Anda di halaman 1dari 10

Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin

Insiden Meroket!
The American Cancer Society memperkirakan terdapat 53.600 kasus baru setiap tahun
dan 23.800 di antaranya meninggal dunia akibat LNH pada tahun 1997. Di Indonesia, menurut
ProI Dr dr Arry Haryanto SpPD KHOM, LNH menduduki peringat ke-6 kanker terbanyak.
LNH lebih sering diderita pada usia lanjut dengan usia pertengahan (median) 50 tahun.
Laki-laki lebih sering menderita LNH daripada perempuan dengan rasio 2:1. Insidennya meroket
tiap tahun sekitar 3-4 dan 4 kali lebih banyak daripada PH. Jenis LNH yang paling sering
diderita pada anak-anak adalah limIoma Burkitt sedangkan pada dewasa muda adalah limIoma
limIoblastik keganasan tinggi.

!enyebab
Sebagian besar kasus LNH tidak diketahui penyebabnya. Akan tetapi, prevalensinya
meningkat pada penderita PH yang diterapi kemoradiasi, pasien imunodeIisiensi yang
disebabkan virus Epstein-Barr, pasien immunodeIisiensi herediter contoh ataksia teleangiektasia,
Chediak-Steinbruck-Higashi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Sjrgen, dan tiroiditis
Hashimoto serta virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV).
Selain itu, kelainan genetik dituding ikut berperan. Sebagai contoh, translokasi 8;14 pada
limIoma Burkitt. Pada translokasi itu onkogen c-myc pada kromosom 8 terikat dengan lokus
rantai berat immunoglobulin pada kromosom 14. Contoh lain adalah translokasi 14;18 dimana
onkogen bcl-2 pada kromosom 18 berdekatan/berjajaran dengan lokus rantai berat
immunoglobulin pada kromosom 14.

eda Dengan !enyakit Hodgkin
Lebih dari 60 pasien LNH akan mengalami limIadenopati pembesaran kelenjar getah
bening (KGB) yang biasanya disertai tanda-tanda sistemik seperti demam, berat badan
menurun lebih dari 10 kg dalam 6 bulan terakhir, serta keringat di malam hari. Keterlibatan
cincin Waldeyer, KGB epitroklear dan mesenterika lebih mengarah kepada LNH daripada PH.
Sekitar 20 pasien mengalami adenopati mediastinum disertai batuk dan rasa berat di dada. Bila
limIoadenopati terjadi masiI, dapat dijumpai gejala sindom obstruksi vena kava superior.
Sindrom tersebut sering ditemukan pada LNH jenis sel besar diIus.
Konsistensi KGB pada LNH keras, berbatas tegas dan mempunyai ekstrakapsul.
Keterlibatan limpa, hati, dan sumsum tulang ditemukan pada 50 LNH keganasan rendah yang
mengakibatkan pasien mengalami anemia, trombositopenia dan leukopenia (pansitopeni).
ManiIestasi ekstralimIatik seperti pada otak, paru, lambung, usus halus, tulang, dan testis sering
dijumpai pada LNH keganasan tinggi %abel 1].

%abel 1. !erbedaan Gejala Klinis antara LNH dan !H
LNH !H
!ola KG yang terlibat SentriIugal; KGB yang
terlibat lebih luas
Sentripetal; KGB yang
terlibat setempat-setempat
(terlokalisasi); KGB aksila
adalah yang paling sering
terkena

Sifat KG Keras dan berbatas
tegas
Kenyal
incin Waldeyer, KG
epitroklear, traktus
gastrointestinal dan
testis
-
KG Abdomen - ; kecuali pada penderita
PH jenis sel B dan usia
lanjut
KG mediastinum 20 pasien ~ 50 pasien
Sumsum tulang -
Hati ; terutama pada tipe
limIoma Iolikuler
-

Diagnosis
Masih dari situs yang sama, dr Djumhana Atmakusuma SpPD KHOM menegaskan
bahwa mengenali gejala saja tidak dapat langsung menegakkan diagnosis LNH. Banyak gejala
LNH yang juga ditemukan pada penyakit lain. Pembesaran kelenjar getah bening, misalnya,
dapat ditemukan pada tuberkulosis limIe atau merupakan salah satu bentuk perlawanan tubuh
terhadap inIeksi virus. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang seperti radiologi, histologi,
analisis imunologi dan molekuler perlu dilakukan.
Pada Ioto dada postero-anterior dan lateral dapat ditemukan tanda-tanda adenopati
daerah hilus atau mediastinum, eIusi pleura atau perikardial, dan keterlibatan parenkim paru. CT-
Scan abdomen, pelvis, dada dan leher dapat dijumpai tanda pembesaran KGB, hati dan limpa
(hepatosplenomegali), atau kesan 1illing de1ect pada hati dan limpa.
Pemeriksaan bone scan, gallium scan, dan MRI dilakukan pada indikasi-indikasi
tertentu. Bone scan, misalnya, dilakukan bila pasien mengeluh nyeri tulang atau didapatkan
peningkatan kadar alkalin IosIatase. Gallium scan digunakan untuk mendeteksi awal penyakit,
tanda kekambuhan, dan menilai respon pengobatan. Sementara MRI otak dan saraI tulang
belakang diindikasikan bila limIoma sudah merambah ke susunan saraI pusat, selaput
meningens, paraspinal, atau tulang belakang.

Klasifikasi
KlasiIikasi LNH telah mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Pada tahun 1956
klasiIikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport membagi limIoma menjadi tipe nodular
dan diIus kemudian subtipe berdasarkan pemeriksaan sitologi. ModiIikasi klasiIikasi ini terus
berlanjut hingga pada tahun 1982 muncul klasiIikasi orking Formulation yang membagi
limIoma menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis.
Seiring dengan kemajuan imunologi dan genetika maka muncul klasiIikasi terbaru pada tahun
1982 yang dikenal dengan Revised European-American classi1ication o1 Lymphoid Neoplasms
(REAL classi1ication). Meskipun demikian, klasiIikasi orking Formulation masih menjadi
pedoman dasar untuk menentukan diagnosis, pengobatan, dan prognosis %abel 2].

%abel 2. Klasifikasi !atologi erdasarkan Working Formulation
Keganasan rendah LimIoma malignum, limIositik kecil
LimIoma malignum, Iolikular, didominasi sel
berukuran kecil cleaved
LimIoma malignum, Iolikular, campuran sel berukuran
kecil cleaved dan besar

Keganasan menengah

LimIoma malignum, Iolikular, didominasi sel
berukuran besar
LimIoma malignum, diIus, sel berukuran kecil
LimIoma malignum, diIus, campuran sel berukuran
kecil dan besar
LimIoma malignum, diIus, sel berukuran besar

Keganasan tinggi

LimIoma malignum, sel imunoblastik berukuran besar
LimIoma malignum, sel limIoblastik
LimIoma malignum, sel berukuran kecil noncleaved

Lain-lain

Komposit
Mikosis Iungoides
Histiosit
Ekstamedular plasmasitoma
Tidak terklasiIikasi

Stadium
Stadium pada LNH ditentukan berdasarkan Ann Arbor yang juga digunakan pada PH.
Penentuan stadium ini sangat penting untuk melakukan perencanaan penatalaksanaan dan
menilai prognosis %abel 3].
Kemudian, Hence O`Reilly dan Connors memodiIikasi stadium LNH untuk kepentingan
klinis berdasarkan stadium Ann Arbor, umur pasien dan ukuran tumor %abel 4].
Pada pasien LNH keganasan rendah sangat penting diketahui apakah pasien tersebut
tergolong stadium I atau II sebab radioterapi dapat bersiIat kuratiI pada stadium tersebut.

