5. Pajak Penghasilan Pasal 25

Pajak penghasilan ini merupakan pajak penghasilan yang dibayar secara angsuran
dengan tujuan agar meringankan beban wajib pajak dan pajak terutangnya dilunasi

7
dalan jangka waktu satu tahun dan pembayarannya tidak dapat diwakilkan melainkan
harus dilakukan sendiri.

6. Pajak Penghasilan Pasal 26

Pph pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dipotong dari badan usaha di
Indonesia atas transaksi pembayaran seperti gaji, bunga dan sejenisnya kepada Wajib
Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

7. Pajak Penghasilan Pasal 29

PPh pasal 29 merupakan PPh kurang bayar dalam SPT Tahunan PPh yang dihasilkan
dari nilai pajak terutang dikurangi dengan kredit PPh (PPh 21, 22,23 dan 24) dan PPh
pasal 25 dari suatu perusahaan dalam satu tahun pajak.

8. Pajak Penghasilan Pasal 15

PPh pasal 15 adalah pajak yang dipungut dari wajib pajak yang mempunyai atau pada
bidang industry pelayaran dan juga penerbangan international. Adapun, bisnis lain
yang bisa terkena PPh 15 yaitu seperti perusahaan pengeboran minyak.

Sesuai dengan keputusan DJP Nomor KEP-529/PJ/2019, Pajakku menyediakan akses


untuk e-Filing yang akan memudahkan Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban
pelaporan pajak, termasuk jenis pajak penghasilan sehingga pelaporan menjadi cepat,
mudah dan nyaman. Segera hubungi Pajakku untuk segala keperluan perpajakan anda.

9. PPh Pasal 19

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset
tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat
ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Sebagaimana yang dimaksud
dengan penilaian, yang mana dapat diartikan sebagai revaluasi.

2.3 Beberapa Istilah yang Dirumuskan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan RI

2.3.1 Subjek Pajak


Undang-Undang Pajak Penghasilan RI membedakan subjek pajak atas:

a. Subjek pajak orang pribadi: dan


b. Subjek pajak badan.

8
2.3.2 Objek Pajak
Untuk menghitung laba rugi fiskal baik pendapatan maupun beban haruslah mengacu
pada peraturan perundangan perpajakan yang berlaku dengan memperhatikan perubahan
terakhir. Uraian di bawah ini adalah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku pada
saat penerbitan buku ini, dalam praktek haruslah selalu diperhatikan dan dipahami peraturan
perundangan terkini.

Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa yang


merupakan objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP yang
bersangkutan, dengan nama dalam bentuk apa pun.

Berdasarkan perumusan di atas dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Pajak


Penghasilan Republik Indonesia yang berlaku bagi subjek pajak orang pribadi dan badan
usaha, memberikan pengertian obyek pajak dalam arti luas.

2.3.3 Penghasilan (Income)


Objek pajak penghasilan mencakup :

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh seperti gaji, honorarium, bonus, tunjangan, dan lain-lain. (untuk subjek
pajak pribadi)
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan: laba usaha.
3. Penghasilan dari investasi dalam bentuk tabungan atau deposito, surat berharga
(saham, obligasi), properti (tanah dan bangunan) yang menghasilkan bunga, dividen,
sewa, selisih kurs, dan laba penjualan kembali investasi.
4. Lain-lain, yaitu:
a. Penerimaan Kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
b. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
c. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
d. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva (pasal 19);
e. premi asuransi (untuk perusahaan asuransi);
f. penghasilan dari usaha berbasis syariah; dan g. tambahan kekayaan neto yang
berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

9
2.3.4 Beban (Expense)
Peraturan Pajak Penghasilan menetapkan hanya biaya (pengeluaran) yang berhubungan baik
langsung maupun tak langsung untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang dapat diakui sebagai beban (expense).

Peraturan Pajak Penghasilan menetapkan peraturan secara jelas (rules base) tentang unsur
beban (expense) yang dapat diperhitungkan dalam menghitung laba fiskal, agar tidak
menimbulkan keraguan atau selisih pendapat. Sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku pada saat penulisan Bab ini, antara lain ditetapkan pengeluaran yang dapat
diperhitungkan sebagai beban sebagai berikut:

a. Segala jenis pajak termasuk PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), kecuali pajak
penghasilan.
b. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
c. Kerugian selisih kurs mata uang asing berdasarkan sistem pembukuan yang dianut
secara taat asas sesuai dengan SAK yang berlaku di Indonesia.
d. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan dalam jumlah wajar yang dilakukan
di Indonesia.
e. Biaya pengembangan sumber daya manusia seperti bea siswa, magang, atau pelatihan.
f. Penghapusan piutang yang nyata-nyata tak dapat ditagih, dengan syarat antara lain
telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi
pemerintah (syarat ini yang sering kali menimbulkan selisih pengakuan antar PSAK
yang menekankan substance over form dan realita dengan peraturan fiskal yang lebih
menekankan persyaratan juridis formil).

2.3.5 Pengeluaran yang Tidak Diakui sebagai Beban dalam Peraturan Perpajakan
 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih
untuk bank dan lembaga keuangan, cadangan dalam usaha asuransi, cadangan
penjaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan, cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan, cadangan penanaman kembali untuk usaha kehutanan, cadangan
penutupan pembuangan limbah untuk usaha pengolahan limbah industri.
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura atau kenikmatan kecuali penyediaan makanan dan minuman
untuk seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, imbalan dalam

10
bentuk natura diberikan di daerah tertentu (terpencil) atau karena dibutuhkan untuk
pelaksaan pekerjaan (pakaian dinas).

2.3.6 Penyusunan Aset Tetap Berwujud dan Amortisasi Aset Takberwujud


Penentuan metode penyusutan atau aset tetap berwujud dan amortisasi aset tak berwujud serta
kapan penyusutan dan amortisasi dapat atau harus dimulai dapat berbeda antar SAK dan
peraturan pajak. SAK menetapkan bahwa aset tetap harus disusutkan sesuai dengan pola
penggunaan manfaatnya selama masa manfaat ekonomis dan setiap akhir periode pelaporan
manajemen harus melakukan asesmen untuk menentukan apakah pola penggunaan aset masih
sama dengan metode penyusutan yang digunakan dan sisa manfaat ekonomi masih sesuai.
Sedangkan peraturan pajak lazimnya lebih menekankan pembakuan dan keseragaman.

Penyusutan harta (aset tetap) berwujud telah diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang No. 36 Tahun 2008 dan diadakan penggolongan sebagai berikut:

% Penyusutan Berdasarkan
Harta (Aset Tetap) Berwujud Masa Manfaat Tahun
Ayat (1) Ayat (2)
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 25% 50%
Kelompok 2 8 12,5% 25%
Kelompok 3 16 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 5% 10%
II. Bangunan
Permanen 20 5%
Tidak Permanen 10 10%
Aset bukan bangunan terbagi atas empat kelompok berdasarkan jenis usaha dan aneka asset
tetap.

2.4 Pengakuan dan Pengukuran Pajak

Dalam Akuntansi pajak penghasilan, dikenal adanya pajak kini (current tax) dan pajak
tangguhan (deferred tax).

2.4.1 Pajak Kini


Sebagaimana dijelaskan di atas, pajak kini adalah pajak yang dihitung atas laba kena pajak,
sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku dalam suatu negara. Atas peraturan pajak
tersebut, dapat timbul aset pajak kini (current tax asset) dan hutang pajak kini (current tax
liability).

