Oleh :
CHRISTINA HANNI KARTIKA DEWI
150070300011076
Kelompok 13
Oleh :
CHRISTINA HANNI KARTIKA DEWI
150070300011076
1. KONSEP CKD
1.1. DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir. CKD
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang
menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan
Bare, 2001).
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap (Doenges, 1999; 626). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir
(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner &
Suddarth, 2001; 1448). Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812).
1.2 ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006) diantaranya
adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan
ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif.
Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, dan
stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, dan
seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis tubulus
ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu, neoplasma,
fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri dari hipertropi prostat,
setriktur uretra, anomali congenital leher vesika urinaria dan uretra.
Sedangkan penyebab PGK menurut National Kidney Foundation / NKF (2010) adalah
1. Diabetes militus dan Hipertensi
Dua penyebab utama penyakit ginjal kronis diabetes dan tekanan darah tinggi. Diabetes
militus terjadi ketika gula darah terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan pada banyak organ
dan otot dalam tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh darah, saraf, dan mata.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah meningkat pada dinding
pembuluh darah. Jika tidak dikontrol dengan baik, tekanan darah tinggi bisa menjadi
penyebab serangan jantung, stroke dan PGK.
2. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis menyebabkan peradangan dan kerusakan unit penyaringan ginjal,
merupakan penyebab ketiga yang paling sering terjadi pada penyakit ginjal kronis.
3. Polikistik Ginjal
Polikistik ginjal merupakan penyakit ginjal bawaan sejak lahir. Keadaan ini mengakibatkan
kista pada ginjal yang akan merusak jaringan disekitarnya.
4. Lupus.
Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu
ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia.
5. Adanya sumbatan karena tumor, batu ginjal atau sumbatan karena ada pembesaran
kelenjar prostat pada pria
1.3. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
2. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan CKD dapat ditunjukan
dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :
1. Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat > 90 ml/menit/1,73
m2.
2. Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60- 89
ml/menit/1,73 m2.
3. Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 30-59
ml/menit/1,73 m2.
4. Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15- 29
ml/menit/1,73 m2.
5. Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat
digunakan dengan rumus:
Ketidakseimbangan antara
kebutuhan tubuh dengan
intake
2. Pemeriksaan Radiologi
a) Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista,
obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis.
c) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
e) KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan
adanya obtruksi (batu).
f) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan megidentifikasi ekstravaskuler,
massa.
g) Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
h) Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung kemih, refluk
kedalam ureter, dan retensi.
i) Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat dengan diit tinggi kalori
dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan pembatasan yang sangat ketat pula pada asupan
cairan yaitu antara 500-800 ml/hari.
j) Pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat anti hipertensi, obat
diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai pengontol pada penyakit DM, sampai
selanjutnya nanti akan dilakukan dialisis dan transplantasi.
1.7. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006)
antara lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin angiotensin
aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium
akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
1.8. PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
(Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi
dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena
dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat
dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal (Suwitra, 2006 dalam Alamang 2012).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan
malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum
tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin >
10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang
14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat
ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan
orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasienpasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat
ginjal.
b. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
KONSEP HIPOALBUMIN
2.1. DEFINISI
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal atau
keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik
Soemyarso, 2006 dan Diagnose-Me.com, 2007). Hipoalbuminemia mencerminkan
pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga mengganggu sintesis
albumin serta protein lain oleh hati (Murray, dkk, 2003).
2.2. ETIOLOGI
Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron (1995)
hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien. Hipoalbuminemia
dapat disebabkan olehmasukan protein yang rendah, pencernaan atau absorbsi protein
yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan protein yang dapat ditemukan pada pasien
dengan kondisi medis kronis dan akut:
1. Kurang Energi Protein,
2. Kanker,
3. Peritonitis,
4. Luka bakar,
5. Sepsis,
6. Luka akibat Pre dan Post pembedahan (penurunan albumin plasma yang terjadi
setelah trauma),
7. Penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa albumin menurun),
8. Penyakit ginjal (hemodialisa),
9. Penyakit saluran cerna kronik,
10. Radang atau Infeksi tertentu (akut dan kronis),
11. Diabetes mellitus dengan gangren, dan
12. TBC paru.
2.5. PENATALAKSANAAN
1. Therapi diet
Tujuan utama terapi diet hipoalbuminemia adalah meningkatkan dan mempertahankan
status gizi dalam hal ini kadar serum albumin serta mencegah seminimal mungkin penurunan
kadar albumin untuk mencegah komplikasi. Kebutuhan energi pada hipoalbuminemia
diupayakan terpenuhi karena apabila asupan energi kurang dari kebutuhan maka bisa terjadi
pembongkaran protein tubuh untuk diubah menjadi sumber energi sehingga beresiko
memperburuk kondisi hopoalbuminemia. Oleh karena itu pada pasien-pasien hypoalbumin
khususnya dan pasien bedah pada umumnya di RSUP Dr Kariadi diberikan diet TKTP, kalau
perlu diberikan ekstra putih telur, ekstra ikan gabus, dan atau MPT.
