Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Latar belakang utama kami membuat paper ini adalah untuk
memenuhi atau melaksanakan tugas kami sebagai mahasiswa. Selain
itu paper ini juga merupakan tugas yang memang harus kami penuhi
agar nantinya dapat mengikuti ujian.
Selain tujuan tersebut, kami kelompok 9 akan dapat paham dan
mampu menjelaskan saat timbulnya utang pajak, cara pengenaan
utang pajak, cara penghapusan utang pajak dan factor-faktor yang
mengakibatkan berakhirnya utang pajak, serta beberapa tarif pajak
yang ada dalam perpajakan

1.2.

TUJUAN

Tujuan kami membuat paper ini adalah :


1.
2.
3.
4.
1.3.
1.
2.
3.
4.

Mahasiswa dapat menjelaskan timbulnya pajak


Mahasiswa dapat menjelaskan cara pengenaan utang pajak
Mahasiswa dapat mengetahui penghapusan utang pajak
Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa tarif pajak
MASALAH
Saat timbulnya utang pajak
Cara Pengenaan utang pajak
Hapus utang pajak
Tarif tarif utang pajak

BABII
PEMBAHASAN

1. Timbulnya Utang Pajak


Pengertian Utang Pajak menurut Pasal 1 point 8 UU No. 19 Tahun 2000
tentangPenagihanPajakDenganSuratPaksabahwa:
Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
adminisirasi berupa bunga. denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat
Ketetapan Pajak aiau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan. (Undang-Undang Pajak Tahun 2000, 2001:2 12)
Utang pajak dapat timbul apabila telah adanya peraturan yang mendasarmya
dan telah terpenuhinya atau terjadi suatu Tatbestand (sasaran pemajakan),
yang terdin dari keadaan-keadaan tertentu dan atau juga peristiwa ataupun
perbuatan tertentu. Tetapi yang sering terjadi athlah karena keadaan, seperti
pajak-pajak yang sangat penting (yaitu atas suatu penghasilan atau
kekayaan), dikenakan atas keadaan-keathan ekonomis Wajib Pajak yang
bensangkutan (walaupun keadaan itu dalam kebanyakan hal timbulnya
karena perhuatan-perbuatannya).
Pada umumnya yang berhutang pajak ini terdiri dan seseorang tertentu,
namun adakalanya ditentukan dalam undang-undang pajak bahwa disamping
orang-orang tertentu ini, ada orang (pihak) lain yang ditunjuk untuk turut
bertanggung-jawab atas pelunasan utang pajak ini. Penunjukan pihak lain ini
didasarkan atas pertimbangan-pentimbangan sebagai beri kut:
4

- Agar fiskus mendapat jaminan yang lebih kuat bahwa utang pajak
tersebut dapat dilunasi tepat pada waktunva.

- Orang yang sebenarnva herhutang sukar didapat oleh fiskus. tetapi


orang yang ditunjuk diharapkan dapat dengan mudah ditemui.
2

Mengenai timbulnya utang pajak terdapat perbedaan pendapat atau persepsi


di kalangan ahli hukum pajak karena sudut pandang yang dijadikan sebagai
pokok bahasan yang berbeda pula. Perbedaan itu sebagai wacana terbaik
dalam perkembangan hukum pajak di masa kini maupun di masa
mendatang. Perbedaan pendapat atau persepsi mengenai timbulnya utang
pajak dikategorikan sebagai salah satu sumber hukum pajak yang berada
pada tataran doktrin di kalangan ahli hukum pajak sepanjang pendapat
tersebut diterima sebagai suatu perkembangan positif di bidang perpajakan.
Lebih lanjut, dikatakan oleh R. Santoso Brotodihardjo (1995; 113) bahwa
timbulnya utang pajak tidaklah selalu dinyatakan dengan jelas di dalam
undang-undangnya, pada saat manakah terjadi suatu utang pajak, melainkan
dicurahkannyalah semua perhatian kepada timbulnya keharusan untuk
membayarnya. Demikian itu adalah karena dalam praktik sehari-hari, saat
yang disebut ini jauh lebih penting.
Begitu pula yang dikatakan oleh RochmatSoemitro (1988;1-2) bahwa utang
pajak adalah utang yang 1')\ Pembaruan Hukum Pajak BAB 8: Utang Pajak
155 156 Pembaruan Hukum Pajak BAB 8: Utang Pajak 157 timbulnya
secara khusus, karena negara (kreditor) terikat dan tidak dapat memilih
secara bebas, siapa yang akan dijadikan debiturnya. Hal ini terjadi karena
utang pajak timbul karena undang-undang. Kapan timbulnya utang pajak
merupakan kajian dari hukum pajak untuk menentukannya, tetapi dalam hal
ini terdapat dua teori yang membicarakannya, yakni teori materil dan teori
formil.
1.