11
Aset pajak kini adalah pembayaran pajak yang sudah dibayarkan oleh entitas namun belum
merupakan pajak terhutang atau dengan kata lain, jika jumlah pajak yang telah dibayar untuk
priode kini dan periode-periode lalu melebihi jumlah pajak yang terutang untuk periode
tersebut, maka entitas akan mengakui adanya aset pajak kini. Contoh dari aset pajak kini
adalah setoran masa pajak penghasilan pasal 25, pajak dibayar di muka atas penghasilan yang
belum terhutang pajak.

Liabilitas pajak kini adalah jumlah pajak kini untuk periode kini dan periode lalu yang belum
dibayarkan oleh entitas.

2.4.2 Pajak Tangguhan


Perbedaan penafsiran dan pengakuan antar SAK dan Peraturan Perpajakan atas pengakuan
pendapatan dan beban mengakibatkan timbulnya perbedaan (difference) jumlah dalam
perhitungan laba rugi akuntansi dan fiskal. Perbedaan tersebut dikenal dengan istilah
perbedaan temporer (temporary differences). PSAK 46 menggunakan yang disebut sebagai
Pendekatan Neraca (Balance Sheet Approach) dalam penentuan timbulnya perbedaan
temporer, yaitu dengan membandingkan antara nilai tercatat aset dan liabilitas dengan dasar
pengenaan pajaknya

Perbedaan temporer dapat berupa :

a. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary difference), yaitu perbedaan


temporer yang menimbulkan jumlah kena pajak dalam penghitungan laba kena pajak
(rugi pajak) periode mendatang ketika jumlah tercatat aset atau liabilitas
diperhitungkan kembali (recovered) atau diselesaikan (settled). Perbedaan temporer
kena pajak terjadi jika nilai tercatat lebih besar dari dasar pengenaan pajak dan
menimbulkan liabilitas pajak tangguhan
b. Perbedaan temporer dapat dikurangkan (deductible temporary difference), yaitu
perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah yang dapat dikurangkan dalam
penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode mendatang ketika jumlah tercatat
aset atau liabilitas diperhitungkan kembali (recovered) atau diselesaikan. Perbedaan
temporer yang dapat dikurangkan terjadi jika nilai tercatat lebih kecil dari dasar
pengenaan pajak dan menimbulkan aset pajak tangguhan.

Selain dari pada perbedaan temporer tersebut di atas, pajak tangguhan juga dapat timbul
dari rugi fiskal yang dapat dikompensasi. Peraturan pajak yang saat ini berlaku, seperti
yang disebutkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan memperkenalkan kompensasi

12
kerugian yang memberikan kesempatan pada entitas untuk tidak membayar pajak pada
periode dimana terjadi rugi fiskal dan rugi fiskal tersebut dapat dikompesasikan sampai
dengan 5 (lima) tahun ke depan saat entitas sudah memperoleh laba fiskal. Jika setelah
lewat 5 tahun, entitas belum memperoleh laba fiskal, maka rugi fiskal yang belum
dikompensasi akan kadaluarsa dan tidak dapat dikompensasikan lagi. Rugi fiscal yang
dapat dikompensasi menimbulkan asset pajak tangguhan.

Ilustrasi berikut ini menjelaskan konsep pengakuan pajak tangguhan.

Bagan 1 Akuntansi Pajak Penghasilan (Pendekatan Neraca)

Bagan 2 Perbedaan Temporer Kena Pajak dan Yang Dapat Dikurangkan

13
Pengukuran atau perhitungan liabilitas dan aset sehubungan dengan pajak harus berdasarkan
peraturan perundangan perpajakan yang berlaku, yaitu diukur atau dihitung sebesar jumlah
ekspektasi liabilitas pajak yang harus dibayarkan atau jumlah pajak yang dapat direstitusi
oleh otoritas perpajakan, yang dihitung menggunakan tarif pajak berdasarkan peraturan pajak
yang berlaku pada akhir periode pelaporan atau secara substantive telah berlaku pada akhir
periode pelaporan.