Modisco merupakan singkatan dari Modified Dried Skimmed Milk and Coconut. Modisco
pertama kali dtemukan oleh May dan Whitehead pada tahun 1973. Modisco merupakan
makanan atau minuman bergizi tinggi yang pertama kali dicobakan pada anak-anak yang
mengalami gangguan gizi berat di Uganda (Afrika) dengan hasil yang memuaskan. Manfaat
modisco yang paling utama adalah untuk mengatasi gizi buruk pada manusia dengan cepat dan
mudah. Karena modisco mempunyai kandungan kalori yang tinggi serta mudah dicerna oleh
usus manusia. Modisco juga dapat membantu mempercepat penyembuhan penyakit sehingga
biaya pengobatan menjadi lebih ringan (Sudiana & Acep, 2005).
2. Therapi Medis
Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait dengan
hipoalbumin seperti kasus-kasus di atas dari team medis diberikan transfusi FFP dan atau
human albumin. Untuk pemberian kedua transfusi tersebut pada kasus yang kadar albumin
dalam darah 2,5 gr/dl (Hill, 2000). Namun kedua therapi medis tersebut perlu beberapa
pertimbangan antara lain : pertimbangan harga yang cukup mahal, tidak mudah untuk
mendapatkannya khususnya untuk pasien dengan status kelas III / jamkesmas.
3. Peran Perawat Dalam Therapi Hypoalbumin
Pemberian therapi pada pasien hypoalbumin baik therapi medis maupun therapi diet,
perawat terlibat dalam mengoptimalkan pemberian therapi tersebut sesuai dengan peran dan
fungsinya sebagai perawat diantaranya: sebagai conselor, educator, kolaborator, dan advocator.
Karena perawat merupakan petugas kesehatan yang selalu berada di samping pasien 24 jam,
sehingga baik buruknya kondisi / status keshatan pasien perawatlah yang pertama kali
mengetahui baru kemudian dilanjutkan kolaborasi dengan pihak terkait (medis, gizi, fisiotherapi,
dll).
Dalam pemberian therapi hypoalbumin peran perawat sangat penting diantaranya:
memberikan KIE pada pasien dan keluarga tentang therapi hypoalbumin, memonitor distribusi
instrumen / suplemen sampai ke pasien dan benar-benar dikonsumsi pasien dengan benar .
Setelah yakin suplemen dikonsumsi pasien dengan benar, kemudian dilanjutkan peran perawat
untuk mengevaluasi baik secara klinis maupun biokimia. Salah satu indikator keberhasilan
pemberian therapi diet hypoalbumin adalah meningkatnya kadar serum albumin dalam darah
yang akan mempercepat proses penyembuhan penyakit dan kepulangan pasien sehingga akan
memperpendek LOS.
3. KONSEP HEMODIALISA
3.1. DEFINISI
Dialisis menghilangkan nitrogen sebagai produk limbah, mengoreksi elektrolit, air, dan
kelainan asam-basa yang berhubungan dengan gagal ginjal. Dialisis tidak memperbaiki kelainan
endokrin karena gagal ginjal, atau mencegah komplikasi kardiovaskular. Proses dialysis
membutuhkan membran semipermeabel yang akan membersihkan bagian air dengan berat
molekul kecil (zat terlarut), tetap tidak untuk molekul besar (misalnya protein).
Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati
membran semipermiabel (dialyzer) ke dalam dialysate. Dialyzer juga dapat dipergunakan untuk
memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi
dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan
perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada
vaskuler, antikoagulansi dan produksi dialyzer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa
telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika
Serikat dan dunia
Dialyzer atau ginjal buatan memiliki dua bagian, satu bagian untuk darah dan bagian lain
untuk cairan dialysate. Di dalam dialyzer antara darah dan dialisat tidak bercampur jadi satu
tetapi dipisahkan oleh membran atau selaput tipis. Sel-sel darah, protein dan hal penting lainnya
tetap dalam darah karena mempunyai ukuran molekul yang besar sehingga tidak bisa melewati
membran. Produk limbah yang lebih kecil seperti urea, kreatinin dan cairan bisa melalui
membran dan dibuang. Sehingga darah yang banyak mengandung sisa produk limbah bisa
bersih kembali (National Kidney Foundation / NKF, 2006).
