Anda di halaman 1dari 25

TUGAS ILMU BEDAH

“PATOFISIOLOGI DAN CARA MENDIAGNOSIS CHRONIC KIDNEY DISEASE”

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Bedah
Di RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

HALAMAN JUDUL

Disusun oleh :
Qodrunnada Maulidinawati
30101407289

Pembimbing :
Prof. Dr. dr. H. Rifki muslim, Sp. B, Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
PERIODE 30 MARET 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh manusia. Akan tetapi pengetahuan
masyarakat tentang ginjal masih jauh dari memadai. Organ yang memiliki besar seperti
telapak tangan fungsinya banyak sekali. Bukan hanya sebagai alat penyaring dan
pembersih darah seperti yang sudah luas terkenal.Akan tetapi ginjal memiliki fungsi –
fungsi lainnya.

Tidak perlu ditutupi,kenyataan bahwa cukup banyak dari masyarakat awam tidak
mengetahui secara tepat dimana letak ginjalnya . Apalagi mengenai besarnya, sistem
kerjanya, dan darimana datangnya air seni. Ginjal merupakan bagian utama dari sistem
saluran kemih yang terdiri atas organ – organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun
menyalurkan air seni ke luar tubuh.

Tanda adanya gangguan ginjal sangat bervariasi. Ada yang lama tidak
menampakkan tanda atau gejala sama sekali ,baru belakangan timbul keluhan. Pada
dasarnya, adanya keluhan yang tidak begitu menonjol pada seseorang harus dipikirkan
kemungkinan hal itu disebabkan oleh gangguan pada ginjalnya. Pemeriksaan laboratorium
penyaring untuk melihat baik tidaknya fungsi ginjal sangat sederhana dan mudah
dilakukan diberbagai laboratorium, yaitu mengukur kadar urea dan kreatinin plasma
darah,endapan air seni (apakah sel darah merah, sel darah putih berlebihan).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Gagal Ginjal Kronik


2.1.1 Pengertian

Gagal ginjal akut terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau ginjal gagal melakukan fungsi regulernya

Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan


tubuh akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrine,
metabolik, cairan, elektrolit dan asam basa.

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626) Kegagalan ginjal kronis terjadi bila
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten
dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu
transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan
menunggu beberapa tahun.

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah).

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif


dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun
2.1.2 Etiologi

 gagal ginjal kronis

a. Diabetus mellitus
b. Glumerulonefritis kronis
c. Pielonefritis
d. Hipertensi tak terkontrol
e. Obstruksi saluran kemih
f. Penyakit ginjal polikistik
g. Gangguan vaskuler
h. Lesi herediter
i. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)

Tabel 5. Penyebab gagal ginjal di Indonesia


2.1.3 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal
ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikutidengan penurunan fungsi nefron yang progresif.
Perubahan fungsi neuron yang tersisasetelah kerusakan ginjal menyebabkan
pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan mengalami
peningkatan beban eksresi sehingga terjadilingkaran setan hiperfiltrasi dan
peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya, keadaan ini berlanjut
menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan GagalGinjal Terminal (GGT) atau
End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatanaktivitas aksis renin-
angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksindan hipoperfusi
ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusiterhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.

Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi :

-Anemia

Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunanproduksi


eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrositmenimbulkan
anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunankadar Hb dan
diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain ituGGK dapat
menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)yang sering
menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik pada GGK akan
mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadipendek, pada keadaan
normal 120 hari menjadi 70– 80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek
inhibisi eritropoiesis.

Sesak nafas

Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan
penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat diaparatus juxtaglomerulus
sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting
enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II merangsang
pelepasan aldosteron dan ADHssehingga menyebabkan retensi NaCl dan air 
volume ekstrasel meningkat(hipervolemia)  volume cairan berlebihan
ventrikel kiri gagal memompadarah ke perifer 
LVHpeningkatan tekanan atrium kiripeningkatan tekanan vena pulmonalis 
peningkatan tekanan di kapiler paru  edemaparu sesak nafas

Asidosis

Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat


penurunankemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+disertai dengan
penurunan  kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis
metabolik pada gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena
kehilangansejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah
bikarbonat melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah.
Apabilapenurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis
metabolik.Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti
mual,muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis
metabolik adalah pernapasan kussmaul yang timbul karena kebutuhan
untuk meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis

Hipertensi

Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan
penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di
aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin 
I.Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin
II.Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga
meningkatkantekanan darah.

Hiperlipidemia

Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas oleh


ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.

Hiperurikemia

Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalamdarah


(hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkanpengendapan
kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihatmembengkak, meradang dan
nyeri

Hiponatremia

Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormonpeptida


natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulusginjal. Bila
fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah nefron, natriuresis
akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensiair yang berlebihan
akan menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler.Keadaan hiponetremia
ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa kram, diare dan muntah.

Hiperfosfatemia

Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehinggafosfat


banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannyaterlampaui, fosfat
akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsiumfosfat yang sukar larut.
Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap disendi dan kulit ( berturut-
turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)

Hipokalsemia

Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan


hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi tulang
(osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat didalam plasma
tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi meskipun terjadi
mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasmatidak berlebihan dan
konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun padainsufisiensi ginjal, eksresinya
melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi fosfat di plasma
meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+
di plasma tetap rendah. Oleh karena itu,rangsangan untuk pelepasan PTH tetap
berlangsung. Dalam keadaanperangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar
paratiroid mengalami hipertrofibahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH.
Kelainan yang berkaitandengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi
renal dan hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di
ginjaldan tulang, juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf, lambung,
seldarah dan gonad), diduga PTH berperan dalam terjadinya berbagai kelainan
diorgan tersebut.Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan
dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Biasanya hormon ini
merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun karena terjadipenurunan
kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di usus,hal
ini memperberat keadaan hipokalsemia

Hiperkalemia

Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma meningkat,


maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel– sel ginjalsehingga
mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan  konsentrasi ion
H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresihidrogen, sedangkan
sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga menyebabkan hiperkalemia.
Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot
jantung, rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan
hilangnya refleks tendon dalam,gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan
mental.

Proteinuria

Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan ginjal


pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuriaglomerular
berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkanglomerulus. Beberapa
mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitasglomerulus dan memicu
terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekulprotein berukuran besar seperti
albumin dan immunoglobulin akan bebasmelewati membran filtrasi. Pada keadaan
proteinuria berat akan terjadipengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebut
dengan sindrom nefrotik.

 
Uremia

Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremiapada
GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi
akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi kealiran darah dan
menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi
ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurangdari 10% dari normal,
maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi
traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafasseperti amonia (fetor
uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik.Gangguan pada serebral
adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan koma
uremikum.

Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut sebagai berikut :

1. Periode Awal
Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.

2. Periode Oliguri
Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh
ginjal (urea, kreatinin, asam urat, kalium dan magnesium). Pada tahap ini untuk
pertama kalinya gejala uremik muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti
hiperkalemia terjadi.

3. Periode Diuresis
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda
perbaikan glumerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya
menurun. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan
keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi
selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
4. Periode Penyembuhan
Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 - 12 bulan
Nilai laboratorium akan kembali normal
Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% - 3%

Gagal ginjal Kronis

1. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan
meningkat.

2. Gangguan klirens renal


Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)

3. Retensi cairan dan natrium


Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.

4. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
terjadiperdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.

5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat


Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya
GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan
kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon,
namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan
sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab
perubahan pada tulang dan penyakit tulang.

6. Penyakit tulang uremik(osteodistrofi)


Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode
adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya


diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:

1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)


Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal
dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai
meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar
normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.

3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)


Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10%
dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini
kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan
timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814).

2.1.4 Gejala

Adapun gejala yang ditimbulkan pada penderita gagal ginjal yaitu :

1. Tekanan darah meningkat karena overload cairan dan produksi hormon vasoaktif
diciptakan oleh ginjal melalui RAS (renin-angiotensin system), meningkatkan
risiko seseorang mengembangkan hipertensi dan atau penderitaan dari [gagal
jantung (kongestif)
2. Urea terakumulasi, yang mengarah ke azotemia dan akhirnya uremia (gejala mulai
dari kelesuan ke perikarditis dan ensefalopati). Urea diekskresikan oleh keringat
dan mengkristal pada kulit ("frost uremic").
3. Kalium terakumulasi dalam darah (dikenal sebagai hiperkalemia dengan berbagai
gejala termasuk malaise dan berpotensi fatal aritmia jantung s)
4. Erythropoietin sintesis menurun (berpotensi menyebabkan anemia, yang
menyebabkan kelelahan)
5. Overload volume yang Fluida - gejala dapat berkisar dari ringan edema untuk
mengancam kehidupan edema paru
6. Hyperphosphatemia - karena ekskresi fosfat berkurang, terkait dengan
hipokalsemia (karena 1,25 hidroksivitamin D 3 ]] defisiensi), yang karena stimulasi
faktor pertumbuhan fibroblast -23-
7. Belakangan ini berkembang menjadi hiperparatiroidisme sekunder, osteodistrofi
ginjal dan kalsifikasi vaskular yang berfungsi juga mengganggu jantung.
8. Metabolik asidosis, karena akumulasi sulfat, fosfat, asam urat dll ini dapat
menyebabkan aktivitas enzim diubah oleh kelebihan asam yang bekerja pada
enzim dan eksitabilitas juga meningkat membran jantung dan saraf dengan
promosi (hiperkalemia) karena kelebihan asam (asidemia)

2.1.5 Manifestasi Klinik

a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial

b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat

c. Sistem gastrointestinal
 Anoreksia, mual dan muntah
 Perdarahan saluran GI
 Ulserasi dan pardarahan mulut
 Nafas berbau ammonia

d. Sistem muskuloskeletal
 Kram otot
 Kehilangan kekuatan otot
 Fraktur tulang

e. Sistem Integumen
 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Pruritis
 Kulit kering bersisik
 Ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar

f. Sistem Reproduksi
 Amenore
 Atrofi testis.

2.1.6 Diagnosis

a. Laboratorium

1. LED: meninggi, yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.


Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosi yang rendah.
2. Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet
rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3. Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi
pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya dieresis.
4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin
D3 pada GGK.
5. Phosphat alkaline meninggi akibat gangguan metabolism tulang, terutama
isoenzim fosfatase lindi tulang
6. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan
metabolism dan diet rendah protein.
7. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal
(resitensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
8. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolism lemak, disebabkan peninggian
hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
9. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun,
BE menurun, HCO3 menurun, PCO2 menurun, semuanya disebabkan retensi
asam-asam organic pada gagal ginjal.

b. Pemeriksaan lain

1. Foto polos abdomen: untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab
itu penderita diharapkan tidak puasa.
2. IVP (Intra Vena pielografi): untuk menilai system pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat. Pielografi
intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewatifilter
glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh
kontrasterhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
3. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginajl, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih,
dan prostat. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteksyang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista,
massa, kalsifikasi.
4. Renogram, untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vascular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
5. EKG, untuk melihat kemungkina hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

2.1.7 Penatalaksanaan/Terapi

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :

1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal,
terapiterhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG


untuk mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.

3)Memperlambat perburukan fungsi ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi


glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah :

o Pembatasan asupan protein

Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi


dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama dieksresikan
melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen,
posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh
karena itu, pemberian diet tinggi protein pada penderita gagal ginjal kronik akan
mengakibatkanpenimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan
mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan
pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfatselalu berasal dari sumber
yang sama dan untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia

o Terapi farmakologi

Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obatantihipertensi (ACE


inhibitor) disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga
sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan
mengurangihipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus.
4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedaliandislipidemia,


pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapiterhadap kelebihan
cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.

5) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi

- Anemia

Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g%atau hematokrit
< 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadarbesi serum/serum iron,
kapasitas ikat besi total/ total iron bindingcapacity, feritin serum), mencari sumber
perdarahan morfologieritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian
eritropoitin(EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah
11 – 12 g/dl.

- Osteodistrofi renal

Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :

i. Mengatasi hiperfosfatemia

 Pembatasan asupan fosfat 600 – 800 mg/hari


 Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminiumhidroksida,
garam magnesium. Diberikan secara oral untuk menghambat absorpsi fosfat yang
berasal dari makanan. Garamkalsium yang banyak dipakai adalah kalsium
karbonat(CaCO3) dan calcium acetate.
 Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambtareseptor Ca
pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamerhidrokhlorida.
ii. Pemberian kalsitriol

Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darahnormal dan kadar
hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normalkarena dapat meningkatkan absorpsi
fosfat dan kaliun disaluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan
garamcalcium carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasimetastatik, disamping
itu juga dapat mengakibatkan penekananyang berlebihan terhadap kelenjar
paratiroid.

iii.Pembatasan cairan dan elektrolit

Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edemadan kompikasi


kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka airyang masuk dianjurkan 500– 800
ml ditambah jumlah urin.Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah kalium
dannatrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemiadapat
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karenaitu, pemberian obat–  obat
yang mengandung kalium danmakanan yang tinggi kalium (seperti buah dan
sayuran) harusdibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt.Pembatasan
natrium dimaksudkan untuk mengendalikanhipertensi dan edema. Jumlah garam
natrium yang diberikan,disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat
edemayang terjadi.

6)Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15ml/mnt.
Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal

1. Stage 1 dan 2
Pada CKD stage 1 fungsi ginjal sebenarnya normal tapi terdapat beberapa tanda
adanya kelainan pada ginjal. CKD stage 2 ditandai dengan menurunnya sebagian
fungsi ginjal, GFR 60 89mls/min/1.73m2
Pengkajian Awal pada CKD stage 1+2:
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi resiko peningkatan kelainan ginjal pada
klien, dan untuk mengurangi resiko terkait. Yang perlu dikaji adalah
a. Hematuria
b. Proteinuria
Jika pengkajian pertama menemukan adanya peningkatan kreatinin maka penting
bagi kita untuk memastikan kestabilan nilainya. Ulangi test 14 hari berikutnya.

