DEPARTEMEN
KEPERAWATAN ANAK
Oleh :
SRI REZEKI
NIM.201910300511035
DIREKTORAT VOKASI
2022
LEMBAR PENGESAHAN
DEPARTEMEN
KEPERAWATAN ANAK
KELOMPOK 5
NIM. 201910300511035
1.1 Definisi
Ikterus neonatorum merupakan indikasi klinis pada neonatus yang ditandai dengan
pewarnaan kuning pada kulit dan sklera akibat dari akumulasi produksi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih dalam jaringan (Auliasari et al., 2019). Ikterik neonatus adalah
keadaan dimana mukosa neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin
tidak terkonjugasi masuk kedalam sirkulasi (PPNI, 2019). Ikterik neonatus atau penyakit
kuning adalah kondisi umum pada neonatus yang mengacu pada warna kuning pada kulit
dan sklera yang disebabkan terlalu banyaknya bilirubin dalam darah. Ikterik neonatus
adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk lebih cepat daripada kemampuan hati bayi yang
baru lahir (neonatus) untuk dapat memecahnya dan mengeluarkannya dari tubuh, Ikterik
adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau organ lain
akibat penumpukan bilirubin.
Bilirubin merupakan hasil penguraian sel darah merah di dalam darah. Penguraian
sel darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh tubuh manusia apabila sel darah
merah telah berusia 120 hari. Hasil penguraian hati (hepar) dan dikeluarkan dari badan
melalui buang air besar (BAB) dan Buang air kecil (BAK) (Husnidar et al., 2021)
1.2 Etiologi
Etiologi pada ikterus bayi baru lahir di sebabkan oleh berdiri sendiri atau
beberapa-beberapa faktor. iketerus neonatorum di bagi menjadi (Telaeh, 2016):
a. Produksi yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO,
defisiensi enzim G6PD, pyuvate kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase. Penyebab lain ialah defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudain diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salsilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
1.3 Klasifikasi
Ikterus dibagi menjadi 3 tipe yaitu ikterus fisiologis, ikterus patologis, dan
kren icterus
Ikterus Fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamanya merupakan ikterus patologik
(Jeklin, 2016).
a. Ikterus fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya merupakan ikterus patologik. Ikterus
fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan
suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus fisiologis bisa juga disebabkan karena hati dalam bayi tersebut belum
matang atau disebabkan kadar penguraian sel darah merah yang cepat. Dalam kadar
tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun saat larut dalam air. Masalahnya organ bayi
sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal dalam mengeluarkan bilirubin
tersebut. Barulah setelah beberapa hari, organ hati mengalami pematangan dan proses
pembuangan bilirubin bisa berjalan dengan lancar. Masa “matang” organ hati pada
setiap hati berbeda-beda. Namun umumnya pada hari ketujuh organ hati mulai
melakukan fungsinya dengan baik.
b. Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dan kadar
bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia. Dasar patologis ini misalnya jenis
bilirubin saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya Ikterus yang
kemungkinan menjadi patologik atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia ialah:
1)Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan
12,5% pada neonatus cukup bulan
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis)
5) Ikterus yang disebabkan oleh bayi baru lahir kurang dari 2000 gram yang
disebabkan karena usia dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun dan kehamilan pada
remaja, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, syndrome gangguan
pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkopnia, hiperosmolitas darah.
c. Kren Ikterus
Kren mengacu pada ensefalopati bilirubin yang berasal dari deposit bilirubin
terutama pada batang otak (brainsten) dan bucleus serebrobasal. Warna kuning
(jaundis pada jaringan otak) dan nekrosis neuron akibat toksik bilirubin tidak
terkonjugasi (unconjugated bilirubin) yang mampu melewati sawar darah otak karena
kemudahannya larut dalam lemak (high lipid sulubility). Kren ikterus bisa terjadi pada
bayi tertentu tanpa disertai jaundis klinis, tetapi umumnya berhubungan langsunga
pada kadar bilirubin total dalam serum.
