Anda di halaman 1dari 10

1.

LIMFOMA NON HODGKIN


PENGERTIAN
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah
bening dan jaringan limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat
dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin.
Pada protokol ini hanya akan dibatasi pada limfoma non-Hodgkin.
Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan sekumpulan besar keganasan primer
kelenjar getah bening dan jaringan limfoid ekstra nodal, yang dapat berasal
dari limfosit B, limfosit T, dan sel NK *”natural killer”. Saat ini
terdapat 36 entitas penyakit yang dikategorikan sebagai LNH dalam
klasifikasi WHO.
EPIDEMIOLOGI
LNH merupakan keadaan klinis yang kompleks dan bervariasi dalam hal
patobiologi maupun perjalanan penyakit. Insidennya berkisar 63.190 kasus
pada tahun 2007 di AS dan merupakan penyebab kematian utama pada kanker
pada pria usia 20-39 tahun. Di Indonesia, LNH bersama-sama dengan limfoma
Hodgkin dan leukemia menduduki urutan peringkat keganasan ke-6.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada
umumnya non-spesifik, diantaranya:
 Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
 Demam 38 derajat C >1 minggu tanpa sebab yang jelas

 Keringat malam banyak


 Cepat lelah
 Penurunan nafsu makan
 Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
 Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di
leher, ketiak atau pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm);
atau sesak napas akibat pembesaran kelenjar getah bening mediastinum
maupun splenomegali.
Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis
yang kurang baik, begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran >
6-10 cm atau mediastinum >33% rongga toraks).
Menurut Lymphoma International Prognostic Index, temuan klinis yang
mempengaruhi prognosis penderita LNH adalah usia >60 tahun, keterlibatan
kedua sisi diafragma atau organ ekstra nodal (Ann Arbor III/IV) dan
multifokalitas

PROSEDUR DIAGNOSTIK

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorik, dan Patologi Anatomik.
Pemeriksaan:

1. Anamnesis Umum
 Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) atau organ
 Malaise umum
Berat badan menurun >10% dalam waktu 3 bulan

 Demam tinggi 38˚C selama 1 minggu tanpa sebab


Keringat malam

 Keluhan anemia (lemas, pusing, jantung berdebar


Penggunaan obat-obatan tertentu

K
 husus:

o Penyakit autoimun (SLE, Sjorgen, Rheuma)


o Kelainan darah
o Penyakit infeksi (Toxoplasma,Mononukleosis,Tuberkulosis,dsb)
o Keadaan defisiensi imun
2. Pemeriksaan Fisik

 Pembesaran KGB
 Kelainan/pembesaran organ (hati/limpa
 Performance status: ECOG atau WHO/Karnofsky

3. Pemeriksaan Diagnostik

A. Biopsi eksisional atau core biopsy


1. Biopsi KGB dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling
representatif, superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar superfisial/perifer
yang paling representatif, maka tidak perlu biopsi intraabdominal atau
intratorakal. Kelenjar getah bening yang disarankan adalah dari leher dan
supraclavicular, pilihan kedua adalah aksila dan pilihan terakhir adalah
inguinal.Spesimen kelenjar diperiksa:
a. Rutin
Histopatologi: sesuai klasifikasi WHO terbaru
b. Khusus
Immunohistokimia
Molekuler (hibridisasi insitu) EBV
2. Diagnosis awal harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak
cukup hanya dengan sitologi. Pada kondisi tertentu dimana KGB sulit
dibiopsi, maka kombinasi core biopsy FNAB bersama-sama dengan
teknik lain (IHK, Flowcytometri `dan lain-lain) mungkin dapat
mencukupi untuk diagnosis.
B. Laboratorium
1. Rutin
Hematologi:

o Darah Perifer Lengkap (DPL) : Hb, Ht, leukosit,trombosit, LED,


hitung jenis

o Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah


o Analisis urin : urin lengkap
Kimia klinik:
 SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein total, albumin-
globulin
 Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin
 Gula darah sewaktu
 Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
 HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg)
Khusus:

 Gamma GT
 Serum Protein Elektroforesis (SPE)
 Imunoelektroforesa (IEP)
 Tes Coomb
 B2 mikroglobulin
C. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi
spina illiaca dengan hasil spesimen minimal panjang 1.5 cm, dan
disarankan 2 cm.
D. Radiologi
Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT Scan
thorak/abdomen. Bila fasilitas tersedia, dapat dilakukan PET CT Scan.
E. Konsultasi THT
Bila Cincin Waldeyer terkena dilakukan laringoskopi.
F. Cairan tubuh lain (Cairan pleura, cairan asites, cairan liquor
serebrospinal)
Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin,
disamping pemeriksaan rutin lainnya.
G. Konsultasi jantung
Menggunakan echogardiogram untuk melihat fungsi jantung
2. LIMFOMA HODGKIN
PENDAHULUAN
Penyakit Hodgkin termasuk dalam keganasan limforetikular yaitu limfoma
malignum, yang terbagi dalam limfoma malignum Hodgkin dan limfoma
malignum non Hodgkin. Kedua penyakit tersebut dibedakan secara histopatologis,
di mana pada limfoma Hodgkin ditemukan sel Reed- Sternberg.
EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Di Amerika Serikat terdapat 7500 kasus baru Penyakit Hodgkin setiap
tahunnya,rasio kekerapan antara laki-laki dan perempuan adalah 1,3-1,4
berbanding 1. Terdapat distribusi umur bimodal,yaitu pada usia 15-34 tahun dan
usia di atas 55 tahun.
Faktor risiko untuk penyakit ini adalah infeksi virus;infeksi virus
onkogenik diduga berperan dalam menimbulkan lesi genetik,virus
memperkenalkan gen asing ke dalam sel target. Virus-virus tersebut adalah virus
Epstein-Barr, Sitomegalovirus, HIV dan Human Herpes Virus-6 (HHV-6). Faktor
risiko lain adalah defisiensi imun, misalnya pada pasien transplantasi organ
dengan pemberian obat imunosupresif atau pada pasien cangkok sumsum tulang.
Keluarga dari pasien Hodgkin (adik-kakak) juga mempunyai risiko untuk terjadi
penyakit Hodgkin.
RIWAYAT PENYAKIT
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri. Gejala
sistemik yaitu demam (tipe Pel-Ebstein), berkeringat malam hari,penurunan berat
badan, lemah badan dan pruritus terutama pada jenis Nodular Sklerosis. Selain itu
terdapat nyeri di daerah abdomen akibat splenomegali atau pembesaran kelenjar
yang masif, nyeri tulang akibat destruksi lokal atau infiltrasi sumsum tulang
GEJALA KLINIS
 Limfadenopati dengan konsistensi rubbery dan tidak nyeri
 Demam, tipe Pel-Ebstein
 Hepatosplenomegali
 Neuropati
Tanda-tanda obstruksi seperti edema ekstremitas, sindrom vena kava,
kompresi medula spinalis, disfungsi hollow viscera.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan darah: anemi, eosinofilia, peningkatan laju endap darah, pada
flow cytometry dapat terdeteksi limfosit abnormal atau limfositosis dalam
sirkulasi.
Pada pemeriksaan faal hati terdapat gangguan faal hati yang tidak sejalan
dengan keterlibatan limfoma pada hati. Peningkatan alkali fosfatase dan adanya
ikterus kolestatik dapat merupakan gejala paraneoplastik tanpa keterlibatan hati.
Dapat terjadi obstruksi biliaris ekstrahepatik karena pembesaran kelenjar getah
bening porta hepatis.
Pemeriksaan faal ginjal: peningkatan kreatinin dan ureum dapat
diakibatkan obstruksi ureter. Adanya nefropati urat dan hiperkalsemi dapat
memperberat fungsi ginjal. Sindroma nefrotik sebagai fenomena paraneoplastik
dapat terjadi pada limfoma Hodgkin. Hiperurisemi merupakan manifestasi
peningkatan turn-over akibat limfoma. Hiperkalsemi dapat disebabkan sekunder
karena produksi limfotoksin (osteoclast activating factor) olen jaringan
limfoma.Kadar LDH darah yang meningkat dapat menggambarkan massa tumor
dan turn-over. Poliklonal hipergamaglobulinemi sering didapatkan pada limfoma
Hodgkin dan Non Hodgkin.
Biopsi Sumsum Tulang
Dilakukan pada stadium lanjut untuk keperluan staging, keterlibatan
sumsum tulang pada limfoma Hodgkin sulit didiagnosis dengan aspirasi sumsum
tulang.
Radiologis
Pemeriksaan foto toraks untuk melihat limfodenopati hilar dan
mediastinal, efusi pleura atau lesi parenkim paru. Obstruksi aliran limfotik
mediastinal dapat menyebabkan efusi chylous (seperti susu).
USG abdomen kurang sensitif dalam mendiagnosis adanya limfodenopati.
Pemeriksaan CT Scan toraks untuk mendeteksi abnormalitas parenkim paru
mediastinal sedangkan CT Scan abdomen memberi jawaban limfodenopati retro
peritoneal, mesenterik, portal, hepatosplenomegali atau lesi di ginjal.
PENTAHAPAN (STAGING)
Penentuan staging sangat penting untuk terapi dan menilai prognosis.
Staging dilakukan menurut Cotswolds (1990) yang merupakan modifikasi dari
klasifikasi Ann Arbor (1971).
Stadium I keterlibatan satu regio kelenjar getah bening atau struktur jaringan
limfoid (limpa, timus, cincin Waldeyer) atau keterlibatan 1 organ ekstralimfatik.
Stadium II Keterlibatan >2 regio kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang
sama (kelenjar hilus bila terkena pada kedua sisi termasuk stadium II);
keterlibatan lokal 1 organ ekstranodal atau 1 tempat dan kelenjar getah bening
pada sisi diafragma yang sama (IIE). Jumlah regio anatomik yang terlibat ditulis
dengan angka (contoh :II).
Stadium III Keterlibatan regio kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma
(III), dapat disertai lien (Ills). atau keterlibatan 1 organ ekstranodal (IIIE) atau
keduanya (IIISE).
III1, Dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening splenik, hilar,seliak
atau portal.
III2, Dengan keterlibatan kelenjar getah bening paraaorta, iliaka dan mesenterika.
Stadium IV Keterlibatan difus/diseminata pada1 atau lebih organ ekstranodal
atau jaringan dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening.

Keterangan yang dicantumkan pada setiap stadium:


A Tanpa gejala
B Demam (suhu >38 oC), keringat malam, penurunan berat badan > 10 % dalam
waktu 6 bulan sebelumnya)
X Bulky disease (pembesaran mediastium >1/3, adanya massa kelenjar dengan
diameter maksimal 10 cm)
E Keterlibatan 1 organ ekstranodal yang contiguous atau proksimal terhadap
regio kelenjar getak bening
CS Clinical stage
PS Pathologic stage (misalnya ditentukan pada laparotomi)

KLASIFIKASI LIMFOMA HODGKIN


Biopsi kelenjar secara eksisi biasanya memberi hasil gambaran
histopatologis lebih jelas dari biopsi cucuk jarum (fine needle biopsy)
Klasifikasi Rye:
 Lymphocyte Predominant
 Nodular sclerosis
 Mixed cellularity
 Lymphocyte depletion
Klasifikasi WHO:
 Nodular lymphocyte predominance Hodgkin Lymphoma (Nodular
LPHL):Saat ini dikenal sebagai indolent B-cell Non Hodgkin Lymphoma
dan bukan true Hodgkin Disease. Tipe ini mempunyai sel limfosit dan
histiosit, CD 20 positif tetapi tidak memberikan gambaran sel Reed-
Stenberg.
 Classic Hodgkin Limphoma: Lymphocyte rich, Nodular sclerosis, Mixed
cellurarity, Lymphocyte depleted.
TERAPI
Pengobatan limfoma Hodgkin adalah radioterapi ditambah kemoterapi,
tergantung dari staging (Clinical stage = CS) dan faktor risiko.
Radioterapi meliputi extended field radiotherapy (EFRT), involved field
radiotherapy (IFRT) dan radioterapi (RT) pada Limfoma Residual atau Bulky
Disease.
Faktor risiko untuk terapi menurut German Hodgkin's Lymphoma Study
Group (GHSG) meliputi:
 Massa mediastinal yang besar
 Ekstranodal
 Peningkatan laju endap darah, > 50 untuk tanpa gejala atau > 30 untuk
dengan gejala (B)
 Tiga atau lebih regio yang terkena
Menurut EORTC/GELA (European Organization for Research and Treatment of
Carcinoma/Groupe d'Etude des Lymphomes de l'Adulte) faktor risiko yaitu: --
- Massa mediastinal yang besar
- Usia 50 tahun atau lebih
- Peningkatan laju endap darah
- Keterlibatan 4 regio atau lebih
Dalam guideline yang dikeluarkan oleh National Comprehensive Cancer
Network (2004) regiman kemoterapi yang direkomendasikan adalah ABVD dan
Stanford V sebagai kemoterapi terpilih.
Terapi lain Penyakit Hodgkin yang masih diteliti adalah: Imunoterapi
dengan antibodi monoklonal anti CD 20, imunotoksin anti CD 25, bispesifik
monoklonal antibodi CD 16/CD 30 bispesifik antibodi dan radio
immunoconjugates.
PROGNOSIS
Ada tujuh faktor risiko independen untuk memprediksi masa bebas
progresi penyakit FFR (Freedom From Progression), yaitu :
1). Jenis Kelamin,
2). Usia >45 tahun;
3). Stadium IV; 4). Hb <10 gr%;
5). Leukosit > 15000/ mm;
6). Limfosit <600/mm³ atau <8% leukosit;
7). Serum albumin <4 gr%
Pasien tanpa faktor risiko FFP = 84%, dengan satu faktor risiko FFP =
77%, dengan dua faktor risiko FFP = 67%, tiga faktor risiko FFP = 60%, empat
faktor risiko FFP 51%, lima faktor risiko atau lebih FFP = 42%.

SUMBER :
1. Nasional, Komite Penanggulangan Kanker. "Panduan Penatalaksanaan
LIMFOMA non Hodgkin’s." Kementrian Kesehat. Republik Indones (2016): 1-38.
2. Adiwijono. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai