DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
YOPITA MARANTE
MEGAWATI
YUDI AGUS PRASETYO
CECEP SUGIANTO
NOVITA NURRIDHA
ADNAN
MENTOR:
Ns. HALIMA, S.Kep
Ns. NIRMALA BAKRI, S.Kep
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN MEDIS
1. Pengertian Chronic Kidney Disease dan Systemic Lupus Erythematosus.
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu keadaan
menurunnya fungsi ginjal yang bersifat kronis akibat kerusakan progresif
sehingga terjadi uremis atau penumpukan akibat kelebihan urea dan
sampah nitrogen di dalam darah (Priyanti & Farhana, 2016).
Menurut Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDQI), CKD
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau laju infiltrasi glomerulus
(LFG) < 60 mL/menit/1,73m2 selama 3 bulan atau lebih (Nurbadriyah,
2021).
Menurut Susianti (2019), CKD didefinisikan sebagai kelainan
struktural atau fungsional ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan.
CKD adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat
pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan
gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada
peningkatan ureum.Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai
karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan
pengobatan berupa, transplantasi ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis
dan rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona, 2016).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa, CKD
merupakan suatu kondisi dimana tubuh tidak dapat mempertahankan
keseimbangan elektrolit, metabolik dan cairan yang diakibatkan adanya
gangguan pada fungsi ginjal yang bersifat progresif.
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun
sistem kronik yang ditandai dengan terbentuknya berbagai macam
antibody yang membentuk kompleks imun yang menyebabkan terjadinya
kerusakan jaringan (Harsaya dan Jusup, 2020).
Lupus adalah penyakit dengan perjalanan tak terduga, dimana
kerusakan kumulatif dari waktu ke waktu secara signifikan mengganggu
2
kualiatas hidup dan mengganggu fungsi organ. Pada pasien yang sama
gambaran klinis yang paling sering terjadi pada pasien lupus termasuk
persendia, kulit dan selaput lender, sel darah, otak dan ginjal (Roy dan
Agung, 2021).
SLE adalah hasil dari regulasi sistem imun yang terganggu yang
menyebabkan produksi berlebihan dari autoantibodi. Pada kondisi normal
tubuh manusia, antibody diproduksi dan digunakan untuk melindungi
tubuh daribenda asing (virus, kuman, bakteri, dll). Namun pada kondisi
SLE, antibody tersebut kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
benda asing dan jaringan tubuh sendiri. Secara khusus, sel B dan sel T
berkontribusi pada respon imun penyakit SLE ini (Fatmawayti, 2018).
Lupus nefritis (lupus nephritis) adalah salah satu jenis penyakit autoimun
yang menyerang ginjal akibat dari systemic lupus erythematosus (SLE). Di mana
sistem kekebalan tubuh menargetkan dan menyerang ginjal Di mana peradangan
ini menyebabkan kerusakan pada glomerulus (pembuluh darah kecil dalam ginjal
yang berfungsi menyaring darah). Jika dibiarkan tanpa pengobatan, lupus nefritis
dapat menyebabkan kerusakan permanen pada ginjal dan berakhir pada kondisi
gagal ginjal.
Diketahui 60% pasien lupus dapat mengalami nefritis lupus. Di tahap awal,
nefritis lupus menyebabkan inflamasi pada ginjal. Ketika peradangan terjadi,
ginjal mengalami penurunan fungsi untuk penyaringan dan dapat menyebabkan
protein keluar melalui urine.
Tubuh yang kekurangan protein dapat ditandai dengan bengkak pada wajah
dan tungkai. Apabila tidak segera ditangani, nefritis lupus dapat berujung
pada gagal ginjal.
2. Etiologi
Ada banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal
ginjal kronik. Akan tetapi, apapun penyebabnya, respons yang terjadi
adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik bisa disebabkan
dari ginjal sendiri maupun dari luar ginjal (Muttaqin & Sari, 2011).
3
Price dan Wilson (2012) mengkategorikan ada delapan kelas yang
menjadi penyebab sering dari penyakit gagal ginjal kronik yaitu :
a. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati.
b. Penyakit peradangan glomerulonephritis
Glomerulonefritis adalah penyebab gagal ginjal pada sepertiga pasien
yang membutuhkan dialisis atau transplantasi. Glomerulonefritis adalah
peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pasca infeksi streptococcus.
Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat
mengakibatkan eksresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang
sehingga timbul edema dan azotemia, peningkatan aldosterone
menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk glomerulonefhritis kronik,
ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan
tampak ginjal mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan
bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia,
karena tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan
dinding arteri (Haryono, 2013).
c. Penyakit vaskuler hipertensif seperti nefrosklerosis benigna,
nefroklerosis maligna, dan stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik, poliarterites
nodosa, dan sklerosis sistemik progresif.
e. Penyakit kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan
asidosis tubulus ginjal. Gangguan metabolik yang dapat mengakibatkan
CKD antara lain diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme dan
amiloidosis.
f. Netropati toksik akibat penyalahgunaan analgesik dan nefropati timah.
