Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KASUS IKTERIK NEONATUS

DI RUANGAN PERISTI RSUD UNDATA PROVINSI


SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NOVIANTI, S.Kep


NIM : 2022031025

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Ni Nyoman Udiani. S.Kep., M.Kep Ns.Elifa Ihda Rahmayanti, S.Kep.,M.Kep


197905312000032001 20120901025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2022
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS IKTERIK NEONATUS
DI RUANGAN PERISTI RSUD UNDATA PROVINSI
SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NOVIANTI, S.Kep


NIM : 2022031025

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Ni Nyoman Udiani. S.Kep., M.Kep Ns.Elifa Ihda Rahmayanti, S.Kep.,M.Kep


197905312000032001 20120901025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses
kelahiran, berusia 0-28 hari. Neonatus memerlukan penyesuaian fisiologis
berupa maturasi yaitu pematangan pada setiap organ agar neonatus dapat
menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstrauterin
(Sritamaja, 2019).
Menurut Departeman Kesehatan Republik Indonesia (2018) Neonatus
adalah bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari, pada masa tersebut terjadi
perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim dan terjadi
pematangan organ hampir pada semua sistem.
Ikterik neonatus adalah keadaan dimana mukosa neonatus menguning
setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk kedalam
sirkulasi. Ikterik neonatus atau penyakit kuning adaalah kondisi umum pada
neonatus yang mengacu pada warna kuning pada kulit dan sklera yang
disebabkan terlalu banyaknya bilirubin dalam darah (Sritamaja, 2019). Ikterik
neonatus adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk lebih cepat daripada
kemampuan hati bayi yang baru lahir (neonatus) untuk dapat memecahnya
dan mengeluarkannya dari tubuh, Ikterik adalah warna kuning yang dapat
terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau organ lain akibat penumpukan
bilirubin. Bilirubin merupakan hasil penguraian sel darah merah di dalam
darah. Penguraian sel darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh
tubuh manusia apabila sel darah merah telah berusia 120 hari. Hasil
penguraian hati (hepar) dan dikeluarkan dari badan melalui buang air besar
(BAB) dan Buang air kecil (BAK) (Sritamaja, 2019).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ikterik neonatus adalah
warna kuning yang terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau organ lain
pada nenonatus akibat kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg/dl pada
24 jam pertama kehidupan, dan terjadi karena bilirubin tidak terkonjugasi
oleh hepar, sehingga tidak dapat dieksresikan dari tubuh dan menumpuk pada
darah, bila tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan terjadinya kern
ikterus yang merupakan kerusakan otak akibat perlekatan bilirubin indirek
pada otak.

B. ETIOLOGI
Penyebab ikterik pada neonatus dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa factor, secara garis besar etioologi ikterik
neonatus(PPNI, 2017):
a. Penurunan Berat Badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir yang
menyusui ASI, >15% pada bayi cukup bulan)
b. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
c. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
d. Usia kurang dari 7 hari
e. Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)

C. PATOFISIOLOGI
Ikterus pada neonatus disebabkan oleh stadium maturase fungsional
(fisiologis) atau manifestasi dari suatu penyakit (patologik). Tujuh puluh lima
persen dari bilirubin yang ada pada neonatus berasal dari penghancuran
hemoglobin dan dari myoglobin sitokorm, katalase dan triptofan pirolase.
Satu gram hemoglobin yang hancur akan menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi
cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak 1 gram /hari dalam
bentuk bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram
albumin akan mengikat 16 mg Bilirubin). Bilirubin indirek dalam lemak dan
bila sawar otak terbuka , bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi Kern
Ikterus. Yang memudahkan terjadinya hal tersebut adalah imaturitas, asfiksia/
hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2000 g), Infeksi , hipoglikemia,
hiperkarbia, dan lain- lain, di dalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim
glucuronil transverase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian
diekskresi ke system empedu selanjutnya masuk ke dalam usus dan menjadi
sterkobilin. Sebagian diserap kembali dan keluar melalui urine urobilinogen.
Pada Neonatus bilirubin direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek di
dalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting
terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali ke hati
yang disebut siklus Intrahepatik (Mulyanti, 2020)

D. PAHWAY

Peningkatan produksi Gangguan Gangguan ekskresi


bilirubin Fungsi hati bilirubin

HIPERBILIRUBIN

Fototerapi
Bilirubin tidak
terkonjugasi Peningkatan
Pemecahan
bilirubin Perubahan suhu
Bilirubin Indirek lingkungan
meningkat
Pengeluaran
cairan
Penguapan
Toksik terhadap empedu
jaringan
Peristaltik usus
meningkat Hipertermia
Resiko kerusakan
integritas kulit
Diare

Pengeluaran
volume
cairan meningkat

Resiko ketidakseimbangan
volume cairan
Sumber : Widiawati, S (2018)
E. KLASIFIKASI
Menurut Widiawati, S (2018) Ikterik neonatus dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu Ikterik Fisiologis dan Ikterik Patologis:
a. Ikterik fisiologis
Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul pada hari kedua
atau ketiga dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan
menghilang sampai hari kesepuluh. Ikterik fisiologis tidak mempunyai
dasar patologis potensi kern icterus. Bayi tampak biasa, minum baik,
berat badan naik biasa, kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan
tidak lebih dari 12 mg/dl dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang
pada hari keempat belas, kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5%
perhari.
b. Ikterik patologis
Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik timbul dalam 24
jam pertama kehidupan: serum total lebih dari 12 mg/dl. Terjadi
peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
Konsentrasi bilirubin serum serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang
bulan (BBLR) dan 12,5 mg%pada bayi cukup bulan, ikterik yang
disertai dengan proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G-6-PD dan sepsis). Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau
kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl per-jam atau lebih 5 mg/dl perhari.
Ikterik menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih
dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR.
Beberapa keadaan yang menimbulkan ikterik patologis:
1) Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidak cocokan golongan
darah ibu dan anak seperti rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.
2) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD (Glukosa-6
Phostat Dehidrokiknase), talesemia dan lain-lain.
3) Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
4) Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih,
penyakit,karena toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan
sebagainya.
5) Kelainan metabolik: hipoglikemia, galaktosemia.
6) Obat- obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin
seperti solfonamida, salisilat, sodium benzoate, gentamisin, dan
sebagainya.
7) Pirau enterohepatic yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi,
penyakit hiscprung, stenosis, pilorik, meconium ileus dan
sebagainya.

F. MANIFESTASI KLINIS
Dikatakan Hiperbilirubinemia apabila ada tanda-tanda sebagai
berikut(Rohsiswatmo, 2018):
a. Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau
organ lain akibat penumpukan bilirubin
b. Ikterik terjadi pada 24 jam pertama
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus cukup bulan, dan
12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai dengan berat badan lahir kurang 2000 gr, masa
esfasi kurang 36 mg, defikasi, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.

G. PEMERIKASAAN FISIK
Pengkajian fisik meliputi mengobservasi adanya bukti ikterik dengan
interval. Ikterik dapat dikaji secara reliable dengan mengobservasi kulit bayi
dari kepala ke kaki dan warna sklera dan membran mukosa. Secara klinis,
ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa
hari. Amati ikterus pada siang hari dengan pencahayaan yang baik. Ikterus
akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang. Salah satu cara memeriksa derajat ikterik pada
neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian
menurut Kramer. Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-
tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-
lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar
bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan angka rata-
rata (Prawirohardjo, 2019).
Tabel I
Derajat Ikterus dengan Rumus Kramer

Derajat Daeran Ikterus Kadar


Ikterus Bilirubin
(mg%)
I Kepala dan leher 5
II Daerah 1 (+) sampai badan bagian atas (di atas 9
umbilicus)
III Daerah 1,2 (+) sampai badan bagian bawah 11
hungga tungkai (di atas lutut)
IV Daerah 1,2,3 (+) lengan hingga tungkai di bawah 12
lutut
V Daerah 1,2,3,4 (+) telapat tangan dan kaki 16
Sumber : Prawirohardjo, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Materal
dan Neonatal, 2019