Managemen CKD stage 1+2 :


Dalam 12 bulan pencapaian yang harus didapat adalah :
a. Kreatinin : perubahan signifikan pada eGFR telah ditentukan sebagai short-term
eGFR fall >15% atau [creatinine] meningkat >20%; atau yang terbaru berdasar
NICE guideline adnya kehilangan GFR 1y dari 5ml/min, atau kehilangan dalam 5y
dari 10ml/min.
b. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi
klien dengan tekanan darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)
c. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-
129/80) bagi pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.
d. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga
teratur dan gaya hidup.

2. Stage 3
Dalam CKD stage 3 ini nilai eGFR 30-60%: eGFR 45-59 (3A) atau 30-44 (3B).
Pengkajian awal CKD stage 3
a. Pengakajian klinis : khususnya untuk sepsis, gagl jantung, hipovolemi, memeriksa
adanya pembesaran kandung kemih
b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika
GFR terjadi penurunan, untuk mencegah nephrotoxic drug.
c. Tes Urin : adanya hematuria atau proteinuria menunjukkan adanya kelainan ginjal
yang progresif
d. Pencitraan: perlu dilakuakan bila klien diindikasikan adanya obstruksi pada sistem
ginjal
Manajemen CKD stage 3
Dalam 6 sampai 12 bulan targetnya adalah :
a. Creatinine and K :pertimbangkan turunnya nilai eGFR yang tib-tiba >25% sebagai
ARF. NICE menyarankan untuk meminta advis dari specialist ketika GFR turun
lebih 1y dari 5ml/min, atau 5y dari 10ml/min.
b. Hb – bila di bawah 110 g/l, terapi spesifik perlu dilakukan. Hb turun secara
progresif mengindikasikan turunnya GFR.
c. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi
klien dengan tekana darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)
d. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-
129/80) bagi pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.
e. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga
teratur dan gaya hidup.
f. Immunization - influenza dan pneumococcal
g. Medication review – review teratur terhadap jenis-jenis obat yang diberikan untuk
mencegah nephrotoxic drugs

3. Stage 4+5
Tanda CKD stage4 adalah adanya penurunan fungsi ginjal yang parah, 15-30% (eGFR
15-29ml/min/1.73m2). Tanda CKD stage 5 adalah adanya penurunan fungsi ginjal
yang sangat parah (endstage atau ESRF/ESRD), <15% (eGFR kurang dari 15
ml/min).
Pengkajian awal CKD stage 4
a. Pengakajian klinis : khususnya untuk sepsis, gagl jantung, hipovolemi, memeriksa
adanya pembesaran kandung kemih
b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika
GFR terjadi penurunan, untuk mencegah nephrotoxic drug.
c. Tes Urin : adanya hematuria atau proteinuria menunjukkan adanya kelainan ginjal
yang progresif
d. Tes darah : Ca, PO4, Hb
e. Pencitraan: perlu dilakuakan bila klien diindikasikan adanya obstruksi pada sistem
ginjal
Manajemen CKD stage 4 dan 5
Dalam 3 bulan :
a. Kretainin dan K : waspadai hiperkalemia
b. Hb : Hb rendah, waspadai penyebab lain selain ginjal
c. Ca dan PO4 : obat oral phospat seringkali dibutuhkan
d. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi
klien dengan tekanan darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)
e. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-
129/80) bagi pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.
f. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga
teratur dan gaya hidup.
g. Immunization - influenza dan pneumococcal, dan imunisasi Hepatitis B jika
transplantasi ginjal akan dilakukan
h. Medication review – review teratur terhadap jenis-jenis obat yang diberikan untuk
mencegah nephrotoxic drugs
i. Jika klien osteoporosis: jangan menggunakan bisphosphonates karena bisa
mengarah ke renal osteodystrophy.

2.2. Prognosis
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnyaburuk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang
dilakukansekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK
itu sendiri.Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai
mencapai tingkat lanjutdan menimbulkan gejala sehingga penanganannya
seringkali terlambat.
DAFTAR PUSTAKA

Anderton,J.L.2001.Atlas Bantu NEFROLOGI.Jakarta : Hipokrates

Bonventre, Joseph, MD, PhD. Pathophysiology of Acute Kidney Injury. Nephrology rounds
(2007), Volume 6 Issue 7.
Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s principle of internal
medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.
Darusalam,Dany.2010.Penetapan Diagnosa, Penanganan serta Pengobatan Penyakit Gagal
Ginjal.

Japaries,Willie.2002.Penyakit Ginjal.Jakarta : Arcan

Mohani CI. Diuretika pada kasus dengan oligouria. Dalam Dharmeizar, Marbun MBH,
editor. Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrology & hypertension course and
symposium on hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.9-10.

Molitoris BA, Levin A, Warnock DG, et al; Acute Kidney Injury Network. Improving
outcomes from acute kidney injury. J Am Soc Nephrol. 2007;18(7): 1992-1994.

Anda mungkin juga menyukai