Anda di halaman 1dari 22

Pendahuluan

Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan
imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran
kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat
juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus
digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian,
diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis
Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis
X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.
Definisi
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam
kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi
sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).
Epidemiologi
Di negara maju, limfoma relatif jarang, yaitu kira-kira 2% dari jumlah kanker yang ada.
Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini merupakan
terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara, dan kulit.
Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui,
tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada limfoma
Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin pada

kelompok penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV,


tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus. Awal
pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder (seperti kelenjar
limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang dan jaringan lain.
Klasifikasi
Dua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar histopatologi mikroskopik dari kelenjar
limfe yang terlibat. Kategori tersebut adalah limfoma penyakit Hodgkin dan non-Hodgkin.
Gejala Klinis
1. Pembengkakan kelenjar getah bening
Pada limfoma Hodgkin, 80% terdapat pada kelenjar getah bening leher, kelenjar ini
tidak lahir multiple, bebas atas konglomerasi satu sama lain. Pada limfoma non-Hodgkin,
dapat tumbuh pada kelompok kelenjar getah bening lain misalnya pada traktus digestivus
atau pada organ-organ parenkim.
2. Demam tipe pel Ebstein
3. Gatal-gatal
4. Keringat malam
5. Berat badan menurun lebih dari 10% tanpa diketahui penyebabnya.
6. Nafsu makan menurun.
7. Daya kerja menurun
8. Terkadang disertai sesak nafas
9. Nyeri setelah mendapat intake alkohol (15-20%)

10. Pola perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif lebih lambat,
sedangkan pola perluasan pada limfoma non-Hodgkin tidak sistematis dan relatif lebih cepat
bermetastasis ke tempat yang jauh.
Diagnosis
1. Ananmnesis
Keluhan terbanyak pada penderita adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher,
aksila, ataupun lipat paha. Berat badan semakin menurun, dan terkadang disertai dengan
demam, sering berkeringat dan gatal-gatal.
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikuler aksila
dan inguinal. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan
untuk menentukan kemungkinan cincin Weldeyer ikut terlibat. Apabila area ini terlibat perlu
diperiksa gastrointestinal sebab sering terlibat bersama-sama.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah yaitu hemogran dan trombosit. LED sering meninggi dan
kemungkinan ada kaitannya dengan prognosis. Keterlibatan hati dapat diketahui dari
meningkatnya alkali fosfatase, SGOT, dan SGPT.
4. Sitologi biopsi aspirasi
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) sering dipergunakan pada diagnosis
pendahuluan limfadenopati jadi untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi
hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma, dan limfoma maligna. Ciri khas
sitologi biopsi aspirasi limfoma Hodgkin yaitu populasi limfosit yang banyak aspek serta
pleomorfik dan adanya sel Reed-Sternberg. Apabila sel Reed-Sternberg sulit ditemukan

adanya sel Hodgkin berinti satu atau dua yang berukuran besar dapat dipertimbangkan
sebagai parameter sitologi Limfoma Hodgkin.
Penyulit diagnosis sitologi biopsi aspirasi pada Limfoma non-Hodgkin adalah kurang
sensitif dalam membedakan Limfoma non-Hodgkin folikel dan difus. Pada Limfoma nonHodgkin yang hanya mempunyai subtipe difus, sitologi, biopsi aspirasi dapat dipergunakan
sebagai diagnosis definitif.
Penyakit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi Limfoma Hodgkin ataupun
Limfoma non-Hodgkin adalah adanya negatif palsu termasuk di dalamnya inkonklusif.
Untuk menekan jumlah negatif palsu dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multipel hole di
beberapa tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai
dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.
5. Histopatologi
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtipe
histopatologi walaupun sitologi biopsi aspirasi jelas limfoma Hodgkin ataupun Limfoma
non-Hodgkin.
6. Radiologi
a. Foto thoraks
b. Limfangiografi
c. USG
d. CT scan
7. Laparotomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening
pada iliaka, para aorta dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium.
Terapi

Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyakit dalam
terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting dalam
terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini angka
harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor yang tepat dan
tersedianya kemoterapi dan radioterapi. Peranan pembedahan pada penatalaksanaan limfoma
maligna terutama hanya untuk diagnosis biopsi dan laparotomi splenektomi bila ada indikasi.
1. Radiasi
a. Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
b. Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
c. Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
d. Untuk stadium IV secara total body irradiation
2. Kemoterapi untuk stadium III dan IV
Untuk stadium I dan II dapat pula diberi kemoterapi pre radiasi atau pasca radiasi.
Kemoterapi yang sering dipakai adalah kombinasi.
COP (Untuk limfoma non Hodgkin)
C : Cyilopkosphamide 800 mg/m2 hari I
O : Oncovin 1,4 mg/m2 IV hari I
P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d VII lalu tapering off
MOPP (untuk Limfoma Hodgkin)
M : Nitrogen Mustrad 6 mg/m2 hari 1 dan 8
O : Oncovin 1,4 mg/m2 hari I dan VIII
P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d XIV
P : Procarbazin 100 mg/m2 hari I s/d XIV

Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan
kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan
gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat
menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan,
kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada
nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut kering,
disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah
muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.

LIMFOMA MALIGNA
Amey

Limfoma maligna, adalah keganasan pada sel limfosit, sehingga ia dapat digolongkan dalam
golongon penyakit limfoproliferatif.
Biasanya ia terjadi pada usia 20-40 tahun, dan pada umur lebih dari 60 tahun.
kebanyakan (85%) limfoma maligna, berasal dari keganasan limfosit B, sementara limfosit T
menempati pnyebab keganasan kedua.
Limfoma maligna, dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Limfoma maligna non hodgskin
2. limfoma maligna hodgskin
secara klinis, kedua jenis ini tidak dapat dibedakan, tetapi secara histopatologis, pada hodgskin,
dapat ditemukaan "reed sternberg cell" yg tidak ada pada non-hodgskin
LIMFOMA NON HODGSKIN

Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade).


-pada LNH indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB, tidak nyeri, dapat terlokalisir
atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang
-pada LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal, menimbulkan
gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan keringat malam, serta pada
limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di perut.
menurut Ann arbor, staging dari limfoma maligna ini terdiri dari :
Stadium I. KGB yg terkena ada dalam satu regio saja
Stadium II. KGB yg terkena sudah dua regio atau lebih secara bilateral, pda satu sisi diafragma
Stadium III.KGB yg terkena sudah mengenai regio diatas dan dibawah diafragma
Stadium IV. sudah terjadi metastasis, seperti pada liver, sumsum tulang, dan paru.
stadium ini dapat di bagi A atau B berdasarkan ada tidaknya gejala konstitusional berupa
penurunan berat badan, febris, dan keringat malam.
A = tanpa gejala konstitusional
B = dengan gejala konstitsional
staging ini penting untuk penatalaksanaan,
dimana untuk stadium Ia, Ib, maupun IIa, diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb
hingga stadium IV, diberikan kemoterapi.
untuk kemoterapi, regimen yg biasa digunakan adalah:
1. Untuk Low grade NHL
- regimen CVP (cyclophospamide, vincristin, dan prednison)
- Fludarabin
- Rituximab
2. Untuk High grade NHL
- Regimen CHOP (cyclophospamide, Doxorubicyn, vincristin, dan prednison)
- Regimen CHOP + Rituximab
- transplantasi sum-sum tulang.
prognosis buruk dapat terjadi pada:
- usia > 60 tahun
- stadium III/IV
- kadar LDH (laktat dehidrognease) meningkat
- performance statusnya buruk (karnoffsky)
pada low grade NHL,biasanya bisa bertahan hingga 6-8 thn, tetapi pada high grade, sangat
tergantung dari reaksinya terhadap kemoterapi.
LIMFOMA HODGSKIN

Terbagi atas 4 jenis, yaitu:


1. Nodular Sclerosing limfosit
2. mixed cellularity
3. rich limphocyte
4. limphocyte depletion
LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya di mediastinum, dan
jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi metastasis melalui darah.
jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat tidak lokal, expansi jauh, cenderung
extranodal, berada di abdomen, dan sering metastasis ke sum-sum tulang.
secara staging, dan pengobatan, sama saja dengan NHL.
Prognosis:
akan buruk jika pasien sudah tua, terdapat "bulky disease", dan bertipe deplesi limfosit dan
mixed cellularity.

SUBSCRIBE CONTACT US FORUM ABOUT US HOME

2 Oktober 2011

Halaman Depan Farmacia


Visi & Misi :: Pengelola :: Tabel Distribusi
Forum diskusi Farmacia
Alamat Redaksi Farmacia
Berlangganan online Majalah Farmacia

yes
yes

CARI

M
Sistem Kekebalan Tubuh Itu Justru Mengganas
RACIKAN UTAMA - Edisi Desember 2006 (Vol.6 No.5)
Rituximab merupakan antibodi monoklonal yang bekerja spesifik hanya pada sel
tumor sehingga efek toksisistasnya kecil. Kombinasi rituximab dengan CHOP
F
Home
Artikel Terbaru
AULA
KILAS
RACIKAN UTAMA
MEDIKAMENTOSA
PROMINENSIA
RACIKAN KHUSUS
ETIKOLEGAL
GERAI
BEJANA
SIMPOSIA
KASUS
INFO BPOM
ETALASE
ALBUM
TEKNIKA

memberi angka kesembuhan yang lebih baik daripada CHOP saja.


Masih ingat dengan Gito Rollies pemilik suara parau berpredikat mantan
penyanyi rock di belantika musik Indonesia? Kali ini bukan kiprah menyanyinya
yang heboh diberitakan, namun penyakit yang dideritanya bukan sembarang penyakit.
Kanker kelenjar getah bening! Karenanya, penyanyi dengan nama asli Bangun Sugito
ini rela bolak-balik berobat ke negeri tetangga, Singapura.
Gito merupakan satu dari sekian banyak penderita kanker ini. Situs Badan
Koordinasi dan Kerjasama Hematologi Onkologi Medik se-Indonesia (BAKORNAS
HOMPEDIN) menyatakan, insiden limfoma lebih tinggi dari leukemia dan
menduduki peringkat ketiga kanker yang tumbuh paling cepat setelah melanoma dan
paru.
Limfoma (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari
sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga
muncul istilah limfoma malignum (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat

PUSTAKA
FITOFARMAKA
KES MAS
ULAS OBAT
KOLOM
UNIVERSITARIA
ADVERTORIAL
Berita Farmacia
Arsip Majalah
Katalog Buku
Pasang Iklan
Hubungi Kami

sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada
dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH),
yang diderita sang rocker, dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya dibedakan
berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed
Sternberg.
Sifat LNH lebih agresif dan jumlah penderitanya lebih banyak dibandingkan
PH bahkan terus meningkat setiap tahun seiring semakin banyaknya kasus HIV. Oleh
karena itu, dalam edisi ini Farmacia lebih khusus membahas LNH.
Insiden Meroket!
The American Cancer Society memperkirakan terdapat 53.600 kasus baru
setiap tahun dan 23.800 di antaranya meninggal dunia akibat LNH pada tahun 1997.
Di Indonesia, menurut Prof Dr dr Arry Haryanto SpPD KHOM, LNH menduduki
peringat ke-6 kanker terbanyak.
LNH lebih sering diderita pada usia lanjut dengan usia pertengahan (median)
50 tahun. Laki-laki lebih sering menderita LNH daripada perempuan dengan rasio
2:1. Insidennya meroket tiap tahun sekitar 3-4% dan 4 kali lebih banyak daripada PH.
Jenis LNH yang paling sering diderita pada anak-anak adalah limfoma Burkitt
sedangkan pada dewasa muda adalah limfoma limfoblastik keganasan tinggi.
Penyebab
Sebagian besar kasus LNH tidak diketahui penyebabnya. Akan tetapi,
prevalensinya meningkat pada penderita PH yang diterapi kemoradiasi, pasien
imunodefisiensi yang disebabkan virus Epstein-Barr, pasien immunodefisiensi
herediter contoh ataksia teleangiektasia, Chediak-Steinbruck-Higashi, sindrom
Wiskott Aldrich, sindrom Sjrgen, dan tiroiditis Hashimoto serta virus human T-cell
leukemia/lymphoma (HTLV).
Selain itu, kelainan genetik dituding ikut berperan. Sebagai contoh, translokasi
8;14 pada limfoma Burkitt. Pada translokasi itu onkogen c-myc pada kromosom 8
terikat dengan lokus rantai berat immunoglobulin pada kromosom 14. Contoh lain
adalah

translokasi

14;18

dimana

onkogen

bcl-2

pada

kromosom

18

berdekatan/berjajaran dengan lokus rantai berat immunoglobulin pada kromosom 14.


Beda Dengan Penyakit Hodgkin
Lebih dari 60% pasien LNH akan mengalami limfadenopati pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) yang biasanya disertai tanda-tanda sistemik seperti
demam, berat badan menurun lebih dari 10 kg dalam 6 bulan terakhir, serta keringat
di malam hari. Keterlibatan cincin Waldeyer, KGB epitroklear dan mesenterika lebih
mengarah kepada LNH daripada PH. Sekitar 20% pasien mengalami adenopati
mediastinum disertai batuk dan rasa berat di dada. Bila limfoadenopati terjadi masif,
dapat dijumpai gejala sindom obstruksi vena kava superior. Sindrom tersebut sering
ditemukan pada LNH jenis sel besar difus.
Konsistensi KGB pada LNH keras, berbatas tegas dan mempunyai
ekstrakapsul. Keterlibatan limpa, hati, dan sumsum tulang ditemukan pada 50% LNH
keganasan rendah yang mengakibatkan pasien mengalami anemia, trombositopenia
dan leukopenia (pansitopeni). Manifestasi ekstralimfatik seperti pada otak, paru,
lambung, usus halus, tulang, dan testis sering dijumpai pada LNH keganasan tinggi
[Tabel 1].
Tabel 1. Perbedaan Gejala Klinis antara LNH dan PH
Pola KGB yang terlibat

LNH
Sentrifugal; KGB yang

PH
Sentripetal; KGB yang

terlibat lebih luas

terlibat setempat-setempat
(terlokalisasi); KGB aksila
adalah yang paling sering
terkena

Sifat KGB

Keras dan berbatas

Kenyal

Cincin Waldeyer, KGB

tegas
+

epitroklear, traktus
gastrointestinal dan
testis

KGB Abdomen

- ; kecuali pada penderita


PH jenis sel B dan usia

KGB mediastinum
Sumsum tulang
Hati

< 20% pasien


+
+ ; terutama pada tipe

lanjut
> 50% pasien
-

limfoma folikuler
Diagnosis
Masih dari situs yang sama, dr Djumhana Atmakusuma SpPD KHOM
menegaskan bahwa mengenali gejala saja tidak dapat langsung menegakkan
diagnosis LNH. Banyak gejala LNH yang juga ditemukan pada penyakit lain.
Pembesaran kelenjar getah bening, misalnya, dapat ditemukan pada tuberkulosis
limfe atau merupakan salah satu bentuk perlawanan tubuh terhadap infeksi virus.
Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang seperti radiologi, histologi, analisis
imunologi dan molekuler perlu dilakukan.
Pada foto dada postero-anterior dan lateral dapat ditemukan tanda-tanda
adenopati daerah hilus atau mediastinum, efusi pleura atau perikardial, dan
keterlibatan parenkim paru. CT-Scan abdomen, pelvis, dada dan leher dapat dijumpai
tanda pembesaran KGB, hati dan limpa (hepatosplenomegali), atau kesan filling
defect pada hati dan limpa.
Pemeriksaan bone scan, gallium scan, dan MRI dilakukan pada indikasiindikasi tertentu. Bone scan, misalnya, dilakukan bila pasien mengeluh nyeri tulang
atau didapatkan peningkatan kadar alkalin fosfatase. Gallium scan digunakan untuk
mendeteksi awal penyakit, tanda kekambuhan, dan menilai respon pengobatan.
Sementara MRI otak dan saraf tulang belakang diindikasikan bila limfoma sudah
merambah ke susunan saraf pusat, selaput meningens, paraspinal, atau tulang
belakang.
Klasifikasi
Klasifikasi LNH telah mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Pada
tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport membagi limfoma

menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe berdasarkan pemeriksaan sitologi.
Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982 muncul klasifikasi
Working Formulation yang membagi limfoma menjadi keganasan rendah, menengah
dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan
genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal dengan
Revised European-American classification of Lymphoid Neoplasms

(REAL

classification). Meskipun demikian, klasifikasi Working Formulation masih menjadi


pedoman dasar untuk menentukan diagnosis, pengobatan, dan prognosis [Tabel 2].
Tabel 2. Klasifikasi Patologi Berdasarkan Working Formulation
Keganasan rendah

Limfoma malignum, limfositik kecil


Limfoma malignum, folikular, didominasi sel
berukuran kecil cleaved
Limfoma malignum, folikular, campuran sel berukuran
kecil cleaved dan besar

Keganasan menengah

Limfoma malignum, folikular, didominasi sel


berukuran besar
Limfoma malignum, difus, sel berukuran kecil
Limfoma malignum, difus, campuran sel berukuran
kecil dan besar
Limfoma malignum, difus, sel berukuran besar

Keganasan tinggi

Limfoma malignum, sel imunoblastik berukuran besar


Limfoma malignum, sel limfoblastik
Limfoma malignum, sel berukuran kecil noncleaved

Lain-lain

Komposit
Mikosis fungoides
Histiosit
Ekstamedular plasmasitoma
Tidak terklasifikasi

Stadium
Stadium pada LNH ditentukan berdasarkan Ann Arbor yang juga digunakan
pada PH. Penentuan stadium ini sangat penting untuk melakukan perencanaan
penatalaksanaan dan menilai prognosis [Tabel 3].
Kemudian, Hence OReilly dan Connors memodifikasi stadium LNH untuk
kepentingan klinis berdasarkan stadium Ann Arbor, umur pasien dan ukuran tumor
[Tabel 4].
Pada pasien LNH keganasan rendah sangat penting diketahui apakah pasien
tersebut tergolong stadium I atau II sebab radioterapi dapat bersifat kuratif pada
stadium tersebut.
Tabel 3. Stadium Berdasarkan Ann Arbor
Stadium I

Penyakit menyerang satu regio KGB (I); atau satu organ


ekstralimfatik (IE)

Stadium II

Penyakit menyerang dua atau lebih KGB pada satu sisi


diafragma (atas atau bawah diafragma); atau satu organ
ekstralimfatik dan satu atau lebih KGB pada satu sisi diafragma
(IIE)

Stadium III

Penyakit menyerang KGB pada kedua sisi diafragma, yang


dapat disertai dengan keterlibatan limpa (IIIS) atau terlokalisasi
pada satu organ ekstralimfatik (IIIE) atau keduanya (IIISE)

Stadium IV

Penyakit menyerang KGB secara difus mengenai satu atau lebih


organ ekstralimfatik, dengan atau tanpa disertai keterlibatan
pada KGB

Tambahan:
Pada semua stadium tersebut dapat ditambahkan huruf A atau B berdasarkan ada
tidaknya gejala konstitusional yaitu sebagai berikut:

A: tidak terdapat gejala konstitusional seperti demam, keringat malam, dan/atau


penurunan berat badan 10% selama 6 bulan
B: terdapat gejala konstitusional

Tabel 4. Modifikasi Stadium Berdasarkan OReilly dan Connors


Stadium dini (limited stage)
Ann Arbor stadium I atau II; dan

Stadium lanjut (advanced stage)


Ann Arbor stadium III atau IV; atau

Tidak ada gejala limfoma B; dan

Ada gejala limfoma B; atau

Ukuran diameter tumor < 10 cm

Ukuran diameter tumor > 10 cm

Pilih-Pilih Terapi
Jenis terapi yang akan dipilih tergantung dari stadium, tipe histologi, umur
pasien dan status performans. Pada awalnya, pemilihan terapi pada LNH sama
dengan PH yaitu radioterapi. Akan tetapi pada tahun 1950-1960 penggunaan
kemoterapi menunjukkan hasil yang baik pada PH, sehingga diterapkan pula pada
LNH tahun 1970.
Saat ini radioterapi sering dikombinasikan dengan kemoterapi untuk
menghilangkan sisa-sisa tumor (residu) pada KGB maupun organ ekstralimfatik
[Tabel 5].
Penatalaksanaan pada Limfoma Keganasan Rendah
Stadium I-II (terbatas)
Prognosis pasien secara umum baik. Bila lesi terlokalisasi dan pasien tidak
mempunyai gejala khas sel B, radioterapi menjadi pilihan utama. Jenis radioterapinya
adalah radiasi lapangan terbatas (involved field radiotherapy/IFRT) dengan dosis 3545 Gy dalam 10-20 fraksi selama 2-4 minggu.
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien dengan stadium 1 dan 2 yang
ditatalaksana dengan radioterapi adalah sekitar 70%. Kebanyakan kekambuhan terjadi
pada daerah yang tidak diradiasi.
Alternatif terapi yang lain adalah hanya melihat dan menunggu (watch-and-

wait) sampai penyakit menunjukkan progresifitas atau dengan menggunakan


kemoterapi saja. Kemoterapi yang diberikan adalah klorambusil atau siklofosfamid.
Pada stadium terbatas keganasan rendah, kemoterapi adjuvan diikuti radiasi akan
menurunkan risiko kekambuhan.
Radiasi total KGB (total lymphatic irradiation/TLI) tidak digunakan pada
stadium I dan II karena belum ada bukti yang mendukung bahwa TLI lebih baik
daripada IFRT.
Stadium III-IV (lanjut)
Penatalaksanaan pada stadium lanjut keganasan rendah masih kontroversial.
Ada yang hanya melihat dan menunggu tetapi ada juga yang memberikan kemoterapi
tunggal atau malah gabungan kemo-radioterapi.
Terapi pada stadium III keganasan rendah meliputi IFRT dengan dosis rendah
atau menggunakan regimen tunggal alkylating agent seperti klorambusil atau
siklofosfamid. Selain itu TLI dosis tinggi juga dapat dilakukan bahkan dapat
menurunkan kejadian kekambuhan dan meningkatkan angka ketahanan hidup.
Radiasi total tubuh (total body irradiation/TBI) dapat dilakukan sebagai terapi
paliatif. Dosis TBI yang dianjurkan adalah 1-1,5 Gy dengan 10cGy tiap fraksi, 5
fraksi tiap minggu, diikuti masa vakum (tidak dilakukan radiasi) selama 2-3 minggu,
kemudian ditambah 1,7 Gy.
Penatalaksanaan pada Keganasan Menengah
Stadium I-II (terbatas)
Secara keseluruhan keberhasilan kuratif dari radioterapi pada stadium I dan II
keganasan menengah berkisar 40-50%. Yang menjadi faktor kegagalan radioterapi
adalah stadium II dengan keterlibatan KGB > 2, ukuran tumor > 2-3 cm, usia > 60
tahun, ada gejala sel B, dan keterlibatan organ ekstralimfatik selain abdomen, tiroid
dan cincin Waldeyer. Pada pasien IA dan IIA yang terlokalisasi, usia < 60 tahun, dan
ukuran tumor (< 2,5 cm) menunjukkan angka keberhasilan 70-80% dengan IFRT saja.
Anjuran dosis radiasi untuk mengontrol tumor lokal adalah 30-35 Gy, 1,75-3
Gy tiap fraksi selama 3-4 minggu. Pada beberapa keadaan seperti limfoma otak

primer, ukuran tumor besar, dan beberapa limfoma sel T, dosis radiasi tersebut kurang
berhasil dalam mengontrol tumor lokal. Sebagai alternatifnya dapat digunakan
kemoterapi. Kombinasi kemoterapi dan radioterapi bahkan mampu menghilangkan
gejala dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya keberhasilan dengan kemoterapi
saja belum ada penelitian sahih sampai saat ini.
Anjuran terapi pada limfoma sel berukuran besar stadium I atau II adalah
kemoterapi CHOP (siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin, prednison) jangka pendek
sebanyak 3 siklus, kemudian diikuti IFRT bila ukuran tumor tidak besar; atau
kemoterapi jangka panjang diikuti radiasi bila ukuran tumor > 10 cm atau adanya
keterlibatan organ eksralimfatik.
Stadium III-IV (lanjut)
Pada stadium lanjut (III atau IV), kemoterapi dengan regimen CHOP
merupakan terapi baku. Penggunaan radioterapi sebagai adjuvan masih kontroversial.
Akan tetapi pada beberapa keadaan, radioterapi dapat mencegah kekambuhan.
Radioterapi dapat mencegah kekambuhan testis kontralateral pada limfoma testis.
Radioterapi adjuvan dapat dipertimbangkan pada pasien usia lanjut yang tidak
diperbolehkan mendapat kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sumsum tulang.
Dengan demikian, radioterapi pada stadium lanjut sebenarnya lebih diperuntukkan
sebagai terapi paliatif daripada kuratif.
IFRT
IFRT merupakan teknik radioterapi yang umum dipakai pada LNH. Pada
stadium IA atau IE, daerah KGB diradiasi secara in toto. Misalnya, bila cincin
Waldeyer ikut terlibat, radiasi harus dilakukan pada seluruh KGB di daerah leher
hingga daerah infraklavikular. Sementara itu, pada kasus dimana saluran pencernaan
ikut terlibat, radiasi harus diberikan dengan lapang pandang seluruh abdomen.
Pada stadium II atau III-IV, terkadang pasien masih memiliki sisa tumor
(residu) meski telah menyelesaikan siklus kemoterapi dengan lengkap. Biasanya
KGB residu paling sering ditemukan di mediastinum, dapat juga di retroperitoneum,
leher dan daerah inguinal. Disinilah IFRT berperan sehingga angka ketahanan hidup

pasien lebih tinggi.


TBI
TBI digunakan sebagai terapi paliatif pada LNH keganasan rendah.
Sedangkan pada keganasan menengah dan tinggi dimana angka kekambuhan cukup
tinggi yaitu 50-60%, perlu dilakukan salvage therapy yang terdiri dari kemoterapi dan
terapi mieloablatif. TBI termasuk dalam komponen mieloablatif.
Oleh karena lapangan radiasi dari TBI sangat luas (seluruh tubuh) maka
biasanya toleransi pasien rendah sehingga dosis TBI pun diatur sedemikian rupa yaitu
dengan total dosis adalah 150 cGy dalam 10 fraksi, 2 kali setiap minggu.
Terapi Paliatif
Masalah utama dari LNH adalah metastasis ke tulang atau saraf tulang
belakang. Bila hal itu terjadi, penanganannya sangat sulit terutama bila mengenai
daerah paraspinal. Steroid diberikan sebagai terapi inisial yaitu dexametason
parenteral 4-8 mg setiap 8 jam.
Selain medikamentosa, radioterapi juga dapat digunakan sebagai terapi
paliatif. Radioterapi yang diberikan harus mencakup batas aman (safe margin) yaitu
3-5 cm di atas dan bawah dari batas luar tumor. Dosis hiperfraksinasi (30 Gy/10
fraksi) mengakibatkan dekompresi yang cepat dan perbaikan gejala neurologis pada
kasus LNH paraspinal. Dosis radiasi pada metastasis tulang adalah 30 Gy dalam 10
fraksi selama 2 minggu atau 20 Gy dalam 5 fraksi selama 1 minggu.

Tabel 5. Penatalaksanaan LNH Berdasarkan Tipe Keganasan dan Stadium


Keganasan

Stadium I dan II
Rekomendasi:

Stadium III dan IV


Rekomendasi:

Rendah

Radioterapi lapangan terbatas Asimtomatik atau ukuran


(involvement field radiation

tumor kecil:

therapy)

Observasi dan deferred


Simtomatik atau ukuran

tumor besar:
Kombinasi kemoterapi
dengan tanpa interferon
Alternatif:

Alternatif:

Kombinasi terapi (dengan

Asimtomatik atau bulk kecil:

kemoterapi)

Kemoterapi regimen tunggal

Keganasan

Rekomendasi:

Total-body irradiation
Rekomendasi:

Menengah/Tinggi

Kemoterapi CHOP diikuti

Kemoterapi CHOP

dengan involved-field

Radiasi adjuvan atau

radiation therapy

profilaksis
Profilaksis kraniospinal

Rituximab
Hasil penelitian yang dilakukan oleh kelompok limfoma dunia (GELA atau
Group dEtude des Lymphomes de ladulte) menyimpulkan, kombinasi rituximab
dengan CHOP memberi angka kesembuhan yang lebih baik daripada CHOP saja.
Penelitian yang dipimpin oleh Prof Mark Hertzberg dari University of Sydney ini
menunjukkan adanya perbedaan angka harapan hidup yang cukup signifikan. Sekitar
53% pasien LNH yang diterapi kombinasi dapat hidup setelah 3 tahun pengobatan,
sedangkan yang diterapi CHOP saja hanya 35%. Rituximab merupakan antibodi
monoklonal yang bekerja spesifik hanya pada sel tumor sehingga efek toksisistasnya
kecil.
Saat ini pengembangan terapi terus dilakukan terutama yang mengarah
pada targeted therapy. Usaha itu bukan tanpa alasan sebab LNH adalah salah satu
penyakit kanker yang potensial untuk disembuhkan. Dengan demikian, kita dapat
membuka kembali harapan sang rocker, juga pasien-pasien lainnya.
(Felix)
Seperti tercetak di Majalah Farmacia Edisi Desember 2006 , Halaman: 12 (7652 hits)

Kirimkan Komentar Anda


Nama

Email

Komentar Anda :

Ubah image
Tulis karakter tertulis diatas

Kirimkan

Anda mungkin juga menyukai