Nefropati obstruksi, Traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma,
fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah: hipertrofi
prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan
uretra.
4
3. Patofisiologi
Patofisiologi CKD melibatkan 2 mekanisme kerusakan : (1)
mekanisme pencetus spesifik yang mendasari kerusakan selanjutnya
seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulonefritis, atau
pajanan zat toksinpada penyakit tubulus ginjal dan interstitium; (2)
mekanisme kerusakan progresif yang ditandai dengan adanya hiperfiltrasi
dan hipertrofi nefron yang tersisa (Martin, 2017).
Menurut Martin (2017), nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume fitrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun
alam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi ¾ dari nefron-nefron yang
rusak.Beban yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang
diabsorpsi dan berakibat diuresis osmotik disertai poliuri. Selanjutnya
jumlah nefron yang rusak bertambah, oliguria timbul disertai retensi
produk sisa. Fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein
(yang normalnya diekskresikan di dalam urin) tertimbun di dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan
fungsi ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan fungsi
ekskretorikginjal antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunan
reabsorbsi Na pada tubuli, penurunan ekskresi kalium, penurunan
ekskresi fosfat, penurunan ekskresi hidrogen. Kerusakan fungsi
non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca,
menyebabkan penurunan produksi eritropoetin (EPO), menurunkan fungsi
insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem imun, dan sistem
reproduksi(Martin, 2017).
Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkan
karena banyak sebab, salah satunya adalah penurunan kalsitriol, yang
akan menyebabkan kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca sehingga
terjadipenurunan absorbsi Ca. Penurunan absorbsi Ca ini akan
menyebabkan hipokalsemia dan osteodistrofi. Pada CKD akan terjadi
5
hiperparatiroidismesekunder yang terjadi karena hipokalsemia,
hiperfosfatemia, resistensiskeletal terhadap PTH. Karena penurunan
laju filtrasi glomerulus, makaginjal tidak mampu untuk
mengekskresikan zat–zat tertentu seperti fosfat sehingga timbul
hiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth
faktor ini akan menyebabkan inhibisi 1-αhydroxylase. Enzim ini
digunakan dalam sintesis kalsitriol. Karena inhibisi oleh FGF-23
makasintesis kalsitriol pun akan menurun. Akan terjadi resistensi
terhadap vitamin D. Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme sekunder.
Hiperparatiroidisme sekunder akan menyebabkan depresi pada sumsum
tulang sehingga akan menurunkan pembentukan eritropoetin yang
pada akhirnya akan menyebabkan anemia (Martin, 2017).
Uremia yang bersifat toksik dapat menyebar ke seluruh tubuh dan
dapat mengenai sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu
sindromuremia ini akan menyebabkan trombositopati dan memperpendek
usia sel darah merah. Trombositopati akan meningkatkan resiko
perdarahan spontan terutama pada GIT (gastrointestinal), dan dapat
berkembang menjadi anemia bila penanganannya tidak adekuat. Uremia
bila sampai di kulit akan menyebabkan pasien merasa gatal–gatal. Pada
CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan produksi lipid,
gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karena fungsi insulin
menurun, maka gula darah akanmeningkat. Peningkatan produksi lipid
akan memicu timbulnya aterosklerosis, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan gagal jantung (Martin, 2017).
6
Penyimpangan KDM
Glomerulonefritis
Gagal Ginjal Kronik
Infeksi kronis
Kelainan Gangguan
kongenital Hipernatremia Produksi urine
reabsorbsi
menurun
Penyakit
vaskuler Hiponatremia Gangguan
Retensi cairan eliminasi urine
Nephrolitiasis Volume vaskuler
menurun
SLE Volume vaskuler Edema
meningkat
Hipotensi
Obat
nefrotoksik Stagnasi vena
Perfusi Over load
menurun
Infilttrasi
Hipervolemia
Proses Ketidakefektifan
hemodialisa perfusi jaringan Gangguan
kontinue perifer Edema integritas kulit
pulmonal
Informasi
Tindakan infasif inadekuat Retensi CO2
berulang Ekspirasi paru
menurun
Ansietas Asidosis
Nyeri akut respiratorik
Dispneu
Stress ulcer
Gangguan
Penggunaan otot
pertukaran gas
bantu pernapasan
HCl meningkat
Defisit nutrisi
7
4. Tanda dan Gejala
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal.
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan
BUN sedikit meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,
letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan,
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang
sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit,
kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan
biokimia dan gejala yang komplek.
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Harmilah (2020), beberapa pemeriksaan penunjang untuk CKD
antara lain:
a. Gambaran Klinis
1) Sesuai dengan penyakit mendasari seperti Dm, infeksi tractus
urinarius, batu tractus urinarius, hipertens, hiperurikemia, dan
SLE.
2) Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nocturia, keebihan volume cairan, neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma.
3) Gejala komplikasi antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi
renal, payah jangtung, asidosis metabolic, gangguan
keseimbangan elektolit (sodium, kalium, klorida).
b. Gambaran Laboratorium
1) Penuruna fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung dengan
8
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum
saja tidak bisa dipergunakan untuk memperbaiki fungsi ginjal.
2) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar Hb,
peningkatan kadar asam urat, hiperkalemia atau hipokalemia,
hyponatremia, hypernatremia, hiperfosfatemia, , hipokalasemia
dan asidosis metabolic.
3) Kelainan urinalisis, meliputi proteinuria, leukosuria, cast,
isostenuria.
c. Gambaran Radiologi
Pemeriksaan radiologi penyakit ginjal kronis antara lain:
1) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
2) Pielografiantegrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
3) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu
ginjal, kista, massa, kalsifikasi
4) pemeriksaan pemindaian ginjal atau renograf, dikerjakan bila ada
indikasi
d. Biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati
normal, karena diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan.
Pemeriksaan hispatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,
menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah
diberikan. Biopsy ginjal tidak dilakukan pada ginjal yang sudah
mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak
terkendali, infeksi perinefrik, gaanggun pembekuan darah, gagal napas
dan obesitas.
9
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mutlak dari GGK adalah Terapi Pengganti Ginjal yang
antara lain :
a. Transplantasi Ginjal Transplantasi ginjal atau pencangkokan ginjal
adalah prosedur bedah untuk mengganti organ ginjal yang telah
mengalami kerusakan akibat gagal ginjal kronis stadium akhir. Ginjal
yang dicangkok dapat berasal dari donor yang masih hidup atau sudah
meninggal dunia
b. Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka. Dialisis
adalah suatu metode terapi yang bertujuan untuk menggantikan
fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan
dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk
menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi.
Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan
mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses
ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin
dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat
racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat(suatu
cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di
bersihkan,darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini
dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan setiap kalinya
membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
10
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah
dengan bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut).
Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan
dan disaring oleh mesin dialisis.
Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan
pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien CKD adalah untuk
mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan
keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang harapan hidup
klien. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
penatalaksanaan medis secara farmakologi dan non farmakologi pada
klien gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut (Prabowo & Pranata,
2014):
a. Perawatan kulit, perhatikan hygiene kulit pasien dengan baik
melalui personal hygiene (mandi/seka) secara rutin. Gunakan sabun
yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol untuk mengurangi
rasa gatal.
b. Jaga kebersihan oral, lakukan perawatan oral hygiene melalui sikat
gigi dengan bulu sikat yang lembut/spon.
c. Beri dukungan nutrisi, kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyediakan
menu makan favorite sesuai dengan anjuran diet. Beri dukungan
intake tinggi kalori, rendah natrium dan kalium.
d. Pendidikan kesehatan di tunjuk perawat mandiri untuk
meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakit gagal ginjal kronik
sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus,
menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim
kesehatan.
e. Pantau adanya hiperkalemia biasanya ditunjukkan dengan
adanya kejang/kram pada lengan dan abdomen, dan diarea. Selain
itu, pemantauan hiperkalemia dengan hasil ECG/EKG.
Hiperkalemia bisadiatasi dengan dialisis.f. Atasi hiperfosfatemia
11
dan hipokalsemia kondisi ini bisa diatasi dengan pemberian antasida
(kandungan alumunium/kalsium karbohidrat).
f. Kontrol tekanan darah diupayakan dalam kondisi normal. Hipertensi
dicegah dengan mengontrol volume intravaskuler dan obat-obatan
anti hipertensi.
g. Observasi adanya gejala neurologi dengan laporkan segera jika
dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran delirium, dan kejang
otot. Berikan diazepam jika dijumpai kejang.
h. Atasi komplikasi dari penyakit yang sangat mudah
menimbulkan komplikasi, maka harus dipantau secara ketat. Gagal
jantung kongestif dan edema pulmonal dapat diatasi dengan
membatasi cairan, diet rendah natrium, diuretik, preparat inotropik
(digitalis/dobutamin) dan lakukan dengan dialisis jika perlu. Kondisi
asidosis metabolik bisa diatasi dengan pemebiaran natrium bikarbonat
atau dialisis.
i. Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal untuk membantu
mengoptimalkan fungsi ginjal maka dilakukan dialisis. Jika
memungkinkan koordinasikan untuk dilakukan transplantasi ginjal
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Berikut merupakan pengkajian pada klien dengan CKD (Purba, 2019):
Anamnesis dianggap sangat penting untuk pengambilan keputusan
klinis, anamnesis dibagi menjadi dua jenis yaitu alloanamnesis
dan autoanamnesis. Alloanamnesis wawancara yang dilakukan
tenaga medis dengan keluarga pasien. Autoanamnesis adalah wawancara
yang dilakukan tenaga medis kepada pasien itu sendiri. Jenis data yang
dapat diperoleh dari pengkajian yaitu data data subjektif dan data objektif.
Data subjektif diperoleh dari hasil pengkajian terhadap pasien dengan
tehnik wawancara keluarga, konsultan, dan tenaga medis lainnya. Data
12
objektif diperoleh dari hasil observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dan hasil laboratorium.
a. Biodata
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun Iaki-
Iaki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan
pola hidup sehat. CKD merupakan periode lanjut dari insidensi gagal
ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri
b. Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder
yangmenyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun
(oliguria)sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi
pada sistemsirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaforesis,
fatigue, napasberbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena
penumpukan(akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam
tubuh karena ginjalmengalami kegagalan filtrasi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan CKD biasanya terjadi penurunan urine
output,penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena
komplikasi darigangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan
fisiologis kulit, bau ureapada napas. Selain itu, karena
berdampak pada proses metabolisme,maka akan terjadi anoreksi,
nausea dan vomit sehingga beresiko untukterjadinya gangguan nutrisi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
CKD dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan
berbagaipenyebab. Oleh karena itu, informasi penyakit
terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji
riwayat penyakit ISK,penggunaan obat berlebih khususnya obat
yang bersifat nefrotoksik, BPHdan lain sebagainya yang mampu
mempengaruhi kerja ginjal. Selain ituada beberapa penyakit yang
langsung menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi
dan batu saluran kemih.
13
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
CKD bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus
sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap
kejadian, karena penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji pola
Kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang
sakit, misalnya minum jamu saat sakit.
f. Riwayat Psikososial
Pada pasien CKD biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu
pasien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani
prosesdialisa. Pasien akan mengurung diri dan lebih banyak
berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya
yang dikeluarkan selama proses pengobatan, sehingga pasien
mengalami kecemasan.
g. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Kondisi pasien CKD biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran
bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering
didapatkan RR meningkat (tachypneu), hipertensi / hipotensi sesuai
dengan kondisi fluktuatif.
h. Sistem Pernapasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan
dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi
(Kussmaull).
i. Sistem Hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu,
biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi
jantung, chest pain, dyspnea, gangguan irama jantung dan gangguan
sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa
metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif dalam
14
ekskresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada
gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.
j. Sistem Neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbik dan
sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif
dan terjadinya disorientasi akan dialami pasien CKD.
k. Sistem Kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian CKD salah
satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang
kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini
akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan
beban jantung.
l. Sistem Endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, pasien dengan CKD akan
mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormon
reproduksi. Selain itu, jika kondisi CKD berhubungan dengan
penyakit diabetes mellitus, maka akan ada gangguan dalam sekresi
insulin yang berdampak pada proses metabolisme.
m. Sistem Perkemihan
Dengan gangguan / kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi,
sekresi, reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling
menonjol adalah penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai
pada anuria (tidak adanya urine output).
n. Sistem Pencernaan
Gangguan Sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit
(stress effect). Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.
o. Sistem Muskuloskeletal
Dengan penurunan / kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko
terjadinya osteoporosis tinggi.
15
2. Diagnose keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinik tentang respons
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah Kesehatan / proses
kehidupan yang aktual atau potensial, diagnosa keperawatan memberikan
dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang
merupakan tanggung jawab perawat. Setelah dilakukan pengkajian
kemungkinan diagnosa yang akan muncul pada klien dengan penyakit
ginjal kronik, yaitu:
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolus kapiler.
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hb.
c. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan.
d. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan
asupancairan, kelebihan asupan natrium.
e. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
f. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis.
g. Gangguan integritas kulit b.d kelebihan volume cairan, sindrom
uremia
16
3. Rencana keperawatan
No. Diagnosa (SDKI) Tujuan dan kriteria hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. Gangguan pertukaran L.01003 Pertukaran Gas Ekspektasi: Pemantauan Respirasi
gas berhubungan meningkat Kriteria hasil: Observasi
dengan Tingkat kesadaran meningkat Monitor frekuensi, irama kedalaman danupaya napas
ketidakseimbangan Dispnea menurun Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
ventilasi-perfusi, Bunyi napas tambahan menurun hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne- Stokes, Biot,
perubahanmembran Pusing menurun ataksik)
alveolus-kapiler Penglihatan kabur menurun Monitor kemampuan batuk efektif
Diaforesis menurun Monitor adanya produksi sputum
Gelisah menurun Monitor adanya sumbatan jalan napas
Napas cuping hidung menurun Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
PCO2 membaik Auskultasi bunyi napas
PO2 membaik Monitor saturasi oksigen
Takikardia membaik Monitor nilai AGD
pH arteri membaik Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
Sianosis membaik
17
Pola napas membaik•Warna kulit membaik
Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi
Monitor kecepatan aliran oksigen
Monitor posisi alat terapi oksigen
Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan
fraksi yang diberikan cukup
Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
atelaktasis
Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen
18
Terapeutik
Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika
perlu
Pertahankan kepatenan jalan napas
Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
Berikan oksigen tambahan, jika perlu
Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen Kolaborasi
penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
2. Perfusi perifer tidak Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi
efektif berhubungan Ekspektasi: meningkat Kriteria hasil: Observasi
dengan penurunan Denyut nadi perifer meningkat Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer, edema,
19
konsentrasi hemoglobin Penyembuhan luka meningkat pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial index
Sensasi meningkat Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis.
