Oleh :
1. Sanggam Nugraha 122010101062
2. Wahyu Ihwan Nanda Mukhlis 142010101004
3. Nikmatul Maula Nur Ramadani 142010101006
4. Herlinda Puji Lestari 142010101009
5. Ahmad Baihaqi 142010101030
6. Khana Nurfadhila 142010101034
7. Sheillavi Fauziah Alex Sadamiah 142010101044
8. Izza Alimatus Shalikhah 142010101063
9. Novail Alif Muharrom 142010101069
10. Annisa Dewi F M 142010101070
11. Faradilla Praginta 142010101089
12. Akbar Maulida Arisadewa 142010101092
13. Aprilia Tiyan Fatmawati 142010101098
14. Mega Ratnasari 142010101100
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
RUMUSAN MASALAH
1. Apa penyebab keluhan yang dialami pasien?
2. Mengapa nafsu makan pasien meningkat tapi berat badannya turun?
3. Apakah stress yang dialami pasien juga mempengaruhi penyekitnya?
4. Apakah ada hubungan riwayat penyakit keluarga dengan keluhan pasien
sekarang?
5. Apa hubungan hasil pemeriksaan fisik dengan keluhan pasien?
6. Pemeriksaan laboratorium apa saja yang perlu dilakukan?
7. Ada diagnosis banding dan bagaimana terapi yang seharusnya diberikan
kepada pasien?
ANALISIS MASALAH
1. Penyebab keluhan yang dialami pasien
a. Penurunan berat badan yang drastis:
Berat badan yang turun drastis pada pasien bisa terjadi karena ada
gangguan metabolisme dalam tubuh pasien. Seperti gangguan
metabolisme yang meningkatkan glukoneogenesis sehingga massa otot
berkurang dan menyebabkan berat badan turun drastis. Kelebihan
hormone tiroid dapat menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh.
b. Cemas dan kesulitan tidur:
Jika dilihat dari adanya pembesaran di leher pasien, kemungkinan
adalah kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid bisa terjadi karena
kelebihan produksi hormone tiroid. Kelebihan hormone tidroid dalam tubuh
dapat menyebabkan peningkatan kecepatan berpikir sehingga
menimbulkan rasa kesulitan tidur dan cemas. Cemas juga bisa disebabkan
karena peningkatan fungsi saraf simpatis dalam tubuh pasien.
c. Gemetar dan jantung berdebar:
Hormone tiroksin dapat mengaktivasi saraf simpatis dalam tubuh
sehinga menyebabkan gemetar dan jantung berdebar.
d. Diare:
Peningkatan kadar tiroksin dalam tubuh menyebabkan motilitas
saluran cerna meningkat dan sekresi getah pencernaan meningkat. Hal ini
yang memicu munculnya diare pada pasien
2. Secara normal, hormone tiroid berfungsi meningkatkan / merangsang
metaolisme dalam tubuh. Jika kadar hormone tiroid meningkat maka
metabolisme basal juga akan meningkat. Hal ini menyebabkan penngkatan
glukenoegenesis dan bebar badan pasien menurun drastis. Metabolisme
basal yang meningkat menyebabkan penngkatan kebutuhan asupan makan,
hal ini yang memicu nafsu makan pasien bertambah besar.
3. Stress yang dialami pasien dapat memperburuk keadaan penyakitnya. Hal ini
dikarenakan stress membuat jantung bekerja lebih berat (berdebar) yang
meningkatkan vaskularisasi ke kelenjar tiroid. Jika penyakit kelenjar tirod
pada pasien disebabkan oleh autoimun, maka stress akan semakin
memperparah dengan menjadi semakin krisis (life-threatening).
4. Ada, jika ibu pasien mengalami Penyakit Graves/Graves Disease. Karena
penyakit ini sifatnya diturunkan terkait autominitasnya.
5. Hubungan hasil pemeriksaan fisik dengan keluhan pasien
a. Takikardia (denyut nadi 110x/menit saat istirahat):
Disebabakan oleh peningkatan fungsi saraf simpatis dan kerja
jantung karena peningkatan kadar hormone tiroid dalam tubuh pasien.
b. Kulit kelembabannya cukup:
Untuk menentukan pasien mengalami hipertiroidisme atau
hipotiroidisme.
c. Terdapat benjolan lunak merata dan simetris di leher sekitar 2x lipat
besarnya dari keadaan normal:
Benjolan yang lunak merata dan simetris menunjukkan kelainan
Graves Disease.
d. Vaskularisasi benjolan tampak meningkat:
Hal ini menunjukkan bahwa yang membesar adalah kelenjar tioid
karena kelenjar tiroid memiliki vaskularisasi yang besar dengan 3 arteri
yang mensuplay darah.
6. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan:
- Mengukur kadar tiroksi (T3 serum)
- Tiroksin bebas
- Kadar TSH serum
- Ambilan yodium radioisotope
7. Diagnosis banding dan penatalaksanaan:
a. Penyakit Graves
b. Hipertiroidisme
- Obat antitiroid
- Penyinaan/radisi
- Pembedahan
- blocker
LEARNING OBJECTIVE
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub
inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan
paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya
dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid
sulit untuk ditemukan selama operasi tiroid karena kelenjar paratiroid sering tampak sebagai
lobulusyang lain dari kelenjar tiroid. Dengan alasan ini, sebelum manfaat dari kelenjar ini diketahui,
pada tiroidektomi total atau subtotals sering berakhir dengan pengangkatan kelenjar paratiroid juga
METABOLISME IODIN
Iodin memasuki tubuh dalam makanan atau air dalam bentuk ion iodida
atau iodat, dalam lambung ion iodat diubah menjadi iodida.. Kelenjar tiroid
memekatkan dan menjebak iodida dan mensintesa serta menyimpan hormon
tiroid dalam tiroglobulin, yang mengkompensasi kelangkaan dari iodin. Anjuran
asupan iodin adalah 150 mg/hari; jika asupan di bawah 50mg/hari, maka
kelenjar ini tidak mampu untuk mempertahankan sekresi hormon yang
adekuat, dan akibatnya timbul hipertrofi tiroid (goiter) dan hipotiroidisme.
Sumber-sumber dari iodin makanan termasuk garam beriodin, preparat
vitamin, obat yang mengandung iodin, dan media kontras beriodin. Iodin,
seperti klorida, diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal dan
didistribusikan dalam cairan ekstraselular demikian juga dalam sekresi kelenjar
liur, lambung dan ASI. Walaupun konsentrasi iodida organik dalam pool cairan
ekstraselular bervariasi langsung dengan asupan iodida, I cairan ekstraslular
biasanya rendah sekali karena bersihan iodida yang cepat dari cairan
ekstraselular melalui ambilan tiroidal dan bersihan ginjal. Konsentrasi I dalam
cairan ekstraselular adalah 0,6 g/dL, atau sejumlah 150 g I dalam pool
ekstraselular 25 L. Dalam kelenjar tiroid, terdapat transpor aktif dari I serum
melintasi membrana basalis sel tiroid . Tiroid mengambil sekitar 115 g I per 24
jam; sekitar 75 g I digunakan untuk sintesis hormon dan disimpan dalam
tiroglobulin; sisanya kembali ke dalam pool cairan ekstraselular. Pool tiroid dari
iodin organik sangat besar, mencapai rata-rata 8-10 mg; dan merupakan suatu
cadangan hormon dan tirosin teriodinisasi yang melindungi organisme
terhadap periode kekurangan iodin. Dari pool cadangan ini, sekitar 75 g iodida
hormonal dilepaskan ke dalam sirkulasi setiap harinya. Iodida hormonal ini
sebagian besar berikatan dengan protein pengikat-tiroksin serum, membentuk
suatu pool sirkulasi dari sekitar 600 g I hormonal (sebagai T3 dan T4). Dari
pool ini, sekitar 75 g I sebagai T3 dan T4 diambil dan dimetabolisir oleh
jaringan. Sekitar 60 g I dikembalikan ke pool iodida dan sekitar 15 g I
hormonal dikonjugasi dengan glukoronida atau sulfat dalam hati dan
diekskresikan ke dalam feses.
Karena sebagian besar dari iodida makanan diekskresikan ke dalam urin,
iodida urin 24 jam merupakan indeks yang baik sekali dari asupan melalui
makanan. Ambilan iodin radioakif 24 jam (RAIU) oleh kelenjar tiroid berbanding
terbalik dengan ukuran dari pool iodida anorganik dan berbanding langsung
dengan aktivitas tiroid.
1. HIPERTIROIDISME
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan
hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang
ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Hipertiroidisme adalah
keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid
yang berlebihan. Hipertiroidisme (Hyperthyrodism) adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid
bekerja secara berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah.
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat mengancam
jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma
multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat kontras
beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid, ketoasidosis diabetikum,
tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular / strok, palpasi tiroid terlalu kuat.
Penyakit Grave, penyebab tersering hipertiroidisme, adalah suatu penyakit autoimun yang
biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid.
Otoantibodi IgG ini, yang disebut immunooglobulin perangsang tiroid (thyroid-stimulating
immunoglobulin), meningkatkan pembenftukan HT, tetapi tidak mengalami umpan balik negatif
dari kadar HT yang tinggi. Kadar TSH dan TRH rendah karena keduanya berespons terhadap
peningkatn kadar HT
Penyebab penyaldt Grave tidak diketahui, namun tampaknya terdapat predisposisi genetik terhadap
penyakit otoimun, Yang paling sering terkena adalah wanita berusia antara 20an sampai 30an.
Gondok nodular adalah peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat peningkatan kebutuhan
akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid terjadi selama periode pertumbuhan
atau kebutuhan metabolik yang tinggi misalnya pada pubertas atau kehamilan. Dalarn hal ini,
peningkatan HT disebabkan oleh pengaktivan hipotalamus yang didorong oleh proses metabolisme
tubuh sehingga disertai oleh peningkatan TRH dan TSH. Apabila kebutuhan akan hormon tiroid
berkurang, ukuran kelenjar tiroid biasanya kembali ke normal. Kadang-kadang terjadi perubahan
yang ireversibel dan kelenjar tidak dapat mengecil. Kelenjar yang membesar tersebut dapat,
walaupun tidak selalu, tetap memproduksi HT dalm jumlah berlebihan. Apabila individu yang
bersangkutan tetap mengalami hipertiroidisme, maka keadaan ini disebut gondok nodular toksik.
Dapat terjadi adenoma, hipofisis sel-sel penghasil TSH atau penyakit hipotalamus, walaupun jarang.
Klasifikasi
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) di bagi dalam 2 kategori:
1. Kelainan yang berhubungan dengan Hipertiroidisme
2. Kelainan yang tidak berhubungan dengan Hipertiroidisme
Penyebab Hipertiroidisme
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF karena
umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis
memberikan gambamn kadar HT dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan balik
negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT
yang finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
1. Penyebab Utama
Penyakit Grave
Toxic multinodular goitre
Solitary toxic adenoma
2. Penyebab Lain
Tiroiditis
Penyakit troboblastis
Ambilan hormone tiroid secara berlebihan
Pemakaian yodium yang berlebihan
Kanker pituitari
Obat-obatan seperti Amiodarone
Gejala-gejala Hipertiroidisme
Peningkatan frekuensi denyut jantung.
Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin.
Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap
panas, keringat berlebihan.
Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik).
Peningkatan frekuensi buang air besar.
Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid.
Gangguan reproduksi.
Tidak tahan panas.
Cepat letih.
Tanda bruit.
Haid sedikit dan tidak tetap.
Pembesaran kelenjar tiroid.
Mata melotot (exoptalmus).
Diagnosa
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini :
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan memastikan
diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid.
