Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CKD (Chronic


Kidney Disease)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek
Profesi Keperawatan Departemen Keperawatan Gadar-Kritis
Profesi
Di RUANG ICU, RSU SOEDONO MADIUN

Oleh:
Nama : VEBIOLLA MAYA DWI SAPUTRI
NIM : P17212235055

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Chronic

Kidney Disease Di Ruang ICU, RSU Soedono Madiun Periode tanggal 1-6 s/d 15-20

Bulan April Tahun Akademik 2023/2024

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal 20 Bulan April Tahun 2024

Malang,
Preceptor Lahan RS Preceptor Akademik

_________________________ _________________________
NIP. NIP.

Mengetahui,
Kepala Ruang ……

_________________________
NIP/NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN

I. DEFINISI
Chronic kidney disease (CKD) merupakan gangguan fungsi ginjal
irreversible dimana kemampuan ginjal untuk mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan, dan elektrolit gagal yang mengakibatkan uremia
(Nurbadriyah, 2021). Menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative
(KDOQI), chronic kidney disease didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau
laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml/menit/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih.
CKD pada anak memiliki gambaran klinis yang spesifik dan sangat unik
berdasarkan usia anak tersebut walaupun memiliki dasar fisiopatologik yang
sama dengan populasi dewasa namun pada beberapa hal memilki
pengelompokkan yang berbeda. Beberapa karakteristik khas CKD pada anak,
seperti etiologi dan komplikasi kardiovaskular tidak hanya mempengaruhi masa
kanak-kanak pasien, tetapi juga memiliki dampak pada masa dewasa pasien.
CKD juga memiliki dampak yang signifikan terhadap psikologi pasien dan
keluarganya (Becherucci et.al., 2016).
CKD adalah istilah umum untuk bermacam-macam gangguan yang
mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal melalui pemeriksaan glomerulus
filtration rate (GFR) (Biljak et.al., 2017). Klasifikasi CKD umumnya 8
didasarkan pada dua parameter laboratorium yaitu eGFR dan albuminuria
(Susianti, 2019).

II. ETIOLOGI

CKD sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga
merupakan penyakit sekunder. Penyebab dari CKD antara lain:
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensi (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, sclerosis, HSP)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolic (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih) (Zuliani dkk, 2021)
Penyebab utama CKD pada anak berbeda dari penyebab pada populasi
dewasa. Penyebab CKD paling sering terjadi pada anak, seperti uropati obstruktif
dan nefropati refluks, hipoplasia/diplasia ginjal, glomerulosklerosis fokal
segmental primer (sindrom nefrotik), sindrom uremik hemolitik,
glomerulonefritis kompleks imun/glomerulonefritis kronik, nefropati yang
diwariskan seperti penyakit polikistik ginjal, serta 9 penyebab lain yang cukup
jarang terjadi seperti penyakit ginjal terkait dengan obat atau racun (Becherucci
et al., 2016). Glomerunefritis dapat terjadi karena kelainan imunologik,
gangguan koagulasi, defek biokimia, atau efek toksik langsung pada ginjal.
Kelainan imunologik merupakan mekanisme predominan dalam gangguan
glomeruli pada anak. Salah satu kelainan imunologik ini adalah henoch schonlein
purpura. Henoch schonlein purpura (HSP) adalah bentuk tersering vaskulitis
pada anak. Vaskulitis adalah peradangan dan kerusakan pembuluh darah
sehingga menyebabkan iskemia pada jaringan yang akan diperdarahi oleh
pembuluh darah tersebut. HSP di perantarai oleh IgA di pembuluh darah kecil
pada ginjal yang menyebabkan glomerunefritis dan mengakibatkan sindrom
nefrotik (Bernstein, 2017). Penelitian Kim et.al., (2021) dari total 186 pasien
anak dengan HSP terdapat 67 anak atau 36% mengalami gangguan pada ginjal
dengan insidensi terbanyak pada perempuan berumur antara 4-10 tahun.

III. PATOFISIOLOGI

Menurut Jainurakhma dkk, (2021) proses terjadinya CKD menggunakan


dua sistem pendekatan. Pertama sudut pandang tradisional mengatakan bahwa
semua unit nefron terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda,
dan bagian-bagian spesifik dari nefron tersebut yang berkaitan dengan fungsi
tertentu dapat benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Kedua dikenal dengan
nama Hiptesa Briker atau hipotesa nefron utuh, yang mengatakan bahwa bila
nefron terserang penyakit, maka seluruh intinya akan hancur, tetapi sisa nefron
yang masih utuh tetap bekerja seperti biasa. Uremia akan muncul bila bagian
nefron yang rusak semakin banyak sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit
tidak dapat dipertahankan lagi. Nefron yang masih normal atau utuh akan
melakukan adaptasi fungsional pada kondisi ini untuk mempertahankan
keseimbangan cairan 12 dan elektrolit tubuh meskipun terjadi penurunan LFG
(laju filtrasi glomerulus).
Patofisiologi CKD ini dapat diuraikan dari segi hipotesa nefrosis, meskipun
penyakitnya terus berlanjut, namun jumlah cairan yang harus diekskresi oleh
ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidak berubah, walaupun jumlah
nefron yang masih berfungsi sudah menurun banyak. (Jainurakhma dkk, 2021).
Terjadi hiperifiltrasi pada nefron yang tersisa setelah mengalami kehilangan
nefron yang rusak. Meningkatnya tekanan glomerulus menyebabkan terjadinya
hiperinfiltrasi. Hiperinfiltrasi glomerulus ini menyebabkan glomerulus
beradaptasi dengan cara mempertahankan LFG, namun pada akhirnya akan
menyebabkan cedera pada glomerulus. Permeabilitas glomerulus yang abnormal
merupakan hal yang umum terjadi pada gangguan glomerulus yang
menyebabkan terjadinya proteinuria. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
proteinuria inilah yang menjadi faktor yang mendorong terjadinya penyakit
tubulus interstisial. Meluasnya kerusakan primer dari tubulus interstisial
merupakan faktor risiko primer terjadinya gagal ginjal dengan segala bentuk
penyakit glomerulus (Hamzah dkk, 2021).
IV. GEJALA/ TANDA
Menurut Hamzah dkk, (2021) manifestasi klinik pada pasien CKD
dibedakan menjadi dua tahap yaitu pada stadium awal dan stadium akhir.
a. Manifestasi stadium awal: kelemahan, mual, kehilangan gairah, perubahan
urinasi, edema, hematuria, urin berwarna lebih gelap, hipertensi, kulit yang
berwarna abu-abu.
b. Manifestasi klinik pada stadium akhir:
a) Manifestasi umum (kehilangan gairah, kelelahan, edema, hipertensi, fetor
uremik) 10
b) Sistem respirasi: sesak, edema paru, krekels, kusmaul, efusi pleura, depresi
refleks batuk, nyeri pleuritic, napas pendek, takipnea, sputum kental,
pneumonitis uremik. Penurunan ekskresi H+ terjadi karena
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi NH3 (amonia) dan
menyerap HCO3 (natrium bikarbonat), serta penurunan ekskresi asam-
asam organik dan fosfat. Asidosis berkontribusi terhadap anoreksia,
kelelahan, dan mual pada pasien uremik. Pernapasan kussmaul adalah
napas berat dan dalam, gejala yang jelas dari asidosis yang disebabkan oleh
kebutuhan meningkatkan ekskresi karbon dioksida untuk mengurangi
asidosis (Nurbadriyah, 2021).
c) Sistem kardiovaskuler: edema periorbital, pitting edema (kaki, tangan,
sakrum), hipertensi, friction rub pericardial, aterosklerosis, distensi vena
jugularis, gagal jantung, gangguan irama jantung, iskemia pada otot
jantung, perikarditis uremia, dan hipertrofi ventrikel kiri, hiperkalemia,
hiperlipidemia, tamponade perikardial.
d) Sistem integumen: pruritus, purpura, kuku tipis dan rapuh, kulit berwarna
abu-abu mengkilat, kulit kering, ekimosis, rambut tipis dan kasar, terjadi
hiperpigmentasi dan pucat, lesi pada kulit.
e) Sistem pencernaan: anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, perdarahan
pada mulut dan saluran cerna
f) Sistem musculoskeletal: fraktur tulang, nyeri tulang, kekuatan otot
menurun, kram otot, gangguan tumbuh kembang pda anak, footdrop
g) Sistem persarafan: kejang, penurunan tingkat kesadaran, ketidakmampuan
berkonsentrasi, perubahan perilaku, stroke, ensefalopati, neuropati otonom
dan perifer, disorientasi, kelemahan, dan kelelahan
h) Sistem reproduksi: amenorea, atrofi testis, penurunan libido, infertilitas
i) Sistem hematologi: anemia, trombositopenia.
V. MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi,
iskemia, neoplasma)
2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi ginjal
3. Defisit nutrisi b.d variabel psikologis: nafsu makan menurun
4. Intoleran aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5. Resiko perfusi renal tidak efektif d.d faktor resiko disfungsi ginjal
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Menurut Nurbadriyah (2021), terdapat terapi
nonfarmakologis dan farmakologis yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan
CKD.
a. Terapi Nonfarmakologi
a) Dialisis
Dialisis digunakan untuk mencegah atau mengobati hiperkalemia yang
mengancam jiwa, edema paru hipervolemia atau asidosis, serta neuropati, kejang,
perikarditis, dan koma, yang semuanya merupakan komplikasi CKD. Namun,
ada beberapa indikasi pasien CKD harus menjalani terapi cuci darah sebelum
memulai pengobatan, antara lain:
 Hiperfosfatemia resisten terhadap terapi pengikatan fosfat dan
pembatasan diet.
 Penurunan berat badan atau malnutrisi, terutama jika ada muntah, mual,
atau tanda-tanda gastroduodenitis lainnya.
 Anemia yang resisten terhadap eritropoietin dan terapi zat besi.
 Ada penurunan kapasitas fungsional atau kualitas hidup yang tidak dapat
dijelaskan.
 Hiperkalemia yang resisten terhadap perubahan pola makan dan
pengobatan farmakologis.
 Selain itu, gangguan neurologis (seperti ensefalopati, neuropati, dan
gangguan kejiwaan), perikarditis (radang selaput dada) yang tidak
disebabkan oleh penyebab lain, dan diatesis hemoragik dengan waktu
perdarahan yang lama, semuanya merupakan indikasi langsung untuk
hemodialisis.
 Kelebihan (overload) cairan ekstraseluler dan/atau hipertensi yang sulit
dikendalikan.
 Asidosis metabolik yang resisten terhadap pengobatan bikarbonat.
 Transplantasi Ginjal Pasien harus diskrining untuk faktor-faktor yang
dapat membahayakan keberhasilan transplantasi sebelum operasi.
Perawatan pasca operasi dapat diperumit oleh kontrol glikemik,
gastroparesis, penyembuhan malnutrisi, hipertensi, retensi urin dan luka.