Warna kulit pucat menurun Diabetes, perokok, orangtua hipertensi dan kadar
Edema perifer menurun kolestrol tinggi)
Nyeri ekstremitas menurun Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
20
Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari
kulit terbakar
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolestrol, jika perlu
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah
secara teratur
Anjurkan menggunakan obat penyekat beta
Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
(mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
Manajemen Sensasi Perifer
Observasi
Identifikasi penyebab perubahan sensasi
Identifikasi penggunaan alat pengikat, prosthesis,
sepatu, dan pakaian
Periksa perbedaan sensasi tajam dan tumpul
21
Periksa perbedaan sensasi panas dan dingin
Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasidan tekstur
benda
Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
Monitor perubahan kulit
Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli
vena
Teraupetik
Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas atau dingin)
Edukasi
Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu
air
Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat
memasak
Anjurkan memakai sepatu lembutdan bertumit rendah
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
22
Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
3. Defisit nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan Ekspektasi: membaik Kriteria hasil: Observasi
kurangnya asupan Porsi makanan yang dihabiskan Identifikasi status nutrisi
makanan. meningkat Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Kekuatan otot pengunyah Identifikasi makanan yang disukai
meningkat Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Kekuatan otot menelan meningkat Monitor asupan makanan
Serum albumin meningkat Monitor berat badan
Verbalisasi keinginan untuk Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
meningkatkan nutrisi meningkat Teraupetik
Pengetahuan tentang pilihan Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
makanan yang sehat meningkat Fasilitasi menentukan pedooman diet (mis.•Piramida
Pengetahuan tentang pilihan makanan)
minuman yang sehat meningkat Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Pengetahuan tentang standar Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
asupan nutrisi yang tepat konstipasi
meningkat Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
23
Penyiapan dan penyimpanan Berikan makanan rendah protein
makanan yang aman meningkat Edukasi
Penyiapan dan penyimpanan Anjurkan posisi dusuk, jika mampu•Anjurkan diet yang
minuman yang aman meningkat diprogramkan
Sikap terhadap makanan/minuman Kolaborasi
sesuai dengan tujuan Kesehatan Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Kekuatan otot menelan meningkat Pereda nyeri, antiemetic), jika perlu
Serum albumin meningkat Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan jumlah
Verbalisasi keinginan untuk kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
meningkatkan nutrisi meningkat
Pengetahuan tentang pilihan
makanan yang sehat meningkat
Pengetahuan tentang pilihan
minuman yang sehat meningkat
Pengetahuan tentang standar
asupan nutrisi yang tepat
meningkat
Penyiapan dan penyimpanan
24
makanan yang aman meningkat
Penyiapan dan penyimpanan
minuman yang aman meningkat
Sikap terhadap makanan/minuman
sesuai dengan tujuan kesehatan
meningkat
Perasaan cepat kenyang menurun
Nyeri abdomen menurun
Sariawan menurun
Rambut rontok
4. Hipervolemia Keseimbangan Cairan Manajemen Hipervolemia
berhubungan dengan Ekspektasi: meningkat Kriteria hasil: Observasi
gangguan mekanisme Asupan cairan meningkat Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis.•Ortopnea,
regulasi, kelebihan Haluaran urin meningkat dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks
asupan cairan, Kelembaban membran mukosa hepatojugular positif,suara npas tambahan)
kelebihan asupan meningkat Identifikasi penyebab hypervolemia
natrium Asupan makanan meningkat Monitor status hemodinamik (mis. frekuensi jantung,
Edema menurun tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika
25
Dehidrasi menurun tersedia
Asites menurun Monitor intake dan output cairan
Konfusi menurun•Tekanan darah Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. kadarnatrium,
membaik BUN, hematokrit, berat jenis urine)
Denyut nadi radial membaik Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
Tekanan arteri rata- rata membaik (mis. kadar protein dan albumin meningkat)
Membran mukosa membaik Monitor keceptan infus secara ketat
Mata cekung membaik Monitor efek samping diuretik (mis. Hipotensi
Turgor kulit membaik ortostatik, hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia)
26
Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretic
Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretic
Kolaborasi pemberian continous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu
5. Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas Manajemen Energi
berhubungan dengan Ekspektasi: meningkat Kriteria hasil: Observasi
ketidakseimbangan Frekuensi nadi meningkat Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
antara suplai dan Saturasi oksigen meningkat mengakibatkan kelelahan
kebutuhan oksigen Kemudahan dalam melakukan Monitor kelelahan fisik dan emosional
aktivitas sehari- hari meningkat Monitor pola dan jam tidur
Kecepatan berjalan meningkat Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
Jarak berjalan meningkat melakukan aktivitas
Kekuatan tubuh bagian atas Terapeutik
27
meningkat Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
Kekuatan tubuh bagian bawah (mis. cahaya, suara kunjungan)
