Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. DENGAN DIAGNOSA MEDIS IKTERIK NEONATUS

DI RUANG CUT NYA’DIN RSUD KANJURUHAN KABUPATEN MALANG

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN ANAK

Oleh :

SRI REZEKI

NIM.201910300511035

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

DIREKTORAT VOKASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2022
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. DENGAN DIAGNOSA MEDIS IKTERIK NEONATUS

DI RUANG CUT NYA’DIN RSUD KANJURUHAN KABUPATEN MALANG

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN ANAK

KELOMPOK 5

TANGGAL PRAKTEK: 3-8 JANUARI 2021

NAMA: SRI REZEKI

NIM. 201910300511035

Malang, Januari 2022


PEMBIMBING LAHAN
Pembimbing akademik

(Reni Ilmiasih, M.Kep.Sp.Kep.An)


(Yuli Supriati, Amd.Kep)
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Ikterus neonatorum merupakan indikasi klinis pada neonatus yang ditandai dengan
pewarnaan kuning pada kulit dan sklera akibat dari akumulasi produksi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih dalam jaringan (Auliasari et al., 2019). Ikterik neonatus adalah
keadaan dimana mukosa neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin
tidak terkonjugasi masuk kedalam sirkulasi (PPNI, 2019). Ikterik neonatus atau penyakit
kuning adalah kondisi umum pada neonatus yang mengacu pada warna kuning pada kulit
dan sklera yang disebabkan terlalu banyaknya bilirubin dalam darah. Ikterik neonatus
adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk lebih cepat daripada kemampuan hati bayi yang
baru lahir (neonatus) untuk dapat memecahnya dan mengeluarkannya dari tubuh, Ikterik
adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau organ lain
akibat penumpukan bilirubin.
Bilirubin merupakan hasil penguraian sel darah merah di dalam darah. Penguraian
sel darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh tubuh manusia apabila sel darah
merah telah berusia 120 hari. Hasil penguraian hati (hepar) dan dikeluarkan dari badan
melalui buang air besar (BAB) dan Buang air kecil (BAK) (Husnidar et al., 2021)
1.2 Etiologi
Etiologi pada ikterus bayi baru lahir di sebabkan oleh berdiri sendiri atau
beberapa-beberapa faktor. iketerus neonatorum di bagi menjadi (Telaeh, 2016):
a. Produksi yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO,
defisiensi enzim G6PD, pyuvate kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase. Penyebab lain ialah defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudain diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salsilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
1.3 Klasifikasi
Ikterus dibagi menjadi 3 tipe yaitu ikterus fisiologis, ikterus patologis, dan
kren icterus
Ikterus Fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamanya merupakan ikterus patologik
(Jeklin, 2016).
a. Ikterus fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya merupakan ikterus patologik. Ikterus
fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan
suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus fisiologis bisa juga disebabkan karena hati dalam bayi tersebut belum
matang atau disebabkan kadar penguraian sel darah merah yang cepat. Dalam kadar
tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun saat larut dalam air. Masalahnya organ bayi
sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal dalam mengeluarkan bilirubin
tersebut. Barulah setelah beberapa hari, organ hati mengalami pematangan dan proses
pembuangan bilirubin bisa berjalan dengan lancar. Masa “matang” organ hati pada
setiap hati berbeda-beda. Namun umumnya pada hari ketujuh organ hati mulai
melakukan fungsinya dengan baik.
b. Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dan kadar
bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia. Dasar patologis ini misalnya jenis
bilirubin saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya Ikterus yang
kemungkinan menjadi patologik atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia ialah:
1)Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan
12,5% pada neonatus cukup bulan
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis)
5) Ikterus yang disebabkan oleh bayi baru lahir kurang dari 2000 gram yang
disebabkan karena usia dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun dan kehamilan pada
remaja, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, syndrome gangguan
pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkopnia, hiperosmolitas darah.
c. Kren Ikterus
Kren mengacu pada ensefalopati bilirubin yang berasal dari deposit bilirubin
terutama pada batang otak (brainsten) dan bucleus serebrobasal. Warna kuning
(jaundis pada jaringan otak) dan nekrosis neuron akibat toksik bilirubin tidak
terkonjugasi (unconjugated bilirubin) yang mampu melewati sawar darah otak karena
kemudahannya larut dalam lemak (high lipid sulubility). Kren ikterus bisa terjadi pada
bayi tertentu tanpa disertai jaundis klinis, tetapi umumnya berhubungan langsunga
pada kadar bilirubin total dalam serum.
Pada bayi cukup bulan kadar bilirubin dalam serum 20 mg%/dl dianggap
berada pada batas atas sebelum kerusakan otak dimulai. Hanya satu gejala sisa
spesifik pada bayi yang selamat yakni serebral palsy koreotetoid. Gejala sisa lain
seperti retardasi mental dan ketidakmampuan sensori yang serius bisa
menggambarkan hipoksia, cedera vaskuler, atau infeksi yang berhubungan dengan
kren ikterus sekitar 70% bayi baru lahir yang mengalami krenikterus akan meninggal
selama periode neonatal Berdasarkan jenis hiperbilirubinemia yang terjadi, maka
dibedakan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi (indirek) dan hiperbilirubinemia
konjugasi (direk), keduanya adalah berbeda dalam mekanisme pembentukannya serta
karakteristik kliniknya termasuk jenis komplikasi yang mungkin timbul.
Hiperbilirubinemia indirek menunjukkan kadar bilirubin direk <15%, ikterus yang
timbul berwarna kuning muda, mempunyai sifat sebagai antioksidan, dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada sistem syaraf (ensefalopati bilirubin atau krenikterus).
Karakteristik dari hiperbilirubinemia direk ialah menunjukkan komponen bilirubin
direk >20%, warna ikterus adalah kuning kehijauan, dan dapat mengakibatkan sirosis.

1.4 Faktor risiko


Faktor risiko terbagi beberapa macam yakni (Tazami et al., 2016):
a. Jenis Kelamin
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi neonatus laki-laki memiliki risiko
ikterik lebih tinggi dibandingkan dengan neonatus perempuan, diantaranya:
a. Prevalensi Sindrom Gilbert (kelainan genetik konjugasi bilirubin) dilaporkan
lebih dari dua kali lipat ditemukan pada laki-laki (12,4%) dibandingkan pada
perempuan (4,8%).29 b. Defisiensi G6PD merupakan suatu kelainan enzim
tersering pada manusia, yang terkait kromosom sex (x-linked) dimana pada
umumnya hanya bermanifestasi pada laki-laki. Enzim G6PD sendiri berfungsi
dalam menjaga keutuhan sel darah merah sekaligus mencegah hemolitik
b. Usia
Seringkali prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi pada neonatus. Aktifitas uridine difosfat glukoronil transferase
hepatik jelas menurun pada bayi prematur, sehingga konjugasi bilirubin tak
terkonjugasi menurun. Selain itu juga terjadi peningkatan hemolisis karena umur
sel darah merah yang pendek pada bayi prematur.1,6 Dapat disimpulkan bahwa
pada penelitian ini, prematuritas berpengaruh terhadap ikterus neonatorum.
c. Berat badan lahir
Pada BBLR, pembentukan hepar belum sempurna (imaturitas hepar) sehingga
menyebabkan konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk di hepar tidak
sempurna.2 Pada penelitian ini, bayi dengan berat lahir normal lebih banyak yang
ikterik kemungkinan karena ikterus neonatorum pada neonatus tersebut
disebabkan oleh faktor risiko lain. Meskipun kejadian asfiksia, trauma, dan
aspirasi mekonium bisa berkurang dengan SC, risiko distress pernapasan sekunder
sampai takipneu transien, defisiensi surfaktan, dan hipertensi pulmonal dapat
meningkat. Hal tersebut bisa berakibat terjadinya hipoperfusi hepar dan
menyebabkan proses konjugasi bilirubin terhambat. Bayi yang lahir dengan SC
juga tidak memperoleh bakteri-bakteri menguntungkan yang terdapat pada jalan
lahir ibu yang berpengaruh pada pematangan sistem daya tahan tubuh, sehingga
bayi lebih mudah terinfeksi. Ibu yang melahirkan SC biasanya jarang menyusui
langsung bayinya karena ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui ASI
ikut berperan untuk menghambat terjadinya sirkulasi enterohepatik bilirubin pada
neonates.
d. Komplikasi(Sepsis/Asfiksia/Sefalheamtom)
Terdapat dua proses yang melibatkan antara komplikasi (asfiksia, sepsis,
sefalhematom) dengan risiko terjadinya ikterus neonatorum, yaitu;
(a) Produksi yang berlebihan, hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada perdarahan tertutup dan sepsis.
(b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar, gangguan ini dapat
disebabkan oleh hipoksia dan infeksi. Asfiksia dapat menyebabkan hipoperfusi
hati, yang kemudian akan mengganggu uptake dan metabolisme bilirubin
hepatosit
e. Frekuensi Pemberian ASI
Terdapat dua jenis ikterus neonatorum terkait ASI;
a) Breast-feeding-associated jaundice, diketahui disebabkan oleh pemberian ASI
yang tidak adekuat dan buruknya intake cairan yang menyebabkan starvation dan
tertundanya pengeluaran mekonium pada neonatus, hal tersebut akan
meningkatkan sirkulasi enterohepatik.
b) Breast milk jaundice, keadaan dimana terjadi peningkatan absorbsi bilirubin di
dalam usus (sirkulasi enterohepatik) karena aktivitas enzim -glukoronidase yang
bisa terdapat pada ASI yang abnormal.
1.5 Manifestasi klinis
1. Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin
indirek)
2. Anemia
3. Perbesaran lien dan hepar
4. Perdarahan tertutup
5. Gangguan nafas
6. Gangguan sirkulasi
7. Gangguan saraf
1.6 Pathway

