DISUSUN OLEH :
NIM : G3A019068
TAHUN 2019/2020
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir. CKD
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit
yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen (Sudoyo & dkk, 2012)
CKD adalah penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara
total seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat disebabakan
oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia (Corwin,
2008)
2. ETIOLOGI
Adapun sebab – sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat
dibagi menjadi 8 golongan yaitu, sebagai berikut:
1. Penyakit glomerulus primer : penyakit glomerulus akut termasuk gromerulone
frintis progresif cepat, penyebab terbanyak adalah gromerulone frintis kronik.
2. Penyakit tubulus primer :hiperkalamia primer, hipokalemia kronik, keracunan
logam berat seperti tembaga.
3. Penyakit vaskuler : iskomia ginjal akibat kongenital atau sfenosis arteri ginjal,
hipertensi
4. Infeksi : pielone fritis kronik atrofi, tuberkulosis
5. Obstruksi : batu ginjal, vibrosis, retroperitoneal, pembesaran prostat, striktur, uretra
dan tumor
(Muttaqin, 2011)
3. PATOFISIOLOGI
Proses terjadinya CKD adalah akibat dari penurunan fungsi renal, produk akhir
metabolisme protein yang normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah
sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan
gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi
darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren
kreatinin. Menurunya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri
klirens kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar
nitrogen urea darah (NUD) biasanya meningkat. (Corwin, 2008)
Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena substansi
ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit
renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi
seperti steroid Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi
cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak
mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh yang
meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. (Muttaqin,
2011)
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H +)
yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan
sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga
menyebabkan produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina
dan keletian. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena setatus pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin
sendiri adalah subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare (2001) adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG menyebabkan
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan
penurunan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium
di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit tulang,
selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat
didalam ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang
uremik dan sering disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan
komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga
berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi.
Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan
tekanan darah cenderung akan
cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini. (Muttaqin, 2011)
4. MANIFESTASI KLINIS
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
2. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
3. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
4. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai dengan
terjadinya muntah.
5. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
6. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal, kusmol,
sampai terjadinya edema pulmonal.
7. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.
(Muttaqin, 2011)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1,020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine
>7,00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukkan keruskan ginjal dan rasio urine:serum sering 1 : 1.
2. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetapdalam BUN
dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein),
perfusi renal, dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan
glomerulus. Kadar kreatini serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan
perkembangan penyakit.
3. Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus
tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan
kalium seluler kedalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat.
Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan hentikan jantung .
4. Pemeriksaan pH. Pasien oligura akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolic
seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolic normal. Selain itu,
mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidoses
metabolic progresif menyertai gagal ginjal (Muttaqin, 2011).
6. PATHWAY KEPERAWATAN
Terlampir
2) Kriteria hasil
a) Intake dan out put seimbang
b) Kadar kaluim dalam darah menurun
3) Intervensi
a) Kaji intake dan output setiap hari
b) Kaji adanya edema ada ekstremitas
c) Anjurkan pasien untuk mengurangi konsumsi garam
d) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit rendah kalium
b. Cemas berhubungan dengan prognosis penyakit
1) Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang
penyakit dan pengobatan.
2) Kriteria hasil
a) Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan
rencana tindakan.
b) Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.
3) Intervensi
a) Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi.
Rasional : Individu yang berhasil dalam koping dapat pengaruh positif untuk
membantu pasien yang baru didiagnosa mempertahankan harapan dan mulai
menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima. (Rencana Asuhan
Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
b) Berikan informasi tentang :
i. Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal ginjal kronis adalah
tak dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan untuk mempertahankan
fungsi tubuh normal.
ii. Pemeriksaan diagnostic termasuk : Tujuan ,Diskripsi, singkat Persiapan yang
diperlukan sebelum tes Hasil tes dan kemaknaan hasil tes.
Rasional :Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan
selamanya bila ginjal tak dapat pulih. Memberi pasien informasi mendorong
partisipasi dalam pengambilan keputusan dan membantu mengembangkan
kepatuhan dan kemandirian maksimum. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1,
Barbara Engram hal 159).
c) Sediakan waktu untuk pasien dan orng terdekat untuk membicarakan tentang
masalah dan perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan
untuk memiliki terapi.
Rasional : Pengekspresian perasaan membantu mengurangi ansietas. Tindakan
untuk gagal ginjal berdampak pada seluruh keluarga. (Rencana Asuhan
Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 160).
d) Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Rasional : Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah
mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
e) Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasional : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat
penyakit.
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan retensi cairan intersisil dari edema paru
dan respon asidosis metabolik
1) Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan tidak terjadi
perubahan pola nafas
2) Kriteria hasil
Klien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal 16-20 x/menit
3) Intervensi
2) Intervensi :
a) Kaji kualitas nyeri
Rasional : dengan mengkaji kualitas nyeri maka kita dapat memberikan
tindakan keperawatan yang tepat
b) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : teknik relaksasi dapat membentu mereduksi nyeri
c) Berikan kompres hangat pada abdomen
Rasional : kompres hangat pada abdomen membantu menguragi rasa nyeri dan
memberikan rasa nyaman
d) Berikan posisi yang nyaman
Rasional : posisi sangat mempengaruhi kenyamanan
e) Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional : dengan diberikan analgesik rasa nyeri dapat berkurang atau hilang
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosa Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi NANDA & NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction.
Sudoyo, A., & dkk. (2012). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Lampiran
Post Renal :
Pra Renal : kehilangan vol. Renal : nekrosis tubular akut,
obstruksi ureter
cairan, penurunan vol. nefritis interstitial akut, nekrosis
bilateral, obstruksi
efektif pembuluh darah, kortikal akut, dll
uretra.
redistribusi cairan, dll
mengaktifasi sistem
Iskemia Nefrotoksi
renin-angiotensin
Penurunan
GFR
Gagal
Ginjal Respon psikologis
cemas
Penurunan produksi urine
Azotemia
A