Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN CKD ( CRONIC KIDNEY DISEASES )

Oleh

Vitta Andriyanasari

NPM : 62019040249

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020

0
LAPORAN PENDAHULUAN CKD

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang
ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan,
dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bsyhskki, 2012).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit
ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala. CKD
adalah penyakit ginjal tahap akhir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
elektrolit, yang meyebabkan uremia.

2. Etiologi
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif,
gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati
toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah :
a. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks nefropati.
b. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
dan stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, dan
seklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis
tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta
amiloidosis.
g. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
h. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal.

3. Manifestasi klinis/ tanda dan gejala


Menurut Smeltzer dan Bare (2014) setiap sistem tubuh pada Chronic Kidney
Disease (CKD) dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klien akan menunjukkan sejumlah
tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat

1
kerusakan ginjal, usia klien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala klien gagal
ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler: Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum),
pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi: Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner: Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan
Kussmaul.
d. Manifestasi Gastrointestinal: Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada
mulut, anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi: Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal: Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Manifestasi Reproduktif: Amenore dan atrofi testikuler.

4. Pathofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan
fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi
adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas
aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis
renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming
growth
Factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah
terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai
2
terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

5. Pathway
Kerusakan nefron ginjal

Perubahan system tubuh

Sistem Hematologi Saraf dan Cardiovaskuler Endokrin System


Gastrointestinal otot lain

Mual dan muntah


nafsu makan
turun

6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah: Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil).

3
 Pemeriksaan sputum: Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang
spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur
serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
 Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.
 Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia: Sampel darah, sputum, dan urin untuk
tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba.
b. Pemeriksaan Radiologi
 Rontgenogram Thoraks: Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai
pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus.
 Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh
benda padat.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer ( mencakup A,B,C,D, E )
A. Airways( Jalan napas ): Kaji Jalan napas pasien apakah terjadi sumbatan jalan
napas baik partial atau total, serta kaji penyebab tersumbatnya jalan napas apakah
ada slem benda asing,gumpalan darah, bronkospasme, sputum?
B. Breathing( Pernapasan ): Kaji apakah pernapasan pasien normal, sesak
napas,apnoe, gasping, tachipnea, bradipnea dan adakah retraksi dada,serta kaji
juga bagaimana bunyi napas pasien apakah vesikuler, ronchi, wheezing, creakles,
snoring, hipersonom?
C. Circulation ( Sirkulasi ): Kaji Bagaiman Akral hangat atau dingin, nadi kuat,lemah,
regular atau ireguler,bradikardia atau tachikardi,pucat, sianosis atau tidak, Bagaiman
turgor kulitnya elastic atau tidak,ada edema atau tidak, bagaimana capilari rafile time
nya ≤ 2detik atau ≥ 2 detik?
D. Disability : Kaji bagaimana tingkat kesadaran dan GCS nya?bagaimana pupilnya
dan bagaimana reaksi terhadap cahaya kedua pupil.
E. Exposure : Kaji apakah ada trauma/ perlukaan, bagaimana hasil rekam jantungnya?

2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan Fisik:

4
 Kepala dan leher: Periksa apakah bentuknya normal atau ada benturan, kelainan
bentuk?;pada mata apakah ada konjungtiva anemis, sclera ikterik; pada THT
adakah keluhan?
 Thorax: Apakah bentuknya normal, pigeon atau barrel?;Adakah trauma?;
Bagaimana suara napas paru apakah vesikuler, ronkhi, wheezing, mur-mur, gallop
atau ada keluhan lain?
 Abdomen : Bagimana bentuknya?;Adakah distensi?; Bagaimana bunyi bising
Ususnya?
 Punggung : Bagaimana bentuknya apakah normal atau ada kelainan bentuk?
 Genetalia: Apakah normal atau tidak?
 Ekstremitas : Apakah ada kelemahan pada anggota geraknya?

b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum ditandai dengan adanya ronchi, dan ketidakefektifan batuk.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan paru
(perubahan membrane alveoli) ditandai dengan sianosis, PaO2 menurun, sesak
nafas.
3) Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran nafas ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh, mengigil, akral teraba panas.

c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakefektifan Ketidakefektifan bersihan  Bebaskan jalan napas
bersihan jalan jalan nafas teratasi setelah  Atur posisi tidur pasien ½
nafas berhubungan dilakukan tindakan duduk atau duduk
dengan keperawatan 3 hari  Berikan O2 3L/mnt.
peningkatan dengan Kriteria Hasil :  Anjurkan pasien untuk
produksi sputum  Jalan napas bersih istirahat dan napas dalam
ditandai dengan tidak ada sumbatan  Posisikan pasien untuk
adanya ronchi, dan  TTV dalam batas memaksimalkan ventilasi
ketidakefektifan normal, terutama  Lakukan fisioterapi dada
batuk RR:20-22x/menit dan jika perlu
Spo2: 95-100%  Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas,

5
catat adanya suara
tambahan
2 Gangguan Gangguan pertukaran gas  Posisikan pasien untuk
pertukaran gas dapat teratasi setelah memaksimalkan ventilasi
berhubungan dilakukan tindakan  Pasang mayo bila perlu
dengan proses keperawatan selama 3  Auskultasi suara nafas,
infeksi pada hari, dengan criteria hasil: catat adanya suara
jaringan paru  Tanda tanda vital tambahan
(perubahan dalam rentang normal,  Monitor respirasi dan status
membrane alveoli) terutama RR = 20-22 O2
ditandai dengan x/menit dan SpO2: 95-  Catat pergerakan
sianosis, PaO2 100% dada,amati kesimetrisan,
menurun, sesak  AGD dalam batas penggunaan otot
nafas. normal tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals
 Monitor suara nafas, seperti
dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus mental
 Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung
3 Hipertermi Hipertermi dapat teratasi  Monitor warna dan suhu
berhubungan setelah dilakukan tindakan kulit

6
dengan inflamasi keperawatan selama 3  Monitor tekanan darah,
terhadap infeksi hari dengan criteria hasil: nadi dan RR
saluran nafas  Tanda- tanda vital dalam  Regulasi Suhu
ditandai dengan batas normal terutama  Berikan anti piretik:
peningkatan suhu suhu = 36 C – 37 C
0 0

tubuh, mengigil,
akral teraba panas.

d. Daftar Pustaka
http://renalyulisetiawan.blogspot.com/2016/08/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
NANDA NIC-NOC. Jakarta : Media Action.
LeMone, Priscillia, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5. Alih bahasa: Egi
Komara Yudha, dkk. Jakarta: EGC.
Litbang. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Litbang.
Medical Record RSIJ Cempaka Putih. (2016). Data Pasien CKD yang Di Rawat Inap 3 Bulan
Terakhir. Jakarta: tidak di publikasi.
Potter, P. A & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Alih bahasa: Renata Komalasari. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta : EGC. 2010.
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi
12. Alih bahasa: Devi Yulianti, Amelia Kimin. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC. 2014.
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2015.
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., 3rd ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing 2015 : 1035-1040.

7
8

Anda mungkin juga menyukai