Hemoglobin

Hemo Globin

Feco Biliverdin

Pemecahan bilirubin berlebih


Peningkatan destuksi eritosit
(ggn konjungsi bilirubin/ ggn
transport bilirubin/ peningkatan
Suplai bilirubin melebihi
siklus enteropetik) Hb dan
tampungan
eritrosit abnormal.

Hepar tidak mampu melakukan


Ikterik Neonatus Peningkatan bilirubin konjugasi
unjonged dalam darah >
Ikterus pada pengeluaran mekonium
sclera leher dan terlambat/ obstruksi usus Sebagian masuk kembali ke
badan, > tinja berwana pucat siklus amerohepatik.
peningkatan
bilirubin indirek

Gangguan Indikasi
integritas
kulit/jaringan
Sinar dengan intensitas

Kekurangan Resiko Cidera Gangguan Suhu


Volume Cairan

(Atikah & Jaya, 2016; Juliana, 2019)


Resiko termogulasi
1.7 Komplikasi tidak efektif
Setiap pengobatan selalu akan menimbulkan efek samping. Dalam penelitian
yang dilakukan selama ini, tidak ditemukan pengaruh negatif terapi sinar terhadap
tumbuh kembang bayi. Efek samping hanya bersifat sementara, dan dapat
dicegah/diperbaiki dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar.
Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:
a. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus
diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin
berikan ASI.
b. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang
meningkat). c. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan
alat gerak.
d. Kenaikan suhu tubuh.
e. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya
bersifat sementara.
Komplikasi biasanya bersifat ringan dan tidak sebanding dengan manfaat
penggunaannya. Karena itu terapi sinar masih merupaka pilihan dalam mengatasi
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir (Munizzi, 2017).

2.1 Masalah keperawatan


D.0024 Ikterik Neonatus

- Definisi :

Kulit dan membran mukosa neotus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak
terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi

- Penyebab
1. Penuruann berat badan abnormal (>7-8% pada bayi baru lahir uang menyusu ASI, >15%
pada bayi cukup bualan)
2. Pola makan tidak ditetapkan degan baik
3. Kesukitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
4. Usia kurang dari 7 hari
5. Keterlambatan pengeluaran fases (makonium) (PPNI, 2019a)
1.9 pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Diagnostik Hasil
a. Pekeriksaan bilirubin serum 1. Memeriksa kadar bilirubin normal pada
b. Ultrasound bayi
c. Radioisotope scan 2. Untuk mengevaluasi anatomi cabang
d. Pemeriksaan darah tepi lengkap kantong empedu
e. Penentuan goldar dari ibu dan bayi 3. Untuk membantu membedakan hepatitis
dan atresia biliary
4. Untuk memeriksa kandungan dalam darah
5. Menentukan golongan darah ibu dan bayi

2.2 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanan Medis
Menurut (Andriani et al., 2021) penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
ikterus pada neonatus/bayi meliputi:
1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital. Fenobarbital dapat
bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi dapat dipercepat.
2. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya ialah
pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion bebas.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah dicoba dengan
alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin dengan cepat. Walaupun demikian
fototerapi tidak dapat menggantikan transfusi tukar pada proses hemolisis berat.
Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca transfusi tukar.g tetapi seminggu setelah
operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
2.3 Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Fokus (sesuai kasus)
b. Identitas, seperti: Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih sering
diderita oleh bayi laki-laki.
c. Keluhan utama Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu,
tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks hisap kurang, pada
kondisi bilirubin indirek yang sudah 20mg/dl dan sudah sampai ke jaringan serebral
maka bayi akan mengalami kejang dan peningkatan tekanan intrakranial yang
ditandai dengan tangisan melengking.
e. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan hemolisis darah
(ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A, B, O). Infeksi, hematoma,
gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
Mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio
pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi
dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.
f. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan
maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan lahir
rendah, hipoksia dan asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin, neonatus
dengan APGAR score rendah juga memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
g. Pemeriksaan fisik
1. Kepala-leher. Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa
2. Dada Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan terlihat pergerakan
dada yang abnormal
3. Perut Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh gangguan
metabolisme bilirubin enterohepatic
4. Ekstremitas Kelemahan pada otot
5. Kulit Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala dan leher
termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta badan bagian atas
digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat pada kepala, badan bagian atas, bawah
dan tungkai termasuk ke grade tiga, grade empat jika kuning pada daerah kepala,
badan bagian atas dan bawah serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila
kuning terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah, tungkai, tangan dan
kaki
6. Pemeriksaan neurologis Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai
jaringan serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang dan penurunan kesadaran
7. Urogenital Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang sudah
fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan

a. Diagnosa yang mungkin muncul


1. Ikterik neonatus (D.0024)
Definisi ; Kulit dan membran mukosa neotus menguning setelah 24 jam
kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi
2. Menyusui tidak efektif (D.0029)
Definisi ; Kondisi dimana ibu dan bayi mengalami ketidakpuasan atau
kesukaran pada proses menyusui
3. Resiko Defisit nutrisi (D.0032)
Definisi ; Beresiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme.
4. Hipertermia (D.0130)
Definisi ; Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
5. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan (D.0139)
Definisi ; Beresiko mengalami kerusakan kulit (dermis, dan/atau epidermis) atau
jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul
sendi dan/atau ligamen)(PPNI, 2019)
b. Rencana Keperawatan
Fototerapi Nenonatus (I.03091)
Observasi
1. Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
2. Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan usia gestasi dan berat badan
3. Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali
4. Monitor efek samping fototerapi (mis: hipertermia, diare, rush pada kulit, penurunan berat
badan lebih dari 8-10%)
Terapeutik
1. Siapkan lampu fototerapi dan incubator atau kotak bayi
2. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
3. Berikan penutup mata pada bayi
4. Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung spesifikasi
lampu fototerapi)
5. Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan
6. Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK
7. Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak mungkin
Edukasi
1. Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
2. Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indire (PPNI, 2019b)

Daftar pustaka

Atikah, M. V, & Jaya, P. (2016). Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan Balita.
CV. Trans Info Media.
Auliasari, N. A., Etika, R., Krisnana, I., & Lestari, P. (2019). Faktor Risiko Kejadian Ikterus
Neonatorum. Pediomaternal Nursing Journal, 5(2), 183.
https://doi.org/10.20473/pmnj.v5i2.13457
Husnidar, Sulfianti, Rahardjo, putri N., Tahir, A., & Noviati, D. (2021). Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi dan Balita. Yayasan Kita Menulis.
Jeklin, A. (2016). Ikterus Neonatorum. July, 1–23.
Juliana, S. (2019). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Depublish.
Munizzi, J. S. (2017). ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN IKTERUS
PATOLOGIS DI RUANG BAYI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA.
PPNI. (2019). Standart Diagnosisi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator
Diagnostik. DPP PPNI.
Tazami, R. M., Mustarim, & Syah, S. (2016). Gambaran Faktor Risiko Ikterus Neonatorum
Pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher jambi Tahun 2013. Jambi
Medical Journal, 1(1), 1–7.
https://pdfs.semanticscholar.org/d2dd/9ca0124858dd19bb8cf0a49aa04d94e0dcec.pdf
Telaeh. (2016). icteric neonatus. 26–36.
FORMAT PENGKAJIAN NEONATUS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
STASE : KEPERAWATAN ANAK

Nama mahasiswa : Sri Rezeki Tanggal Praktek : 03-08 januari


2021

NIM : 201910300511035 Paraf : (…………………….)

