Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN SISTEM PERKEMIHAN :


CHRONIC KIDNEY DISEASE / CKD

DISUSUN OLEH :

NAMA : ISNENI YULI RUSTANTI

NIM : G3A019068

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN 2019/2020
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir. CKD
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit
yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen (Sudoyo & dkk, 2012)
CKD adalah penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara
total seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat disebabakan
oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia (Corwin,
2008)
2. ETIOLOGI
Adapun sebab – sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat
dibagi menjadi 8 golongan yaitu, sebagai berikut:
1. Penyakit glomerulus primer : penyakit glomerulus akut termasuk gromerulone
frintis progresif cepat, penyebab terbanyak adalah gromerulone frintis kronik.
2. Penyakit tubulus primer :hiperkalamia primer, hipokalemia kronik, keracunan
logam berat seperti tembaga.
3. Penyakit vaskuler : iskomia ginjal akibat kongenital atau sfenosis arteri ginjal,
hipertensi
4. Infeksi : pielone fritis kronik atrofi, tuberkulosis
5. Obstruksi : batu ginjal, vibrosis, retroperitoneal, pembesaran prostat, striktur, uretra
dan tumor
(Muttaqin, 2011)
3. PATOFISIOLOGI
Proses terjadinya CKD adalah akibat dari penurunan fungsi renal, produk akhir
metabolisme protein yang normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah
sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan
gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi
darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren
kreatinin. Menurunya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri
klirens kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar
nitrogen urea darah (NUD) biasanya meningkat. (Corwin, 2008)

Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena substansi
ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit
renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi
seperti steroid Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi
cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak
mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh yang
meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. (Muttaqin,
2011)

Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H +)
yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan
sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga
menyebabkan produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina
dan keletian. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena setatus pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin
sendiri adalah subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah.

Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare (2001) adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG menyebabkan
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan
penurunan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium
di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit tulang,
selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat
didalam ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang
uremik dan sering disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan
komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga
berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi.
Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan
tekanan darah cenderung akan
cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini. (Muttaqin, 2011)
4. MANIFESTASI KLINIS
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
2. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
3. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
4. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai dengan
terjadinya muntah.
5. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
6. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal, kusmol,
sampai terjadinya edema pulmonal.
7. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.
(Muttaqin, 2011)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1,020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine
>7,00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukkan keruskan ginjal dan rasio urine:serum sering 1 : 1.
2. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetapdalam BUN
dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein),
perfusi renal, dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan
glomerulus. Kadar kreatini serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan
perkembangan penyakit.
3. Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus
tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan
kalium seluler kedalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat.
Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan hentikan jantung .
4. Pemeriksaan pH. Pasien oligura akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolic
seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolic normal. Selain itu,
mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidoses
metabolic progresif menyertai gagal ginjal (Muttaqin, 2011).
6. PATHWAY KEPERAWATAN
Terlampir

