Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS

CHRONIC KIDNEY DISEASEDI (CKD) DI IGD


RSUD UNDATA PROVINSI SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : SUKMAWATY
NIM : 2022031033

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. I Nyoman Ns. Afrina Januarista, S.Kep.,M..Sc


Suarsana, NIK. 201303901030
NIP.
19720726
200312 2 004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2022

BAB I
KONSEP TEORI

A. Konsep Chronic Kidney Disease


1. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi
ginjal progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bayhakki, 2013).
Chronic Kidney Disease adalah kemunduran fungsi ginjal yang
progresif dan ireversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh
untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit
yang mengakibatkan uremia atau azotemia (Wijaya dan Putri, 2017).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa Chronic Kidney Disease adalah suatu keadaan klinis yang terjadi
penurunan fungsi ginjal dengan ditandai terjadinya penurunan GFR selama
>3 bulan yg bersifat progresif dan irreversibel, ginjal tidak dapat
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia.

2. Etiologi
a. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang
paling sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar,
dengan kontriksi skleratik progresif pada pembuluh darah hiperplasia
fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu kondisi yang
disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan
oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem, perubahan darah ginjal
mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis: Seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli
yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.
Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering
secara asceden dari traktus urinarius bagian bawah lewat ureter ke
ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang
disebut plenlonefritis.
d. Gangguan metabolik : seperti DM (Diabetes Melitus) yang
menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan
membran kapiler dan di ginjal dan berkelanjut dengan disfungsi endotel
sehingga terjadi nefripati amiliodosis yang disebabkan oleh endapan
zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara
serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesik atau
logam berat.
f. Obstruksi taktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan
kontriksi uretra.
g. Kelainan kongenetal dan herediter: penyakit polikistik = kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi
cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jar. Ginjal yang
bersifat kongenetal (hipoplasia renalis) serta adanya asidosis.

3. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengarui setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka grjala akan semakin berat. Dan banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis (Wijaya dan putri, 2017)
Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit
glomerulus baik primer maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi,
nefritis interstisial, obstruksi saluran kemih. Patofisiologi penyakit ginjal
kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan : (1) mekanisme pencetus
spesifik yang mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan
mediator inflamasi pada glomerulo nefritis, atau pajanan zat toksin pada
penyakit tubulus ginjal dan interstitium; (2) mekanisme kerusakan
progresif yang ditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron
yang tersisa.
Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki
kontribusi terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena
etiologi seperti yang telah dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih
memiliki kemampuan untuk mempertahankan GFR. Namun pada akhirnya
nefron sehat yang tersisa ini akan mengalami kegagalan dalam mengatur
autoregulasi tekanan glomerular, dan akan menyebabkan hipertensi
sistemik dalam glomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan
menyebabkan hipertrofi nefron yang sehat sebagai mekanisme
kompensasi. Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan
dehidrasi dan hiponatremia akibat ekskresi Na melalui urin meningkat.
Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan proteinuria.
Derajat proteinuria sebanding dengan tingkat progresi dari gagal ginjal.
Reabsorpsi protein pada sel tubuloepitelial dapat menyebabkan kerusakan
langsung terhadap jalur lisosomal intraselular, meningkatkan stres
oksidatif, meningkatkan ekspresi lokal growth faktor, dan melepaskan
faktor kemotaktik yang pada akhirnya akan menyebabkan inflamasi dan
fibrosis tubulointerstitiel melalui pengambilan dan aktivasi makrofag.
Gambar 2.3 Piramid Iskemik dan Sklerosis Arteri dan Arteriol pada
Patogan lintang Ginjal (McAlexander, 2015)
Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan
sintesis matriks ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan
akumulasi kolagen tubulointerstitiel yang berlebihan. Glomerular
sklerosis, fibrosis tubulointerstitiel, dan atropi tubuler akan menyebabkan
massa ginjal yang sehat menjadi berkurang dan akan menghentikan siklus
progresi penyakit oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.
Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan
fungsi ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan fungsi
ekskretorik ginjal antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunan
reabsorbsi Na pada tubuli, penurunan ekskresi kalium, penurunan ekskresi
fosfat, penurunan ekskresi hidrogen.
Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalan
mengubah bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi
eritropoetin (EPO), menurunkan fungsi insulin, meningkatkan produksi
lipid, gangguan sistem imun, dan sistem reproduksi. Angiotensin II
memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan intraglomerular.
Angiotensin II diproduksi secara sistemik dan secara lokal di ginjal dan
merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mengatur tekanan
intraglomerular dengan cara meningkatkan irama arteriole efferent.
Angiotensin II akan memicu stres oksidatif yang pada akhirnya akan
meningkatkan ekspresi sitokin, molekul adesi, dan kemoaktraktan,
sehingga angiotensin II memiliki peran penting dalam patofisiologi CKD.
Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkan
karena banyak sebab, salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25-
dihydroxyvitamin D atau kalsitriol, yang akan menyebabkan kegagalan
mengubah bentuk inaktif Ca sehingga terjadi penurunan absorbsi Ca.
Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan hipokalsemia dan
osteodistrofi. Pada CKD akan terjadi hiperparatiroidisme sekunder yang
terjadi karena hipokalsemia, hiperfosfatemia, resistensi skeletal
terhadapPTH. Kalsium dan kalsitriol merupakan feedback negatif
inhibitor, sedangkan hiperfosfatemia akan menstimulasi sintesis dan
sekresi PTH.
Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak
mampu untuk mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga
timbul hiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23,
growth faktor ini akan menyebabkan inhibisi 1- α hydroxylase. Enzim ini
digunakan dalam sintesis kalsitriol. Karena inhibisi oleh FGF-23 maka
sintesis kalsitriol pun akan menurun. Akan terjadi resistensi terhadap
vitamin D. Sehingga feedback negatif terhadap PTH tidak berjalan. Terjadi
peningkatan hormon parathormon. Akhirnya akan timbul
hiperparatiroidisme sekunder. Hiperparatiroidisme sekunder akan
menyebabkan depresi pada sumsum tulang sehingga akan menurunkan
pembentukan eritropoetin yang pada akhirnya akan menyebabkan anemia.
Selain itu hiperparatiroidisme sekunder juga akan menyebkan osteodistrofi
yang diklasifikasikan menjadi osteitis fibrosa cystic, osteomalasia,
adinamik bone disorder, dan mixed osteodistrofi. Penurunan ekskresi Na
akan menyebabkan retensi air sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan
oedem, hipertensi. Penurunan ekskresi kalium juga terjadi terutama bila
GFR < 25 ml/mnt, terlebih pada CKD stadium 5. Penuruan ekskresi ini
akan menyebabkan hiperkalemia sehingga meningkatkan resiko terjadinya
kardiak arrest pada pasien.
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan
kombinasi adanya anion gap yang normal maupun peningkatan anion
gap. Pada CKD, ginjal tidak mampu membuat ammonia yang cukup pada
tubulus proksimal untuk mengekskresikan asam endogen ke dalam urin
dalam bentuk ammonium. Peningkatan anion gap biasanya terjadi pada
CKD stadium 5. Anion gap terjadi karena akumulasi dari fosfat, sulfat, dan
anion – anion lain yang tidak terekskresi dengan baik. Asidosis metabolik
pada CKD dapat menyebabkan gangguan metabolisme protein. Selain itu
asidosis metabolic juga merupakan salah satu faktor dalam perkembangan
osteodistrofi ginjal.
Pada CKD terutama stadium 5, juga dijumpai penurunan ekskresi
sisa nitrogen dalam tubuh. Sehingga akan terjadi uremia. Pada uremia,
basal urea nitrogen akan meningkat, begitu juga dengan ureum, kreatinin,
serta asam urat. Uremia yang bersifat toksik dapat menyebar ke seluruh
tubuh dan dapat mengenai sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.
Selain itu sindrom uremia ini akan menyebabkan trombositopati dan
memperpendek usia sel darah merah. Trombositopati akan meningkatkan
resiko perdarahan spontan terutama pada GIT, dan dapat berkembang
menjadi anemia bila penanganannya tidak adekuat. Uremia bila sampai di
kulit akan menyebabkan pasien merasa gatal – gatal.
Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan
produksi lipid, gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karena
fungsi insulin menurun, maka gula darah akan meningkat. Peningkatan
produksi lipid akan memicu timbulnya aterosklerosis, yang pada akhirnya
dapat menyebabkan gagal jantung.
Anemia pada CKD terjadi karena depresi sumsum tulang pada
hiperparatiroidisme sekunder yang akan menurunkan sintesis EPO. Selain
itu anemia dapat terjadi juga karena masa hidup eritrosit yang memendek
akibat pengaruh dari sindrom uremia, anemia dapat juga terjadi karena
malnutrisi (Kirana, 2015)
4. Pathways

Penurunan COP
5. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Penyakitnya
Dibawah ini 5 stadium penyakit Chronic Kidney Disease sebagai berikut :
a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
e. Stadium 5, gagal ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin


Test) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

5. Manifestasi Klinik
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema. Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai
hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada CKD oleh karena
penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron
(RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat
kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi
perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan
elektrolit.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal,
ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. akibat metabolisme
protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum
akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis,
cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir
dijumpai pada 90 % kasus CKD, bahkan kemungkinan terjadi ulkus
peptikum dan kolitis uremik.
d. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama
ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot
ekstremitas. Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-
gerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki,
gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.
e. Gangguan integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Kulit
berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan
gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic
lemak dan vitamin D.
g. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang
berkurang, hemodialisi akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosit dan
trombositopeni. selain anemi pada CKD sering disertai pendarahan akibat
gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi
leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler
terganggu, sehingga pada penderita CKD mudah terinfeksi, oleh karena
imunitas yang menurun.
h. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi,
gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis
metabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri,
2017)
Pasien dengan stadium I atau II tidak memiliki gejala atau gangguan
metabolik seperti asidosis, anemia, dan penyakit tulang. Selain itu,
pengukuran yang paling umum dari gangguan fungsi ginjal yaitu serum
kreatininmungkin hanya sedikit meningkat pada tahap awal CKD . akibatnya,
estimasi GFR sangat penting bagi pengenalan tahap awal CKD. Karena tahap
awal CKD sering tidak terdeteksi, dibutuhkan diagnosis pada pasien dengan
tingkat kecurigaan yang tinggi yaitu yang mengalami kondisi kronis seperti
hipertensi dan diabetes militus.
Tanda dan gejala terkait dengan CKD menjadi lebih umum pada
stage III, IV, V. Anemia, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor
(hiperparatiroidisme sekunder), malnutrisi, abnormalitas cairan dan elektrolit
menjadi lebih umum seiring fungsi ginjal memburuk. Umumnya pada pasien
CKD stadium V juga mengalami gagal-gagal, intoleransi dingin, berat badan
menurun, neuropati perifer (Joy et al, 2008).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
1) Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria
2) Warna : urin keruh
3) Berat jenis < 1, 015
4) Osmolalitas< 350 m osm/ kg
5) Klirens kreatinin : turun
6) Na++ > 40 mEq/lt
7) Protein : proteinuria (3-4+)
b. Darah
1) BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL
(wanita)
2) Ureum : 5-25 mg/dL
3) Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%
4) Eritrosit : waktu hidup menurun
5) GDA, Ph menurun : asidosis metabolik
6) Na ++ serum : menurun
7) K+ : meningkat
8) Mg +/ fosfat : meningkat
9) Protein (khusus albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
d. KUB foto : ukuran ginjal / ureter/KK dan obstruksi ( batas)
e. Pielogram retrograd : identifikasi ekstravaskuler, massa.
f. Sistouretrogram berkemih : ukuran KK, refluks kedalaman ureter, retensi.
g. Ultrasono ginjal : sel. Jaringan untuk diagnosis histologist.
h. Endoskopi ginjal, nefroskopi : batu, hematuria, tumor
i. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
j. Foto kaki, tengkorak, kulomna spinal (Wijaya dan Putri, 2017)

7. Penatalaksanaan
a. Pengaturan minum : pemberian cairan
b. Pengendalian hipertensi=<intake garam
c. Pengendalian K+ darah
d. Penanggualan anemia: transfusi
e. Penanggualan asidosis
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
g. Pengaturan protein dalam makan
h. Pengobatan neuropati
i. Dialisis
j. Tlansplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Data Biografi :identitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan, alamat, ruang,
identitas penaggung jawab, hubungan dengan pasien, no telepon,
asuransi kesehatan (jika ada).
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama/alasan masuk Rumah sakit
2) Riwayat kesehatan sekarang : dimulai dri akhir masa sehat, ditulis
dengan kronologis sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan dan
perjalanan penyakitnya seperti : faktor pencetus, sifat keluhan
(mendadak/berlahan-lahan/terus menerus/hilang timbul atau
berhubungan dengan waktu, lokalisasi dan sifarnya ( menjalar
/menyebar/berpindah/menetap), bearat ringannya keluhan
(menetap/cenderung bertambah atau berkurang), lamanya keluhan,
upaya yang dilakukan untuk mengatasi, keluhan saat pengkajian,
diagnosa medik
3) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS), Alergi, Obat-obatan yang pernah
digunakan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit menular/tidak menular/keturunan dalam keluarga, disertai
genogram.
5) Pengkajian lingkungan
Pengkajian lingkungan rumah, lingkungan klien bekerja, fokus pada
upaya keamanan klien, informasi tentang lingkungan rumah dan
tempat bekerja meliputi:tata ruang, kebersihan, resiko cidera,
paparan polusi, pencahayaan, susasana rumah,
c. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas,
distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan,
edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari
jalan nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban
kulit, tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan
responnya terhadap cahaya
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
d. Pola fungsional gordon
1) Pola management kesehatan/persepsi kesehatan
Persepsi terhadap penyakit yang dialaminya, Riwayat
penggunaan tembakau, alkohol, alergi (obat-obatan, makanan,
reaksi alergi), mengatur dan menjaga kesehatannya, pengetahuan
dan praktik pencegahan penyakit.

2) Pola nutrisi dan metabolik


Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
sebelum dan sesudah sakit meliputi : jenis makanan dan minuman
yang dikonsumsi, frekuensi makan dan minum, porsi makan,
makanan yang disukai, nafsu makan (normal,meningkat, menurun),
pantangan atau alergi, penurunan sensasi kecap, mual-muntah,
stomatitis, kesulitan menelan (disfagia). riwayat masalah
kulit/penyembuhan (ruam, kering, keringat berlebihan,
penyembuhan abnormal, jumlah minum/24 jam dan jenis (kehausan
yang sangat), mengkaji ABCD yaitu :A (Antropometri) : BB, TB,
sebelum dan sesudah sakit fluktuasi BB 6 bulan terakhir
(naik/turun), B (Biocemicle): Hemoglobin, Leukosit, Trombosit,
Hematoktit (cairan), Albumin edema, C (Clinicel) : turgor kulit,
konjungtiva, CRT, D (Diet) : diet/suplment khusus, Instruksi diet
sebelumnya.
3) Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) : Frekuensi, waktu, Warna, konsistensi,
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia), Buang Air Kecil (BAK)
: Frekuensi, Kesulitan/keluhan (disuria, noktiria, hematuria,
retensia, inkontinensia).
4) Pola aktivitas dan kebersihan diri kemampuan perawatan diri
0 : Mandiri
1: dengan alat bantu
2: dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan peralatan
4: ketergantian / ketidakmampuan
5) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : (jam/malam, tidur siang , tidur sore), waktu
kebiasaan menjelang tidur, masalah tidur (insomnia, terbangun
dini, mimpi buruk), perasaan setelah bangun (merasa segar / tidak
setelah tidur).
6) Pola kognitif dan Persepsi sensori
Status mental (sadar / tidak, orientasi baik atau tidak ), bicara:
normal, genap, aphasia ekspresif, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan memahami, tingkat ansietas , Pendengaran: DBN,
Tuli, tinitis, alat bantu dengar, Penglihatan (DBN, Buta, katarak,
kacamata, lensa kontak, dll), vertigo, ketidaknyamanan/nyeri
/akut/ kronis, penatalaksaan nyeri
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang dirinya, gambar dirinya, ideal dieinya,
harga dirinya, peran dirinya, ideal dirinya.
8) Pola hubungan peran
Pekerjaan, sistem pendukung : (pasangan, tetangga, keluarga
serumah, keluarga tinggal berjauhan, maslah keluarga berkenaan
dengan perawatan RS, kegiatan sosial : bagaimana hubungan
dengan masyarakat.
9) Pola seksual dan reproduksi
Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA), masalah-masalah dalam
pola reproduksi, Pap smear terakhir, kepuasan dan tidak puasan
klien dalam pola seksualitas, kesulitan dalam pola seksualitas,
masalah seksual B. D penyakit
10) Pola koping dan toleransi stres
Perawat mengkaji kemampuan klien dalam mengelola stess,
Kehilangan/perubahan besar dimasa lalu, Hal yang dilakukan saat
ada masalah, Pengguanaan obat saat menghilangkan stres,
Keadaan emosi dalam sehari-hari (santai/tegang), keefektifan
dalam mengelola stress.
11) Pola nilai dan Keyakinan
Keyakinan Agama, budaya, Pengaruh agama dalam kehidupan.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: Kesadaran, Klien tampak sehat/ sakit/sakit berat
2) Tanda –tanda vital : TD, ND, RR, S
3) Kulit : Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat eritema), Kelembaban,
Turgor kulit, Ada/tidaknya edema
4) Kepala/rambut : Inspeksi, Palpasi
5) Mata : Fungsi penglihatan, Ukuran pupil, Konjungtiva, Lensa/iris,
Odema palpebra, Palpebra, Sklera
6) Telinga : Fungsi pendengaran, Kebersihan, Daun telinga, Fungsi
keseimbangan, Sekret, Mastoid
7) Hidung dan sinus : Inspeksi, Fungsi penciuman, Pembengkakan,
Kebersihan, Pendarahan, Sekret
8) Mulut dan tenggorokan : Membran mukosa, Keadaan gigi, Tanda
radang (gigi,lidah,gusi), Trismus, Kesulitan menelan, Kebersihan
mulut
9) Leher : Trakea simetris atau tidak, Kartoid bruid, JVP, Kelenjar
limfe, Kelenjar tiroid, Kaku kuduk
10) Thorak atau paru : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
11) Jantung : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
12) Abdomen : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
13) Ekstremitas : Vaskuler perifer, Capilari refil, Clubbing, Perubahan
warna
14) Neurologis : Status mental/GCS, Motorik, Sensori, Tanda
rangsangan meningkat, Saraf kranial, Reflek spikologis, Reflek
patologis
2. Diagnosa Keperawatan