Ajaran Formil, yaitu utang pajak timbul karena dikeluarkannya Surat


Ketetapan Pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment

System.
2.

Ajaran Materiel, yaitu utang pajak timbul karena berlakunya undangundang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan.
Ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System.

2. Cara Pengenaan utang pajak


Saat timbulnya utang pajak sebagaimana dijelaskan tersebut, selanjutnya
bagaimana cara pengenaan terhadap utang pajak tersebut dapat dilakukan.
Menurut teori, ada 3 cara pengenaan pajak yang dapat dilakukan, yaitu cara
pengenaan depan (stelsel fiktif), cara pengenaan dibelakang (stelsel riil), dan
cara pengenaan campuraan.
a) Pengenaan di depan (Stelsel Fiktif)
Pengenaaan pajak didasarkan pada suatu anggapan (fiksi).
Anggapannya bisa berupa anggaran pendapatan tahun berjalan atau
diasumsikan penghasilan tahun pajak berjalan sama dengan penghasilan
pajak tahun lalu.
Kelemahan
Besarnya pajak yang dipungut belum tentu sesuai dengan besarnya
pajak sesungguhnya karena hanya berdasarkan anggapan.
Kelebihan
Pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak/periode
pajak.
b) Pengenaan di belakang (Stelsel Riil/Nyata)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang


sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak atau periode pajak.
Besarnya pajak baru dapat dihitung pada akhir tahun pajak atau
periode pajak, karena penghasilan riil baru dapat diketahui setelah tahun
pajak atau periode pajak berakhir.
Kelemahan
pemungutan pajak baru dapat dilakukan pada akhir periode pajak
Kelebihan
Besarnya pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak
sesungguhnya
c) Pengenaan Cara Campuran (Stelsel Campuran)
Merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel fiktif.
pada awal periode pajak, penghitungan menggunakan stelsel fiktif dan
pada akhir tperiode pajak dihitung kembali berdasarkan stelsel nyata
Kelemahan
adanya tambahan pekerjaan administrasi, karena penghitungan
dilakukan 2x, yaitu pada awal dan akhir periode pajak.
Kelebihan
pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal periode pajak dan
besarnya pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak sesungguhnya.

3. Hapusnya Utang Pajak


Hapusnya utang pajak dapat disebabkan oleh beberapa hal:
/

Pembayaran

Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan hapus karena pembayanan
yang dilakukan ke Kas Negara.
/

Kompensasi
Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan
seseorang diluar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi
terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan
pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima Wajib
Pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang
terutang.

Daluwarsa
(Daluwarsa diantikan sebagai daluwarsa penagihan.Daluwarsa atau lewat
waktu athlah sebagai salah satu sebab berakhirnya utang pajak dan hapusnya
perikatan (hak untuk menagih atau kewajiban untuk membayar hutang)
karena lampaunya jangka waktu tetentu, yang ditetapkan dalam unthngundang. Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau
waktu sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhimya
masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini
untuk memberikan kepastian hukum kapan utang pajak tithk dapat ditagih
lagi. Namun daluwarsa panagihan pajak tertangguh, antara lain; apabila
diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa.

Pembebasan
Utang pajak tidak berakhin dalam anti yang semestinya tetapi karena
ditiadakan. Pembebasan umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya,
6

tetapi terhadap sanksi administrasi.


/

Penghapusan
Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi
diberikannya karena keadaan Wajib Pajak misalnya keadaan keuangan Wajib
Pajak. (Waluyo dan Wirawan, 1999:10).

4. Jenis-jenis Tarif Pajak


Tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak
merupakan salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam
pemungutan pajak. Penentuan besarnya suatu tarif adalah hal yang krusial
dimana kesalahan persepsi dalam penentuannya dapat merugikan berbagai
pihak termasuk Negara. Dalam pemungutan pajak, terdapat beberapa jenis
tarif pajak yang dikenal, antara lain:
1. Tarif Progresif (a progressive tax rate)
2. Tarif Proporsional (a proportional tax rate)
3. Tarif Degresif (a degressive tax rate)
4. Tarif Tetap (a fixed tax rate)
5. Tarif Advalorem
6. Tarif spesifik
7. Tarif Efektif
1. Tarif Progresif
Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin
besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar.

Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dapat dibagi menjadi 3,


yaitu:
a. Tarif pajak Progresif Progresif
Tarif pajak Progresif Progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan
persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan
sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase untuk setiap jumlah
tertentu setiap kali naik.
b. Tarif pajak Progresif Proporsional
Tarif pajak Progresif Proporsional adalah tarif pemungutan pajak dengan
persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan
sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap
jumlah tertentu tetap.
c. Tarif pajak Progresif Degresif
Tarif pajak Progresif Degresif adalah tarif pemungutan pajak dengan
persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan
sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap
jumlah tertentu setiap kali menurun.
Contoh tarif pajak progresif adalah tarif untuk Pajak Penghasilan Orang
Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008.
Tarif Pajak Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a
0Sampai dengan Rp50.000.000,00

tarif5 %

Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00 tarif 15 %

Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00 tarif 25 %


Di atas Rp500.000.000,00 tarif 30 %
Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri
tersebut termasuk tarif progresif degresif.
2. Tarif Degresif
Tarif degresif merupakan kebalikan dari tarif progresif. Tarif degresif adalah
tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Namun, tidak berarti jika
persentasenya semakin kecil kemudian jumlah pajak yang terutang juga
menjadi kecil. Akan tetapi malah bisa menjadi lebih besar karena jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar.
Pajak yang terutang
Rp10.000.000,- x 15% = Rp1.500.000
Rp25.000.000,-x 13% = Rp3.250.000
Rp50.000.000,-x 11% = Rp5.500.000
Rp60.000.000,-x 10% = Rp6.000.000
Jumlah pajak terutang
Rp16.250.000
3. Tarif Proporsional
Tarif proporsional tidak lagi dipengaruhi oleh naik turunnya dasar objek
yang dikenakan pajak, karena tarifnya telah berlaku secara sebanding. Tarif
proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase
tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
9

Semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin
besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan
dalam UU No. 18 Tahun 2000 (UU PPN dan PPnBM) yang menggunakan
tarif proporsional sebesar 10%.
Pajak yang terutang
a. Rp15.000.000,- x 10% =Rp1.500.000,b. Rp25.000.000,-x 10% = Rp2.500.000,c. Rp40.000.000,-x 10% = Rp4.000.000,d. Rp60.000.000,- x 10% =Rp6.000.000,4. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa
memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini
diterapkan dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).
Dengan adanya PP No. 24 Tahun 2000, tarif yang digunakan adalah Bea
Meterai dengan nilai nominal sebesar Rp3.000,00 dan Rp6.000,00.
5. Tarif Advalorem
Tarif advalorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang
dikenakan/ ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Misalnya PT XZY mengimpor barang jenis A sebanyak 1500 unit dengan
harga per unit Rp100.000,00. Jika tarif Bea Masuk atas Impor Barang
tersebut 20%, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
Nilai Barang Impor = 1500 x Rp100.000 = Rp150.000.000
Tarif Bea Masuk 20%, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = 20% x Rp150.000.000
10

= Rp30.000.000
6. Tarif Spesifik
Tarif spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis
barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Misalnya PT ABC mengimpor barang jenis Z sebanyak 1500 unit dengan
harga per unit Rp100.000. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang Rp10.000
per unit, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
Jumlah Barang Impor = 1500 unit
Tarif Bea Masuk Rp10.000, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = Rp10.000 x 1500
= Rp15.000.000

BAB III
PENUTUP
Utang pajak timbul pada saat suatu UU Pajak diundangkan yang berarti
secara material seseorang mempunyai (diketahui mempunyai) utang pajak
dengan adanya UU Pajak. Menurut teori, ada 3 cara pengenaan pajak yang
11

dapat dilakukan yaitu cara pengenaan di depan (stelsel fiksi), cara pengenaan
di belakang (stelsel riil) dan cara pengenaan campuran (kombinasi antar
stelsel fiksi dan stelsel riil). 4 hal yang mengakibatkan
hapusnya(berakhirnya utang pajak, yaitu pembayaran, kompensasi,
kadaluwarsa dan penghapusan
Besarnya tarif dalam UU Pajak dapat dibagi menjadi 5 yaitu
1. Tarif progresif, yaitu tarif pemungutan pajak yang persentasenya makin
besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga makin besar
2. Tarif degresif, yaitu tarif pemungutan pajak yang persentasenya makin
kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak makin besar.
3. Tarif proporsional, yaitu tarif pemungutan pajak yang menggunakan
persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak.
4. Tarif tetap, yaitu tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap
tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
5. Tarif spesifik, yaitu tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis
barang tertentu

DAFTAR PUSTAKA
http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/2009/05/215-utang-pajak.pdf
http://www.ekonomi-holic.com/2013/01/tarif-pajak-penghasilan-2013-dancara_2918.html

12

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2HTML/2012100500AKBab
2001/page12.html
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton,2010,Hukum Pajak Edisi
5,Jakarta:Salemba Empat

13

Anda mungkin juga menyukai