%abel 3. Stadium erdasarkan Ann Arbor
Stadium I Penyakit menyerang satu regio KGB (I); atau satu organ
ekstralimIatik (I
E
)

Stadium II Penyakit menyerang dua atau lebih KGB pada satu sisi
diaIragma (atas atau bawah diaIragma); atau satu organ
ekstralimIatik dan satu atau lebih KGB pada satu sisi diaIragma
(II
E
)

Stadium III Penyakit menyerang KGB pada kedua sisi diaIragma, yang
dapat disertai dengan keterlibatan limpa (III
S
) atau terlokalisasi
pada satu organ ekstralimIatik (III
E
) atau keduanya (III
SE
)

Stadium IV Penyakit menyerang KGB secara diIus mengenai satu atau lebih
organ ekstralimIatik, dengan atau tanpa disertai keterlibatan
pada KGB

Tambahan:
Pada semua stadium tersebut dapat ditambahkan huruI A atau B berdasarkan ada
tidaknya gejala konstitusional yaitu sebagai berikut:
A: tidak terdapat gejala konstitusional seperti demam, keringat malam, dan/atau
penurunan berat badan 10 selama 6 bulan
B: terdapat gejala konstitusional



%abel 4. Modifikasi Stadium erdasarkan O`Reilly dan onnors
Stadium dini (limited stage Stadium lanjut (advanced stage
Ann Arbor stadium I atau II; dan
Tidak ada gejala limIoma B; dan
Ann Arbor stadium III atau IV; atau
Ada gejala limIoma B; atau
&kuran diameter tumor 10 cm &kuran diameter tumor ~ 10 cm

!ilih-!ilih %erapi
Jenis terapi yang akan dipilih tergantung dari stadium, tipe histologi, umur pasien dan
status perIormans. Pada awalnya, pemilihan terapi pada LNH sama dengan PH yaitu radioterapi.
Akan tetapi pada tahun 1950-1960 penggunaan kemoterapi menunjukkan hasil yang baik pada
PH, sehingga diterapkan pula pada LNH tahun 1970.
Saat ini radioterapi sering dikombinasikan dengan kemoterapi untuk menghilangkan sisa-
sisa tumor (residu) pada KGB maupun organ ekstralimIatik %abel 5].

!enatalaksanaan pada Limfoma Keganasan Rendah
1. Stadium I-II (terbatas
Prognosis pasien secara umum baik. Bila lesi terlokalisasi dan pasien tidak mempunyai
gejala khas sel B, radioterapi menjadi pilihan utama. Jenis radioterapinya adalah radiasi lapangan
terbatas (involved 1ield radiotherapy/IFRT) dengan dosis 35-45 Gy dalam 10-20 Iraksi selama 2-
4 minggu.
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien dengan stadium 1 dan 2 yang ditatalaksana
dengan radioterapi adalah sekitar 70. Kebanyakan kekambuhan terjadi pada daerah yang tidak
diradiasi.
AlternatiI terapi yang lain adalah hanya melihat dan menunggu (watch-and-wait) sampai
penyakit menunjukkan progresiIitas atau dengan menggunakan kemoterapi saja. Kemoterapi
yang diberikan adalah klorambusil atau sikloIosIamid. Pada stadium terbatas keganasan rendah,
kemoterapi adjuvan diikuti radiasi akan menurunkan risiko kekambuhan.
Radiasi total KGB (total lymphatic irradiation/TLI) tidak digunakan pada stadium I dan
II karena belum ada bukti yang mendukung bahwa TLI lebih baik daripada IFRT.