Pada bayi cukup bulan kadar bilirubin dalam serum 20 mg%/dl dianggap
berada pada batas atas sebelum kerusakan otak dimulai. Hanya satu gejala sisa
spesifik pada bayi yang selamat yakni serebral palsy koreotetoid. Gejala sisa lain
seperti retardasi mental dan ketidakmampuan sensori yang serius bisa
menggambarkan hipoksia, cedera vaskuler, atau infeksi yang berhubungan dengan
kren ikterus sekitar 70% bayi baru lahir yang mengalami krenikterus akan meninggal
selama periode neonatal Berdasarkan jenis hiperbilirubinemia yang terjadi, maka
dibedakan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi (indirek) dan hiperbilirubinemia
konjugasi (direk), keduanya adalah berbeda dalam mekanisme pembentukannya serta
karakteristik kliniknya termasuk jenis komplikasi yang mungkin timbul.
Hiperbilirubinemia indirek menunjukkan kadar bilirubin direk <15%, ikterus yang
timbul berwarna kuning muda, mempunyai sifat sebagai antioksidan, dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada sistem syaraf (ensefalopati bilirubin atau krenikterus).
Karakteristik dari hiperbilirubinemia direk ialah menunjukkan komponen bilirubin
direk >20%, warna ikterus adalah kuning kehijauan, dan dapat mengakibatkan sirosis.
Hemoglobin
Hemo Globin
Feco Biliverdin
Gangguan Indikasi
integritas
kulit/jaringan
Sinar dengan intensitas
- Definisi :
Kulit dan membran mukosa neotus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak
terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi
- Penyebab
1. Penuruann berat badan abnormal (>7-8% pada bayi baru lahir uang menyusu ASI, >15%
pada bayi cukup bualan)
2. Pola makan tidak ditetapkan degan baik
3. Kesukitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
4. Usia kurang dari 7 hari
5. Keterlambatan pengeluaran fases (makonium) (PPNI, 2019a)
1.9 pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Diagnostik Hasil
a. Pekeriksaan bilirubin serum 1. Memeriksa kadar bilirubin normal pada
b. Ultrasound bayi
c. Radioisotope scan 2. Untuk mengevaluasi anatomi cabang
d. Pemeriksaan darah tepi lengkap kantong empedu
e. Penentuan goldar dari ibu dan bayi 3. Untuk membantu membedakan hepatitis
dan atresia biliary
4. Untuk memeriksa kandungan dalam darah
5. Menentukan golongan darah ibu dan bayi
2.2 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanan Medis
Menurut (Andriani et al., 2021) penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
ikterus pada neonatus/bayi meliputi:
1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital. Fenobarbital dapat
bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi dapat dipercepat.
2. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya ialah
pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion bebas.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah dicoba dengan
alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin dengan cepat. Walaupun demikian
fototerapi tidak dapat menggantikan transfusi tukar pada proses hemolisis berat.
Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca transfusi tukar.g tetapi seminggu setelah
operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
2.3 Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Fokus (sesuai kasus)
b. Identitas, seperti: Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih sering
diderita oleh bayi laki-laki.
c. Keluhan utama Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu,
tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks hisap kurang, pada
kondisi bilirubin indirek yang sudah 20mg/dl dan sudah sampai ke jaringan serebral
maka bayi akan mengalami kejang dan peningkatan tekanan intrakranial yang
ditandai dengan tangisan melengking.
e. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan hemolisis darah
(ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A, B, O). Infeksi, hematoma,
gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
Mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio
pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi
dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.
f. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan
maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan lahir
rendah, hipoksia dan asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin, neonatus
dengan APGAR score rendah juga memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
g. Pemeriksaan fisik
1. Kepala-leher. Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa
2. Dada Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan terlihat pergerakan
dada yang abnormal
3. Perut Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh gangguan
metabolisme bilirubin enterohepatic
4. Ekstremitas Kelemahan pada otot
5. Kulit Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala dan leher
termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta badan bagian atas
digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat pada kepala, badan bagian atas, bawah
dan tungkai termasuk ke grade tiga, grade empat jika kuning pada daerah kepala,
badan bagian atas dan bawah serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila
kuning terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah, tungkai, tangan dan
kaki
6. Pemeriksaan neurologis Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai
jaringan serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang dan penurunan kesadaran
7. Urogenital Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang sudah
fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan
Daftar pustaka
Atikah, M. V, & Jaya, P. (2016). Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan Balita.