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulasi


(00026)
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
(00046)
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor bologis (00002)
d. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (00092)
e. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan hiperventilasi (00032)
3. Intervensi
No.
Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Keperawatan Rasional
DX
1. Kelebihan volume Tujuan: Fluid Management
cairan berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status cairan : timbang berat 1. Mengetahui adanya kelebihan volume cairan pada klien
keperawatan selama 3x24 badan,keseimbangan masukan dan
dengan mekanisme jam volume cairan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
regulasi seimbang. 2. Timbang popok/pembalut jika
diperlukan 2. Mengetahui output cairan klien
Kriteria Hasil:
Fluid Balance 3. Pertahankan catatan intake dan output 3. Mengetahui status balance cairan klien
1. Terbebas dari edema, yang akurat 4. Mencegah adanya edema
efusi, anasarka 4. Batasi masukan cairan 5. Pemasangan kateter dapat melancarkan output urine klien
2. Bunyi nafas bersih,tidak 5. Pasang urin kateter jika diperlukan 6. Hasil lab menginterpretasikan status cairan dan elektrolit klien
adanya dipsnea
3. Memilihara tekanan 6. Monitor hasil lab yang sesuai dengan
vena sentral, tekanan retensi cairan (BUN , Hematokrit, 7. Mengetahui kondisi umum klien
kapiler paru, output osmolalitas urin ) 8. Indikasi retensi/kelebihan cairan dapat menentukan intervensi yang tepat bagi
jantung dan vital sign klien
normal. 7. Monitor vital sign
4. Pasien dapat 9. Lokasi dan derajat edema dapat menentukan seberapa berat kelebihan volume
menjelaskan indikator 8. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan klien
kelebihan cairan cairan (kreacles, CVP , edema, distensi 10. Diuretic dapat meningkatkan output cairan klien
vena leher, asietes) 11. Dapat dilakukan terapi yang tepat pada klien

9. Kaji lokasi dan drajat edema 12. Mencegah klien dari kelebihan cairan dan keluarga dapat memantau asupan
cairan klien
13. Klien dapat mengetahui diit yang tepat untuk menjaga kondisinya
10. Berikan diuretik sesuai interuksi 14. Pemberian cairan yang tepat dapat mencegah klien dari kelebihan cairan
11. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk
12. Jelaskan pada pasien dan keluarga 1. Sebagai data dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
rasional pembatasan cairan 2. Untuk mengetahui tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah

13. Menjelaskan cara diit pasien

14. Kolaborasi pemberian cairan sesuai


terapi. 3. Mengetahui adakah keleibihan volume cairan
4. Mengetahui kadar cairan dan elektrolit
5. Mengetahui adanya kelebihan volume cairan
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi 6. Edema dapat menjadi tanda kelebiihan cairan
2. Tentukan kemungkinan faktor resiko
dari ketidak seimbangan cairan 1. Terapi hemodialisa sesuai prosedur dapat mengurangi kelebihan cairan dan sisa
(hipertermia, terapi diuretik, kelainan metabolism di tubuh
renal, gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan

4. Monitor serum dan elektrolit urine


5. Monitor adanya distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan penambahan BB
6. Monitor tanda dan gejala dari odema
Hemodialysis therapy
1. Bekerja secara kolaboratif dengan
pasien untuk menyesuaikan panjang
dialisis, peraturan diet, keterbatasan
cairan dan obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit pergeseran antara
pengobatan.
2. Kerusakan integritas Tujuan : Pressure management
kulit berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kulit akan adanya kemerahan 1. Kemerahan dapat menjadi tanda kerusakan integritas kulit.
keperawatan selama 3x24 2. Infeksi dapat menjadikan integritas kulit menjadi rusak
dengan gangguan jam diharapkan gangguan 3. Pakaian yang longgar dapat mengurangi rasa nyeri pada kulit yang
metabolisme integritas kulit teratasi 2. Monitor tanda dan gejala infeksi pada rusak
dengan area insisi 4. Kerutan di tempat tidur dapat menyebabkan nyeri pada kulit yang
rusak
Kriteria Hasil: 3. Anjurkan pasien menggunakan pakaian 5. Menjaga integritas kulit agar tetap bagus
1. Tidak ada tanda –tanda yang longgar 6. Mobilidsasi rutin dapat mencegah dekubitus
infeksi
2. Ketebalan dan teksture 4. Hindari kerutan pada tempat tidur 7. Lotion dapat melembabkan kulit
jaringan normal
3. Menunjukan
pemahaman dalam 5. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
proses perbaikan kulit dan kering
dan mencegah terjadinya 6. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien
cidera berulang setiap dua jam sekali)
4. Menunjukan terjadinya 7. Oleskan lotion atau minyak baby oil
proses penyembuhan pada daerah yang tertekan.
luka
3. Ketidakseimbangan Tujuan : Nutritional Management
nutrisi : kurang dari Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor adanya mual dan muntah 1. Mual dan muntah dapat menjadi data untuk menentukan status
keperawatan selama 3x24 nutrisi
kebutuhan tubuh jam nutrisi seimbang dan 2. Mengetahui adanya gangguan nutrisi pada klien
berhubungan dengan adekuat. 2. Monitor status nutrisi. 3. Sebagai data penguat untuk mengetahui adanya gangguan nutrisi
faktor bologis
Kriteria Hasil: 4. Hasil lab dapat menjadi data pendukung menentukan intervensi
Nutritional Status 3. Monitor adanya kehilangan berat badan
1. Nafsu makan meningkat dan perubahan status nutrisi.
2. Tidak terjadi penurunan 4. Monitor albumin, total protein,
BB hemoglobin, dan hematocrit level yang
3. Masukan nutrisi adekuat menindikasikan status nutrisi dan untuk 5. Intake nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan status nutrisi
4. Menghabiskan porsi perencanaan treatment selanjutnya. 6. Makanan sedikit tapi sering dapat meningkatkan nafsu makan
makan 5. Monitor intake nutrisi dan kalori klien. klien
5. Hasil lab normal 7. Perawatan mulut dapat meningkatkan nafsu klien
(albumin, kalium) 8. Diet yang sesuai dapat menyeimbangkan status nutrisi klien
6. Berikan makanan sedikit tapi sering 9. Masukan makanan yang adekuat dapat meningkatkan status nutrisi
klien

7. Berikan perawatan mulut sering


8. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diet sesuai terapi
9. Monitor masukan makanan / cairan dan
hitung intake kalori harian