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada ikterik neonatus
adalah (Rohsiswatmo, 2018):
a. Kadar bilirubin serum (total). Kadar bilirubin serum direk dianjurkan
untuk diperiksa, bila dijumpai bayi kuning dengan usia kurang lebih
dari 10 hari dan tau dicurigai adanya suatu kolestatis.
b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat
morfologi eritrosit dan hitumg retikulosit
c. Penentuan golongan darah dan factor Rh dari ibu dan bayi. Bayi yang
berasal dari ibu dengan Rh negative harus dilakukan pemeriksaan
golongan darah, faktor Rh uji coombs pada saat bayi dilahirkan, kadar
hemoglobin dan bilirubin tali pusat juga diperiksa (Normal bila Hb
>14mg/dl dan bilirubin Tali Pusat , < 4 mg/dl ).
d. Pemeriksaan enzim G-6-PD (glukuronil transferase ).
e. Pada Ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati (dapat dilanjutkan
dengan USG hati, sintigrafi system hepatobiliary, uji fungsi tiroid, uji
urine terhadap galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah,
dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).

I. TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN

Beberapa penatalaksanaan medis dalam menangani kasus ikterik


neonatus menurut Marmi dalam (Sritamaja, 2018) yaitu :

1. Memperlaju proses metabolisme dan ekskresi bilirubin

a. Memberi minum ASI pada bayi dapat membantu pemecahan


bilirubin yang nantinya akan dikeluarkan lewat urin dan feses, maka
bayi yang mengalami bilirubin dianjurkan untuk banyak minum ASI
karena di dalam ASI terdapat banyak zat penting dalam membantu
memperlancar BAK dan BAB. Saputra dalam (Yanto, Rochayati, &
Wuryanto, 2018) bahwa memberikan ASI sedini mungkin dan secara
langsung dapat memberikan manfaat yang signifikan untuk bayi
karena ASI memiliki peranan penting untuk perkembangan dan
imunitas bagi bayi. Rata-rata bayi baru lahir akan minum ASI 8-12
jam dalam satu hari atau 2-3 jam sekali selama 5-7 menit karena
dalam kurun waktu tersebut perut bayi akan kembali kosong
(Yuliana et al., 2018). Menurut Arif dalam (Yuliana et al., 2018)
proses tumbuh kembang bayi banyak ditentukan oleh nutrisi yang
terdapat dalam ASI, maka menjadi perhatian utama untuk frekuensi
pemberian ASI karena frekuensi menyusu bayi yang tidak sakit
adalah 8-12 kali dalam sehari.
b. Memberi fenobarbital yang dapat mempercepat konjungsi bilirubin
karena adanya induksi enzim mikrosoma.
2. Fototerapi