CV. Trans Info Media.
Auliasari, N. A., Etika, R., Krisnana, I., & Lestari, P. (2019). Faktor Risiko Kejadian Ikterus
Neonatorum. Pediomaternal Nursing Journal, 5(2), 183.
https://doi.org/10.20473/pmnj.v5i2.13457
Husnidar, Sulfianti, Rahardjo, putri N., Tahir, A., & Noviati, D. (2021). Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi dan Balita. Yayasan Kita Menulis.
Jeklin, A. (2016). Ikterus Neonatorum. July, 1–23.
Juliana, S. (2019). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Depublish.
Munizzi, J. S. (2017). ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS DENGAN IKTERUS
PATOLOGIS DI RUANG BAYI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA.
PPNI. (2019). Standart Diagnosisi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator
Diagnostik. DPP PPNI.
Tazami, R. M., Mustarim, & Syah, S. (2016). Gambaran Faktor Risiko Ikterus Neonatorum
Pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher jambi Tahun 2013. Jambi
Medical Journal, 1(1), 1–7.
https://pdfs.semanticscholar.org/d2dd/9ca0124858dd19bb8cf0a49aa04d94e0dcec.pdf
Telaeh. (2016). icteric neonatus. 26–36.
FORMAT PENGKAJIAN NEONATUS
I. IDENTITAS DATA
Nama : By. Ny.A
Kultur : Jiwa
Agama : Islam
Jumlah kunjungan : 2x
Bidan/Dokter : bidan
Penkes yang didapat : tidak terkaji
.HPHT : px mengatakan lupa
Kenaikan BB selama Hamil: 3 kg
Komplikasi kehamilan : terjadi kontraksi sebelum waktunya yang diakibatkan
melakukan hubungan suami istri sebelumnya
Komplikasi Obat : tidak ada
Obat-obatan yang didapat : px mengatakan lupa
Riwayat Hospitalisasi : tidak ada
Golongan darah ibu :B
Pemeriksaan kehamilan / Maternal screening
( ) Rubelle ( ) Hepatitis ( ) CMV
( ) GO ( ) Herpes ( ) HIV
III.2 Natal
Tempat melahirkan :
( ) Rumah bersalin ( ) Rumah ( ) Rumah Sakit (v ) puskesmas
III.3 Postnatal
Usaha Nafas
( v ) dengan bantuan terpasang nasa kanul
( ) tanpa bantuan
Kebutuhan resusitasi
o Jenis dan lamanya dari 1 dan 5 menit : tidak terkaji
o Skor Apgar: tidak terkaji
Interaksi orang tua dengan bayi
o Kualitas: Ayah dan ibu bayi sering menjenguk bayi ke ruang cut Nya’ Dien
dengan
melihat dari jendela ruang NICU serta mengasihkan ASI
o Lamanya : 3 menit
Trauma lahir
( ) Ada ( v ) Tidak ada
Narkosis
( ) Ada ( v ) Tidak ada
Keluarnya urine / bab
( v ) Ada ( ) Tidak ada
Keterangan :
: klien binaan : serumah
: pria : meninggal
: wanita
: hubungan
: keturunan
V Menyentuh
V Memeluk
Berbicara
V Berkunjung v
V Kontak mata
( ) Perbedaan bahasa
( v ) Keuangan
( ) Lain-lain, sebutkan
2. Tindakan operasi
Tidak ada
3. Status Nutrisi
4. Status Cairan
Bayi mendapat cairan berupa dextrose 5% melalui infus pump 90 cc/24 jam
5. Obat-obatan
- Aminophilin 4 mg 2x1 IV
- Ranitidine 4 mg 2x1 IV
-cefotaxim 70 mg 2x1 IV
6. Aktivitas
Bayi nampak lemah dan hanya tertidur, sesekali menangis, terdapat reflek saat
dikejutkan
8. Hasil Laboratorium
20 Desember 2021
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
Kimia Klinik
9. Pemeriksaan Penunjang
Cek laboratorium
10. Lain-lain
Tidak ada
2. Panjang Badan 40 cm 40 cm
3. Lingkar Kepala 24 cm 25 cm
4. lingkar dada 24 cm 25 cm
Beri tanda ( cek ) pada istilah yang tepat dari data-data dibawah ini. Gambarkan semua
temuan abnormal secara obyektif, gunakan kolom komentar bila perlu.