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN

Melakukan pengkajian riwayat kesehatan dapat secara : langsung (perawat


menanyakan informasi melalui wawancara langsung dengan informan) atau
secara (2) tidak langsung, informan memberi informasi dengan mengisi
beberapa jenis kuisioner. Metode langsung lebih baik di bandingkan dengan
pendekatan tidak langsung atau kombinasi keduanya. Walau demikian,
dalam waktu yang terbatas, pendekatan langsung tidak selalu praktis untuk
digunakan. Apabila pendekatan langsung tidak dapat digunakan, tinjau
ulang respons tertulis dari orang tua dan ajukan pertanyaan padamereka jika
terdapat jawaban-jawaban yang tidak biasa (Wong, 2009).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan
dokumentasi data (informasi) yang sistematis dan bersinambungan.
Sebenarnya, pengkajian adalah proses bersinambungan yang dilakukan
pada semua fase proses keperawatan. Misalnya pada fase evaluasi,
pengkajian dilakukan untuk melakukan hasil strategi keperawatan dan
mengevaluasi hasil pencapaian tujuan. Semua fase prsoes keperawatan
bergantung pada pengumpulan data yang akurat dan lengkap (Kozier,
2011).
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya dialami oleh penderita asma yaitu batuk,
peningkatan sputum, dispnea (bisa berhari-hari atau berbulan-bulan,
wheezing, dan nyeri dada (Somantri, 2009).
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma yaitu
pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak, biasanya pasien sudah
menderita penyakit asma, dalam keluarga ada yang menderita penyakit
asma (Ghofur A, 2008).