Pada setiap akhir periode pelaporan, harus dilakukan kaji ulang atas aset pajak tangguhan.
Jika kemungkinan besar laba kena pajak tidak lagi tersedia dalam jumlah yang memadai
untuk mengkompensasikan aset pajak tangguhan tersebut, maka aset pajak tangguhan harus
dihentikan pengakuannya dan entitas mengakui sebagai beban pajak periode berjalan.

2.4.3 Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan Tidak Didiskontokan


Karena realisasi atau pembalikan atas suatu aset dan liabilitas pajak tangguhan sulit
dijadwalkan secara rinci dan akurat, maka SAK tidak mensyaratkan atau mengizinkan
pendiskontoan atas aset dan liabilitas pajak tangguhan.

Bagan 3 Pengukuran Pajak Tangguhan

2.5 Penyajian Pajak Penghasilan

Sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku aset dan liabilitas haruslah disajikan secara
terpisah, dan tidak diperkenankan penyajian jumlah neto saja setelah dilakukan saling hapus,
kecuali dalam keadaan khusus dengan syarat tertentu. Untuk aset dan liabilitas pajak terutama
harus diperhatian peraturan perpajakan yang berlaku, apakah mengizinkan dilakukan saling
hapus.

14
PSAK 46 menetapkan saling hapus atas aset dan liabilitas pajak kini serta aset dan liabilitas
pajak tangguhan sebagai berikut: Penyajian secara saling hapus atas aset dan liabilitas pajak
kini hanya dapat dilakukan bila entitas:

a. memiliki hak yang dapat dipaksakan secara hukum untuk melakukan saling hapus
atas jumlah yang diakui; dan
b. bermaksud untuk menyelesaikan dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dan
menyelesaikan liabilitas secara bersamaan. (Paragraf 71)

Demikian juga entitas pelapor hanya dapat melakukan saling hapus atas aset pajak tangguhan
dan liabilitas pajak tangguhan jika dan hanya jika penghasilan yang dikenakan oleh otoritas
perpajakan yang sama atas:

a. entitas memiliki hak yang dapat dipaksakan secara hukum untuk melakukan saling
hapus aset pajak kini terhadap liabilitas pajak kini; dan
b. aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan terkait dengan pajak
penghasilan yang dikenakan oleh otoritas perpajakan yang sama atas:
i. entitas kena pajak yang sama; atau
ii. entitas kena pajak berbeda yang bermaksud untuk memulihkan aset dan
liabilitas pajak kini dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dan
menyelesaikan liabilitas secara bersamaan, pada setiap periode masa depan
dimana jumlah signifikan atas aset atau liabilitas pajak tangguhan
diekspektasikan untuk diselesaikan atau dipulihkan

Bagan 4 Dampak pada Laporan Keuangan

15
2.6 Pajak Penghasilan Final

Pajak penghasilan final (final tax) adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa
setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak
penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak
penghasilan yang brsifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis
penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.

Berdasarkan peraturan perundangan Pajak Penghasilan yang sekarang berlaku, pajak


penghasilan final dikenakan atas beberapa jenis pendapatan yang memenuhi persyaratan
tertentu sebagai berikut, misalnya: 20% atas pendapatan bunga deposito, 10% atas
pendapatan dividen yang dibayar emiten bursa saham kepada orang pribadi, 10% atas
pendapatan sewa tanah dan bangunan. PSAK 46 tidak mengatur mengenai pajak final,
dengan demikian penghasilan yang dikenakan pajak final, bukan lagi bagian dari pajak
penghasilan entitas (corporate income tax). Jumlah yang dibayarkan sebagai pajak atas
penghasilan yang dikenakan pajak final harus diakui sebagai beban pajak dan merupakan
bagian dari beban periode berjalan. Alternatif lain, jumlah tersebut diakui sebagai pengurang
dari pendapatan entitas yang dikenakan pajak final.