1. Reflek Moro
( v ) Moro ( v ) Menggenggam ( v ) Menghisap
2. Tonus / aktivitas
a. ( v ) Aktif ( ) tenang ( ) Letargi ( ) Kejang
3. Kepala / leher
a. Fontanel Anterior
( v ) Lunak ( ) Tegas ( ) Datar ( ) Menonjol ( ) Cekung
b. Sutura sagitalis
( v ) Tepat ( ) Terpisah ( ) menjauh
c. Gambaran wajah
( v ) Simetris ( ) Asimetris
d. Molding
( ) Caput Succedaneum ( ) Chepalohematoma
4. Mata
( v ) Bersih, tetapi skelera tampak berwarna kuning ( ) Sekresi
………..
5. THT
a. Telinga
( v ) Normal ( ) Abnormal
b. Hidung
( v ) Bilateral ( ) Obstruksi ( ) Cuping Hidung
c. Palatum
( v ) Normal ( ) Abnormal
6. Abdomen
a. ( ) Lunak ( ) Tegas ( v ) Datar ( ) Kembung
b. Lingkar perut : cm
7. Thoraks
a. ( v ) Simetris ( ) Asimetris
8. Paru-paru
a. Suara nafas : ( v ) Sama kanan kiri ( ) Tidak sama kanan kiri
b. Bunyi nafas
( v ) terdengan di semua lapang paru ( ) tidak terdengar ( ) menurun
c. Respirasi
( ) Spontan , jumlah : ………..x/menit
( v ) jackson Rees
9. Jantung
a. ( ) Bunyi Normal Sinus Rytme ( NSR ) , jumlah : …………..x/menit
c. Nadi perifer
Berat Lemah Tidak ada
Brachial kanan
Brachial kiri
Femoral kanan
Femoral kiri
10. Ekstrimitas
a. ( v ) Semua ekstrimitas gerak ( ) ROM terbatas ( ) tidak dapat dikaji
b. ( ) Rash / kemerahan
c. ( ) tanda lahir
16. Suhu
a. Lingkungan
( ) Penghangat radian ( v ) Pengaturan suhu
KESIMPULAN PERKEMBANGAN
( v ) Mengeluarkan suara
( ) Berespon secara berbeda terhadap obyek yang berbeda
( ) Dapat tersenyum
( ) Memberikan reaksi dengan melihat ke arah sumber cahaya ( misalnya dari lampu
( ) Membalas senyuman
5. Anjurkan
SpO2: 98%
memperbanyak
A:
asupan cairal oral
6. Anjurkan
Masalah teratasi
menghindari
perubahan posisi
sebagian
mendadak
P: lanjutkan intervensi
Kolaborasi
7. Kolaborasi
Ulangi intervensi
pemberian cairan IV manajemen
hipotonis Senin 3- hypovolemia
Pencegahan 5 januari
infeksi 2022
Rabu
3. Risiko infeksi b/d Tingkat infeksi Observasi 14:00 5 S:-
ketidakadekuatan januari
pertahanan tubuh L. 14137 20.45 O:
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal
primer Setelah dilakukan dan sistemik 20.30 -Mengganti popok - Kebersihan
Terapeutik bayi dan melakukan
ntervensi selama perawatan tali pusat badan cukup
3x 24 jam maka 2. Batasi jumlah meningkat
-Merebus botol susu
tingkat infeksi pengunjung 13.30 bayi - Kadar sel
menurun dengan 3. Cuci tangan darah putih
kriteria hasil: sebelum dan (tidak terkaji)
sesudah kontak
-Meyiapkan asi bayi, - Kultur darah
- Kebersihan dengan pasien dan 14:00 memasukkan (tidak terkaji)
lingkungan pasien kedalam botol bayi
badan A:
Edukasi dan menyusui bayi
meningkat
(5) 4. Anjurkan 08:00 -Mengganti linen/ Masalah teratasi
meningkatkan bedong bayi yang
- Kadar sel sebagian
asupan nutrisi kotor
darah putih 14:00
Kolaborasi P:
membaik -Menyusui bayi
dengan susu formula
(5) Kolaborasi pemberian
2 jam sekali Lanjutkan
Kultur darah imunisasi jika perlu
17:00 intervensi
-Merapikan box
membaik (5) bayi, pakaian dan
bedong bayi
- Injeksi cefotaxim
70 mg secara IV