Pemberian terapi ini dilakukan ketika ikterik digolongkan dalam ikterik


yang serius yang terlihat kuning pada lengan dan tungkai. (Santosa &
Muntafiah, 2020)
a. Cara Kerja Fototerapi
Efek yang ditimbulkan dari fototerapi adalah terurainya
bilirubin dari senyawa tetrapirol yang tidak mudah larut dalam air
diubah ke bentuk senyawa dipirol yang larut dalam air dan cairan
empedu usus dua belas jari sehingga mengakibatkan peningkatan
ekskresi cairan empedu di usus yang menyebabkan peningkatan
peristaltik pada usus yang pada akhirnya bilirubin diekskresikan
dalam bentuk feses (Santosa & Muntafiah, 2020). Fototerapi dapat
bekerja secara efektif ditentukan oleh kualitas cahaya yang terdapat
pada lampu, kekuatan cahaya, luas bidang tubuh, tebal tipisnya kulit,
waktu terpaparnya cahaya pada tubuh, jumlah bilirubin serum saat
fototerapi (Kosim, Soetandio, & Sakundarno, 2019). Fototerapi
yang efektif dapat menurunkan kadar bilirubin hingga 1-2 mg/dl
selama 4-6 jam, sehingga harus dilakukan monitor tiap 4-12 jam.
Fototerapi apabila diberikan semakin lama, maka akan semakin
cepat menurunkan kadar bilirubin (Kosim et al., 2019). Fototerapi
dilakukan secara berkesinambungan dan ketika bayi akan disusui
atau dimandikan, fototerapi dihentikan. Saat diberikan fototerapi
selama 24 jam bayi tidak memakai baju apapun kecuali popok dan
penutup mata (Surya Dewi et al., 2018). Mengukur jarak antara
lampu dan permukaan kulit bayi dengan jarak 30 cm untuk
menghindari terjadinya hipertermi. Fototerapi dengan jarak 30 cm
memiliki komplikasi hipertermi yang rendah dibandingkan dengan
jarak 12 cm (Surya Dewi et al., 2018). Membiarkan tubuh bayi
terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan agar sinar yang
dihasilkan bisa menurunkan bilirubin yang ada dalam tubuh bayi.
Menurut Ullah, et al dalam (Santosa, Mukhson, & Muntafiah, 2020)
fototerapi dapat memberikan hasil yang efektif dan efisien
bergantung pada daerah yang terkena paparan oleh fototerapi,
panjang gelombang, dan kekuatan cahaya yang dihasilkan.

b. Komplikasi fototerapi

Fototerapi dapat menimbulkan beberapa komplikasi diantaranya


sebagai berikut:
1) Fototerapi yang diberikan selama terapi dapat menyebabkan
dehidrasi karena efek sinar lampu dan dapat menyebabkan
Insisible Water Loss (IWL)
2) Peningkatan frekuensi BAB karena cairan empedu yang
mengandung banyak bilirubin indirek sehingga terjadi
peningkatan peristaltik pada usus
3) Kulit menjadi kememreahan pada bagian yang terkena sinar
namun setelah fototerapi selesai akan menghilang
4) Jika selama pemberian fototerapi mata bayi tidak ditutup dapat
mengakibatkan kelainan pada retina
5) Sinar lampu yang dihasilkan dapat menyebabkan suhu pada
tubuh bayi naik maka matikan sebagian lampu dan tetap
diteruskan, namun jika suhu masih tetap naik maka matikan
semua lampu untuk sementara dan beri minum bayi dengan
frekuensi yang banyak.
3. Transfusi Tukar
Tindakan ini sudah jarang dilakukan karena tindakan ini hanya
dilakukan apabila pemberian fototerapi masih belum dapat menurunkan
hiperbilirubin. Tindakan ini dilakukan apabila tindakan lain sudah
diberikan namun masih tidak dapat mengatasi hiperbilirubinemia. Secara
umum, ikterus yang diberikan tindakan ini adalah ikterus dengan keadaan
tertentu seperti ketidakcocokan resus ABO, kurangnya enzim glukuronil
transferase G6PD, infeksi toksoplasmosis, dan lain-lain. Transfusi tukar
dilakukan dengan indikasi apabila kadar bilirubin indirek meningkat
dengan signifikan, yaitu 0,3 mg% per jam, adanya anemia berat pada
neonatus dimanifestasikan dengan gagal jantung, uji comb positif, dan
kurangnya kadar hemoglobin yang kurang dari 14 mg% pada umbilikal
bayi. Transfusi tukar dilakukan dengan tujuan merubah eritrosit sebagai
hemolysis, menghilangkan antibodi penyebab hemolisis, merendahkan
kadar bilirubin dan memulihkan anemia.

J. KOMPLIKASI
Kern Icterus atau kerusakan otak yang berefek pada keterbelakangan
mental, gangguan pendengaran, cerebral palsy, serta terbatasnya pergerakan
mata (Mathindas et al., 2018). Ensefalopati bilirubin merupakan salah satu
komplikasi dari ikterik yang terberat dan merupakan salah satu penyebab
kematian pada neonatus (Surya Dewi, Kardana, & Suarta, 2018).
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan untuk mengumpulkan data pasien yang berkaitan


dengan kesehatan yang meliputi fisik, psikososial, dan emosional sehingga
dengan data yang terkumpul dapat digunakan untuk memutuskan status
kesehatan pasien, mendapatkan masalah actual maupun potensial, dan sebagai
rujukan untuk memberi pendidikan kesehatan pada pasien (Debora dalam
(Sritamaja, 2018).

1) Identitas pasien

Dalam identitas pasien terdapat data-data yang meliputi nama


pasien, tanggal lahir, tanggal dirawat, diagnosa, penanggung jawab

2) Keluhan utama

Dalam kasus ikterik orang tua akan mengatakan jika kulit bayi
menjadi kuning yang muncul dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir,
nilai pemeriksaan bilirubin total lebih dari 12mg/dL

3) Riwayat penyakit terdahulu

Data riwayat penyakit terdahulu meliputi penyakit yang pernah


diderita, biasanya dalam kasus ikerik penyakit yang menyertai yaitu
berat badan bayi lahir rendah (kurang dari 2000 gram), usia gestasi
kurang dari 36 minggu (prematur), adanya asfiksia, hipoksia,
gangguan pernafasan, adanya infeksi dan bayi mengalami
hipoglikemi.

4) Riwayat keluarga

Beberapa penyakit keturunan yang memicu bayi menderita resiko


ikterik misalnya penyakit hipertensi, diabetes dan adanya riwayat
melahirkan anak kembar, selain penyakit keturunan ada juga
penyakit menahun seperti asma, jantung serta penyakit menular
5) Riwayat ibu

Usia ibu sangat berpengaruh dalam menentukan bayi terkena


ikterik, usia ibu yang berresiko melahirkan bayi dengan resiko
ikterik yaitu antara usia <20 tahun dan >35tahun, jarak kehamilan
yang terlalu dekat, gizi kurang pada ibu hamil, ukuran lingkar
lengan atas <23,5cm, ibu yang memiliki riwayat penyakit turunan,
ibu yang mengkonsumsi alkohol dan perokok

6) Riwayat kelahiran

Faktor resiko bayi menderita ikterik neonatus adalah usia gestasi


yang belum cukup (kurang dari 37 minggu) dan terjadinya infeksi
selama hamil, adanya asfiksia, trauma kepala hingga mengakibatkan
rusaknya jaringan otot

7) Pola aktivitas sehari-hari

a) Pola makan dan minum

Bayi yang menderita ikterik memiliki reflek hisap yang lemah,


sehingga dalam pemberian ASI harus berproses sedikit demi
sedikit dalam durasi yang berdekatan, reflek hisap yang masih
lemah maka pemberian ASI pada bayi bisa menggunakan
sendok atau dengan pemasangan selang ke dalam lambung

