Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Neuropsikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara otak dan
perilaku, disfungsi otak dan perilaku, dan melakukan assesmen dan treatment untuk
perilaku dengan fungsi otak yang terganggu. Sedangkan asesmen neuropsikologis adalah
sebuah metode untuk menggambarkan fungsi otak berdasarkan pada performance pasien
melalui test-test yang distandarisasi, yang telah terbukti memiliki indicator akurat
mengenai hubungan otak perilaku.1,2
Dalam lima tahun terakhir, neuropsikologi berkembang pesat. Ini terlihat dari
jumlah anggota asosiasi Neuropsikologi, program pelatihan, makalah-makalah yang
dipublikasikan, dan posisi-posisi tugas berkaitan dengan Neuropsikologi di Amerika
Serikat yang meningkat.3
Sebagai ilmu, Neuropsikologi dianggap sebagai salah satu bagian dari Biopsikologi.
Bidang lain yang termasuk dalam biopsikologi antara lain; psikologi faal, psikofisiologi,
dan psikologi perbandingan. Neuropsikologi adalah interface neurologi dan neurosains,
yang dipacu oleh kemajuan yang sangat pesat dalam penelitian biokimia, ilmu faal,
histologi susunan syaraf pusat. Neuropsikolog atau neurology berasumsi bahwa perilaku
mausia, kepribadiannya, proses psikopatologi dan strategi kognitif diantarai (mediated)
oleh otak Neuropsikologi klinis yang bertujuan mendeteksi dan mendiagnosis proses
neuropatologi, dan menjembatani gap antara dengan ilmu-ilmu perilaku. Neuropsikologi
klinis melakukan evaluasi kekuatan dan kelemahan aspek kognitif, aspek psikologis, serta
menentukan hubungannya dengan fungsi otak.1,3
Terdapat dua pendekatan utama terhadap pengujiam neuroplsikologik salah satunya
melibatkan pemberian deretan uji komperhensif dimana yang paling luas digunakan
adalah Halstead-Reitan dan Luria Nebraska.1 Tes Luria Nebraska menilai berbagai fungsi
kongnitif: daya ingat, fungsi motorik, irama, fungsi taktil, auditoris, dan visual: bicara
reseptif dan ekspresif, menulis, mengeja, membaca dan aritmatika. 3,4 Makalah berikut
akan membahas lebih jauh tentang neuropsikologi test Luria Nebraska.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Neuropsikologi
Neuropsikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara otak dan
perilaku, disfungsi otak dan perilaku, dan melakukan assesmen dan treatment untuk
perilaku dengan fungsi otak yang terganggu. Sedangkan asesmen neuropsikologis adalah
sebuah metode untuk menggambarkan fungsi otak berdasarkan pada performance pasien
melalui test-test yang distandarisasi, yang telah terbukti memiliki indikator akurat
mengenai hubungan otak perilaku.1 Sebagian ilmu neuro psikologi dianggap salah satu
bagian dari biopsikologi. Bidang lainnya yang juga termasuk biopsikologi, psikologi faal,
psikofarmakologi, psikofisiologi, dan psikologi perbandingan. Neuropsikologi adalah
interface neurologi dan neurosains, yang dipacu oleh kemajuan yang sangat pesat dalam
penelitian biokimia, ilmu faal, histologi susunan syaraf pusat.1,2,4
Tujuan penilaian neuropsikologik adalah untuk menilai gangguan kognitif akibat
penyebab organic, digunakan untuk membantu menegakan diagnosis, membantu dalam
menemukan lokasi perencanaan rehabilitasi, pemantauan kemajuan dan menilai
prognosis. Terdapat dua pendekatan utama terhadap pengujiam neuroplsikologik salah
satunya melibatkan pemberian deretan uji komperhensif dimana yang paling luas
digunakan adalah Halstead-Reitan dan Luria Nebraska.1 Tes Halstead-Reitan terdiri dari
10 tes berupa:1
1. Tes Kategori
2. Tes kinerja tactual
3. Tes irama
4. Tes osilasi jari
5. Tes presepsi kecepatan bicara
6. Tes membuat jejak
7. Frekuensi kedipan kritikal
8. Tes merasakan waktu
9. Tes skrining afasia
10. Tes sensori preseptual
2

Tes Luria Nebraska menilai berbagai fungsi kongnitif: daya ingat, fungsi motorik,
irama, fungsi taktil, auditoris, dan visual: bicara reseptif dan ekspresif, menulis, mengeja,
membaca dan aritmatika.1
Pemeriksaan Neuropsikologi
Tes neuropsikologi tugas-tugas khusus dirancang digunakan untuk mengukur
fungsi psikologis diketahui terkait dengan struktur otak tertentu atau jalur. Tes digunakan
untuk penelitian fungsi otak dan dalam pengaturan klinis untuk diagnosis defisit. Mereka
biasanya melibatkan administrasi sistematis prosedur yang jelas dalam lingkungan
formal. Tes neuropsikologi biasanya diberikan kepada satu orang yang bekerja dengan
pemeriksa di lingkungan kantor yang tenang, bebas dari gangguan. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa tes neuropsikologi di kali menawarkan perkiraan tingkat puncak
seseorang kinerja kognitif. Tes neuropsikologi merupakan komponen inti dari proses
melakukan penilaian neuropsikologis, bersama dengan faktor personal, interpersonal dan
kontekstual.1,4,5
Kebanyakan tes neuropsikologi digunakan saat ini didasarkan pada teori
psikometri tradisional. Dalam model ini, nilai mentah seseorang pada tes dibandingkan
dengan populasi umum sampel normatif besar, yang idealnya harus diambil dari populasi
sebanding dengan orang yang sedang diperiksa. Studi normatif sering menyediakan data
dikelompokkan berdasarkan usia, tingkat pendidikan, dan / atau etnis, di mana faktorfaktor seperti telah ditunjukkan oleh penelitian untuk mempengaruhi kinerja pada tes
tertentu. Hal ini memungkinkan untuk kinerja seseorang akan dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang sesuai, dan dengan demikian memberikan penilaian yang adil
fungsi kognitif mereka saat ini.,5
Analisis berbagai tes neuropsikologi dapat dibagi menjadi empat kategori.
Pertama adalah analisis kinerja secara keseluruhan, atau seberapa baik yang dilakukan
orang dari tes untuk menguji bersama dengan bagaimana mereka melakukan
dibandingkan dengan nilai rata-rata. Kedua kiri-kanan perbandingan: seberapa baik
seseorang melakukan tugas-tugas tertentu yang berhubungan dengan sisi kiri dan kanan
tubuh. Ketiga adalah tanda-tanda pathognomic, atau hasil tes khusus yang langsung
3