2.6.1 Penyajian Beban (Penghasilan) Pajak Terkait dengan Laba Rugi dari Aktivitas Normal
Penyajian beban pajak atau mungkin suatu penghasilan sehubungan dengan kompensasi
pajak haruslah berpedoman pada PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan. PSAK 46
memperjelas bahawa beban (manfaat) pajak terkait dengan laba rugi dari aktivitas normal
disajikan sebagai bagian dari laba rugi aktivitas normal, sedangkan beban (manfaat) pajak
terkait dengan penghasilan komprehensif lain, disajikan sebagai bagian dari penghasilan
komprehensif lain.

2.6.2 Pengungkapan
Masalah pajak suatu entitas sering kali cukup kompleks, khususnya bagi entitas yang jaringan
kepemilikan antar induk dan anak perusahaan dan harus dikonsolidasi cukup kompleks,
investasi dalam perusahaan asosiasi serta sifat bisnis sangat beragam, maka komponen utama
beban atau penghasilan pajak perlu diungkapkan secara terpisah dalam hal sebagai berikut:

 Unsur pajak yang terkait dengan transaksi yang dibebankan atau dikreditkan langsung
ke ekuitas.
 Pajak penghasilan terkait dengan setiap komponen pendapatan komprehensif lain.

16
 Penjelasan hubungan antara beban (penghasilan) pajak dan laba akuntansi dengan
rekonsiliasi antara laba akuntansi dengan laba fiskal, serta tarif pajak yang berlaku.
 Perubahan tarip pajak yang berlaku serta perbandingan dengan tarip pajak
sebelumnya.
 Jumlah dan tanggal kadaluwarsa perbedaan temporer dapat dikurangkan, rugi pajak
belum dikompensasi, dan kredit pajak belum dimanfaatkan yang tidak diakui sebagai
aset pajak tangguhan.
 Jumlah agregat perbedaan temporer yang terkait dengan investasi pada entitas anak,
cabang dan entitas asosiasi dan bagian partisipasi dalam ventura bersama atas
liabilitas pajak tangguhan yang belum diakui.
 Berkenaan dengan setiap jenis perbedaan temporer, rugi pajak belum dikompensasi
dan kredit pajak belum dimanfaatkan, perlu diungkapkan:
(i) Jumlah aset dan liabilitas pajak tangguhan yang diakui pada laporan posisi
keuangan untuk periode sajian.
(ii) Jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui dalam laba rugi, jika
jumlah tersebut tidak terlihat dari perubahan jumlah aset atau liabilitas pajak
tangguhan yang diakui dalam laporan posisi keuangan.
 Berkenaan dengan operasi yang dihentikan, perlu diungkapkan beban pajak terkait
dengan:
(i) keuntungan atau kerugian atas penghentian; dan
(ii) laba rugi dari aktivitas normal atas operasi yang dihentikan selama periode,
bersama dengan jumlah terkait untuk setiap periode sajian.
 Jumlah konsekuensi pajak penghasilan atas dividen kepada pemegang saham entitas
yang diusulkan atau diumumkan sebelum laporan keuangan diotorisasi untuk terbit
namun tidak diakui sebagai liabilitas dalam laporan keuangan.
(i) Dalam suatu kombinasi bisnis dimana entitas adalah pihak pengakuisisi yang
menyebabkan perubahan pada jumlah aset pajak tangguhan praakuisisi, dan
jumlah perubahan tersebut.
(ii) Jika manfaat pajak tangguhan yang diperoleh dalam kombinasi bisnis tidak
diakui pada tanggal akuisisi tetapi diakui setelah tanggal akuisisi, perlu
diungkapkan peristiwa atau perubahan keadaan yang menyebabkan manfaat
pajak tangguhan diakui.