b) Istirahat tidur

Waktu istirahat pada bayi lebih banyak dibanding orang dewasa,


namun pada bayi yang menderita ikterik pola tidur akan berubah
karena tidur bayi tidak tenang dikarenakan bayi mudah dehidrasi
karena efek fototerapi
c) Eliminasi
Pada bayi dengan kasus hiperbilirubin warna urin bayi gelap
seperti teh, warna tinja kehijauan disebabkan oleh cairan empedu
yang berwarna hijau, tinja bayi juga bisa berwarna seperti
dempul karena tidak adanya cairan empedu yang mewarnai
tinja.
d) Aktivitas
Aktivitas bayi yang menderita hiperbilirubin akan mengalami
gangguan disebabkan oleh lemahnya tonus otot, hal ini
menyebabkan pergerakan bayi tidak aktif, lesu dan lemah
e) Personal hygiene
Dalam kasus bayi dengan hiperbilirubin frekuensi BAB (buang
air besar) dan BAK (buang air kecil) masih sedikit, namun
popok dan pakaian bayi harus diganti ketika sudah tidak layak
pakai.
8) Observasi
a) Keadaan umum
Keadaan umum pada bayi dengan hiperbilirubin akan
mengalami kelemahan, tanda vital terutama suhu yang tidak
stabil, kulit tampak kuning dan sklera kuning
b) Antropometri
Salah satu penyebab hiperbilirubin adalah berat badan bayi lahir
yang rendah yaitu antara 1500 gram sampai 2500 gram,
panjang badan kurang dari 45cm, ukuran lingkar dada kurang
dari 30cm dan ukuran lingkar kepala yang kurang dari 33 cm
c) Tanda vital
Suhu bayi normal berkisar antara 36,5-37°C, namun suhu pada
bayi dengan hiperbilirubin mengalami ketidak stabilan dan pada
pola nafas dengan bayi ikterik patologis ditandai dengan
takipnea sedangkan bayi dengan ikterik fisiologis memiliki pola
napas yang normal
9) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan antara lain :
a) Kepala
Pada bagian kepala hasil yang akan ditemukan pada
pemeriksaan bayi dengan hiperbilirubin yaitu kulit kepala akan
berwarna kuning, biasanya ukuran kepala bayi lahir prematur
akan memiliki ukuran lebih besar dari tubuhnya.
b) Mata
Pada bagian pemeriksaan mata, bayi yang menderita ikterik
akan ditemukan sklera berwarna kuning, selain itu dalam
melakukan pemeriksaan mata perlu dilakukan tes pada reflek
pupil dan kornea yang bertujuan untuk mendeteksi adanya
kelainan pada mata bayi.
c) Hidung
Bagian hidung bisa diperiksa dengan cara melihat apakah ada
sumbatan atau tidak, adakah gangguan pernafasan.
d) Mulut
Dalam pemeriksaan mulut dari bayi yang menderita ikterik akan
mengalami kelemahan dalam reflek menelan dan reflek
menghisap
e) Telinga
bayi yang lahir prematur memiliki tulang kartilago yang belum
tumbuh sempurna, dalam kasus ikterik neonatus telinga bayi
akan berwarna kuning.
f) Leher
Bayi dengan ikterik akan memiliki leher yang berwarna
kekuningan, yang menandakan bayi tersebut berada dalam
derajat kramer 1, selanjutnya melihat gerak lehernya ketika
menelan, adakah ketidak normalan pada leher
g) Dada
Bayi memiliki bentuk dada yang bulat, kelenturan tulang rusuk
masih sangat lentur, akan terlihat saat inspirasi ada retraksi
intracosta, letak sternum akan meninggi dan melengkung, pada
bayi dengan hiperbilirubin warna dada akan kuning.

h) Paru

Bayi baru lahir dengan usia gestasi belum cukup bulan lebih
beresiko untuk mengalami gangguan dalam pernafasan, untuk
pemeriksaan pada bagian paru yaitu kesimetrisan pergerakan
dinding antara dinding dada kanan dan dinding dada kiri,
periksa juga adakah retraksi dada, observasi dalam frekuensi
pernafasan bayi untuk mengetahui apakah ada kelainan atau
tidak
i) Abdomen
Dalam pemeriksaan abdomen kaji adakah lesi, lihat letak
kesimetrisan abdomen, abdomen pada bayi dengan
hiperbilirubin akan berwarna kuning, periksa adanya bising usus
dan akan terdengar suara timpani di semua daerah abdomen
terkecuali pada bagian hepar.
j) Genetalia
Pemeriksaan genetalia untuk bayi yang lahir di usia pre term
labia mayora belum menutupi labia mayora dengan sempurna,
bayi yang baru lahir biasanya membawa hormon dari ibu yang
mengakibatkan adanya secret darah yang keluar dari vagina
k) Ekstremitas
Perhatikan jumlah tangan dan jari pada tiap ekstremitas untuk
mengetahui adanya kelainan jari, kesimetrisan antara kedua
bahu dan tangan.
l) Kulit
Warna kulit pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
akan memiliki warna kulit merah muda bahkan merah,
permukaan kulit akan tampak keriput, mengalami sianosis,
adanya lanugo di tubuh bayi, kulit masih tipis, pada bayi yang
mengalami ikterik warna kuning bermula dari wajah dan akan
menjalar ke tubuh serta ekstremitas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA NIC-NOC 2021-2023
1. Ikterik neonatus berhubungan dengan usia kurang dari 7 hari (SDKI,
SLKI DAN SIKI)
2. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan kulit
4. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang kebutuhan cairan
C. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Ikterik neonatus SLKI SIKI
berhubungan dengan Integritas kulit dan jaringan Fototerapi neonatus
usia kurang dari 7 hari  Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan
 Monitor suhu setiap 4 jam sekali
selama 3x24 jam maka integritas kulit dan
jaringan menurun dengan kriteria hasil:  Monitor efek samping fototerapi

