Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

KONSEP MEDIS

a. Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan


etiologi beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible,
pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu spektrum proses-proses
patofiologik yang berbeda-beda serta berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal dan
penurunan pada progresif laju filtrasi glomerolus (LFG).
Dari definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa Chronic Kidney Disease
(CKD) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan
elektrolit, pada suatu derajat diperlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau
transplantasi ginjal.

b. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik sangat kompleks glomerulanefritis, gagal ginjal akut,
hipertensi esensial dan pieloneftiris merupakan penyebab tersering dari gagal ginjal
kronik. Penyakit sistematik seperti diabetes mellitus, lupus eritemtosus sistemik,
poliartritis dan amyloidosis juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Diabetes
mellitus menjadi penyebab utama dan lebih dari 30% klien mengalami dialysis dan
hipertensi menjadi penyebab kedua dari gagal ginjal kronik.

c. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialysis. Patofisiologi penyakit gagal ginjal pada awalnya
tergantung pada penyakit yang mendasarnya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya
proses yang terjadi kurang lebih sama. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein yang normalnya dieksresikan kedalam urin tertimbun dalam darah, kegagalan
ginjal sebagai fungsi eskresi menyebabkan terjadinya akumulasi kelebihan cairan ekstra
seluler. Kombinasi penumpukan kelebihan cairan dan permeabilitas yang abnormal pada
mikrosirkulasi paru yang terjadi secara mendadak yang dipengaruhi oleh tekanan
intravaskuler yang tinggi atau karena peningkatan tekanan hidrostatik membran kapiler
menyebabkan penetrasi cairan ke dalam alveoli sehingga terjadilah edema paru yang
mengakibatkan difusi O2 dan CO2 terhambat sehingga pasien merasakan sesak. (Hassan
et al,2005). Dalam keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid, solute dari
pembuluh darah ke ruangan interstisial. Edema paru terjadi jika terdapat
perpindahan cairan dari darah ke ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi
jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke
sistem pembuluh limfe. Jika terbentuknya cairan interstisial melebihi kapasitas sistem
limfatik,
maka terjadilah edema dinding alveolar. Pada fase ini komplians paru berkurang,
hal ini menyebabkan terjadinya takipnea yang mungkin merupakan tanda klinis
awal pada klien dengan edema paru.Ketidak seimbangan antara ventilasi dan
aliran darah menyebabkan hipoksemia memburuk. Meskipun demikian, ekresi
karbon dioksida tidak terganggu dan klien akan menunjukkan keadaan
hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik. Pada fase alveolar penuh dengan cairan,
semua gambaran menjadi lebih berat dan komplians akan menurun dengan nyata
(Novak,2004). Alveoli terisi cairan dan pada saat yang sama aliran darah ke
daerah tersebut tetap berlangsung, maka pintas kanan ke kiri aliran darah menjadi
lebih berat dan menjadi hipoksemia yang rentan terhadap peningkatan
konsentrasi oksigen yang di inspirasi.Kecuali pada keadaan yang amat berat,
hiperventilasi dan alkalosis respiratorik akan tetap berlangsung. Secara radiologis
akan tampak gambaran infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru, terutama di
daerah parahilar dan basal. Ketika klien dalam keadaan sadar, dia tampak mengalami
sesak nafas hebat dan ditandai dengan takipnea ,takikardia serta
sianosis bila pernafasannya tidak dibantu.
d. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik
1. Mual dan muntah
2. Tidak ada nafsu makan
3. Kelemahan dan keletihan
4. Pola tidur terganggu
5. Frekuensi dan volume berkemih berubah
6. Kram dan otot berkedut
7. Bengkak pada kaki
8. Gatal-gatal
9. Nyeri dada disebabkan penumpukan cairan pada selaput jantung
10. Sesak nafas disebabkan penumpukan cairan di paru-paru
11. Tekanan darah tidak terkendali dan berubah-ubah

e. Komplikasi
Pada penderita CKD dapat menimbulkan keparahan bahkan komplikasi berlanjut adapun
beberapa komplikasi yang muncul:
1. Efek pada cairan dan elekrolit, hilangnya kemampuan ginjal dalam mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga kerusakan filtrasi menyebabkan
munculnya proteinuria, hematuria dan hyperkalemia.
2. Efek kardiovaskular, penyakit ini menjadi penyebab utama kematian pada penderita
CKD. Hipertensi, hyperlipidemia dan intoleransi glukosa semuanya berperan dalam
proses tersebut.
3. Efek pada hematologi, ginjal berfungsi untuk memproduksi eritropoentil dan
hormone untuk mengontrol produksi SDM, sehingga ketika ginjal rusak produksi
tersebut menjadi turun dan menimbulkan salah satunya anemia
4. Efek pada sistem imun, karena kadar urea dan sisa metabolik yang tinggi dapat
menyebabkan inflamasi dan fungsi imun terganggu hal ini disebabkan karena
penurunan SDP sehingga imunitas dan humoral rusak serta fagosi juga rusak.
5. Efek pada gastrointestinal, karena adanya ulserasi pada saluran G1 menimbulkan
uremia dan perdarahan pada G1 sehingga menyebabkan munculnya gejala anoreksia,
mual, muntah, bahkan ulkus peptikum.
6. Efek neurologis, uremia menjadi penyebab terjadinya penurunan fungsi sistem
neurologis dan jika tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut dan sehingga
menimbulkan perubahan mental seperti kesulitan konsentrasi, insomnia, kejang dan
bahkan fungsi motorik juga rusak seperti kelemahan otot, penurunan reflek tendon
dan gangguan berjalan.
7. Efek muskuloskletal, penurunn kadar kalsium secara langsung akan mengakibatkan
deklasifikasimatriks pada tulang yang menyebabkan tulang penulakan tulang dan
penurunan massa tulang.
f. Pemeriksann penunjang
1. Urin
a. Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
b. Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porifin.
c. Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1.
e. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
f. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

2. Urin
a. BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir.
b. Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8 gr/dl.
c. SDMmenurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik, pH
kurang dari 7, 2.
d. Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat,
Kalsium menurun dan Protein (albumin) menurun.
e. Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
f. Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
g. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan peningkatan tumor selektif.
h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
i. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.

g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD dibagi tiga yaitu:
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya edema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialisis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CPAD
(Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).

b. Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV istule
(menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung
pada daerah jantung atau vaskularisasi ke jantung).
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal

Anda mungkin juga menyukai