17
(iii) Perlu diungkapkan jumlah dan pembuktian atas aset pajak tangguhan
yang diakui dan dilaporkan di laporan keuangan, serta persyaratan atau
pembatasan yang mungkin ada atas dapat dimanfaatkannya aset pajak
tangguhan tersebut. Misalnya batas waktu dapat dikompensasi kerugian suatu
periode pada perhitungan laba fiskal periode berikut.
(iv)Bila pembayaran dividen kepada pemegang saham entitas mengungkapkan
sifat konsekuensi pajak penghasilan potensial yang ditimbulkan dari pem-
bayaran dividen kepada pemegang sahamnya, entitas juga mengungkapkan
jumlah konsekuensi pajak penghasilan yang dapat ditentukan secara praktis
dan yang tidak dapat ditentukan secara praktis.

2.5.3 Perlakuan Akuntansi atas Tambahan Pokok Pajak dan Denda


Bila pajak penghasilan perusahaan untuk suatu tahun fiskal tertentu dikoreksi oleh kantor
pajak dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak, jumlah tambahan pokok pajak dan denda
diperhitungkan sebagai beban dalam laba rugi periode berjalan. Pembebanan dapat
ditangguhkan sepanjang memenuhi kriteria pengakuan aset. Bila terdapat kesalahan, maka
koreksi harus dilakukan dengan mengacu pada PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan
Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan.

2.6.4 Perbandingan IAS 12 dengan PSAK 46


PSAK 46 secara signifikan adalah sama dengan IAS 12, hanya saja dalam implementasi
harus diingat bahwa peraturan perundangan pajak penghasilan RI haruslah menjadi acuan
utama. Baca PSAK 46 uraian tentang perbedaan dengan IFRSs.

18
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari bab ini dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan perlu memahami peraturan
perundang-undangan terkait pajak penghasilan yang berlaku di wilayahnya, serta
mempertimbangkan dampak pajak penghasilan pada keputusan bisnis yang diambil.

Selain itu, pajak penghasilan terdiri dari pajak penghasilan kini dan pajak penghasilan
tangguhan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengelola pajak tangguhan dengan baik agar
tidak menimbulkan beban pajak yang terlalu besar di masa depan. Selain itu, perusahaan
perlu melakukan perencanaan pajak secara teratur untuk meminimalkan beban pajak yang
harus dibayar dan memanfaatkan kebijakan pajak yang diberikan oleh pemerintah, seperti
insentif pajak.

Dalam mengelola pajak penghasilan, perusahaan juga perlu memahami pengaruh perbedaan
tarif pajak antara wilayah yang berbeda jika perusahaan beroperasi di beberapa negara.
Perusahaan perlu memastikan bahwa laporan keuangan mereka mencerminkan dengan akurat
kewajiban pajak yang harus dibayar. Selain itu, perusahaan perlu melakukan pemantauan dan
evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan pajak yang diberikan oleh pemerintah untuk
mengoptimalkan manfaatnya.

3.2 Saran

Dari kesimpulan di atas, dapat diambil saran bahwa perusahaan perlu memiliki strategi
manajemen pajak yang baik untuk meminimalkan beban pajak dan memastikan bahwa
kewajiban pajak mereka terpenuhi dengan baik. Perusahaan perlu terus melakukan
perencanaan dan evaluasi pajak untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan pajak yang
berlaku dan memaksimalkan manfaat pajak. Hal ini akan membantu perusahaan dalam
mengoptimalkan kinerja keuangannya.

19
DAFTAR PUSTAKA
Definisi Pajak Penghasilan. (t.thn.). Diambil kembali dari Pajakku:
https://www.pajakku.com/read/5ea94c714f82f47aac7806ee/Definisi-Pajak-
Penghasilan

Kartikahadi, H., Sinaga, R. U., Wahyuni, E. T., Siregar, V. S., & Syamsul, M. (2019).
Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS. IKATAN AKUNTAN
INDONESIA.

Mengenal Jenis-Jenis PPh Sambil #DiRumahAja. (t.thn.). Diambil kembali dari Pajakku:
https://www.pajakku.com/read/5ebcdc9d53688d5a1e0116f0/Mengenal-Jenis-Jenis-
PPh-Sambil-

20

Anda mungkin juga menyukai