Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Bedah
Di RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
HALAMAN JUDUL
Disusun oleh :
Qodrunnada Maulidinawati
30101407289
Pembimbing :
Prof. Dr. dr. H. Rifki muslim, Sp. B, Sp.U
PENDAHULUAN
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh manusia. Akan tetapi pengetahuan
masyarakat tentang ginjal masih jauh dari memadai. Organ yang memiliki besar seperti
telapak tangan fungsinya banyak sekali. Bukan hanya sebagai alat penyaring dan
pembersih darah seperti yang sudah luas terkenal.Akan tetapi ginjal memiliki fungsi –
fungsi lainnya.
Tidak perlu ditutupi,kenyataan bahwa cukup banyak dari masyarakat awam tidak
mengetahui secara tepat dimana letak ginjalnya . Apalagi mengenai besarnya, sistem
kerjanya, dan darimana datangnya air seni. Ginjal merupakan bagian utama dari sistem
saluran kemih yang terdiri atas organ – organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun
menyalurkan air seni ke luar tubuh.
Tanda adanya gangguan ginjal sangat bervariasi. Ada yang lama tidak
menampakkan tanda atau gejala sama sekali ,baru belakangan timbul keluhan. Pada
dasarnya, adanya keluhan yang tidak begitu menonjol pada seseorang harus dipikirkan
kemungkinan hal itu disebabkan oleh gangguan pada ginjalnya. Pemeriksaan laboratorium
penyaring untuk melihat baik tidaknya fungsi ginjal sangat sederhana dan mudah
dilakukan diberbagai laboratorium, yaitu mengukur kadar urea dan kreatinin plasma
darah,endapan air seni (apakah sel darah merah, sel darah putih berlebihan).
BAB II
PEMBAHASAN
Gagal ginjal akut terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau ginjal gagal melakukan fungsi regulernya
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626) Kegagalan ginjal kronis terjadi bila
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten
dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu
transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan
menunggu beberapa tahun.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah).
a. Diabetus mellitus
b. Glumerulonefritis kronis
c. Pielonefritis
d. Hipertensi tak terkontrol
e. Obstruksi saluran kemih
f. Penyakit ginjal polikistik
g. Gangguan vaskuler
h. Lesi herediter
i. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal
ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikutidengan penurunan fungsi nefron yang progresif.
Perubahan fungsi neuron yang tersisasetelah kerusakan ginjal menyebabkan
pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan mengalami
peningkatan beban eksresi sehingga terjadilingkaran setan hiperfiltrasi dan
peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya, keadaan ini berlanjut
menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan GagalGinjal Terminal (GGT) atau
End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatanaktivitas aksis renin-
angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksindan hipoperfusi
ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusiterhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
-Anemia
Sesak nafas
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan
penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat diaparatus juxtaglomerulus
sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting
enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II merangsang
pelepasan aldosteron dan ADHssehingga menyebabkan retensi NaCl dan air
volume ekstrasel meningkat(hipervolemia) volume cairan berlebihan
ventrikel kiri gagal memompadarah ke perifer
LVHpeningkatan tekanan atrium kiripeningkatan tekanan vena pulmonalis
peningkatan tekanan di kapiler paru edemaparu sesak nafas
Asidosis
Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan
penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di
aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin
I.Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin
II.Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga
meningkatkantekanan darah.
Hiperlipidemia
Hiperurikemia
Hiponatremia
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Hiperkalemia
Proteinuria
Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremiapada
GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi
akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi kealiran darah dan
menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi
ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurangdari 10% dari normal,
maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi
traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafasseperti amonia (fetor
uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik.Gangguan pada serebral
adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan koma
uremikum.
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut sebagai berikut :
1. Periode Awal
Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2. Periode Oliguri
Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh
ginjal (urea, kreatinin, asam urat, kalium dan magnesium). Pada tahap ini untuk
pertama kalinya gejala uremik muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti
hiperkalemia terjadi.
3. Periode Diuresis
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda
perbaikan glumerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya
menurun. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan
keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi
selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
4. Periode Penyembuhan
Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 - 12 bulan
Nilai laboratorium akan kembali normal
Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% - 3%
1. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan
meningkat.
4. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
terjadiperdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
2.1.4 Gejala
1. Tekanan darah meningkat karena overload cairan dan produksi hormon vasoaktif
diciptakan oleh ginjal melalui RAS (renin-angiotensin system), meningkatkan
risiko seseorang mengembangkan hipertensi dan atau penderitaan dari [gagal
jantung (kongestif)
2. Urea terakumulasi, yang mengarah ke azotemia dan akhirnya uremia (gejala mulai
dari kelesuan ke perikarditis dan ensefalopati). Urea diekskresikan oleh keringat
dan mengkristal pada kulit ("frost uremic").
3. Kalium terakumulasi dalam darah (dikenal sebagai hiperkalemia dengan berbagai
gejala termasuk malaise dan berpotensi fatal aritmia jantung s)
4. Erythropoietin sintesis menurun (berpotensi menyebabkan anemia, yang
menyebabkan kelelahan)
5. Overload volume yang Fluida - gejala dapat berkisar dari ringan edema untuk
mengancam kehidupan edema paru
6. Hyperphosphatemia - karena ekskresi fosfat berkurang, terkait dengan
hipokalsemia (karena 1,25 hidroksivitamin D 3 ]] defisiensi), yang karena stimulasi
faktor pertumbuhan fibroblast -23-
7. Belakangan ini berkembang menjadi hiperparatiroidisme sekunder, osteodistrofi
ginjal dan kalsifikasi vaskular yang berfungsi juga mengganggu jantung.
8. Metabolik asidosis, karena akumulasi sulfat, fosfat, asam urat dll ini dapat
menyebabkan aktivitas enzim diubah oleh kelebihan asam yang bekerja pada
enzim dan eksitabilitas juga meningkat membran jantung dan saraf dengan
promosi (hiperkalemia) karena kelebihan asam (asidemia)
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah
Perdarahan saluran GI
Ulserasi dan pardarahan mulut
Nafas berbau ammonia
d. Sistem muskuloskeletal
Kram otot
Kehilangan kekuatan otot
Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat
Pruritis
Kulit kering bersisik
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
Amenore
Atrofi testis.
2.1.6 Diagnosis
a. Laboratorium
b. Pemeriksaan lain
1. Foto polos abdomen: untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab
itu penderita diharapkan tidak puasa.
2. IVP (Intra Vena pielografi): untuk menilai system pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat. Pielografi
intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewatifilter
glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh
kontrasterhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
3. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginajl, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih,
dan prostat. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteksyang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista,
massa, kalsifikasi.
4. Renogram, untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vascular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
5. EKG, untuk melihat kemungkina hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
2.1.7 Penatalaksanaan/Terapi
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal,
terapiterhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
o Terapi farmakologi
- Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g%atau hematokrit
< 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadarbesi serum/serum iron,
kapasitas ikat besi total/ total iron bindingcapacity, feritin serum), mencari sumber
perdarahan morfologieritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian
eritropoitin(EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah
11 – 12 g/dl.
- Osteodistrofi renal
i. Mengatasi hiperfosfatemia
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darahnormal dan kadar
hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normalkarena dapat meningkatkan absorpsi
fosfat dan kaliun disaluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan
garamcalcium carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasimetastatik, disamping
itu juga dapat mengakibatkan penekananyang berlebihan terhadap kelenjar
paratiroid.
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15ml/mnt.
Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal
1. Stage 1 dan 2
Pada CKD stage 1 fungsi ginjal sebenarnya normal tapi terdapat beberapa tanda
adanya kelainan pada ginjal. CKD stage 2 ditandai dengan menurunnya sebagian
fungsi ginjal, GFR 60 89mls/min/1.73m2
Pengkajian Awal pada CKD stage 1+2:
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi resiko peningkatan kelainan ginjal pada
klien, dan untuk mengurangi resiko terkait. Yang perlu dikaji adalah
a. Hematuria
b. Proteinuria
Jika pengkajian pertama menemukan adanya peningkatan kreatinin maka penting
bagi kita untuk memastikan kestabilan nilainya. Ulangi test 14 hari berikutnya.
2. Stage 3
Dalam CKD stage 3 ini nilai eGFR 30-60%: eGFR 45-59 (3A) atau 30-44 (3B).
Pengkajian awal CKD stage 3
a. Pengakajian klinis : khususnya untuk sepsis, gagl jantung, hipovolemi, memeriksa
adanya pembesaran kandung kemih
b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika
GFR terjadi penurunan, untuk mencegah nephrotoxic drug.
c. Tes Urin : adanya hematuria atau proteinuria menunjukkan adanya kelainan ginjal
yang progresif
d. Pencitraan: perlu dilakuakan bila klien diindikasikan adanya obstruksi pada sistem
ginjal
Manajemen CKD stage 3
Dalam 6 sampai 12 bulan targetnya adalah :
a. Creatinine and K :pertimbangkan turunnya nilai eGFR yang tib-tiba >25% sebagai
ARF. NICE menyarankan untuk meminta advis dari specialist ketika GFR turun
lebih 1y dari 5ml/min, atau 5y dari 10ml/min.
b. Hb – bila di bawah 110 g/l, terapi spesifik perlu dilakukan. Hb turun secara
progresif mengindikasikan turunnya GFR.
c. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi
klien dengan tekana darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)
d. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-
129/80) bagi pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.
e. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga
teratur dan gaya hidup.
f. Immunization - influenza dan pneumococcal
g. Medication review – review teratur terhadap jenis-jenis obat yang diberikan untuk
mencegah nephrotoxic drugs
3. Stage 4+5
Tanda CKD stage4 adalah adanya penurunan fungsi ginjal yang parah, 15-30% (eGFR
15-29ml/min/1.73m2). Tanda CKD stage 5 adalah adanya penurunan fungsi ginjal
yang sangat parah (endstage atau ESRF/ESRD), <15% (eGFR kurang dari 15
ml/min).
Pengkajian awal CKD stage 4
a. Pengakajian klinis : khususnya untuk sepsis, gagl jantung, hipovolemi, memeriksa
adanya pembesaran kandung kemih
b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika
GFR terjadi penurunan, untuk mencegah nephrotoxic drug.
c. Tes Urin : adanya hematuria atau proteinuria menunjukkan adanya kelainan ginjal
yang progresif
d. Tes darah : Ca, PO4, Hb
e. Pencitraan: perlu dilakuakan bila klien diindikasikan adanya obstruksi pada sistem
ginjal
Manajemen CKD stage 4 dan 5
Dalam 3 bulan :
a. Kretainin dan K : waspadai hiperkalemia
b. Hb : Hb rendah, waspadai penyebab lain selain ginjal
c. Ca dan PO4 : obat oral phospat seringkali dibutuhkan
d. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi
klien dengan tekanan darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)
e. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-
129/80) bagi pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.
f. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga
teratur dan gaya hidup.
g. Immunization - influenza dan pneumococcal, dan imunisasi Hepatitis B jika
transplantasi ginjal akan dilakukan
h. Medication review – review teratur terhadap jenis-jenis obat yang diberikan untuk
mencegah nephrotoxic drugs
i. Jika klien osteoporosis: jangan menggunakan bisphosphonates karena bisa
mengarah ke renal osteodystrophy.
2.2. Prognosis
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnyaburuk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang
dilakukansekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK
itu sendiri.Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai
mencapai tingkat lanjutdan menimbulkan gejala sehingga penanganannya
seringkali terlambat.
DAFTAR PUSTAKA
Bonventre, Joseph, MD, PhD. Pathophysiology of Acute Kidney Injury. Nephrology rounds
(2007), Volume 6 Issue 7.
Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s principle of internal
medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.
Darusalam,Dany.2010.Penetapan Diagnosa, Penanganan serta Pengobatan Penyakit Gagal
Ginjal.
Mohani CI. Diuretika pada kasus dengan oligouria. Dalam Dharmeizar, Marbun MBH,
editor. Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrology & hypertension course and
symposium on hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.9-10.
Molitoris BA, Levin A, Warnock DG, et al; Acute Kidney Injury Network. Improving
outcomes from acute kidney injury. J Am Soc Nephrol. 2007;18(7): 1992-1994.