berhubungan dengan gangguan yang berbeda. Akhirnya, kategori terakhir adalah pola
diferensial, yang nilai tes aneh yang khas untuk penyakit atau jenis kerusakan tertentu. 5
Tes-tes tersebut terbagi dalam : 1,2,4,6
Intelegensi:
a)
b)
c)
d)
e)

National Adult Reading Test (NART)


Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS)
Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC)
Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI)
Wechsler Test of Adult Reading (WTAR)

Ingatan:
a) California Verbal Learning Test
b) Cambridge Prospective Memory Test (CAMPROMPT)
c) Memory Assessment Scales (MAS)
d) Rey Auditory Verbal Learning Test
e) Rivermead Behavioural Memory Test
f) Test of Memory and Learning (TOMAL)
g) Wechsler Memory Scale (WMS)
h) Test of Memory Malingering (TOMM)
Bahasa:
a) Boston Diagnostic Aphasia Examination
b) Boston Naming Test
c) Comprehensive Aphasia Test (CAT)
4

d) Multilingual Aphasia Examination

Fungsi Eksekutif:
a) Behavioural Assessment of Dysexecutive Syndrome (BADS)
b) CNS Vital Signs (Brief Core Battery)
c) (CPT)
d) Controlled Oral Word Association Test (COWAT)
e) d2 Test of Attention
f) Delis-Kaplan Executive Function System (D-KEFS)
g) Digit Vigilance Test
h) Figural Fluency Test
i) Halstead Category Test
j) Hayling and Brixton tests
k) Kaplan Baycrest Neurocognitive Assessment (KBNA)
l) Kaufman Short Neuropsychological Assessment
m) Paced Auditory Serial Addition Test (PASAT)
n) Rey-Osterrieth Complex Figure
o) Ruff Figural Fluency Test
p) Stroop task

q) Test of Variables of Attention (T.O.V.A.)


r) Tower of London Test
s) Trail-Making Test (TMT) or Trails A & B
t) Wisconsin Card Sorting Test (WCST)
u) Symbol Digit Modalities Test
v) Test of Everyday Attention (TEA)
Batteries assessing multiple neuropsychological functions
a) Barcelona Neuropsychological Test (BNT)
b) Cambridge Neuropsychological Test Automated Battery (CANTAB)
c) Cognistat (The Neurobehavioral Cognitive Status Examination)
d) Cognitive Assessment Screening Instrument (CASI)
e) Cognitive Function Scanner (CFS)
f) Dean-Woodcock Neuropsychology Assessment System (DWNAS)
g) General Practitioner Assessment Of Cognition (GPCOG)
h) Hooper Visual Organization Test
i) Luria-Nebraska Neuropsychological battery
j) MicroCog
k) Mini mental state examination (MMSE)
l) NEPSY
6

m) Repeatable Battery for the Assessment of Neuropsychological Status


n) CDR Computerized Assessment System

Tes Luria Nebraska


Luria Nebraska neuropsikologis Baterai (LNNB) adalah baterai standar tes
neuropsikologi yang dirancang untuk memberikan informasi yang berguna dalam
diagnosis dan pengobatan kerusakan otak atau disfungsi. Ini terdiri dari 269 item secara
terpisah diberikan dan mencetak yang dipilih secara empiris atas dasar sensitivitas
mereka untuk gangguan perilaku yang dihasilkan dari kerusakan otak. Item ini
memungkinkan penilaian berbagai banyak daerah utama termasuk motorik, persepsi
(pendengaran, taktil, visual), bahasa (bicara reseptif, ekspresif ), akademik (membaca
pengakuan, mengeja, menulis, berhitung), memori, dan fungsi intelektual1,7
Luria Nebraska baterai neuropsikologi adalah tes standar berdasarkan teori Alexander
Luria mengenai neuropsikologi berfungsi menilai 14 skala penilaian Luria Nebraska:2,3,7
1. Fungsi motorik
2. Irama
3. Fungsi taktil
4. Fungsi penglihatan
5. Bicara reseptif
6. Bicaraekspresif
7. Penulisan
8. Membaca
9. Menghitung
10. Daya ingat
11. Proses intelektual
12. Patognomonik
13. Otak kiri
14. Belahan kanan
Terdapat dua versi tes Luria Nebraska dikelompokan berdasarkan usia dewasa, 13
sampai 14 tahun dan di atas 15 tahun dan nak-anak usia 8-12 tahun.6
Pemeriksaan Fungsi Kongnitif