meningkat Lakukan latihan rentang gerak pasin dan/atau aktif
Toleransi dalam menaiki tangga Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
meningkat Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
Keluhan Lelah berpindah atau berjalan
Dipsnea saat aktivitas menurun
Dipsnea setelah aktivitas menurun Edukasi
Perasaan lemah menurun Anjurkan tirah baring
Aritmia saat beraktivitas menurun Anjurkan melakukkan aktivitas secara bertahap
Aritmia setelah beraktivitas Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
menurun kelelahan tidak berkurang
Sianosis menurun Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Warna kulit membaik Kolaborasi
Tekanan darah membaik Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
Frekuensi napas membaik meningkatkan asupan makanan
28
dengan agen pencedera Ekspektasi: menurun Kriteria hasil: Observasi
fisiologis. Kemampuan menuntaskan aktifitas Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi,
meningkat kualitas, intensitas nyeri
Keluhan nyeri menurun Identifikasi skala nyeri
Meringis menurun Identifikasi respons nyeri non verbal
Sikap protektif menurun Identifikasi faktor yang memperberat dan
Gelisah menurun memperingan nyeri
Kesulitan tidur menurun Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Menarik diri menurun Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Berfokus pada diri sendiri menurun Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitashidup
Diaforesis menurun Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
Perasaan depresi (tertekan) diberikan
menurun Monitor efek samping penggunaan analgetic
Perasaan takut mengalami cidera Terapeutik
tulang menurun Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
Anoreksia menurun rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi
Perineum terasa tertekan menurun musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
29
Ketegangan otot menurun bermain)
Pupil dilatasi menurun Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Muntah menurun (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Mual menurun Fasilitasi istirahat dan tidur
Frekuensi nadi membaik Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
Pola napas membaik pemilihan strategi meredakan nyeri
30
volume cairan, sindrom Hidrasi meningkat perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi,
uremia. Perfusi jaringan meningkat penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
Kerusakan jaringan menurun penurunan mobilitas)
31
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
Anjurkan menggunakan tabir surya SPFminimal 30
saat berada di luar rumah
Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
32
4. Evaluasi
Dalam evaluasi perawat menentukan respon pasien terhadap
intervensi keperawatan dan mengetahui sejauh mana tujuan telah dicapai.
Jika hasil tidak terpenuhi, revisi mungkin diperlukan dalam pengkajian
(pengumpulan data), diagnosis keperawatan, perencanaan, atau
implementasi. Evaluasi juga merupakan penilaian ulang dan
menginterpretasikan data baru yang berkelanjutan untuk menentukan
apakah tujuan tercapai sepenuhnya, sebagian, atau tidak sama sekali.
Evaluasi memastikan bahwa klien menerima perawatan yang tepat dan
kebutuhannya terpenuhi (Siregar,2021).
33
DAFTAR PUSTAKA
34
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. “S” DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CKD DD. NEFROTIK LUPUS DI RUANG HEMODIALISIS RSUP DR.
WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : An “S”
Umur : 15 tahun
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 17-06-2023
Tanggal Pengkajian : 17-06-2023
2. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan :
1) Keluhan utama
Klien mengatakan sesak napas jika melakukan aktifitas
(berjalan)
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien MRS tanggal 4 Juni 2023 dengan keluhan bengkak
pada seluruh tubuh, merasa sesak jika beraktifitas, napas
pendek, susah berjalan, sendi-sendi terasa kaku, nyeri perut
bagian atas, cepat lelah. Selama dirawat klien mengatakan
kadang bernapas dengan bantuan O2.
3) Riwayat penyakit dahulu
Keluarga klien mengatakan awalnya terdiagnosa SLE pada
bulan Juni 2022, klien datang berobat setelah mengeluh
bengkak pada kedua mata, rutin berobat Kamyfet dan
Prednison. Klien menjalani hemodialisis sudah sekitar 1
bulan.
35
4) Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga lain yang
memiliki penyakit yang sama seperti yang diderita klien
sekarang ini
b. Diagnosa Medis : CKD dd Nefrotik Lupus
c. Jenis HD : Rutin 3 kali seminggu
d. Akses Vaskuler HD : CDL di Subclavia Dextra
e. Berat Badan Pre HD :-
f. Berat Badan Yang Lalu :-
g. Berat Badan Kering : belum bisa ditentukan
h. Tinggi Badan :-
i. Pengkajian Nyeri : P: proses penyakit, Q: menusuk,
R: Abdomen tengah atas, S: 3/10, T:
hilang timbul.
j. Pengkajian Resiko Jatuh :
Parameter Kriteria Skor Skoring
Umur <3 tahun 4
3-7 tahun 3
7-13 tahun 2
>13 tahun 1
Jenis Kelamin Laki-laki 2
Perempuan 1
Diagnosa Kelainan Neurologis 4
Perubahan dalam 3
oksigenasi (masalah
saluran napas,
dehidrasi, anemia,
anoreksia, sakit kepala,
dll)
Kelainan psikis/perilaku 2
Diagnosa lain 1
Gangguan Tidak sadar terhadap 3
Kogniitif keterbatasan
Lupa keterbatasan 2
Mengetahui 1
kemampuan diri
36
Faktor Riwayat jatuh di tempat 4
Lingkungan tidur saat bayi-anak
Menggunakan alat 3
bantu/box/mebel
Pasien berada di tempat 2
tidur
Diluar ruang rawat 1
Respon Dalam 24 jam 3
terhadap Dalam 48 jam 2
operasi/obat >48 jam 1
penenang/efek
anestesi
Penggunaan Bermacam-macam obat 3
obat yang digunakan (>satu
obat), obat sedatif
(kecuali pasien ICU
yang menggunakan
sedasi & paralisis)
hipnotik, barbiturate,
fenotiazin,
antidepresan, diuretika,
narkotik.
