A. Pengertian
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala.
B. Klasifikasi
C. Manifestasi Klinis
D. Penatalaksanaan
1. CEDERA KEPALA RINGAN (GCS = 14 – 15 )
Idealnya semua penderita cedera kepala diperiksa dengan CT scan,
terutama bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup
bermakna, amnesia atau sakit kepala hebat. 3 % penderita CK. Ringan
ditemukan fraktur tengkorak
Klinis :
a. Keadaan penderita sadar
b. Mengalami amnesia yang berhubungna dengan cedera yang
dialaminya
c. Dapat disertai dengan hilangnya kesadaran yang singkat. Pembuktian
kehilangan kesadaran sulit apabila penderita dibawah pengaruh obat-
obatan / alkohol.
d. Sebagain besar penderita pulih sempurna, mungkin ada gejala sisa
ringan
Fractur tengkorak sering tidak tampak pada foto ronsen kepala, namun
indikasi adanya fractur dasar tengkorak meliputi :
a. Ekimosis periorbital
b. Rhinorea
c. Otorea
d. Hemotimpani
e. Battle’s sign
Pemeriksaan laboratorium :
a. Darah rutin tidak perlu
b. Kadar alkohol dalam darah, zat toksik dalam urine untuk diagnostik /
medikolagel
Therapy :
a. Obat anti nyeri non narkotik
b. Toksoid pada luka terbuka
Tindakan di UGD :
a. Anamnese singkat
b. Stabilisasi kardiopulmoner dengan segera sebelum pemeriksaan
neulorogis
c. Pemeriksaan CT. scan
d. Penderita harus dirawat untuk diobservasi
e. Penderita dapat dipulangkan setelah dirawat bila :
1) Status neulologis membaik
2) CT. scan berikutnya tidak ditemukan adanya lesi masa yang
memerlukan pembedahan
3) Penderita jatuh pada keadaan koma, penatalaksanaanya sama
dengan CK. Berat.
4) Airway harus tetap diperhatikan dan dijaga kelancarannya
2. Sirkulasi
a. Normalkan tekanan darah bila terjadi hypotensi
b. Hypotensi petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat pada
kasus multiple truama, trauma medula spinalis, contusio jantung /
tamponade jantung dan tension pneumothorax.
c. Saat mencari penyebab hypotensi, lakukan resusitasi cairan untuk
mengganti cairan yang hilang
d. UGS / lavase peritoneal diagnostik untuk menentukan adanya akut
abdomen.
Secondary survey
Penderita cedera kepala perlu konsultasi pada dokter ahli lain.
Pemeriksaan Neurologis
a. Dilakukan segera setelah status cardiovascular penderita stabil,
pemeriksaan terdiri dari :
b. GCS
c. Reflek cahaya pupil
d. Gerakan bola mata
e. Tes kalori dan Reflek kornea oleh ahli bedah syaraf
f. Sangat penting melakukan pemeriksaan minineurilogis sebelum
penderita dilakukan sedasi atau paralisis
g. Tidak dianjurkan penggunaan obat paralisis yang jangka panjang
h. Gunakan morfin dengan dosis kecil ( 4 – 6 mg ) IV
i. Lakukan pemijitan pada kuku atau papila mame untuk memperoleh
respon motorik, bila timbul respon motorik yang bervariasi, nilai repon
motorik yang terbaik
j. Catat respon terbaik / terburuk untuk mengetahui perkembangan
penderita
k. Catat respon motorik dari extremitas kanan dan kiri secara terpisah
l. Catat nilai GCS dan reaksi pupil untuk mendeteksi kestabilan atau
perburukan pasien.
A. PENGERTIAN
Trauma spinal adalah cedera pada sumsum tulang belakang (medulla
spinalis), dengan atau tanpa kerusakan tulang belakang. Kerusakan medulla
spinalis dapat mengganggu fungsi pergerakan (motoric), perasaan (sensorik), dan
fungsi alat dalam (otonom).
B. ETIOLOGI
Penyebab tersering adalah kecelakaan mobil, kecelakaan motor, jatuh,
cedera olah raga, dan luka akibat tembakan atau pisau.
C. MANIFESTASI KLINIK
Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada
belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Pasien sering
mengatakan takut kalau leher atau punggungnya patah. Cedera saraf spinal dapat
menyebabkan gambaran paraplegia atau quadriplegia. Akibat dari cedera kepala
bergantung pada tingkat cedera pada medulla dan tipe cedera.
Tingkat neurologik yang berhubungan dengan tingkat fungsi sensori dan
motorik bagian bawah yang normal. Tingkat neurologik bagian bawah
mengalami paralysis sensorik dan motorik otak, kehilangan kontrol kandung
kemih dan usus besar (biasanya terjadi retansi urin dan distensi kandung kemih ,
penurunan keringat dan tonus vasomotor, dan penurunan tekanan darah diawali
dengan retensi vaskuler perifer.
Cedera medulla spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan :
level,beratnya deficit neurologik, spinal cord syndrome, dan morfologi.
1. Level
Level neurologist adalah segmen paling kaudal dari medulla spinalis
yang masih dapat ditemukan sensoris dan motoris yang normal di kedua sisi
tubuh. Bila kata level sensoris digunakan, ini menunjukan kearah bagian
segmen bagian kaudal medulla spinalis dengan fungsi sensoris yang
normal pada ke dua bagian tubuh. Level motoris dinyatakan seperti
sensoris, yaitu daerah paling kaudal dimana masih dapat ditemukan
motoris dengan tenaga 3/5 pada lesi komplit, mungkin masih dapat
ditemukan fungsi sensoris maupun motoris di bawah level
sensoris/motoris. Ini disebut sebagai daerah dengan “preservasi parsial”.
Penentuan dari level cedera pada dua sisi adalah penting. Terdapat
perbedaan yang jelas antara lesi di bawah dan di atas T1. Cedera
pada segmen servikal diatas T1 medula spinalis menyebabkan
quadriplegia dan bila lesi di bawah level T1 menghasilkan
paraplegia. Level tulang vertebra yang mengalami kerusakan, menyebabkan
cedera pada medulla spinalis. Level kelainan neurologist dari cedera ini
ditentukan hanya dengan pemeriksaan klinis. Kadang-kadang terdapat
ketidakcocokan antara level tulang dan neurologis disebapkan nervus
spinalis memasuki kanalais spinalis melalui foramina dan naik atau turun
didalam kanalis spinalis sebelem betul-betul masuk kedalam medulla
spinalis. Ketidakcocokan akan lebih jelas kearah kaudal dari cedera. Pada
saat pengelolaan awal level kerusakan menunjuk kepada kelainan tulang,
cedera yang dimaksudkan level neurologist.
4. Morfologi
Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi,
cedera medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), atau
cedera penetrans. Setiap pembagian diatas dapat lebih lanjut diuraikan
sebagai stabil dan tidak stabil.Walaupun demikian penentuan stabilitas tipe
cedera tidak selalu seerhana dan ahlipun kadang-kadang berbeda
pendapat. Karena itu terutama pada penatalaksanaan awal penderita,
semua penderita dengan deficit neurologist,harus dianggap mempunyai
cedera tulang belakang yang tidak stabil. Karena itu penderita ini harus
tetap diimobolisasi sampai ada konsultasi dengan ahli bedah saraf/
ortopedi.
Cedera servikal dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari
mekanisme cedera ; (1) pembebanan aksial (axial loading), (2) fleksi, (3)
ekstensi, (4) rotasi, (5) lateral bending, dan (6) distraksi. Cedera dibawah
ini mengenai kolumna spinalis, dan akan diuraikan dalam urutan
anatomis, dari cranial mengarah keujung kaudal tulang belakang.
D. PENATALAKSANAAN
1. Proteksi diri dan lingkungan, selalu utamakan A-B-C.
2. Sedapat mungkin tentukan penyebab cedera.
3. Lakukan stabilisasi dengan tangan untuk menjaga kesegarisan tulang
belakang.
4. Kepala dijaga agar tetap netral, tidak tertekuk atau mendongak.
5. Kepala dijaga agar tetap segaris, tidak menengok ke kiri atau kanan.
6. Posisi netral-segaris ini harus selalu dan tetap dipertahankan, walaupun
belum yakin bahwa ini cedera spinal.
7. Posisi netral : kepala tidak menekuk (fleksi) ataupun mendongak
(ekstensi).
8. Posisi segaris : kepala tidak menengok ke kiri ataupun kanan.
9. Pasang kolar servikal, dan penderita dipasang di atas Long Spine Board.
10. Periksa dan perbaiki A-B-C.
11. Periksa akan adanya kemungkinan cedera spinal.
12. Rujuk ke rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118. (2015). BT&CLS (Basic Trauma Life
Support & Basic Cardiac Life Support). Jakarta : Ambulans Gawat Darurat
118.
Windiramadhan, Alvian P. (2011). Asuhan Keperawatan Trauma Kepala dan
Cedera Medulla Spinalis.
https://s3.amazonaws.com/ppt-
download/askepciderakepalancideratulangbelakang-131210031124-
phpapp02.pdf Diakses pada tanggal 18 Oktober 2017