Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CKD

(Chronic Kidney Diseases)

NAMA : Mujiati

NIM : G3A015091

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN 2015/2016
A. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap
akhir. CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankanmetabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit yang
menyebabkanuremia atau retensi urea dan sampah nitrogen(Sudoyo &
dkk, 2012)
CKD adalah penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali
sembuh secaratotal seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap
ahir yang dapatdisebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh
gagal untukmempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
elektrolit, yangmenyebabkan uremia (Corwin, 2008)
B. ETIOLOGI
Adapun sebab – sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat
dibagi menjadi 8 golongan yaitu, sebagai berikut:
1. Penyakit glomerulus primer : penyakit glomerulus akut
termasukgromerulone frintis progresif cepat, penyebab terbanyak
adalahgromerulone frintis kronik.
2. Penyakit tubulus primer :hiperkalamia primer, hipokalemia
kronik,keracunan logam berat seperti tembaga.
3. Penyakit vaskuler : iskomia ginjal akibat kongenital atau sfenosis
arteriginjal, hipertensi
4. Infeksi : pielone fritis kronik atrofi, tuberkulosis
5. Obstruksi : batu ginjal, vibrosis, retroperitoneal, pembesaran
prostat,striktur, uretra dan tumor
(Muttaqin, 2011)
C. PATOFISIOLOGI
Proses terjadinya CKD adalah akibat dari penurunan fungsi renal, produk
akhir metabolisme protein yangnormalnya diekresikan kedalam urin
tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produksampah, maka setiap gejala
semakin meningkat. Sehingga menyebabkangangguan kliren renal.
Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat daripenurunan jumlah
glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkanpenurunan klirens
subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.Penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi denganmendapatkan urin 24 jam
untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunyafiltrasi glomelurus atau
akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin.Sehingga kadar
kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogenurea darah
(NUD) biasanya meningkat. (Corwin, 2008)

Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal


karena substansi ini diproduksi secarakonstan oleh tubuh. NUD tidak
hanya dipengarui oleh penyakit renal tahapakhir, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme dan medikasiseperti steroidPenurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh padaretensi cairan dan natrium.
Retensi cairan dan natrium tidak terkontoldikarenakan ginjal tidak mampu
untuk mengonsentrasikan ataumengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehariharitidak terjadi. Natrium dan cairan
sering tertahan dalam tubuh yangmeningkatkan resiko terjadinya oedema,
gagal jantung kongesti, danhipertensi. (Muttaqin, 2011)

Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin dan


kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasienlain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resikohipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkanpenipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.Asidosis metabolik terjadi
akibat ketidakmampuan ginjalmensekresikan muatan asam (H +) yang
berlebihan. Sekresi asam terutamaakibat ketidakmampuan tubulus ginjal
untuk mensekresi amonia (NH3) danmengabsorpsi natrium bikarbonat
(HCO3). Penurunan sekresi fosfat danasam organik lain juga
terjadi.Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi
eritropoetinmenurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan
keletian.Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah
merah,defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
karenasetatus pasien, terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi
anemiaberat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal
yangdiproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum tulang
untukmenghasilkan sel darah merah.

Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare(2001)
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang
memilikihubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang
lainmenurun. Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum
dansebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan
sekresiparathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak
beresponsecara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan
akibatnyakalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang
danmenyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D
(1,25dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal
menurun,seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik
dansering disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari
perubahankomplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju
penurunanfungsi ginjal juga berkaitan dengan gangguan yang mendasari
ekresi proteindan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan
secara signifikansejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah
cenderung akan
cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.
(Muttaqin, 2011)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium
dariaktivasi sistem renin angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
2. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
3. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan
kulit.
4. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan,
mualsampai dengan terjadinya muntah.
5. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran,
tidakmampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
6. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan
dangkal,kusmol, sampai terjadinya edema pulmonal.
7. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium
danpengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi
kolekalsiferon.
(Muttaqin, 2011)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1,020 menunjukkan
penyakit ginjal, pH urine >7,00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK.
Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan keruskan ginjal
dan rasio urine:serum sering 1 : 1.
2. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang
tetapdalam BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat
katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, dan masukan protein.
Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatini
serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan
penyakit.
3. Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi
glomerulus tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein
menghasilkan pelepasan kalium seluler kedalam cairan tubuh,
menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan
disritmia dan hentikan jantung .
4. Pemeriksaan pH. Pasien oligura akut tidak dapat mengeliminasi
muatan metabolic seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh
proses metabolic normal. Selain itu, mekanisme buffer ginjal normal
turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan
karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidoses metabolic
progresif menyertai gagal ginjal (Muttaqin, 2011).
F. PENATALAKSANAAN

1. Dialisis (cuci darah)


2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal

G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian Anamnesis
Pengkajian pada jenis kelamin, pria mungkin disebabkan oleh hipertrofi
prostat. Pada wanita, infeksi saluran kemih yang berulang dapat
menyebabkan GGA, serta pada wanita yang mengalami perdarahan
pasca melahirkan. Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan
produksi miksi. Keluhan lai yang mungkin didapatkan adalah nyeri,
demam, reaksi syok, atau gejala dari penyakit yang ada sebelumnya
(prerenal).
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit
terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan
berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah
penurunan jumlah urine output tersebt ada hubungannya dengan
predisposisi penyebab, seperti pasca-perdarahan setelah melahirkan,
diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah
mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat
NSAID atau pemakaian antibiotic, adanya riwayat pemasangan tranfusi
darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat baru saluran kemin, infeksi system perkemihan
yang berulang, penyakit diabetes mellitus dan penyakit hipertensi pada
masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca-renal.
Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasi.
d. Perubahan Pola Fungsi

1. Aktivitas dan istirahat


Gejala : Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama / berat, palpitasi, nyeri dada
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting
pada kaki dan telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah,
hipotensi, kecenderungan perdarahan
3. Integritas ego
Gejala : Stres, perasaan tak berdaya, tak ada harapan
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, abdomen
kembung, konstipasi, diare
Tanda : Perubahan warna urin (kuning pekat, merah, coklat).
5. Makanan / cairan
Gejala : Peningkatan BB (edema), penurunan bb, anoreksia, mual,
muntah
Tanda : Edema, asites, perubahan turgor kulit
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, kram otot, kesemutan, kelemahan khususnya
ekstremitas bawah
Tanda : Gangguan status mental (penurunan lapang perhatian,
kehilangan memori), penurunan tingkat kesadaran, coma,
kejang.
7. Pernafasan
Gejala : Tachipnea, pernafasan kusmaul, dispnea, batuk produktif
dengan sputum merah muda encer (edema paru)
8. Keamanan
Gejala : Kulit gatal
Tanda : Pruritus.

e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan TTV
2) Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letragi. Pada
TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguria
sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi
mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan
peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
3) B1 (Breathing). Pada periode oliguria sering didapatkan adanya
gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons
terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas
dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini.
Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis
metabolic sehingga didapatkan pernapasan Kussmaul.
4) B2 (Bload). Pada kondisi aztemia berat, saat perawat melakukan
auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang merupakan
tanda khas efusi pericardial sekunder dari sindrom uremik. Pada
system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang
menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran GI. Adanya penurunan
curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan
memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
5) B3 (Brain). Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa). Klien beresiko kejang, efek sekunder akibat
gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri
yang berlanjut pada sindrom uremia.
6) B4 (Bladder). Perubahan pola kemih pada periode oliguri akan
terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine output <400
ml/hari, sedangkan pada periode dieresis terjadi peningkatan yang
menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai
tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan
perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.
7) B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
8) B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum efek
sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
penurunan ekskresi kalium
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan retensi cairan
intersisil dari edema paru dan respon asidosis metabolik
c. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual dan muntah
d. Intoleransi aktivitas b.d anemia, penurunan kekuatan fisik.
e. Perubahan integritas kulit b.d uremia, edema
(Herdman & Kamitsuru, 2015).
2. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

a. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan


penurunan ekskresi kalium
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cairan
elektrolot tubuh berlangsung seimbang
2) Kriteria hasil
a) Intake dan out put seimbang
b) Kadar kaluim dalam darah menurun
3) Intervensi
a) Kaji intake dan output setiap hari
b) Kaji adanya edema ada ekstremitas
c) Anjurkan pasien untuk mengurangi konsumsi garam
d) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit rendah
kalium
b. Cemas berhubungan dengan prognosis penyakit
1) Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan
pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan.
2) Kriteria hasil
1) Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan
diagnostic dan rencana tindakan.
2) Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.
3) Intervensi
1) Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang
mendapat terapi. Rasional : Individu yang berhasil dalam
koping dapat pengaruh positif untuk membantu pasien yang
baru didiagnosa mempertahankan harapan dan mulai
menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima.
(Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal
159).
2) Berikan informasi tentang :
a) Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal
ginjal kronis adalah tak dapat pulih dan bahwa lama
tindakan diperlukan untuk mempertahankan fungsi
tubuh normal.
b) Pemeriksaan diagnostic termasuk : Tujuan ,Diskripsi,
singkat Persiapan yang diperlukan sebelum tes Hasil tes
dan kemaknaan hasil tes.
Rasional :Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa
akan diperlukan selamanya bila ginjal tak dapat pulih.
Memberi pasien informasi mendorong partisipasi dalam
pengambilan keputusan dan membantu mengembangkan
kepatuhan dan kemandirian maksimum. (Rencana Asuhan
Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).

3) Sediakan waktu untuk pasien dan orng terdekat untuk


membicarakan tentang masalah dan perasaan tentang
perubahan gaya hidup yang akan diperlukan untuk
memiliki terapi.
Rasional : Pengekspresian perasaan membantu mengurangi
ansietas. Tindakan untuk gagal ginjal berdampak pada
seluruh keluarga. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1,
Barbara Engram hal 160).
4) Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai
dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk
belajar.
Rasional : Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan
penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan
menerima diagnosis dan konsekuensinya.
5) Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk
memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan
penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasional : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak
harus berubah akibat penyakit.
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan retensi cairan
intersisil dari edema paru dan respon asidosis metabolik
a. Tujuan :setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam
diharapkan tidak terjadi perubahan pola nafas
b. Kriteria hasil
klien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal 16-20 x/menit
c. Intervensi
1) Kaji faktor penyebab asidosis metabolik.
Rasional : Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat
memberikan gambaran sejauh mana terjadi kegagalan
ginjal. Mengeidentifikasi untuk mengatasi penyebab dasar
dari asidosis metabolic
2) Monitor ketat TTV.
Rasional : Perubahan TTV akan memberikan dampak pada
risiko asidosis yang bertambah berat dan berindikasi pada
intervensi untuk secepatnya melakukan koreksi asidosis.
3) Istirahatkan klien dengan posisi fowler.
Rasional : Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru
optimal istirahat akan mengurangi kerja jantung,
meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan menurunkan
tekanan darah.
4) Ukur intake dan output.
Rasional : Penurunan curah jantung, mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
urine output.
5) Kolaborasi berikan cairan ringer laktat secara intravena.
Rasional : Larutan IV ringer laktat biasanya merupakan
cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan asidosis
metabolik dengan selisih anion normal, serta kekurangan
volume ECF yang sering menyertai keadaan ini.
d. Nyeri akut berhubungan dengan kram otot
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri
berkurang atau hilang
b. Kriteria hasil :
1) Pasien mengaakan nyeri berkurang
2) Pasien menampakkan ekspresi nyeri
c. Intervensi :
1) Kaji kualitas nyeri
Rasional : dengan mengkaji kualitas nyeri maka kita dapat
memberikan tindakan keperawatan yang tepat
2) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : teknik relaksasi dapat membentu mereduksi
nyeri
3) Berikan kompres hangat pada abdomen
Rasional : kompres hangat pada abdomen membantu
menguragi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman
4) Berikan posisi yang nyaman
Rasional : posisi sangat mempengaruhi kenyamanan
5) Kolaborasi pemberian analgesik

a) Rasional : dengan diberikan analgesik rasa nyeri dapat


berkurang atau hilang
(Nurarif & Kusuma, 2013)

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doengos, M. E. (2005). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.


Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosa Keperawatan, Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi NANDA & NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction.

Sudoyo, A., & dkk. (2012). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai