Anda di halaman 1dari 9

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Cronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu keadaan dimana ginjal
mengalami percepatan kehilangan fungsi ekskresi, endokrin, dan metabolic yang
bersifat irreversible. Fungsi ekskresi ginjal adalah mengeluarkan produk akhir
metabolism yang tidak diperlukan tubuh, seperti urea. Fungsi endokrin ginjal adalah
memproduksi enzim dan hormone seperti renin untuk pengaturan tekanan darah dan
eritropoetin untuk sintesis eritrosit. Fungsi metabolism ginjal yaitu untuk memelihara
keseimbangan air, elektrolit, dan asam basa tubuh (Ramayulis, 2016).

2. epidemiologi
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 prevalensi penyakit
GGK di Indonesia sebanyak 499.800 orang (2%), prevalensi tertinggi di Maluku
dengan jumlah 4351 orang (0,47%) mengalami penyakit GGK (Riskesdas, 2018).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 prevalensi GGK sebesar 0,2% prevalensi
tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5% (Tandi et al, 2014). Berdasarkan
Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2015 menunjukkan bahwa di Indonesia,
jumlah pasien GGK yang mendaftar ke unit HD terus meningkat 10% setiap
tahunnya. Prevalensi GGK dipekirakan mencapai 400 per 1 juta penduduk dan
prevalesi pasien GGK yang menjalani HD mencapai 15.424 pada tahun 2015 (IIR,
2015). Berdasarkan IRR tahun 2016, sebanyak 98% penderita GGK menjalani terapi
HD dan 2% menjalani terapi Peritoneal Dialisis. Berdasarkan data IRR tahun 2017
pasien GGK yang menjalani HD meningkat menjadi 77.892 pasien

3. Etiologi
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative / (K/DOQI) of
National Kidney Foundation (2002), terdapat dua penyebab utama dari penyakit
ginjal kronis yaitu diabetes dan tekanan darah tinggi. Diabetes terjadi ketika gula
darah terlalu tinggi yang menyebabkan kerusakan pada banyak organ dalam tubuh,
termasuk ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata. Tekanan darah

2
tinggi atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah terhadap dinding pembuluh darah
meningkat. Apabila tekanan darah tidak terkontrol atau kurang terkontrol, maka
tekanan darah tinggi bisa menjadi penyebab utama serangan jantung, stroke dan
penyakit ginjal kronis. Begitupun sebaliknya, penyakit ginjal kronis dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi. Kondisi lain yang mempengaruhi ginjal adalah
Glomerulonefritis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada unit
penyaringan ginjal. Selain glomerulonefritis, kondisi yang bisa menyebabkan gagal
ginjal kronis seperti pielonefritis yaitu infeksi pada organ ginjal yang menimbulkan
gejala berupa munculnya darah atau nanah pada urine. Penyakit lain seperti,
polikistik, kelainan vaskular, obstruksi saluran perkemihan serta obat-obatan
(Baughman,2000).
4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfitrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi (Smeltser & Bare, 2002).
Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat (Smeltser & Bare, 2002).
Retensi cairan dan natrium akibat dari penurunan fungsi ginjal dapat
mengakibatkan edema, gagal jantung kongestif/ CHF, dan hipertensi. Hipertensi juga
dapat terjadi karena aktivitas aksis rennin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosterone (Smeltser & Bare, 2002).

3
CKD juga menyebabkan asidosis metabolik yang terjadi akibat ginjal tidak
mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan. Asidosis metabolik juga terjadi akibat
tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium
bikarbonat (HCO3). Penurunan ekresi fosfat dan asam organik lain juga dapat terjadi
(Smeltser & Bare, 2002).
Selain itu CKD juga menyebabkan anemia yang terjadi karena produksi
eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi
nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran pencernaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal,
menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah jika produksi
eritropoietin menurun maka mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan,
angina, dan sesak napas (Smeltser & Bare, 2002).
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme akibat
penurunan fungsi ginjal. Kadar serum kalsium dan fosfat dalam tubuh memiliki
hubungan timbal balik dan apabila salah satunya meningkat, maka fungsi yang lain
akan menurun. Akibat menurunya glomerular filtration rate (GFR) kadar fosfat akan
serum meningkat dan sebaliknya kadar serum kalsium menurun. Terjadinya
penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon. Sehingga kalsium di tulang menurun, yang menyebabkan
terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga dengan vitamin D
(1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk diginjal menurun seiring dengan
perkembangan gagal ginjal (Smeltser & Bare, 2002).
Pathway
Terlampir

5. Klasifikasi
Berdasarkan Smeltser & Bare, (2002).gagal ginjal kronik diklasifikasikan
berdasarakan stage (derajat) laju filtrasi glomerulus (LFG). Nilai LFG normal adalah

4
125 ml/min/1,73m2 . Berikut adalah klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan
stage :
a.
b. Stage 2 yaitu kerusakan ginjal ringan dengan LFG 60-89 ml/mn/1.73m2
c. Stage 3 yaitu kerusakan ginjal sedang dengan LFG 30-59 ml/mn/1.73m2
d. Stage 4 yaitu kerusakan ginjal berat dengan LFG 15-29 ml/mn/1.73m2
e. Stage 5 yaitu gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/mn/1.73m2 atau dialysi

6. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala penyakit CKD yaitu sebagai berikut (Duli, 2015).
1. Gejala dini seperti sakit kepala, kelelahan fisik, dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi sesak nafas, edema, nyeri punggung serta
kulit gatal dan kering
2. Gejala yang lebih lanjut seperti anoreksia, mual disertai muntah nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktu melakukan kegiatan maupun tidak, udem yang
disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada mungkinjuga sangat parah.
Derajat edema
a. Derajat I : menekan sedalam 2 milimeter akan kembali dengan cepat
b. Derajat II : menekan lebih dalam 4 milimeter dan akan kembali dalam waktu
10 sampai 15 detik.
c. Derajat III : menekan lebih dalam 6 milimeter dan akan kembali dalam waktu
lebih dari 1 menit.
d. Derajat IV : menekan lebih dalam 8 milimeter akan kembali dalam waktu 2
sampai 5 menit dan tampak sangat bengkak yang nyata.
7. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien CKD mulai dari pmeriksaan ujung
kepala hingga ujung kaki yang meliputi rambut, mata, hidung, telinga, mulut, kulit
wajah bentuk kepala, ekstremitas atas dan bawah, dada, abdomen, genitalia,
punggung dengan teknik Pemeriksaan inpeksi, palpasi, perkusi auskultasi yang
bertujan untuk menilai apakah ada penumpukan cairan atau tidak.
5
8. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi
antara lain :
a. Pemeriksaan lab.darah
- hematologi Hb,
- Ht, Eritrosit,
- Lekosit,
- Trombosit
- RFT ( renal fungsi test ) ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )
- Elektrolit Klorida, kalium, kalsium - koagulasi studi PTT, PTTK - BGA
b. Urine
- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
c. pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
d. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )

9. Diagnosis/Kriteria diagnosis
a. Gambaran Klinik pada Pasien dengan Gagal Ginjal Kronik.
Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperuremia, Lupus
Erimatosus Systemik (LES) dan lain sebagainya.Sindrom uremia, yang

6
terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.Gejala komplikasinya antara lain,
hipertensi, anemia, osteodstrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik,
gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium dan klorida
b. Gambaran Laboratorium.
Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar kreatinin serum dan
ureum, penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft
Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak dapat digunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal. Kelainan biokimiawi darah meliputi
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hyponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, dan asidosis metabolic.
Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast,
isostenuria.
c. Gambaran Radiologi
Foto polos abdomen tampak batu radioˇ opak.Pielografi intravena jarang
dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di
samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan.Pielografi antegrade atau
retrograde dilakukan sesuai indikasi.Ultrasonografi ginjal dapat
memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis,
adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
Pemeriksaan pemindaian ginjal renografi dikerjakan bila ada indikasi.
d. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal.
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang mendekati normal dimana diagnosis secara noninvasif
tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi bertujuan mengetahui
etiologic, penetapan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang
diberikan. Biopsi ginjal dikontraindikasikan pada keadaan ukuran ginjal
yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang

7
tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal
napas, dan obesitas

10. terapi/ tindakan penanganan


Ginjal memiliki kemampuan pulih yang luar biasa dari penyakit. Tujuan
penatalaksanaan pada pasien CKD tidak untuk memulihkan akan tetapi
mempertahankan fungsi ginjal, homeostasis selama mungkin dan menghambat
terjadinya komplikasi. Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi
menjadi tiga yaitu sebagai berikut (Nauzi & Widayati, 2017)
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urine
b. Observasi belance cairan, observasi adanya edema dan batasi cairan yang
masuk.
Pembatasan cairan yang masuk pada pasien dengan CKD sangat penting
dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan
komplikasi kardiovaskuler. Cairan yang masuk ke dalam tubuh harus
seimbang dengan cairan yang keluar baik melalui urine maupun IWH
(Insesible water loss). Elektrolit yang harus diwaspadai asupannya yaitu
natrium dan kalium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia
dapat menyababkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, oemberian
obat-obat yang mengandung kalium dan makanan tinggi kalium harus
dibatasi . Sedangkan pembatasan natrium bertujuan untuk mengendalikan
hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan harus
disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang
terjadi.
2. Dialisis
a. Peritoneal dialysis
Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency.
Dimana, pada dialysis ini membrane dialysis menggunakan membrane
peritoneal pasien sendiri. Cairan dialysis diletakkan pada rongga

8
peritoneal menggunakan kateter yang dimasukkan dan dibiarkan selama
4-6 jam untuk mencapai kesetimbangan. Dialisat kemudian dibuang dan
digantikan dengan fluida dialysis yang baru. Perubahan konsentrasi
glukos pada dialisat akan mengubah osmolalitas dan mengatur
perpindahan air secara osmosis dari darah ke dialisat. Komplikasi yang
sering terjadi adalah peritonitis. CAPD (Continues Ambulatory Peritonial
Dialysis) merupakan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut. CAPD dapat dilakukan sendiri di rumah
b. Hemodialisis adalah dialysis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
vena menggunakan mesin. Pada awalnya hemodialisis dilakukan melalui
daerah femoralis tetapi untuk mempermudah maka dilakukan
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke
jantung)
3. Operasi
a. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal yaitu sebagai berikut.
1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dan mengambil seluruh faal ginjal
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survive) lebih lebih lama
4. Komplikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk
mencegah reaksi penolakan
11. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita CKD (Ckronic Kidney Disease)
yaitu sebagai berikut (Brunner & Suddarth, 2001).
a. Anemia
Pada penderita gangguan ginjal kronik atau CKD terjadi akibat produksi dari
hormon eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah,
Hormone eritropoetin adalah hormone yang dihasilkan oleh ginjal, hormone

9
eritropoetin berfungsi untuk merangsang sum-sum tulang untuk memproduksi
sel darah merah. Pada penderita gagal ginjal produksi dari hormone ini akan
menurun sehingga akan menjadi anemia berat, disertai keletihan, dan sesak
napas.
b. Penyakit tulang uremic
Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal. Penyakit tulang
terjadi ketidakseimbangan kalsium dan fosfat kadar serum kalsium dan fosfat
memiliki hubungan dengan menurunnya filtrasi glomerulus akan
menyebabkan peningkatan fosfat serum dan sebaliknya mengakibatkan
penurunan kalsium. Penurunan kalsium dalam tulang menyebabkan perubahan
pada tulang dan penyakit tulang.
c. Hipertensi
Fungsi ginjal adalah untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit/ garam tubuh melalui urin. Adanya
kerusakan pada bagian ginjal terutama pada bagian korteks/lapisan luar, akan
merangsang produksi hormone renin yang akan menstimulasi terjadinya
peningkatan tekanan darah sehingga terjadi hipertensi.
d. Hiperkalemia
Kerusakan yang terjadi pada bagian ginjal terutama pada bagian korteks akan
merangsang produksi hormone renin. Hormone renin berfungsi dalam
pengubahan angiotensin. Hati akan memproduksi angiotensin. Renin yang
meningkat akan mempengaruhi peningkatan aldosterone. Kemudian,
aldosterone yang meningkat akan menyebabkan sekresi kalium meningkat,
sehingga terjadi hiperkalemia.
1.8 Prognosis
Prognosis pasien CKD menunjukan bahwa peningkatan kematian sejalan dengan
keadaan fungsi ginjal yang memburuk. Faktor utama yang menyebabkan kematian
yaitu adanya penyakit kardiovaskuler. Namun angka harapan hidup serta qoulity of
life dengan transplantasi ginjal dan Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(Fitrianasari, Tyaswati, & Astuti, 2017).

10

Anda mungkin juga menyukai