c. Riwayat kesehatan dahulu


Terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi penyakit
ini, diantaranya yaitu riwayat alergi dan penyakit saluran napas bawah
(Somantri, 2009). Perawat dapat juga menanyakan tentang riwayat
penyakit pernafasan pasien. Secara umum perawat perlu menanyakan
mengenai hal-hal berikut :
d. Riwayat merokok
Merokok merupakan penyebab utama kanker paru-paru, bronkitis
kronis dan asma. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non
perokok. Pengobatan sat ini, alergi, dan tempat tinggal. Anamnesis
harus mencangkup hal-hal :
1. Usia mulainya merokok secara rutin
2. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
3. Usia menghentikan kebiasaan merokok
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asam sering kali ditemukan didapatkan adanya riwayat
penyakit genetik atau keturunan, tetapi pada beberapa klien lainya tidak
ditemukan adanya penyakit yang sama dengan anggota keluarganya
(Somantri, 2009).
f. Pola kesehatan sehari-hari
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup
normal dengan asma harus megubah gaya hidup sesuai yang tidak
akanmenimbulkan serangan asma (Muttaqin, 2012).
g. Pola metabolik nutrisi
A (Antropometri)
Penurunan berat badan secara bermakna (Somantri, 2012).
B (Biochemical)
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat (Muttaqin, 2012). Pemeriksaan Arteri Blood
Gas PaO2, hipoksia, paCO2, elevasi, pH alkalosis (Somantri, 2012).
C (Clinical)
Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekwensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya, pada klien sesak
nafas, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini
karena dipnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami
oleh klien (Muttaqin, 2012).
D (Diet)
Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur (Departemen Kesehatan RI, 2009).
h. Pola eliminasi
Penderita asma dilarang menahan buang air besar dan buang air kecil.
Kebiasan ini akan menyebabkan feses menghasilkan radikal bebas yang
bersifat meracuni tubuh, menyebabkan sembelit, dan semakin mempersulit
pernafasan (Mumpuni & Wulandari, 2013).
i. Pola istirahat tidur
Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi
berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan
yang dialami oleh klien. Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien (Muttaqin, 2012). Biasanya
pasien asma susah tidur karena sering batuk atau terbangun akibat sesak
nafas (Mumpuni & Wulandari, 2013).
j. Pola aktivitas
Menurut Somantri 2012 pola aktivitas sebagai berikut :
a) ADL
Perlu dikaji juga tentang aktifitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja, dan
aktifitas lainya. Aktifitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma
yang disebut exercise indiced asma.
b) Pemeriksaan ekstermitas (atas dan bawah)
c) Dikaji adanya edema ekstermitas, remor, dan adanya tanda-tanda infeksi
pada ekstermitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen
perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus,
eksim dan adanya tanda urtikaria atau dermatitis.
k. Pola kognitif persepsi
Cemas, takut, dan mudah tersinggung, kurangnya pengetahuan pada klien
terhadap situasi penyakit. Merasa tidak nyaman atau takut terhadap
penyakit asma yang dialaminya (Muttaqin, 2012).
l. Pola persepsi diri - konsep diri
Cemas, takut, dan mudah tersinggung, kurangnya penhgetahuan pada klien
terhadap situasi penyakit (Somantri, 2012).
m. Pola peran – hubungan
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupanya secara
normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran
klien, baik dilibgkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan
kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan
asma (Muttaqin, 2012),
n. Pola seksualitas – reproduktif
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan
ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah
ini akan menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
(Asmadi, 2008).
o. Pola toleransi stress – koping
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrik pencetus
serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stress.
Frekwensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serta cara
penanggulangan terhadap stresor. Kecemasan dan koping yang tidak
efektif didapatkan pada klien dengan asma bronkial (Muttaqin, 2012).
p. Pola nilai – keyakinan
Kedekatan klien pada suatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap tuhan dan
mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stres
yang konstruktif (Muttaqin 2012).
q. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum pada klien PPOK yaitu composmentis, lemah, dansesak
nafas.
b) Pemeriksaan kepala dan muka
Inspeksi :Simetris, warna rambut hitam atau putih, tidak ada
lesi.Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c) Pemeriksaan telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolanPalpasi :
tidak ada nyeri tekan
d) Pemeriksaan mata
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema,
konjungtivamerah muda, sclera putih
e) Pemeriksaan hidung
Inspeksi : simetris, terdapat bulu hidung, tidak ada lesi, tidak
adakotoran hidung
Palpasi : tidak nyeri tekan
f) Pemeriksaan mulut dan faring
Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak ada lesi disekitar
mulut,biasanya ada kesulitan untuk menelan
g) Pemeriksaan leher
Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran vena
jagularis dan kelenjar tiroid
h) Pemeriksan payudara dan ketiak
Inspeksi : ketiak tumbuh bulu/rambut, tidak ada lesi,
payudarasimetris, tidak ada benjolan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada payudara
i) Pemeriksaan thoraks
Pemeriksaan paru
Inspeksi : batuk produktif non produktif, terdapat sputum yang kental
dan sulit dikeluarkan, bernafas menggunakan otot- otot tambahan, ada
sianosis (Somantri, 2009). Pernafasan cuping hidung, penggunaan
oksigen, sulit bicara karena sesak nafas (Marelli, 2008). Palpasi
: bernafas menggunakan otot-otot nafas tambahan (Somantri,
2008). Takikardi akan timbul diawal serangan, kemudian diikuti
dengan sianosis sentral (Djojodibroto,2016).
Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi (Kowalak,
Welsh, dan Mayer, 2012).
Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing)
pada fase respirasi semakin menonjol (Somantri, 2009).
j) Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis terletak di ICS V mid
calciculasinistr
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suaratambahan
k) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi, warna kulit merata. Auskultasi:
Terdengar bising usus 12x/menit.
Palpasi : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada
nyeritekan.
Perkusi : tympani
l) Pemeriksaan integumen
Inspeksi : struktur kulit halus, warna kulit sawo matang,
tidakada benjolan

2. Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
Manajemen Nyeri Observasi
tindakan selama 3 x 24 - Identifikasi lokasi, karakteristik,
jam maka tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
menurun dengan kriteria nyeri
hasil : 1. Keluhan nyeri - Identifikasi skala nyeri
menurun 2. Menringis - Identifikasi respons nyeri non verbal
menurun 3. Sikap - Identifikasi faktor yang memperberat
protektif menurun 4. dan memperingan nyeri
Kesulitan tidur menuru - Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Tujuan : Manajemen hipovolemia (I.03116)
Hipovolemia Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan  Periksa tanda dan gejala
diharapkan status cairan hipovolemia (mis. frekuensi nadi
membaik (L.03028) meningkat, nadi teraba lemah,
Kriteria hasil : tekanan darah menurun, tekanan
 Kekuatan nadi nadi menyempit, turgor kulit
meningkat menurun, membran mukosa
 Turgor kulit kering, volume urine menurun,
meningkat hematocrit meningkat, haus,
 Edema perifer lemah)
menurun  Monitor dan cairan Terapeutik
 Berat badan intake output
meningkat  Hitung kebutuhan cairan
 Distensi vena  Berikan posisi modified
jugularis Trendelenburg
menurun  Berikan asupan cairan oral
 Perasaan lemah Edukasi
menurun  Anjurkan memperbanyak
 Keluhan haus asupan cairan oral
menurun  Anjurkan menghindari
 Konsentrasi urine perubahan posisi mendadak
menurun Kolaborasi
 Frekuensi nadi  Kolaborasi pemberian cairan IV
membaik isotonis (mis. NaCl, RL)
 Tekanan darah  Kolaborasi pemberian cairan IV
membaik hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
 Tekanan nadi NaCl 0,4%)
membaik  Kolaborasi pemberian cairan
 Kadar Hb koloid (mis. albumin,
membaik Plasmanate)
 Berat badan  Kolaborasi pemberian produk
membaik darah
 Intake cairan
membaik
Setelah dilakukan Manajemen nutrisi (I.03119)
Defisit tindakan keperawatan Observasi
Nutrisi diharapkan status nutrisi  Identifikasi status nutrisi
membaik (L.03030)  Identifikasi alergi dan intoleransi
Kriteria hasil : makanan
 Kekuatan otot  Identifikasi makanan yang disukai
pengunyah  Identifikasi kebutuhan kalori dan
meningkat jenis nutrien
 Kekuatan otot  Identifikasi perlunya penggunaan
menelan selang nasogastrik
meningkat  Monitor asupan makanan
 Serum albumin  Monitor berat badan
meningkat  Monitor hasil pemeriksaan
 Verbalisasi laboratorium Terapeutik
keinginan untk  Lakukan sebelum makan, oral
meningkatkan hygiene jika perlu
nutrisi  Fasilitasi menentukan pedoman diet
meningkat (mis. piramida makanan)
 Pengetahuan  Sajikan makanan secara menarik
tentang pilihan dan suhu yang sesuai
makanan yang  Berikan makanan tinggi serat untuk
sehat mencegah konstipasi
meningkat
 Berikan makanan tinggi kalori dan
 Pengetahuan
tinggi protein
tentang pilihan
 Berikan suplemen makanan, jika
minuman yang
perlu
sehat
 Hentikan pemberian makan melalui
meningkat
selang nasogastrik jika asupan oral
 Pengetahuan
dapat ditoleransi
tentang standar
Edukasi
asupan nutrisi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
yang tepat
meningkat  Anjurkan diet yang diprogramkan
 Nyeri abdomen Kolaborasi
menurun  Kolaborasi pemberian medikasi
 Diare menurun sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Berat badan
 Kolabor asi dengan ahli gizi untuk
membaik
menentukan jumlah kalori dan jenis
 Indeks Massa
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Tubuh (IMT)
membaik
 Frekuensi
makan
membaik
 Nafsu makan
membaik
 Bising usus
membaik
 Tebal lipatan
kulit trisep
membaik
 Membran
mukosa
membaik

Anda mungkin juga menyukai