 Kerusakan jaringan menurun  Siapkan lampu fototerapi dan inkubator atau


 Kerusakan lapisan kulit menurun kotak bayi
 Kemerahan menurun  Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
 Suhu kulit membaik
 Berikan penutup mata pada bayi

 Ganti segera alas dan popok bayi jika


BAB/BAK

 Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit


2 Hipertermia NOC NIC
berhubungan dengan Termoregulasi: Bayi Baru Lahir Perawatan bayi: bayi baru lahir
dehidrasi  Monitor suhu sesering mungkin
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Monitor warna dan suhu kulit
selama 3x24 jam pasien menunjukkan : suhu  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
tubuh dalam batas normal dengan kriteria
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
hasil:
 Monitor WBC, Hb dan Hct
 Suhu tidak stabil
 Monitor intake dan output
 Penyapihan dari inkubator (bayi) ke
 Berikan anti piretik
boks bayi
 Selimuti pasien
 Napas tidak teratur
 Berikan caitan intravena
 Dehidrasi
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Perubahan warna kulit
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Tingkatkan inteke cairan dan nutrisi
 Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembapan membran mukosa
3 Resiko kerusakan NOC NIC
integritas kulit Integritas jaringan: kulit & membran Perawatan integritas kulit
berhubungan dengan mukosa  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
kelembapan kulit yang longgar
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Hindari kerutan pada tempat tidur
selama 3x24 jam pasien menunjukkan :  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kerusakan integritas kulit tidak terjadi kering
dengan kriteria hasil:  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
 Integritas kulit terganggu dua jam sekali
 Perpusi jaringan terganggu  Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Keringat  Oleskan lotion atau minyak/bady oil pada
 Suhu kulit daerah yang tertekan
 Wajah pucat  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Monitor status nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat
 Kaji lingkungan dan peralatan yang
menyebabkan tekanan
 Observasi luka : lokasi, kedalaman luka,
karakteristik, warna cairan, tanda-tanda infeksi
lokal
 Lakukan teknik perawatan luka dengan steril
Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada
luka
4 Resiko NOC NIC
ketidakseimbangan  Keseimbangan cairan Manajemen cairan
volume cairan  Dehidrasi  pertahaankan catatan intake dan output yang
berhubungan dengan  Status nutrisi : gizi dan asupan akurat
kurang pengetahuan cairan  monitor status hidrasi (kelembapan membran
tentang kebutuhan Setelah dilakukan tindakan keperawatan mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
kebutuhan cairan selama 3x24 jam pasien menunjukkan : ortostatik), jika perlu
defisit volume cairan teatasi dengan kriteria  monitor hasil lab yang sesuai denganretensi
hasil: cairan
 Mempertahankan urine output sesuai  monitor vital sign setiap 15 menit – 1 jam
dengan usia dan BB, BJ urine normal  kolaborasi pemberian cairan IV
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh  monitor status nutrisi
dalam bats normal  berikan cairan oral
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,  berikan pengganti nasogatrik sesuai output (50
elastisitas turgor kulit baik, membran – 100cc/jam)
mukosa lembab, tidak aada rasa haus  dukungan keluarga untuk membantu pasien
yang berlebihan makan
 Orientasi terhadap waktu dan tampak  kolaborasi dokter jita ada tanda cairaan
baik berlebih muncul memburuk
 Jumlah da irama pernapasan dalam  atur kemungkinan tranfusi
batas normal  persiapan untuk tranfusi
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas  pasang kateter jika perlu
normal  monitor intake dan urin output selama 8 jam
 pH urin dalam batas normal
 intake oral dan interval adekuat
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Implementasi terdiri dari melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus
yang diperlukan untuk melakukan intervensi (atau program keperawatan).
Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk
intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan yaitu intervensi fototerapi
dan perawatan bayi, kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan
mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut.

E. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika klien
dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian
tujuan atau hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan. Evaluasi
adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari
evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan atau diubah.
DAFTAR PUSTAKA

Kosim, M. S., Soetandio, R., & Sakundarno, M. (2019). Dampak Lama Fototerapi
Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin Total pada Hiperbilirubinemia
Neonatal.Sari Pediatri, 10(3), 201.
https://doi.org/10.14238/sp10.3.2008.201-6
Prawirohardjo, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Materal dan Neonatal,
2019
Rohsiswatmo, R., & Amandito, R. (2018). Hiperbilirubinemia pada neonatus
&gt;35 minggu di Indonesia; pemeriksaan dan tatalaksana terkini. Sari
Pediatri, 20(2), 115. https://doi.org/10.14238/sp20.2.2018.115-22

Santosa, Q., Mukhson, M., & Muntafiah, A. (2020). Evaluasi Penggunaan


Fototerapi Konvensional dalam Tata laksana Hiperbilirubinemia Neonatal:
Efektif, tetapi Tidak Efisien. Sari Pediatri, 21(6), 377.
https://doi.org/10.14238/sp21.6.2020.377-85
Sritamaja, I. K. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Bayi
Hiperbilirubinemia Dengan Masalah Keperawatan Ikterik neonatus di
Ruang NICU RSUD MAngusada Badung Tahun 2018. Gastrointestinal
Endoscopy, 10(1), 279–288. Retrieved from
http://dx.doi.org/10.1053/j.gastro.2014.05.023%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.gie.2018.04.013%0Ahttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
29451164%0Ahttp://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=PMC5838726%250 Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.gie.2013.07.022
Surya Dewi, A. K., Kardana, I. M., & Suarta, K. (2018). Efektivitas Fototerapi
Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin Total pada Hiperbilirubinemia
Neonatal di RSUP Sanglah. Sari Pediatri, 18(2), 81–86.
https://doi.org/10.14238/sp18.2.2016.81-6
Widiawati, S. (2018). Hubungan sepsis neonatorum , BBLR dan asfiksia dengan
kejadian ikterus pada bayi baru lahir. Riset Informasi Kesehatan, 6(1),
52– 57.
Wikanthiningtyas, N. W., & Mulyanti, S. (2020). Pengaruh Alih Baring Selama
Fototerapi Terhadap Perubahan Kadar Bilirubin Pada Ikterus Neonatorum
di Ruang HCU Neonatus RSUD Dr. Moewardi. (JKG) JURNAL
KEPERAWATAN GLOBAL, 1(1), 51–54.
Herdman dkk. 2021 NANDA international Diagnosis Keperawatan: definisi dan
klasifikasi 2021-2023, Edisi ke 12 EGC : Jakarta
Butcher dkk. 2021-2023. Klasifikasi luaran keperawatan Nursing Otcome
Classification (NOC) pengukuran outcome kesehatan Edisi Keenam:
elseiver : Jakarta
Butcher dkk. 2021-2023 Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Ketujuh
: Elseiver : Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP Persatuan Perawat Nasional indonesia, 2018

Anda mungkin juga menyukai