2. Stadium III-IV (lanjut
Penatalaksanaan pada stadium lanjut keganasan rendah masih kontroversial. Ada yang
hanya melihat dan menunggu tetapi ada juga yang memberikan kemoterapi tunggal atau malah
gabungan kemo-radioterapi.
Terapi pada stadium III keganasan rendah meliputi IFRT dengan dosis rendah atau
menggunakan regimen tunggal alkylating agent seperti klorambusil atau sikloIosIamid. Selain
itu TLI dosis tinggi juga dapat dilakukan bahkan dapat menurunkan kejadian kekambuhan dan
meningkatkan angka ketahanan hidup. Radiasi total tubuh (total body irradiation/TBI) dapat
dilakukan sebagai terapi paliatiI. Dosis TBI yang dianjurkan adalah 1-1,5 Gy dengan 10cGy tiap
Iraksi, 5 Iraksi tiap minggu, diikuti masa vakum (tidak dilakukan radiasi) selama 2-3 minggu,
kemudian ditambah 1,7 Gy.

!enatalaksanaan pada Keganasan Menengah
1. Stadium I-II (terbatas
Secara keseluruhan keberhasilan kuratiI dari radioterapi pada stadium I dan II keganasan
menengah berkisar 40-50. Yang menjadi Iaktor kegagalan radioterapi adalah stadium II dengan
keterlibatan KGB ~ 2, ukuran tumor ~ 2-3 cm, usia ~ 60 tahun, ada gejala sel B, dan keterlibatan
organ ekstralimIatik selain abdomen, tiroid dan cincin Waldeyer. Pada pasien IA dan IIA yang
terlokalisasi, usia 60 tahun, dan ukuran tumor ( 2,5 cm) menunjukkan angka keberhasilan 70-
80 dengan IFRT saja.
Anjuran dosis radiasi untuk mengontrol tumor lokal adalah 30-35 Gy, 1,75-3 Gy tiap
Iraksi selama 3-4 minggu. Pada beberapa keadaan seperti limIoma otak primer, ukuran tumor
besar, dan beberapa limIoma sel T, dosis radiasi tersebut kurang berhasil dalam mengontrol
tumor lokal. Sebagai alternatiInya dapat digunakan kemoterapi. Kombinasi kemoterapi dan
radioterapi bahkan mampu menghilangkan gejala dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya
keberhasilan dengan kemoterapi saja belum ada penelitian sahih sampai saat ini.
Anjuran terapi pada limIoma sel berukuran besar stadium I atau II adalah kemoterapi
CHOP (sikloIosIamid, doksorubisin, vinkristin, prednison) jangka pendek sebanyak 3 siklus,
kemudian diikuti IFRT bila ukuran tumor tidak besar; atau kemoterapi jangka panjang diikuti
radiasi bila ukuran tumor ~ 10 cm atau adanya keterlibatan organ eksralimIatik.

2. Stadium III-IV (lanjut
Pada stadium lanjut (III atau IV), kemoterapi dengan regimen CHOP merupakan terapi
baku. Penggunaan radioterapi sebagai adjuvan masih kontroversial. Akan tetapi pada beberapa
keadaan, radioterapi dapat mencegah kekambuhan. Radioterapi dapat mencegah kekambuhan
testis kontralateral pada limIoma testis. Radioterapi adjuvan dapat dipertimbangkan pada pasien
usia lanjut yang tidak diperbolehkan mendapat kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sumsum
tulang. Dengan demikian, radioterapi pada stadium lanjut sebenarnya lebih diperuntukkan
sebagai terapi paliatiI daripada kuratiI.

IFR%
IFRT merupakan teknik radioterapi yang umum dipakai pada LNH. Pada stadium IA atau
IE, daerah KGB diradiasi secara in toto. Misalnya, bila cincin Waldeyer ikut terlibat, radiasi
harus dilakukan pada seluruh KGB di daerah leher hingga daerah inIraklavikular. Sementara itu,
pada kasus dimana saluran pencernaan ikut terlibat, radiasi harus diberikan dengan lapang
pandang seluruh abdomen.
Pada stadium II atau III-IV, terkadang pasien masih memiliki sisa tumor (residu) meski
telah menyelesaikan siklus kemoterapi dengan lengkap. Biasanya KGB residu paling sering
ditemukan di mediastinum, dapat juga di retroperitoneum, leher dan daerah inguinal. Disinilah
IFRT berperan sehingga angka ketahanan hidup pasien lebih tinggi.