Otak dapat dibagi menjadi beberapa domain kognitif atau sistem fungsional,
yakni, perhatian, memori, bahasa, persepsi, praksis, dan fungsi eksekutif. Berbagai
subdivisi tersebut, keseluruhannya berfungsi dan berkerja dalam keteraturan, tidak
terisolasi, guna menghasilkan keluaran yang kita kenal sebagai kesadaran, selanjutnya
keberadaan hal tersebut mengarahkan para klinisi menuju sebuah pendekatan terstruktur
yang dapat digunakan untuk mengetahui penilaian klinis atas fungsi kognitif. Sekarang
ini, berkembang sebuah model yang menjelaskan terdapatnya jejaring neural yang
didistribusikan dan diperagakan dengan menggunakan titik-titik nodal yang memiliki
kecenderungan untuk membentuk fungsi tertentu otak yang lebih terspesialisasi,
pemikiran tersebut menelurkan gagasan yang menyatakan terdapatnya berbagai pusat
dalam otak yang mengatur fungsi-fungsi tertentu.7,8
Domain-domain neurokognitif tersebut dapat dideskripsikan menjadi domaindomain yang bersifat terlokalisir, dimana hal tersebut mengimplikasikan lateralisasi
menuju salah satu bagian hemisfer yang bersangkutan, terjadinya kerusakan fokal pada
regio/area tersebut dapat mengakibatkan gangguan fungsi spesifik; dan domain-domain
yang bersifat terdistribusi (distributed), dimana hal tersebut mengimplikasikan
keberadaan sebuah fungsi yang tak terlokalisir (non-localized function), yang umumnya
melibatkan keterlibatan dari kedua hemisfer dan/atau berbagai struktur subhemisferik
(ganglia basalis, batang otak), dimana kerusakan yang terjadi secara masif biasanya baru
dapat menimbulkan terjadinya gangguan berbagai fungsi tersebut. Lebih lanjut, domaindomain tersebut akan dibagi menjadi ke dalam subdivisi yang lebih detail, atau terbagi
dalam sejumlah subsistem atau fungsi-fungsi spesifik yang selanjutnya ketika terjadi
kerusakan tertentu dapat mengalami gangguan secara selektif, dimana hal tersebut
menunjukkan keberadaan substrat-substrat neuropsikologis yang dengan eksplisit terbagi
secara fungsional. Terdapat beberapa tes yang dapat digunakan oleh ahli neuropsikolog
dalam mengevaluasi fungsi kognitif pasien, baik fungsinya secara global maupun fungsi
dari berbagai domain secara individual.5,8
Keragaman berbagai tes tersebut mungkin membingungkan bagi para klinisi non
spesialis neurologi. Lebih-lebih, keragaman berbagai pilihan atas instrumen-instrumen tes
yang digunakan dalam studi-studi yang berbeda dapat mengakibatkan terjadinya
8

kesulitan untuk dilakukannya perbandingan langsung. Selain itu, tentu saja, harus
diperhatikan bahwa tes neuropsikologis apapun agar dapat memberikan hasil yang valid
harus disesuaikan dengan kondisi sensori, motorik, perseptual, dan kognitif dari pasien
yang akan diperiksa. Para neuropsikolog menegaskan bahwa diperlukan keberadaan
pelatihan bagi para klinisi umum terkait peresepan dan interpretasi dari berbagai uji
neuropsikologis tersebut. Selain itu, para klinisi neurolog tersebut memiliki dependensi
yang tinggi kepada kolega neuropsikolog lainnya terkait pelaksanaan dan interpretasi dari
berbagai tes formal tersebut.8
Terdapat beberapa bentuk tes neuropsikologis yang sering dikenal sebagai uji
neurolopsikologis

yang

dilakukan

pada

tatanan

rawat

tirah

baring

bedside

neuropsychological tests dimana pelaksanaannya harus dibedakan dengan uji formal dan
dari sini dapat diperoleh manfaat diagnostik. Lebih lanjut, terbagai berbagai test batteries
yang dapat dilakukan dalam jangka waktu 10-30 menit, yang tidak hanya mencakup
penilaian atas fungsi kognitif saja, melainkan juga mencakup penilaian fungsional,
behavioral, dan global. Meskipun keringkasan berbagai uji tersebut membuat mereka
secara klinis dapat diaplikasikan, terdapat beberapa kekurangan yang harus diketahui dan
diperhatikan oleh para klinisi dan neurolog: skor mentah yang diturunkan dari beberapa
uji bukan menunjukkan diagnosis atas suatu kondisi, meskipun keberadaannya dapat
meningkatkan kemungkinan ke arah diagnosis dari penyakit tertentu. Selain itu, juga
diketahui dan ditemukan terjadinya inkongruensi atau anomali dalam bidang medikolegal
dalam pelaksanaan uji-uji tersebut.8
Yang juga perlu diperhatikan bahwa ketika dilakukan evaluasi terhadap kelainan
kognitif, terutama yang melibatkan gangguan memori, berupa keberadaan anamnesis
riwayat kolateral yang adekuat yang diperoleh dari keluarga, teman, atau perawat menjadi
salah satu subyek yang vital dalam evaluasi tersebut bahkan pada stadium awitan
terjadinya penyakit. Bahkan observasi sederhana seperti pasien yang mendatangi klinik
dengan sendirinya padahal telah diinstruksikan untuk diantar dan ditemani oleh seorang
anggota keluarga atau teman memiliki relevansi diagnostik, yang menandakan terjadinya
suatu derajat kelainan kognitif pada pasien.8

Tampaknya sedikit berlebihan untuk mengedepankan bahwa sebelum dibuat


penilaian fungsi kognitif yang lebih tinggi (higher cognitive function), maka sebelumnya
fungsi kognitif yang lebih rendah (lower cognitive function) harus dipastikan masih intak,
dimana dalam hal tersebut diasumsikan bahwa sistem saraf berkerja sesuai dengan
hierarkinya. Guna mencapai kondisi reductio ad absurdum, tidak diharapkan bahwa
pasien koma atau pasien yang sedang tidur untuk dapat menjalani uji memori dengan
baik, meskipun terdapat fungsi memori yang intak atau mengalami gangguan saat
perbaikan dari kondisi koma atau bangun dari tidur. Sifat alamiah dari kesadaran sendiri
telah menjadi perhatian dan obyek penelitian baik bagi para ahli neurologi maupun para
filsuf . Disosiasi antara pengaturan kesadaran dan ketiadaan fungsi kognitif dapat terjadi
pada beberapa kondisi, sebagai contoh, sebagaimana yang dijumpai pada pasien-pasien
yang berada dalam status vegetatif.8
Gangguan kesadaran yang terjadi memiliki baik dimensi kuantitatif maupun
kualitatif. Sehingga ketika seorang klinisi berbicara mengenai derajat kesadaran, maka
klinisi tersebut dapat saja sedang berbicara terkait keterjagaan (arousal), kewaspadaan
(alertness),atau kesiagaan (vigilance), sehingga terdapat derajat yang berkesinambungan
antara koma dengan compos mentis; dan intensitas atau kualitas dari kesadaran tersebut,
terkait derajat kewaspadaan subyek terhadap lingkungan, dan kemampuan untuk fokus,
mempertahankan, atau berganti atensi/perhatian. Koma secara sederhana menandakan
sebuah derajat ketidakresponsifan dari seorang pasien yang tidak dapat dirangsang baik
dengan menggunakan stimuli verbal maupun mekanis. Derajat gangguan kesadaran yang
lebih ringan, secara klinis sering dikenal sebagai stupor, torpor, atau obtundation
(meskipun berbagai istilah tersebut tidak memiliki batasan yang jelas, definisi antar
istilah tersebut sering bervariasi antara 1 observer dengan yang lainnya) juga dapat
berpengaruh terhadap penilaian fungsi kognitif yang dilakukan. Terdapat sejumlah
penyebab koma (Plum & Posner, 1980; Young et al., 1998).Terjadinya derajat gangguan
kesadaran tersebut (koma) dapat dengan mudah dikenali secara klinis, yakni ditandai
dengan terjadinya mengantuk, atau kesulitan dalam perangsangan pasien, meskipun dapat
juga sebaliknya, yang dapat termanifestasi sebagai peningkatan distrakbilitas.
Pemahaman terhadap derajat gangguan kesadaran ini memiliki peranan penting dalam
diagnosis delirium, sebagaimana yang tercantum dalam kriteria diagnostik dalam DSM10

IV dan ICD10, meskipun berbagai defisit tersebut terjadi dalam derajat yang lemah dan
tidak dapat diketahui dengan segera pada tatanan tirah baring, sehingga kurang adekuat
untuk mengganggu mekanisme fungsi atensi/perhatian. Defisit atensional tersebut
diperkirakan bertanggung jawab atas gangguan fungsi kognitif yang terjadi yang
kebetulan juga menjadi salah satu varian/fitur diagnosis dari delirium.8,9
Atensi (perhatian), atau konsentrasi merupakan bagian dari fungsi kognitif yang
tak seragam dan terdistribusi pada berbagai regio otak. Atensi sering didefinisikan
sebagai komponen kesadaran yang membangkitkan kewaspadaan tubuh terhadap stimuli
sensorik tertentu. Dari sekian jumlah (ratusan) stimuli yang merangsang domain-domain
sensorik, hanya beberapa stimuli saja yang dapat disadari oleh tubuh manusia, sedangkan
sebgaian besar sisanya direspons oleh tubuh dengan tanpa disadari. Perhatian/atensi
manusia bersifat dipaksakan, selektif dan dihubungkan erat dengan intensi/kesengajaan.
Terdapat beberapa perbedaan antara beberapa tipe mekanisme atensional yang terjadi atas
keberadaan suatu stimuli tertentu; atensi selektif (selective attention) merupakan sumber
atensional yang mengarahkan suatu stimulus tertentu dari berbagai stimuli yang ada
untuk disadari dan direspons oleh tubuh (cocktail party phenomenon); divided attention
mengimplikasikan terjadinya atensi yang diakibatkan oleh keberadaan stimuli yang
berkompetisi. Keberadaan dan peran berbagai struktur neuroanatomi diperkirakan
memiliki peranan penting dalam memediasi terjadinya atensi tubuh terhadap berbagai
stimuli, diantaranya berupa keberadaan reticular activating system dalam batang otak,
thalamus, dan korteks prefrontalis serebri dari multimodal association type, yang
utamanya berlokasi pada hemisfer kanan, karena kerusakan yang terjadi pada area-area
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan atensi. Jaras-jaras dopaminergik dan
kolinergik diperkirakan menjadi neurotransmiter-neurotransmiter yang berperan penting
dalam memediasi terjadinya atensi.3
The Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan salah satu instrumen yang paling
umum digunakan untuk memonitor derajat kesadaran. Pertamanya GCS diperkenalkan
untuk menilai derajat keparahan cedera kepala, dimana selanjutnya dapat digunakan
untuk berbagai situasi klinis lainnya (seperti, delirium, stroke, dsb), meskipun validitas
penggunaannya pada beberapa kondisi perlu dikonfirmasi kembali. Pada pasien
11

individual, penggunaan komponen-komponen individual dari GCS (response eye, verbal,


motor, EVM) seringkali lebih berguna dibandingkan dengan skor hasil penjumlahannya
(nilai maksimal 15). Skor GCS 15/15 tidak menjamin keberadaan atensi/perhatian yang
intak/utuh, karena defisit-defisit yang terjadi dapat terjadi dengan tidak terlalu kentara,
sehingga kedepannya masih diperlukan pelaksanaan tes yang digunakan untuk menilai
fungsi atensi yang dilakukan sebelum pelaksanaan pemeriksaan dengan menggunakan
instrumen-instrumen neuropsikologis lainnya.3
Terdapat sejumlah tes yang digunakan untuk menilai atensi/perhatian (Strauss et
al., 2006), seperti the Trail Making Test, the Continuous Performance Test, the Paced
Auditory Serial Addition Tes, dan the Symbol Digit Modalities Test. Selain itu, terdapat
beberapa tes sederhana yang dapat dilakukan dalam tatanan tirah baring guna menilai
mekanisme atensi pasien, diantaranya meliputi aspek orientasi tempat dan waktu, hitung
deret angka; penjumlahan dan/atau pengurangan kelipatan angka, meminta pasien untuk
menyebutkan bulan atau hari apakah 3 hari yang lalu, atau menghitung mundur dari 30
hingga 1. Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan kontrol dari faktor-faktor yang dapat
memecah perhatian pasien (distraktor). Pada tes the Mini-Mental State Examination (lihat
Bagian 1.8), meminta pasien untuk berhitung mundur dengan kelipatan 7 (pengurangan
kelipatan 7 dari 100 93, 86, 79, 72, 65, dst) atau mengeja kata WORLD secara terbalik
merupakan aspek-aspek tes yang digunakan untuk menilai atensi atau konsentrasi pasien,
akan tetapi juga perlu diperhatikan bahwa kegagalan dalam melaksanakan tugas dalam
tes tersebut perlu dipertimbangkan apakah terdapat faktor lain yang berperan selain
keberadaan gangguan atensi saja (misal,pada pasien-pasien yang memiliki kemampuan
aritmetika yang buruk dalam aspek pengurangan kelipatan 7).3
Daya Ingat ( Memori )
Memori merupakan suatu bagian dari fungsi kognitif yang terdistribusi dan tidak
seragam. Dalam kata lain, pembagian subdivisi dari fungsi memori dapat diketahui
dengan jelas, dimana dalam pembagian tersebut turut melibatkan berbagai struktur dan
substrat anatomis.8

12

Taksonomi memori terkini utamanya menunjukkan pembagian memori menjadi 2


kelompok utama, yakni memori deklaratif (dikenal sebagai memori eksplisit atau memori
sadar) dan memori non deklaratif (memori implisit, prosedural, tak sadar). Memori
deklaratif atau eksplisit merupakan rekoleksi pengalaman sebelumnya yang intensional
(disengaja) atau terjadi ketika sadar. Lebih lanjut, memori deklaratif dibagi menjadi
memori episodik dan memori semantik. Memori episodik umumnya berupa memori
terkait pengalaman-pengalaman pribadi, kadang berupa memori autobiografis, terapat
keterangan waktu dan tempat yang spesifik (konteks yang spesifik), sedangkan memori
semantik umumnya berupa fakta, pengetahuan independen dengan berbagai konteks
spesifik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam kehidupan pasien. Terdapat
beberapa tes yang dapat digunakan untuk menilai bagian spesifik dari memori episodik
dan memori semantik jangka panjang. Yang juga perlu diperhatikan adalah keberadaan
memori anterograde, yang singkatnya disebut sebagai memori baru, dan memori
retrograde, berupa penyimpanan memori sebelum-sebelumnya.10
Berbeda halnya dengan memori eksplisit, memori implisit umumnya berupa
koleksi dari serangkaian unit memori yang heterogen, diantaranya kemampuan untuk
belajar, meniru, dan mengkondisikan, yang tidak dijumpai dalam pikiran sadar. Dalam
praktik klinis, umumnya tidak lagi dilakukan pemeriksaan atas memori klinis.10
Dalam tatanan praktik klinis, observator dan klinisi seringkali menegaskan
permasalahan melalui penggunaan istilah memori jangka pendek dan memori jangka
panjang, dimana kedua istilah tersebut digunakan untuk menyebut berbagai materi yang
baru saja dipelajari atau yang telah lama diketahui oleh pasien. Pembagian divisi serupa
juga masih dijumpai dalam terminologi profesional, meskipun terdapat pengertian yang
berbeda atas kedua istilah tersebut dalam 2 tatanan yang berbeda tersebut. Pengertian
memori jangka pendek dalam kalangan profesional beranalogi dengan pengertian dari
memori kerja (working memory), dan dikonseptualisasikan sebagai salah satu bagian dari
fungsi atensi (attentional function). Memori jangka pendek sendiri faktanya merupakan
salah satu bagian dari memori jangka panjang, yang secara spesifik bertugas dalam
mempelajari informasi-informasi baru. Amnesia meupakan sebuah sindroma berupa
gangguan memori dan pembelajaran hal-hal yang baru, yang biasanya ditandai dengan
13

terjadinya gangguan pada memori anterograde atau retrograde, akut/transien atau


kronis/persisten.10 Amnesia anterograde secara klinis bermanifestasi sebagai timbulnya
pertanyaan atas kehidupan sehari-hari yang berulang-ulang, ketidakmampuan dalam
melaksanakan sejumlah tugas sederhana, atau mengulang informasi serupa yang telah
diberikan. Istilah yang dapat digunakan lebih baik untuk menyebutnya adalah recent
and remote memory11
Dalam perkembangannya, telah diketahui beberapa substrat anatomis yang turut
terlibat dalam fungsi memori eksplisit, berdasarkan sejumlah studi eksperimental pada
hewan uji dan pasien yang mengalami gangguan memori akibat terjadinya lesi fokal pada
otak yang dapat diketahui melalui pemeriksaan neuropsikologi dan pencitraan neurologis.
Literatur menyebutkan bahwa substrat anatomis tersebut meliputi kerusakan yang terjadi
pada area hipokampus, diensefalon, frontalis, dan bagian basal otak depan. Beberapa
struktur yang terdapat pada lobus temporalis medial, hipokampus sentral, dan diensefalon
yang melingkupi ventrikel ke-3 diperkirakan memiliki peranan krusial dalam
menyebabkan terjadinya gangguan memori episodik. Lesi-lesi yang terjadi di sepanjang
sirkuit tersebut, sebagaimana yang dideskripsikan oleh Papez (area entorhinal dari girus
parahippokampal, perforant and alvear pathways, hippokampus, fimbria dan forniks,
badan mamiliaris, traktus mamilotalamikus, nuklei thalamikus anterior, kapsula interna,
girus cinguli, dan cingulum) dapat menyebabkan terjadinya baik amnesia anterograde
maupun retrograde. 5 Pengalaman yang terjadi pada seorang pasien yang berinisial HM
merupakan salah satu indikator kunci atas peranan vital yang dimiliki oleh stukturstruktur tersebut. Karena epilepsi refrakter yang dialaminya, HM menjalani lobektomi
lobus temporalis media bilateral, yang meliputi pengangkatan amygdala, korteks
entorhinal, gyrus dentatus anterior, hippokampus, dan subikulum, paska operasi HM
mengalami amnesia anterograde, dan amnesia retrograde terkait ingatannya 10 tahun
sebelum dilakukannya operasi. Pasien HM tersebut selanjutnya di-follow-up selama
beberapa tahun kedepan, dimana selama periode tersebut tidak dijumpai terjadinya
perbaikan dari berbagai defisit neuropsikologis yang dialaminya. Hasil serupa juga
ditemukan terjadi pada operasi serupa tapi hanya dilakukan secara unilateral saja. Lesi
yang terjadi pada hipokampus dihubungkan dengan terjadinya amnesia retrograde. Risiko
terjadinya amnesia dideskripsikan memliki asosiasi dengan lesi-lesi yang terjadi pada
14

basal otak bagian depan dan yang terjadi pada bagian frontal otak, yang mana lesi-lesi
yang terjadi pada bagian frontal tersebut juga mengakibatkan terjadinya defek pada
memory encoding.6,7
Terdapat beberapa hal yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya gangguan
memori. Gangguan memori episodik merupakan salah satu keluhan dan gejala yang
paling umum ditemukan terjadi pada pasien-pasien Alzheimer Disease, meskipun kadang
gangguan memori yang terjadi tersebut tidak selalu tampak, selain itu juga terdapat
berbagai defisit lain yang dapat ditemukan melalui penilaian klinis atau neuropsikologis
yang dilakukan. Untuk alasan tersebut, dan karena AD merupakan penyebab paling
umum dari demensia, penggunaan tes-tes neuropsikologis (neuropsychological test
batteries), terutamabedside tests, sering diragukan sebagai salah satu modalitas yang
digunakan untuk penilaian memori karena terdapatnya ekslusi relatif dari berbagai
domain kognitif yang lain, seperti fungsi eksekutif, yang menyebabkan kesulitan dalam
proses identifikasi berbagai gangguan neurokognitif lainnya dimana memori bukan
merupakan domain utama yang mengalami defek. Amnesia anterogade juga dapat terjadi
sebagai konsekuensi atas kejadian baik cedera kepala terbuka maupun tertutup (amnesia
post traumatik), sindroma Wernicke Korsakoff ensefalitis yang disebabkan oleh HSV,
ensefalitis limbik yang disebabkan oleh proses paraneoplastik atau non-paraneoplastik,
infark otak pada area tertentu, dan tindakan pembedahan yang dilakukan untuk
mengangkat lesi-lesi yang terjadi pada lobus temporalis atau ventrikel ketiga. Amnesia
transien dapat disebabkan dari kondisi epileptik atau, pada kasus amnesia global transien
yang diperkirakan terjadi akibat etiologi vaskuler. Amnesia psikogenik juga dapat
dimasukkan sebagai salah satu dari diagnosis diferensial dari amnesia transien. Gradien
temporal dari amnesia retrograde juga dapat dijumpai terjadi pada beberapa kondisikondisi ini, tetapi juga dijumpai sejumlah kecil kasus amnesia retrograde fokal yang
disertai dengan terjadinya gangguan memori berupa amnesia anterograde relatif, kadang
terjadi paska cedera kepala atau ensefalitis.11,12
Proses Intelektual, Intelegensi Umum, IQ
Penilaian neuropsikologis formal yang sering dilakukan seringkali menyertakan
pemeriksaan atas intelegensi umum, yang dilakukan sebelum dilakukannya penilaian
15

spesifik atas domain-domain individual dari fungsi kognitif. Hal tersebut diperlukan
karena faktor intelegensi umum menyumbang proporsi yang signifikan atas perbedaan
individual (individual differences) diantara skor tes yang diperoleh pada sekelompok
orang. Fungsi intelektual umum paling sering dinilai dan diukur dengan menggunakan
salah satu dari beberapa the Wechsler Intelligence Scales, yang paling sering digunakan
adalah the Wechsler Adult Intelligence ScaleRevised atau Wechsler Adult Intelligence
ScaleIII. (Untuk pasien-pasien anak tersedia sebuah skala khusus yang dikenal dengan
the Wechsler Intelligence Scale for Children, WISC.) Penilaian ulang dengan
menggunakan uji ini perlu dilakukan secara periodik karena terdapat perubahan
kemampuan dari kelompok normatif yang berasal dari skor terstandar yang diperoleh.11
Pelaksanaan berbagai tes tersebut dapat berlangsung dalam durasi 2 jam atau
lebih, kadang dapat dilakukan tes yang terbagi dalam beberapa sesi, hal tersebut
dilakukan untuk menghindari kelelahan pada pasien. Subtes yang dilakukan pada uji ini
terbagi dalam 2 kategori, yakni verbal dan aksi (performans), kategori verbal meliputi
pengetahuan umum, perbendaharaan kata, pemahaman, dan pikiran abstrak verbal
(seperti, rentang bilangan, aritmetika, persamaan), sedangkan kategori aksi meliputi uji
yang dilakukan untuk menilai kemampuan organisasi perseptual, fungsi visuospasial
kompleks, dan kecepatan psikomotorik (seperti, simbol angka, melengkapi dan menyusun
gambar, desain kubus dan balok, penyusunan obyek). Subtes-subtes tersebut dapat
memberikan pemeriksa indeks intelegensi verbal, verbal IQ (VIQ), dan intelegensi
performans, performance IQ (PIQ), dan dapat digunakan sebagai indikator atas
keseluruhan IQ/overall full-scale IQ (FSIQ). Berdasarkan data normatif ekstensif yang
diperoleh dari individu-individu sehat yang bertempat tinggal di Amerika Utara dan
Eropa, pengukuran-pengukuran tersebut memiliki skor rerata 100 dengan deviasi standar
sebesar 15, sehingga 95% individu dari populasi akan dapat memperoleh kisaran skor
dalam jangkauan 70-130. Secara umum, terdapat korelasi antara VIQ-PIQ, akan tetapi
kadang-kadang dijumpai diskrepansi yang terjadi pada beberapa individu normal. Teori
yang menyatakan bahwa

VIQPIQ split dapat digunakan untuk menilai lateralisasi

patologi yang terjadi pada otak (VIQ seringkali ditemukan lebih buruk pada lesi-lesi yang
terjadi pada hemisfer kiri, sedangkan PIQ lebih sering memburuk pada lesi-lesi yang
terjadi pada hemisfer kanan) harus dikaji ulang dengan penuh kehati-hatian.11
16

Untuk penilaian yang dilakukan terhadap individu-individu yang mengeluhkan


terjadinya gangguan kognitif, terutama gangguan memori, penilaian yang dilakukan
dengan menggunakan skor IQ saja tampaknya tidak cukup. Perubahan skor IQ yang
terjadi dapat saja menandakan terjadinya penurunan kemampuan kognitif, dimana
keberadaan skor IQ tersebut berguna untuk menilai kondisi pasien, hanya saja, terkadang
masih jarang pasien-pasien yang memiliki hasil tes IQ sebelumnya yang dapat digunakan
sebagai pembanding. Riwayat pendidikan dan pekerjaan sebelumnya dapat memberikan
petunjuk atas keberadaan intelegensi premorbid yang telah terjadi sebelumnya, juga dapat
digunakan sebagai prediksi atas subtes verbal yang dilakukan dalam tes WAIS. Kesulitan
tersebut juga diperkirakan dapat dihindari melalui peresepan sebuah tes yang secara
spesifik didesain untuk memperkirakan dan mengetahui besarnya kemampuan intelektual
premorbid; seperti the National Adult Reading Test, karena dijumpainya keberadaan
overlearned ability dalam pembacaan serangkaian kata yang memiliki suara pengucapan
yang ireguler atau tidak biasa biasanya dihubungkan dan sering ditemukan terjadi pada
beberapa penyakit neurodegeneratif Selanjutnya setelah tes NART IQ yang dilakukan
akan dibandingkan dengan Wechsler FSIQ guna mengetahui ditemukannya indikasi
terjadinya penurunan fungsi intelektual umum atau masih stabil. Ditemukannya
perbedaan skor sebesar 20 poin diperkirakan signifikan, sedangkan 40 poin tentu saja
lebih signifikan lagi.11
Terdapat beberapa uji non verbal yang menjadi bagian dalam intelektual umum,
diantaranya the Progressive Matrices yang disampaikan oleh Raven (1938, 1958). Selain
itu, terdapat beberapa tes lain yang dapat digunakan untuk menilai fungsi kognitif umum
berupa beberapa neuropsychological batteries penilaian yang dilakukan atas tingkatan
intelegensi premorbid pasien.11
Bahasa dan Bicara
Berdasarkan sejarahnya, gangguan bahasa menunjukkan keberadaan bukti unekuivokal
yang menyatakan bahwa rusaknya atau hilangnya fungsi otak yang lebih tinggi (higher
brain function) dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada regio otak tertentu, hal
tersebut sesuai dengan yang disampaikan dari hasil kerja Broca, dan juga Marc Dax yang
dilakukan pada pertengahan abad ke-19. Studi yang dilakukan oleh Wernicke juga
17

memiliki peranan dalam menentukan substrat-substrat neural yang turut berperan dalam
fungsi bahasa, dimana dari studi tersebut diketahui bahwa bahasa merupakan salah satu
fungsi yang terlokalisir. Setiap mahasiswa kedokteran sekarang ini selayaknya
mengetahui bahwa baik pada sebagian besar manusia, baik pada individu-individu yang
kidal maupun tidak kidal memiliki hemisfer yang dominan, meskipun terdapat sekitar
30% individu-individu yang kidal dan < 1 % individu yang tidak kidal memiliki pusat
bahasa yang terletak dalam hemisfer non dominannya.1,2,4
Afasia, merupakan salah satu bentuk gangguan bahasa primer, dan dimana proses
lokalisasi klinis tersebut seringkali hampir serupa dengan beberapa defek lain yang
terjadi, diantaranya dengan defek pada kemampuan membaca (aleksia) dan menulis
(agrafia), dimana semua defek tersebut masih bersifat reversibel, dapat diperbaiki sesuai
dengan batasan tertentu dan derajat kerusakan yang terjadi. Sebagai tambahan atas tipe
afasia Broca (ketidak lancaran, anterior, motorik, ekspresif) dan Wernicke (lancar,
posterior, sensorik, reseptif), terdapat bebarapa perbedaan klinis yang dapat dibedakan
dari afasia konduksi/conduction aphasia dan afasia transkortikal/transcortical aphasias
(preserved repetition). Dalam perkembangannya juga terdapat sebuah klasifikasi afasia
yang membagi afasia ke dalam afasia perisilvian dan ekstrasilvian.Terdapat sejumlah
buku teks dan perorangan yang mempelajari afasia dan klasifikasinya.5
Perlu diperhatikan bahwa sebelum dilakukan pemeriksaan neuropsikologis fungsi
bahasa, pasien sebaiknya menjalani pemeriksaan pendengaran (auditorik) terlebih dahulu,
sebagai contoh dengan menggunakan the Token Test. Penguasaan terhadap kalimat dapat
diketahui dan dinilai dengan menggunakan the Test for the Reception of Grammar. Afasia
Wernicke umumnya ditandai dengan terjadinya gangguan pada penguasaan bahasa,
meskipun pasien umumnya masih dapat dengan lancar berbicara, meskipun dalam
bicaranya tersebut pasien mengalami kemiskinan isi pembicaraan, kadang hanya
mengeluarkan sekumpulan bunyi dan kata dan frase yang tidak memiliki arti. Meskipun
afasia tipe Broca seringkali dicirikan dengan masih terdapatnya penguasaan akan bahasa,
faktanya pada afasia tipe ini tetap terjadi defek sintaks yang kompleks.5
Terdapat beberapa tes bahasa yang tersedia. Diantaranya terdapat sejumlah
Comprehensive Batteries tests, seperti the Boston Diagnostic Aphasia Examination, the
18

Western Aphasia Battery, the Psycholinguistic Assessment of Language Processing in


Aphasia, dan the Comprehensive Aphasia Test Beberapa tes yang lebih spesifik, berupa
the Graded Naming Test.5
Dalam tatanan perawatan tirah baring, pengamatan yang dilakukan klinisi
terhadap keluaran pembicaraan pasien dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi
afasia yang terjadi pada pasien secara sederhana, lancar atau tidak lancar, dan juga dapat
digunakan untuk mendeteksi terjadinya parafasia (fonemik atau semantik) dan
neologisme. Klinisi dapat bertanya atau menginstruksikan pasien untuk bercerita atau
melakukan hal-hal tertentu selama anamnesis riwayat dan melakukan pemeriksaan fisik,
sehingga diharapkan tipe afasia yang dialami oleh pasien dapat diketahui dengan lebih
jelas. Penilaian yang dilakukan atas kemampuan pasien dalam mengulang (repetisi) dapat
digunakan untuk mendiferensiasikan tipe afasia yang terjadi, dimana kemampuan repetisi
relatif tetap baik pada afasia transkortikal atau terganggu pada afasia konduksi.
Kemampuan dalam penamaan memiliki nilai signifikansi yang lebih kecil dalam
menentukan lokalisasi yang terjadi, meskipun terjadinya anomia selayaknya dapat
menjadi penanda atas terjadinya kelainan yang terjadi pada jejaring semantik, baik berupa
degradasi atau keintakan akses jejaring semantik. Selain itu, juga harus dilakukan
pemeriksaan terhadap fungsi membaca dan menulis, bahkan ketika fungsi bahasa pasien
terkesan masih baik dan intak. Densitas ide yang dijumpai pada hasil tulisan pasien
mencerminkan kemampuan pemrosesan bahasa pasien pada saat itu.5
Dari sekian jumlah instrumen tes neuropsikologis bedside yang sering
digunakan, sebagian besar diantaranya juga menitikberatkan kepada fungsi bahasa,
seperti yang dijumpai pada pasien-pasien yang mengalami gangguan linguistik primer
(seperti, demensia semantik, Alzheimer yang disertai dengan afasia) umumnya
mengalami kesulitan atau kemustahilan untuk menyelesaikan tes tersebut.5

19

BAB II
KESIMPULAN
Neuropsikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara otak dan
perilaku, disfungsi otak dan perilaku, dan melakukan assesmen dan treatment untuk
perilaku dengan fungsi otak yang terganggu. Sedangkan asesmen neuropsikologis adalah
sebuah metode untuk menggambarkan fungsi otak berdasarkan pada performance pasien
melalui test-test yang distandarisasi, yang telah terbukti memiliki indicator akurat
mengenai hubungan otak perilaku.
Tujuan penilaian neuropsikologik adalah untuk menilai gangguan kognitif akibat
penyebab organic, digunakan untuk membantu menegakan diagnosis, membantu dalam
20

menemukan lokasi perencanaan rehabilitasi, pemantauan kemajuan dan menilai


prognosis. Terdapat dua pendekatan utama terhadap pengujiam neuroplsikologik salah
satunya melibatkan pemberian deretan uji komperhensif dimana yang paling luas
digunakan adalah Halstead-Reitan dan Luria Nebraska. Tes Luria Nebraska menilai
berbagai fungsi kongnitif: daya ingat, fungsi motorik, irama, fungsi taktil, auditoris, dan
visual: bicara reseptif dan ekspresif, menulis, mengeja, membaca dan aritmatika.
Hasil Tes Luria Nebraska probabilitas kerusakan otak dinilai dengan
membandingkan skor individu pada masing-masing dari 11 skala klinis baterai ke tingkat
kritis yang sesuai untuk usia dan tingkat pendidikan orang itu. Sebagai contoh, jika
seseorang memiliki 5-7 skor di atas tingkat kritis, mereka kemungkinan besar memiliki
beberapa tanda gangguan neurologis. Delapan atau lebih nilai di atas tingkat kritis
menunjukkan sejarah yang jelas tentang gangguan neurologis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis Jilid I. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher, 2010.p 362-371
2. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis Jilid I. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher, 2010.p 348-361
3. Septia L, Silvia Lumempouw F, Diantri N. Nilai Relata tes skrining
neuropsikologi luria nebraska(ST-LNNB)sebagai pemeriksa fungsi kognitif pada
populitas normal. ISJD. 2011
4. Kurniawan R, Lumempow F, Bustami M. Perbandingan Skrining Tes Luria
Nebraska (ST-LNNB) dan Mini Mental State Examination (MMSE) Sebagai

21

Skrining Hendaya Kognitif Pada Pasien Cedera Kepala, CRID-TROPHID,


Semarang, 2012
5. Kashden J, Michael D, An Interrater Reliability Study of the Luria-Nebraska
Neuropsychological Battery Form-II Quantitative Scoring System Archives of
Clinical Neuropsychology, Vol. 1, No. 2, pp. 155-163, 1996
6. James M, Nizamie A, Nizamie H Comperative Study of Clinical Effectiveness of
Liria Nebraska, EEG, CT scan in Brain damage Indian.J. Psychiat., 1997, 39 (I)
49-53
7. C Conly, Faking Neuropsychological Test Data, Examination of the Luria
Nebraska Neurophysical Batery, Oklahoma 1999
8. Mishra B, Marhajan P, Dhankukka R, Neuro Psylogical Profile Epilepsy on Luria
Nebraska Neurophysical Batery Indian Journal of Psychiatry, 2002,44(1), 53-56
9. Maia L, Santos R. Neuropsychological evaluation of 246 Portuguese normal
subjects with Luria Nebraska Neuropsychological battery, MMSE, Clock
Drawing Test, Lurias Graphic Series & Depression symptomatology
Questionnaire Beira Interior University Covilh, 6200, Portugal 2009
10. Misma P, Gupta V, Mahajan R. Pattern Performance of Shizophrenic Patients on
Luria-Nebraska. Indian Journal of Psychiatry, 2002,44(1),47-52
11. James M, Pricard D. Performance Scales for the Luria-Nebraska
Neuropsychological Battery-Form I. Archives of Clinical Neuropsychology, Vol.
14, No. 3, pp. 285302, 1999
12. Maria P. Reliability and Practice Effects on the Luria-Nebraska 1997

22

Anda mungkin juga menyukai