Ruang : Cut Nyak Dien

Tanggal Pengkajian : 3 januari 2021

I. IDENTITAS DATA
Nama : By. Ny.A

Tempat/tanggal lahir : 20 desember 2021

Nama Ayah/Ibu : Tn. S

Pekerjaan Ayah : Petani

Pendidikan Ayah : SMP

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Ibu : SMP

Alamat/No. Telepon : Ds. Sidomulyo 13/06, Pronojiwo,Lumajang/082156xxxxxx

Kultur : Jiwa

Agama : Islam

II. KELUHAN UTAMA/ narasi ibu


MRS: bayi rujukan dari puskesmas pronojiwa dengan BBLR
Pengkajian: keadaan umum bayi tampak lemah , skelara dan kulit tubuh bayi tampak
berwarna kuning bayi masih terpasang jacksoon rees off bayi masih tampak sesak, tarikan
nafasnya dalam.
III. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
III.1 Prenatal

 Jumlah kunjungan : 2x
 Bidan/Dokter : bidan
 Penkes yang didapat : tidak terkaji
 .HPHT : px mengatakan lupa
 Kenaikan BB selama Hamil: 3 kg
 Komplikasi kehamilan : terjadi kontraksi sebelum waktunya yang diakibatkan
melakukan hubungan suami istri sebelumnya
 Komplikasi Obat : tidak ada
 Obat-obatan yang didapat : px mengatakan lupa
 Riwayat Hospitalisasi : tidak ada
 Golongan darah ibu :B
 Pemeriksaan kehamilan / Maternal screening
( ) Rubelle ( ) Hepatitis ( ) CMV

( ) GO ( ) Herpes ( ) HIV

( ) Lain-lain, sebutkan ………………………………………………………..

III.2 Natal

 Awal Persalinan : 20 desember 2021


 Lama Persalinan : tidak terkaji
 Komplikasi persalinan :
 Terapi yang diberikan : pada bayi diberikan vit.k 1 mg dan tetes mata
 Cara melahirkan
( ) pervaginam ( ) Caesar ( ) Lain-lain, sebutkan Spontan

 Tempat melahirkan :
( ) Rumah bersalin ( ) Rumah ( ) Rumah Sakit (v ) puskesmas

III.3 Postnatal

 Usaha Nafas
( v ) dengan bantuan terpasang nasa kanul

( ) tanpa bantuan

 Kebutuhan resusitasi
o Jenis dan lamanya dari 1 dan 5 menit : tidak terkaji
o Skor Apgar: tidak terkaji
 Interaksi orang tua dengan bayi
o Kualitas: Ayah dan ibu bayi sering menjenguk bayi ke ruang cut Nya’ Dien
dengan
melihat dari jendela ruang NICU serta mengasihkan ASI

o Lamanya : 3 menit
 Trauma lahir
( ) Ada ( v ) Tidak ada

 Narkosis
( ) Ada ( v ) Tidak ada
 Keluarnya urine / bab
( v ) Ada ( ) Tidak ada

 Respon fisiologis atau perilaku yang bermakna


Tidak terkaji
RIWAYAT KELUARGA

a. Sosial Ekonomi: tidak terkaji


b. Penyakit keluarga: tidak ada
c. Genogram (Gambarkan minimal 3 generasi)

Keterangan :
: klien binaan : serumah
: pria : meninggal
: wanita
: hubungan
: keturunan

IV. RIWAYAT SOSIAL


1. Sistem pendukung / keluarga yang dapat dihubungi: ayah dan ibu bayi
2. Hubungan orang tua dengan bayi
Ibu Ayah

V Menyentuh

V Memeluk
Berbicara

V Berkunjung v

V Kontak mata

3. Anak yang lain


Jenis Kelamin Anak Riwayat persalinan Riwayat Imunisasi

4. Lingkungan rumah: tidak terkaji


5. Problem sosial yang penting:
( ) Kurangnya sistem pendukung sosial

( ) Perbedaan bahasa

( ) Riwayat penyalahgunaan zat aditif ( obat-obatan )

( ) Lingkungan rumah yang kurang memadai (sosial)

( v ) Keuangan

( ) Lain-lain, sebutkan

V. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI


1. Diagnosa medis.
Ikterik neonatus

2. Tindakan operasi

Tidak ada

3. Status Nutrisi

Bayi minum asi sebanyak 8 kali 15 cc

4. Status Cairan

Bayi mendapat cairan berupa dextrose 5% melalui infus pump 90 cc/24 jam

5. Obat-obatan
- Aminophilin 4 mg 2x1 IV

- Ranitidine 4 mg 2x1 IV

-cefotaxim 70 mg 2x1 IV

6. Aktivitas

Bayi nampak lemah dan hanya tertidur, sesekali menangis, terdapat reflek saat
dikejutkan

7. Tindakan Keperawatan yang telah dilakukan

- Merawat bayi diinkobator


- menjaga kehangatan bayi
- memonitor tanda-tanda vital
- mengganti popok dan menajaga kebersihan box bayi
- memberikan nutrisi berupa ASI setiap 2 jam
- merawat tali pusar bayi

8. Hasil Laboratorium

20 Desember 2021

NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN

Kimia Klinik

Bilirubin total 15.26 mg/dl <12.6

Bilirubin Direk 0,61 mg/dl <0,6

Bilirubin Indirek 14.65 Mg/dl

9. Pemeriksaan Penunjang

Cek laboratorium

10. Lain-lain
Tidak ada

VI. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum: lemah

Tingkat kesadaran : Lemah

Tanda vital Nadi : 143x/menit Suhu : 36,9 RR : 40 x/menitTD :-

Saat lahir Saat ini

1. Berat Badan 1400gr 1450gr

2. Panjang Badan 40 cm 40 cm

3. Lingkar Kepala 24 cm 25 cm

4. lingkar dada 24 cm 25 cm

Beri tanda ( cek ) pada istilah yang tepat dari data-data dibawah ini. Gambarkan semua
temuan abnormal secara obyektif, gunakan kolom komentar bila perlu.

1. Reflek Moro
( v ) Moro ( v ) Menggenggam ( v ) Menghisap

2. Tonus / aktivitas
a. ( v ) Aktif ( ) tenang ( ) Letargi ( ) Kejang

b. ( ) Menangis keras ( v ) Lemah ( ) Melengking ( ) Sulit menangis

3. Kepala / leher
a. Fontanel Anterior
( v ) Lunak ( ) Tegas ( ) Datar ( ) Menonjol ( ) Cekung

b. Sutura sagitalis
( v ) Tepat ( ) Terpisah ( ) menjauh

c. Gambaran wajah
( v ) Simetris ( ) Asimetris

d. Molding
( ) Caput Succedaneum ( ) Chepalohematoma

4. Mata
( v ) Bersih, tetapi skelera tampak berwarna kuning ( ) Sekresi
………..

5. THT
a. Telinga
( v ) Normal ( ) Abnormal
b. Hidung
( v ) Bilateral ( ) Obstruksi ( ) Cuping Hidung

c. Palatum
( v ) Normal ( ) Abnormal

6. Abdomen
a. ( ) Lunak ( ) Tegas ( v ) Datar ( ) Kembung

b. Lingkar perut : cm

c. Liver : ( v ) kurang dari 2 cm ( ) Lebih dari 2 cm

7. Thoraks
a. ( v ) Simetris ( ) Asimetris

b. Retraksi : ( ) ada ( ) tidak ada

c. Klavikula : ( v ) Normal ( ) Abnormal

8. Paru-paru
a. Suara nafas : ( v ) Sama kanan kiri ( ) Tidak sama kanan kiri

( v ) Bersih ( ) Ronchi ( ) Rales ( ) sekret

b. Bunyi nafas
( v ) terdengan di semua lapang paru ( ) tidak terdengar ( ) menurun

c. Respirasi
( ) Spontan , jumlah : ………..x/menit

( ) Sungkup/boxhead, jumlah : …………x/menit

( ) Ventilasi assisted CPAP

( v ) jackson Rees

9. Jantung
a. ( ) Bunyi Normal Sinus Rytme ( NSR ) , jumlah : …………..x/menit

( ) Mur-mur ( ) Lain-lain, sebutkan…………………………………….

b. Waktu pengisian kapiler, Batang tubuh : ………………………………………


Ektrimitas : ……………………………………….

c. Nadi perifer
Berat Lemah Tidak ada

Brachial kanan

Brachial kiri
Femoral kanan

Femoral kiri

10. Ekstrimitas
a. ( v ) Semua ekstrimitas gerak ( ) ROM terbatas ( ) tidak dapat dikaji

b. Ekstrimitas atas dan bawah ( ) Simetris ( ) Asimetris

11. Umbilikus : ( v ) Normal ( ) Abnormal ( ) Inflamasi ( )


Drainage
12. Genital : ( v ) Normal ( ) Abnormal ( ) Ambivalen
13. Anus : ( v ) Paten ( ) Imperforata
14. Spina : ( v ) Normal ( ) Abnormal
15. Kulit
a. Warna : ( ) Pink ( ) Pucat ( v ) Jaundice seluruh tubuh kecuali
telapak tangan dan telapak kaki

b. ( ) Rash / kemerahan

c. ( ) tanda lahir

16. Suhu
a. Lingkungan
( ) Penghangat radian ( v ) Pengaturan suhu

( v ) Inkubator ( ) Suhu ruang ( ) Boks terbuka

b. Suhu kulit : 36,9


VII. KOMENTAR :
Bayi nampak lemah dan berwarna kuning dengan penilaian kremer pada tanggal 3
januari 2021 adalah derajat 4

VIII. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN


1. Kemandirian dan bergaul
2. Seluruh kebutuhan dasar dibantu penuh oleh orang lain
3. Motorik halus
4. Kognitif dan bahasa
5. Motorik kasar

KESIMPULAN PERKEMBANGAN

( v ) Menangis bila tidak nyaman

( ) Membuat suara tenggorok yang pelan

( ) Memandang wajah dengan sungguh-sungguh

( v ) Mengeluarkan suara
( ) Berespon secara berbeda terhadap obyek yang berbeda

( ) Dapat tersenyum

( v ) Menggerakkan kedua lengan dan tungkai sama mudahnya ketika telentang

( ) Memberikan reaksi dengan melihat ke arah sumber cahaya ( misalnya dari lampu

senter yang digerakkan ke kiri & kanan )

( ) Mengoceh dan memberikan reaksi terhadap suara

( ) Membalas senyuman

IX. INFORMASI LAIN


BAB (+)BAK (+)
ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH DIAGNOSA

DS: - Hambatan upaya Pola nafas tidak Pola nafas tidak


DO: napas (kelemahan efektif efektif b/d
otot pernapasan) Hambatan upaya
- Otot bantu napas D.0005
intercostalis (+) napas (kelemahan
- Bayi terpasang Kategori: fisologis otot pernapasan) d.d
Jackson rees 7 Lpm penggunaan otot
Subkategori: bantu pernapasan,
Respirasi bayi terpasang
jackson rees 7 lpm

Evaporasi Risiko hipovolemia Risiko Hipovolemia


DS: b/d evaporasi
- D.0034
 
DO:
-Bayi sering Kategori:fisiologis
memuntahkan susunya
Subkategori: nutrisi
-bayi susah didotkan
susu dan cairan
-CRT > 2 detik
-kuku dan bibir bayi
kebiruan

DS: Ketidakadekuata Risiko infeksi Risiko infeksi b/d


n pertahanan ketidakadekuatan
- tubuh primer D 0142 pertahanan tubuh
Kategori: primer
Lingkungan
DO:
Subkategori:
- Bayi baru lahir Keamanan dan
- Bayi prematur 34
minggu proteksi
- Bayi dengan berat
badan lahir rendah
1800 gram
- Bilirubin total 12,64
mg/dl
ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Luaran Intervensi Hari/tgl Implementasi Hari/ tgl Evaluasi

1. Pola nafas tidak Pola napas Pemantauan Senin Selasa S:-


efektif b/d respirasi
Hambatan upaya L.01004 3 januari -Melakukan 4 januari O:-
napas 1.01014 2021 observasi bayi 2021
Setelah dilakukan Ny A di NICU
- Penggunaan otot
(kelemahan otot intervensi Observasi 14:00 14:30 bantu napas
pernapasan) d.d berupa Heart cukup menurun
keperawatan rate, frekuensi
1. Monitor frekuensi, 1 jam - Pemanjangan
penggunaan otot selama 2x24 jam, irama, kedalaman napas, SpO2, dan fase ekspirasi
bantu maka pola napas dan upaya napas
sekali
suhu tubuh dan cukup menurun
pernapasan, bayi membaik dengan 2. Monitor pola napas sampai - Frekuensi napas
terpasang jackson 3. Monitor saturasi pukul menuliskan cukup membaik
kriteria hasil: oksigen dalam lembar
rees 7 lpm Terapeutik
21:00 - Nadi: 141 x/m
- Penggunaan observasi RR: 49 x/m
4. Atur interval
otot bantu Nadi: 143x/m S:36,7
pemantauan
napas menurun respirasi sesuai
(5) kondisi pasien RR: 40x/m SpO2: 97%
5. Dokumentasi hasil
- Pemanjangan A: Masalah teratasi
fase ekspirasi
pemantauan S: 36,9
Edukasi sebagian
menurun (5) SpO2: 98%
6. Jelaskan tujuan dan P: Lanjutkan
- Frekuensi prosedur intervensi no 1,2,3,5
napas pemantauan Memastikan alat
membaik (5) 7. Informasikan hasil 14:30 bantu napas
pemantauan
Jackson rees
terpasang dengan
Manajemen Senin 3 - baik
Hipovolemia 5 januari Rabu 5
2. Risiko Status cairan I.03116 14:00 Memonitor januari S:-
Hipovolemia b/d tanda-tanda vital 2021 O:
evaporasi L. 03028 Observasi
bayi
1. Periksa tanda dan 14:00 - Kekuatan nadi
Setelah dilakukan gejala hipovolemia Nadi: 143x/m Cukup meningkat
intervensi selama (frekuensi nadi
3x 24 jam maka meningkat, nadi RR: 40x/m - Turgor kulit
teraba lemah, turgor Cukup meningkat
status cairan kulit menurun,
membaik dengan S: 36,9
membran mukosa - Frekuensi nadi
kriteria hasil: kering, lemah) 14:20 SpO2: 98% Membaik
2. Monitor intake dan
output cairan - Suhu tubuh
- Kekuatan nadi Memberikan
Terapeutik Membaik
(5) asupan nutrisi
- Turgor kulit (5) 3. Hitung kebutuhan
berupa Susu - Nadi: 137x/m
cairan
- Frekuensi nadi 4. Berikan asupan formula selama 2 RR: 54x/m
(5) cairan oral jam sekali S: 37,1
- Suhu tubuh (5) Edukasi

5. Anjurkan
SpO2: 98%
memperbanyak
A:
asupan cairal oral
6. Anjurkan
Masalah teratasi
menghindari
perubahan posisi
sebagian
mendadak
P: lanjutkan intervensi
Kolaborasi

7. Kolaborasi
Ulangi intervensi
pemberian cairan IV manajemen
hipotonis Senin 3- hypovolemia
Pencegahan 5 januari
infeksi 2022
Rabu
3. Risiko infeksi b/d Tingkat infeksi Observasi 14:00 5 S:-
ketidakadekuatan januari
pertahanan tubuh L. 14137 20.45 O:
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal
primer Setelah dilakukan dan sistemik 20.30 -Mengganti popok - Kebersihan
Terapeutik bayi dan melakukan
ntervensi selama perawatan tali pusat badan cukup
3x 24 jam maka 2. Batasi jumlah meningkat
-Merebus botol susu
tingkat infeksi pengunjung 13.30 bayi - Kadar sel
menurun dengan 3. Cuci tangan darah putih
kriteria hasil: sebelum dan (tidak terkaji)
sesudah kontak
-Meyiapkan asi bayi, - Kultur darah
- Kebersihan dengan pasien dan 14:00 memasukkan (tidak terkaji)
lingkungan pasien kedalam botol bayi
badan A:
Edukasi dan menyusui bayi
meningkat
(5) 4. Anjurkan 08:00 -Mengganti linen/ Masalah teratasi
meningkatkan bedong bayi yang
- Kadar sel sebagian
asupan nutrisi kotor
darah putih 14:00
Kolaborasi P:
membaik -Menyusui bayi
dengan susu formula
(5) Kolaborasi pemberian
2 jam sekali Lanjutkan
Kultur darah imunisasi jika perlu
17:00 intervensi
-Merapikan box
membaik (5) bayi, pakaian dan
bedong bayi

- Injeksi cefotaxim
70 mg secara IV

Anda mungkin juga menyukai