%I
TBI digunakan sebagai terapi paliatiI pada LNH keganasan rendah. Sedangkan pada
keganasan menengah dan tinggi dimana angka kekambuhan cukup tinggi yaitu 50-60, perlu
dilakukan salvage therapy yang terdiri dari kemoterapi dan terapi mieloablatiI. TBI termasuk
dalam komponen mieloablatiI.
Oleh karena lapangan radiasi dari TBI sangat luas (seluruh tubuh) maka biasanya
toleransi pasien rendah sehingga dosis TBI pun diatur sedemikian rupa yaitu dengan total dosis
adalah 150 cGy dalam 10 Iraksi, 2 kali setiap minggu.

%erapi !aliatif
Masalah utama dari LNH adalah metastasis ke tulang atau saraI tulang belakang. Bila hal
itu terjadi, penanganannya sangat sulit terutama bila mengenai daerah paraspinal. Steroid
diberikan sebagai terapi inisial yaitu dexametason parenteral 4-8 mg setiap 8 jam.
Selain medikamentosa, radioterapi juga dapat digunakan sebagai terapi paliatiI.
Radioterapi yang diberikan harus mencakup batas aman (sa1e margin) yaitu 3-5 cm di atas dan
bawah dari batas luar tumor. Dosis hiperIraksinasi (30 Gy/10 Iraksi) mengakibatkan dekompresi
yang cepat dan perbaikan gejala neurologis pada kasus LNH paraspinal. Dosis radiasi pada
metastasis tulang adalah 30 Gy dalam 10 Iraksi selama 2 minggu atau 20 Gy dalam 5 Iraksi
selama 1 minggu.


%abel 5. !enatalaksanaan LNH erdasarkan %ipe Keganasan dan Stadium
Stadium I dan II Stadium III dan IV
Keganasan
Rendah
Rekomendasi:
Radioterapi lapangan
terbatas (involvement 1ield
radiation therapy)





AlternatiI:
Kombinasi terapi (dengan
kemoterapi)
Rekomendasi:
Asimtomatik atau ukuran
tumor kecil:
Observasi dan de1erred
Simtomatik atau ukuran
tumor besar:
Kombinasi kemoterapi
dengan tanpa interIeron

AlternatiI:
Asimtomatik atau bulk kecil:
Kemoterapi regimen tunggal
Total-body irradiation
Keganasan
Menengah/%inggi
Rekomendasi:
Kemoterapi CHOP diikuti
dengan involved-1ield
radiation therapy
Rekomendasi:
Kemoterapi CHOP
Radiasi adjuvan atau
proIilaksis
ProIilaksis kraniospinal

Rituximab
Hasil penelitian yang dilakukan oleh kelompok limIoma dunia (GELA atau Group
d`Etude des Lymphomes de l`adulte) menyimpulkan, kombinasi rituximab dengan CHOP
memberi angka kesembuhan yang lebih baik daripada CHOP saja. Penelitian yang dipimpin oleh
ProI Mark Hertzberg dari &niversity oI Sydney ini menunjukkan adanya perbedaan angka
harapan hidup yang cukup signiIikan. Sekitar 53 pasien LNH yang diterapi kombinasi dapat
hidup setelah 3 tahun pengobatan, sedangkan yang diterapi CHOP saja hanya 35. Rituximab
merupakan antibodi monoklonal yang bekerja spesiIik hanya pada sel tumor sehingga eIek
toksisistasnya kecil.
Saat ini pengembangan terapi terus dilakukan terutama yang mengarah pada targeted
therapy. &saha itu bukan tanpa alasan sebab LNH adalah salah satu penyakit kanker yang
potensial untuk disembuhkan. Dengan demikian, kita dapat membuka kembali harapan sang
rocker, juga pasien-pasien lainnya.

Anda mungkin juga menyukai