Salah satu dari 2
pengobatan di atas
Pengobatan lain 1
Total Skor 10
Kesimpulan: resiko jatuh rendah
37
k. Pola Aktivitas dan Latihan :
Kemampuan
K Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan /eMinum √
Mandi t √
Toileting √
e
Berpakaian √
r di Tempat tidur
Mobilisasi √
Berpindah
a √
Ambulasin ROM √
Keterangan :
0 = Mandiri, 1 = alat bantu, 2 = Dibantu orang lain, 3 =
Dibantu orang lain dan alat, 4 =
Tergantung Total
l. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan Umum: lemah, kesadaran composmentis GCS 15
E4V5M6
Tanda-tanda vital:
TD: 150/90 mmHg
N: 111x/menit
P: 26x/menit
S: 36,00C
SpO2: 97%
2) Kulit: turgor kulit menurun, tampak pucat, CRT <2 detik.
3) Kepala: Normocephal, tidak ada benjolan, alopesia (-),
rambut berwarna hitam, tidak ada ketombe, tidak berbau,
edema facialis.
4) Mata: penglihatan normal, konjungtiva anemis, sklera
berwarna putih, pupil isokor, refleks cahaya +/+, edema
palpebra
5) Telinga: simetris kiri dan kanan, bentuk normal, lubang
telinga (+), fungsi pendengaran baik.
38
6) Hidung : tidak ada luka, tidak ada polip, tampak simetris,
mimisan (-).
7) Mulut : mukosa bibir kering, tidak sianosis, rongga mulut
bersih, gigi bersih, perdarahan gusi (-).
8) Leher : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
9) Dada: Gerakan dada simetris, tidak ada benjolan, tidak ada
krepitasi. Bunyi napas ronkhi, retraksi (-), bunyi jantung
normal, fase ekspirasi memanjang.
10) Abdomen: nyeri tekan (-), ascites (+), bising usus (+).
11) Muskuloskeletal : tampak edema anasarka, pitting edema
derajat 3, terpasang CDL di subclavia dextra, akral teraba
hangat.
12) Neurologi : cara bicara normal, status mental baik.
Kekuatan otot
3 3
3 3
39
Albumin
Albumin 2.6 3.5-5.0 gr/dL
Elektrolit
Natrium 128 136-145 mmol/l
Kalium 3.2 3.5-5.1 mmol/l
Klorida 104 97-111 mmol/l
Analisa Gas Darah
pH 7.435 7.3-7.45
PO2 167.5 80.0-100.0 mmHg
PCO2 31.2 35.0-45.0 mmHg
SO2 99.7 95-98 %
HCO3 21.1 22-26 mmol/l
BE -3.4 -2 s/d +2 mmol/l
ctO2 11.6 15.8-22.3
ctCO2 22.0 23-27 mmol/l
Asam Urat
Asam Urat 4.0 P(2.4-5.7); mg/dl
L(3.4-7.0)
Ureum dan Kreatinin
Ureum 164 10-50 mg/dl
Kreatinin 6.5 L(<1- mg/dl
3);P(<1.1)
15) Pengobatan
‐ Furosemide 40 mg/12 jam/iv
‐ Allopurinol 300 mg/24 jam/oral (malam)
‐ Ranitidin 50 mg/12 jam/iv
‐ Amlodipin 10 mg/24 jam/oral
‐ Prednisone 45 mg/24 jam/oral
‐ Kamyfet 500 mg/12 jam/oral
‐ Hydroxychloroquine 200 mg/24jam/oral
‐ Elkana 1 tablet/24j jam/oral\
‐ Preskripsi HD:
TD: 4 jam
UF Goal: 2000 ml
Qb: 150 ml/menit
40
Qd: 500 ml/menit
Heparin: Dosis Awal 2000 iu, dosis maintenance
3000 iu.
Suhu: 36.5
Na: 140
Bicarbonat 37
41
B. ANALISA DATA
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
Klien mengatakan sesak napas jika TTV:
melakukan aktivitas (berjalan) TD: 150/90mmHg P: 26x/mnt
Klien mengatakan bengkak di N: 111x/mnt S: 36℃
seluruh tubuh SpO2: 97%
Klien mengatakan susah berjalan Bunyi nafas tambahan ronchi
Klien mengatakan sendi-sendi Kekuatan otot 3
terasa kaku Klien tampak lemas
Klien mengatakan cepat lelah. Edema anasarca, pitting edema
derajat 3
Edema facialis
Edema palpebral
Ascites
Hb: 6,4 gr
Ur: 164
Cr: 6,5
42
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA
INTERVENSI
NO. KEPERAWATAN HASIL
(SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Pemantauan Respirasi (I.03114)
(D.0005) berhubungan keperawatan 1x4 jam Observasi:
dengan penurunan energy, diharapkan Pola napas ‐ Monitor frekuensi, irama dan kedalaman, dan upaya napas
ditandai dengan: mmbaik (L.01400) dengan ‐ Monitor pola napas
DS: kriteria hasil: ‐ Auskultasi bunyi napas
‐ Klien mengatakan ‐ Dispnea menurun ‐ Monitor hasil X-Ray Thoraks
sesak napas jika ‐ Pemanjangan fase Terapeutik:
melakukan aktivitas ekspirasi menurun ‐ Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
(berjalan) ‐ Frekuensi napas Edukasi:
DO: membaik ‐ Jelaskan dan prosedur pemantauan.
‐ Fase ekspirasi ‐ Kedalaman napas
memanjang membaik.
‐ Terdapat bunyi napas
tambahan ronchi.
‐ Pernapasan 26x/menit
2 Hipervolemia (D.0022) Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipervolemia (I.03114)
berhubungan dengan keperawatan 1x4 jam Observasi:
gangguan mekanisme diharapkan Keseimbangan ‐ Periksa tanda dan gejala hypervolemia
regulasi, ditandai dengan: cairan meningkat (L.03020) ‐ Identifikasi penyebab hypervolemia
dengan kriteria hasil: ‐ Monitor status hemodinamik
43
DS: ‐ Edema menurun ‐ Monitor intake dan output
‐ Klien mengatakan ‐ Tekanan darah membaik Terapeutik:
sesak napas jika ‐ Turgor kulit membaik ‐ Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
melakukan aktivitas ‐ Ascites menurun Edukasi:
(berjalan) ‐ Ajarkan keluarga cara mengukur, mencatat asupan dan
‐ Klien mengatakan haluaran cairan.
bengkak di seluruh Kolaborasi:
tubuh ‐ Kolaborasi pemberian diuretic.
DO:
‐ Tampak edema Manajemen Hemodialisis (I.03112)
facialis, edema Observasi:
palpebra, edema ‐ Identifikasi tanda dan gejala serta kebutuhan hemodialisis.
anasarka (pitting ‐ Monitor tanda-tanda vital
edema derajat 3), Terapeutik:
ascites ‐ Siapkan peralatan hemodialisis
‐ Terdapat bunyi napas ‐ Lakukan prosedur dialysis dengan prinsip aseptic
tambahan ronchi. ‐ Atur filtrasi sesuai kebutuhan penarikan kelebihan cairan.
‐ Pernapasan 26x/menit Edukasi:
‐ Tekanan darah 150/90 ‐ Jelaskan kepada keluarga tentang prosedur hemodialisis
mmHg ‐ Ajarkan pembatasan cairan, pencegahan infeksi akses HD,
dan pengenalan tanda perburukan kondisi.
Kolaborasi:
‐ Kolaborasi pemberian heparin pada blood line, sesuai
indikasi.
44
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi (I.05178)
(D.0056) berhubungan keperawatan 1x4 jam Observasi:
dengan diharapkan Toleransi ‐ Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
ketidakseimbangan antara aktivitas meningkat kelelahan
suplay dan kebutuhan (L.05047) dengan kriteria ‐ Monitor kelelahan fisik dan emosional
oksigen hasil: ‐ Monitor pola dan jam tidur
DS: ‐ Keluhan Lelah menurun Terapeutik:
‐ Klien mengatakan ‐ Dispnea saat aktivitas ‐ Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
cepat lelah menurun berpindah atau berjalan
DO: ‐ Dispnea setelah aktivitas Edukasi:
- Frekuensi jantung menurun ‐ Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
meningkat >20% dari ‐ Frekuensi nadi membaik
kondisi istirahat
- N: 111x/menit
45
13.03 Mengauskultasi bunyi napas A: Pola napas tidak efektif belum teratasi
Hasil: Bunyi napas tambahan ronkhi
P: Pola napas membaik.
13.20 Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien Lanjutkan intervensi
Hasil: Perawat melakukan pemantauan respirasi setiap jam
46
13.10 Menjelaskan kepada keluarga tentang prosedur hemodialisis
Hasil: Keluarga klien mengerti tentang prosedur hemodialisis
47
13.35 Mengkolaborasi pemberian diuretic
Hasil: Klien diberikan diuretic (Furosemide 40mg/24 jam/iv) di rawat
inap.
14.00 Memonitor pola tidur dan jam tidur P: Toleransi aktivitas meningkat
Hasil: Klien mengatakan tidak ada gangguan pola tidur. Lanjutkan intervensi
48
15.30 Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Hasil: Klien dibantu keluarga unuk beraktivitas, klien tampak duduk di
tempat tidur
49