Proses hemodialisis yang terjadi didalam membran semipermiabel terbagi menjadi tiga
proses yaitu osmosis, difusi dan ultrafiltrasi (Curtis, Roshto & Roshto, 2008). Osmosis adalah
proses perpindahan zat terlarut dari bagian yang berkonsentrasi rendah kearah konsentrasi
yang lebih tinggi. Difusi adalah proses perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi kearah
konsentrasi yang rendah. Sedangkan ultrafiltrasi adalah perpindahan cairan karena ada tekanan
dalam membran dialyzer yaitu dari tekanan tinggi kearah yang lebih rendah (Curtis, Roshto., &
Roshto, 2008)
3.2. TUJUAN HEMODIALISA
Hemodialisis tidak mengatasi gangguan kardiovaskuler dan endokrin pada penderita
PGK. Tindakan hemodialisis bertujuan untuk membersihkan nitrogen sebagai sampah hasil
metabolisme, membuang kelebihan cairan, mengoreksi elektrolit dan memperbaiki gangguan
keseimbangan basa pada penderita PGK (Levy, dkk., 2004). Tujuan utama tindakan
hemodialisis adalah mengembalikan keseimbangan cairan intraseluler dan ekstraseluler yang
terganggu akibat dari fungsi ginjal yang rusak (Himmelfarb & Ikizler, 2010)
3.3. PRINSIP DALAM PROSES HEMODIALISA
Secara sederhana proses dialisis hanya memompa darah dan dializat melalui membran
dializer (Levy,dkk., 2004)
1. Dialysate adalah larutan air murni yang mengandung, klorida, natrium kalium, magnesium,
kalsium, dextrose, bicarbonat atau asetat.
2. Di dalam dialyzer darah dan dialysate dipisahkan oleh membrane semipermiabel. Darah
mengandung sisa produk metabolism berupa ureum, creatin, dan lainnya. Sedangkan
dialysate tidak mengandung produk sisa metabolisme. Karena perbedaan konsentrasi ini
akan terjadi proses difusi dalam dialyzer.
3. Proses difusi akan maksimal bila arah aliran darah dan dialisa berlawanan (counter current
flow). Kecepatan aliran darah dan dialisat dalam dialiser juga berpengaruh pada peningkatan
proses difusi.
4. Proses konveksi dalam dialyzer dapat ditingkatkan dengan meningkatkan tekanan dalam
membran dialyzer (trans membrane pressure). Pada proses Hemodialisa konvensional,
molekul dengan ukuran kecil tidak semua terlepas denagan proses konveksi saja. Tetapi
hampir semua molekul dengan ukuran kecil terlepas dengan proses difusi. Sebaliknya
molekul dengan ukuran besar (B2- mikroglobulin dan vit B12) dikeluarkan efektif dengan
proses konveksi. Hal ini telah menyebabkan peningkatan penggunaan metode UF di
Hemodialisa untuk meningkatkan penghapusan molekul MW lebih besar.
Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
Riwayat penyakit
1) Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.
2) Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
3) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dyspnea.
Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Tanda:
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala:
Riwayat hipertensi lama atau berat.Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas,
gangguan irama jantung, edema.
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan,
Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat,
kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine
kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit
gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda:
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur tulang,
defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
3) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat
kencing.Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen
kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat,
berawan) oliguria atau anuria.
Keterangan Penilaian :
1 : Severe compromised
2 : Substantial compromised
3 : Moderate compromised
4 : Mild deviation compromised
5 : No compromised
Tg No Diagnosa
Tujuan Kriteria Standart Intervensi TT
l Dx Keperawatan
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 1-4.1 monitor TTV
b.d prosedur jam, tidak terdapat tanda tanda infeksi
1-4.2 hindari mengukur TD di lengan
invasif
NOC yang terdapat fistula
hemodialisa
N Indikator 1 2 3 4 5 1-3. 1 pakai teknik aseptik saat prosedur
o dialisa
1 Warna kulit sekitar 1-4.3 ajarkan klien dan keluarga tanda
insersi gejala yang membutuhkan penanganan
medis
Suhu disekitar
2 1-4.4 kaji daerah sekitar insersi
insersi
3 Rembesan drainase
di sekitar insersi
4 Pergeseran kanula
Keterangan Penilaian :
1 : Severe compromised
2 : Substantial compromised
3 : Moderate compromised
4 : Mild deviation compromised
5 : No compromised
DAFTAR PUSTAKA