4 Intoleransi aktivitas Tujuan: Activity Therapy


berhubungan Setelah dilakukan 1. Bantu klien untuk mengidentifikasi 1. Mengetahui tingkat aktivitas yang mampu dilakukan klien
tindakan keperawata selema aktivitas yang mampu dilakukan. 2. Alat bantu dapat membantu aktivitas klien
ketidakseimbangan 2x24 jam pasien diharapkan 2. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan 3. Kekurangan aktivitas klien dapat menjadi data untuk menentukan
antara suplai dan masalah intoleransi aktivitas aktivitas seperti kursi roda, krek. intervensi yang tepat
kebutuhan oksigen dapat teratasi dengan 3. Bantu pasien dan keluarga untuk 4. Motivasi diri dapat meningkatkan kepercayaan diri klien
mengidentivikasi kekurangan dalam 5. Terapi yang tepat dapat meningkatkan kondisi klien
Kriteria Hasil : beraktivitas
1. Mampu melakukan 4. Bantu klien untuk mengembangkan
aktivitas sehari hari motivasi diri dan penguat
(ADLS) secara mandiri 5. Kolaborasikan dengan tenaga medik
2. Berpartipasi dalam dalam merencanakan program terapi
aktivitas fisik tampa yang tepat.
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan
RR
3. Status respirasi :
pertukaran gan dan
ventilasi adekuat
4. Mampu berpindah :
dengan atau tampa
bantuan alat

5. Ketidakefektifan Tujuan : Respiratory Monitoring


pola nafas Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama 1. Menjadi data dasar dalam menentukan intervensi yang tepat
keperawatan selama 1x24 dan usaha respirasi 2. Mengetahui adanya gangguan pola nafas klien
berhubungan jam pola nafas adekuat. 2. Catat pergerakan dada,amati
hiperventilasi kesimetrisan, penggunaan otot
Kriteria Hasil: tambahan, retraksi otot supraclavicular
Respiratory Status dan intercostal 3. Mengetahui adanya gangguan pernafasan pada klien
1. Peningkatan ventilasi dan 3. Monitor pola nafas : bradipena, 4. Mengetahui adanya suara nafas tambahan
oksigenasi yang adekuat takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
2. Bebas dari tanda tanda 4. Auskultasi suara nafas, catat area
distress pernafasan penurunan / tidak adanya ventilasi dan
3. Suara nafas yang bersih, suara tambahan
tidak ada sianosis dan 1. Mengetahui adanya gangguan pola nafas klien
dyspneu (mampu Oxygen Therapy 2. Nafas dalam dapat meningkatkan oksigenasi klien
mengeluarkan sputum, 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya 3. Memberikan rasa nyaman dan rileks
mampu bernafas dengan crakles 4. Aktivitas yang berlebihan dapat menyebabkan pasien kelelahan
mudah, tidak ada pursed dan dispnea
lips) 2. Ajarkan pasien nafas dalam 5. Pemberian oksigen dapat meningkatkan oksigenasi klien
4. Tanda tanda vital dalam
rentang normal 3. Atur posisi senyaman mungkin
4. Batasi untuk beraktivitas

5. Kolaborasi pemberian oksigen


DAFTAR PUSTAKA

Bayhakki. 2018. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: EGC
Heardman. 2019. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. EGC:
Jakarta
Huddak and Gallo 2010, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary
Counseling Terhadap Self Care Dan Status Cairan Pada Pasien
Hemodialisa, Tesis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Ika 2019.Laporan Pendahuluan “Chronic Kidney Disease (CKD)”dilihat 4 Mei
2018, melalui <http://repository.lppm.unila.ac.id/1391/1/49-54-IKA-
A.pdf>
Joy et al 2018. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishig
Kirana 2020. Laporan pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien Chronic
Kidney Disease diakses pada tanggal 4 mei 2018 melalui
<https://www.academia.edu/31553378/CHRONIC_KIDNEY_DEASES
McAlexcander 2016,Faruq 2017, Upaya Penurunan Volume Cairan Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronis, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Oscar 2017,Situasi Penyakit Ginjal Kronikdiakses pada tanggal 25 Mei 2018,
melalui<http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/i
nfodatin/infodatin%20ginjal%202017.pd>
Sudoyo et al. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing
Suharyanto, T. Madjid A, 2016.Asuhan Keperewatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan . Jakarta: Penerbit Trans Info Media
Wijaya dan Putri. 2017. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Teori dan
Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Wilson 2012, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling Terhadap
Self Care Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa, Tesis, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN KASUS
CHRONIC KIDNEY DISEASEDI (CKD) DI RUANGAN FLAMBOYAN
RSUD UNDATA PROVINSI SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : LUCKY ARISANDI, S.Kep


NIM : 2022031015

CI LAHAN CI INSTITUSI

Suparmi, S.Tr.Kep., Ns Ns. Siti Yartin, S.Kep.,M.Kep


NIP. 19720726 200312 2 004 NIK. 20210902025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2022

Anda mungkin juga menyukai