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji kelancaran nafas.
Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer dengan paru-paru. Jalan nafas seringkali
mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan tulang akibat fraktur pada wajah,
akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke belakang. Selama memeriksa jalan nafas
harus melakukan kontrol servikal, barangkali terjadi trauma pada leher. Oleh karena
itu langkah awal untuk membebaskan jalan nafas adalah dengan melakukan manuver
head tilt dan chin lift Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah :
1) sianosis (mencerminkan hipoksemia)
2) retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas)
3) pernafasan cuping hidung
4) bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas)
5) tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas atau henti
nafas)
b. Breathing
Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara adekwat.
Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran gas, terutama masuknya
oksigen yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi
merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi mencerminkan
fungsi paru, dinding dada dan diafragma. Pengkajian pernafasan dilakukan dengan
mengidentifikasi :
1) Pergerakan dada
2) Adanya bunyi nafas
3) Adanya hembusan/aliran udara
c. Circulation
Sirkulasi yang adekwat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan pembuangan
karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi tergantung dari fungsi sistem
kardiovaskuler. Status hemodinamik dapat dilihat dari :
1) Tingkat kesadaran
2) Nadi
3) Warna kulit
4) Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri karotis dan arteri
femoral
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau atau
sama sekali tidak sadar.
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Pengkajian Anamnesis
Pengkajian pada jenis kelamin, pria mungkin disebabkan oleh hipertrofi prostat. Pada
wanita, infeksi saluran kemih yang berulang dapat menyebabkan GGA, serta pada
wanita yang mengalami perdarahan pasca melahirkan. Keluhan utama yang sering
adalah terjadi penurunan produksi miksi. Keluhan lai yang mungkin didapatkan
adalah nyeri, demam, reaksi syok, atau gejala dari penyakit yang ada sebelumnya
(prerenal).
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan
penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebt ada
hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca-perdarahan setelah
melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah
mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau
pemakaian antibiotic, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya
riwayat trauma langsung pada ginjal.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat baru saluran kemin, infeksi system perkemihan yang berulang,
penyakit diabetes mellitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab pasca-renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasi.
d. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum dan TTV
b) Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letragi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguria sering didapatkan suhu
tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
c) B1 (Breathing). Pada periode oliguria sering didapatkan adanya gangguan pola
napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom
akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan
pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis
metabolic sehingga didapatkan pernapasan Kussmaul.
d) B2 (Bload). Pada kondisi aztemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial
sekunder dari sindrom uremik. Pada system hematologi sering didapatkan adanya
anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak
dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah,
biasanya dari saluran GI. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari
gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan
darah sering didapatkan adanya peningkatan.
e) B3 (Brain). Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien beresiko
kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur,
kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang
berlanjut pada sindrom uremia.
f) B4 (Bladder). Perubahan pola kemih pada periode oliguri akan terjadi penurunan
frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode
dieresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara
bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan
didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.
g) B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
h) B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1,020 menunjukkan penyakit ginjal, pH
urine >7,00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350
mOsm/kg menunjukkan keruskan ginjal dan rasio urine:serum sering 1 : 1.
2. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetapdalam
BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal, dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada
kerusakan glomerulus. Kadar kreatini serum bermanfaat dalam pemantauan
fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
3. Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi
glomerulus tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein
menghasilkan pelepasan kalium seluler kedalam cairan tubuh, menyebabkan
hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan hentikan jantung .
4. Pemeriksaan pH. Pasien oligura akut tidak dapat mengeliminasi muatan
metabolic seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolic
normal. Selain itu, mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah
sehingga asidoses metabolic progresif menyertai gagal ginjal (Muttaqin, 2011).
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan penurunan ekskresi
kalium
b. Cemas berhubungan dengan prognosis penyakit
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan retensi cairan intersisil dari edema
paru dan respon asidosis metabolik
d. Nyeri akut berhubungan dengan kram otot
(Herdman & Kamitsuru, 2015)
4. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

a. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan penurunan ekskresi


kalium
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cairan elektrolot tubuh
berlangsung seimbang

2) Kriteria hasil
a) Intake dan out put seimbang
b) Kadar kaluim dalam darah menurun
3) Intervensi
a) Kaji intake dan output setiap hari
b) Kaji adanya edema ada ekstremitas
c) Anjurkan pasien untuk mengurangi konsumsi garam
d) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit rendah kalium
b. Cemas berhubungan dengan prognosis penyakit
1) Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang
penyakit dan pengobatan.
2) Kriteria hasil
a) Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan
rencana tindakan.
b) Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.
3) Intervensi
a) Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi.
Rasional : Individu yang berhasil dalam koping dapat pengaruh positif untuk
membantu pasien yang baru didiagnosa mempertahankan harapan dan mulai
menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima. (Rencana Asuhan
Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
b) Berikan informasi tentang :
i. Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal ginjal kronis adalah
tak dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan untuk mempertahankan
fungsi tubuh normal.
ii. Pemeriksaan diagnostic termasuk : Tujuan ,Diskripsi, singkat Persiapan yang
diperlukan sebelum tes Hasil tes dan kemaknaan hasil tes.
Rasional :Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan
selamanya bila ginjal tak dapat pulih. Memberi pasien informasi mendorong
partisipasi dalam pengambilan keputusan dan membantu mengembangkan
kepatuhan dan kemandirian maksimum. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1,
Barbara Engram hal 159).

c) Sediakan waktu untuk pasien dan orng terdekat untuk membicarakan tentang
masalah dan perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan
untuk memiliki terapi.
Rasional : Pengekspresian perasaan membantu mengurangi ansietas. Tindakan
untuk gagal ginjal berdampak pada seluruh keluarga. (Rencana Asuhan
Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 160).
d) Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Rasional : Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah
mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
e) Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasional : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat
penyakit.
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan retensi cairan intersisil dari edema paru
dan respon asidosis metabolik
1) Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan tidak terjadi
perubahan pola nafas
2) Kriteria hasil
Klien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal 16-20 x/menit
3) Intervensi

a) Kaji faktor penyebab asidosis metabolik.


Rasional : Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran
sejauh mana terjadi kegagalan ginjal. Mengeidentifikasi untuk mengatasi
penyebab dasar dari asidosis metabolic
b) Monitor ketat TTV.
Rasional : Perubahan TTV akan memberikan dampak pada risiko asidosis yang
bertambah berat dan berindikasi pada intervensi untuk secepatnya melakukan
koreksi asidosis.
c) Istirahatkan klien dengan posisi fowler.
Rasional : Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal istirahat
akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan
menurunkan tekanan darah.
d) Ukur intake dan output.
Rasional : Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/air, dan penurunan urine output.
e) Kolaborasi berikan cairan ringer laktat secara intravena.
Rasional : Larutan IV ringer laktat biasanya merupakan cairan pilihan untuk
memperbaiki keadaan asidosis metabolik dengan selisih anion normal, serta
kekurangan volume ECF yang sering menyertai keadaan ini.

d. Nyeri akut berhubungan dengan kram otot


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang
1) Kriteria hasil :
a) Pasien mengatakan nyeri berkurang
b) Pasien menampakkan ekspresi nyeri

2) Intervensi :
a) Kaji kualitas nyeri
Rasional : dengan mengkaji kualitas nyeri maka kita dapat memberikan
tindakan keperawatan yang tepat
b) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : teknik relaksasi dapat membentu mereduksi nyeri
c) Berikan kompres hangat pada abdomen
Rasional : kompres hangat pada abdomen membantu menguragi rasa nyeri dan
memberikan rasa nyaman
d) Berikan posisi yang nyaman
Rasional : posisi sangat mempengaruhi kenyamanan
e) Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional : dengan diberikan analgesik rasa nyeri dapat berkurang atau hilang

(Nurarif & Kusuma, 2013)

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doengos, M. E. (2005). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosa Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba


Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi NANDA & NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction.

Sudoyo, A., & dkk. (2012). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Lampiran

PATHWAYS KEPERAWATAN CKD

Post Renal :
Pra Renal : kehilangan vol. Renal : nekrosis tubular akut,
obstruksi ureter
cairan, penurunan vol. nefritis interstitial akut, nekrosis
bilateral, obstruksi
efektif pembuluh darah, kortikal akut, dll
uretra.
redistribusi cairan, dll

mengaktifasi sistem
Iskemia Nefrotoksi
renin-angiotensin

Aliran darah Kerusakan sel tubulus Kerusakan glomerulus

Peningkatan pelepasan Obstruksi Kebocoran Ultrafiltrasi


NaCl ke makula densa tubulus filtrat glomerulus

Penurunan
GFR

Gagal
Ginjal Respon psikologis

cemas
Penurunan produksi urine
Azotemia
A

Retensi cairan Ekskresi Metabolit pada


interstisial dan pH kalium jaringan otot

Edema paru Ketidakseimbangan Peningkatan kelelahan


Asidosis metabolik elektrolit otot, kram otot

Pola Napas Tidak Resiko kelemahan fisik


Efektif Ketidakseimbangan Respon nyeri
elektrolit
Nyeri
Akut

Anda mungkin juga menyukai