TSH (Tiroid Stimulating Hormone)
Bebas T4 (tiroksin)
Bebas T3 (triiodotironin)
Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrabunyi untuk memastikan pembesaran
kelenjar tiroid
Tiroid scan untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid
Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia
Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid storm).
Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama
pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya
adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi,
tremor, hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati, kematian.
Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis
pada pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis tiroid: mortalitas.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
a. Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis berlebih, pasien
mengalami gejala hipotiroidisme. Contoh obat adalah sebagai berikut :
Thioamide
Methimazole dosis awal 20 -30 mg/hari
Propylthiouracil (PTU) dosis awal 300 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari
Potassium Iodide
Sodium Ipodate
Anion Inhibitor
b. Beta-adrenergic reseptor antagonist. Obat ini adalah untuk mengurangi gejala-gejala
hipotiroidisme. Contoh : Propanolol
Indikasi :
Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan
struma ringan sedang dan tiroktosikosis.
Untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan
yodium radioaktif.
Persiapan tiroidektomi.
Pasien hamil, usia lanjut.
Krisis tiroid.
Penyekat adinergik pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid
setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal
pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan
sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid,
obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan
keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan , dan di nilai apakah tejadi
remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid di hentikan, pasien masih dalam
keadaan eutiroid, walaupun kemidian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps.
2. Surgical
a. Radioaktif iodine
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif.
b. Tiroidektomi
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar.
2. HIPOTIROIDISME
Hipotiroid merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang
berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar
hormone tiroid berada dibawah nilai optimal. Hipotiroidisme (hiposekresi hormone tiroid) adalah
status metabolic yang di akibatkan oleh kekurangan hormone tiroid. Hipotiroidisme kognital dapat
mengakibatkan kretinisme. Hipotiroid adalah penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai
akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh
akan hormon-hormon tiroid . (Hotma Rumahorbo S.kep,1999).
Etiologi
Kerusakan tiroid dapat terjadi karena,
1. Operasi, Pascaoperasi.
2. Radiasi, Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih dari
40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus
toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi
eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung
juga dari dosis radiasi.
3. Tiroiditis autoimun, Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan
antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-
Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi
toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi
kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus
tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis
Hashimoto tidak permanen.
4. Tiroiditis subakut, (De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi
yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi
tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme
sepintas.
5. Dishormogenesis, Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses
hormogenesis (pembentukan hormon). Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek
berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada
defek ringan, baru pada usia lanjut.
3. TIROIDITIS
Tiroiditis pada umumnya ditandai oleh pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid. Ada
beberapa tipe tiroiditis dan telah dikenal sebagai klasifikasi. Yang paling sederhana diantara
klasifikasi tersebut ialah pembagian tiroiditis menjadi :
1. Akut (supuratif)
2. Subakut
3. Menahun
Limfositik (Hashimoto)
Non-spesifik
Fibrous-invasive (Riedel)
TIROIDITIS SUBAKUT
Nama yang umum dipakai untuk tiroiditis sub akut ialah tiroiditis De Quervain dengan banyak
sinonim antara lain non-infectious thyroiditis, granulamatous, giant cell thyroiditis. Kelainan itu
terutama mengenai wanita paling banyak pada umur antara 31 50 tahun. Inflamasi tiroid biasanya
terjadi 2 4 minggu sesudah infeksi saluran cerna atas.
Etiologi
Yang jelas sampai sekarang tidak diketahui, pada umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus
dijumpai antibody autoimun.Perjalanan penyakitnya khas yaitu pada permulaan penyakit, pasien
mengeluh nyeri dileher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai gejala
131
hipertiroidisme ringa atau sedang. Kadar tiroksin serum tinggi tetapi ambilan I rendah. Pada 25
% kasus tidak disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisis ditemukan tiroid yang membesar, nyeri tekan, biasanya disertai takikardia,
berkeringat, demam, tremor dan tanda tanda lain hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium
sering dijumpai tanpa leukositosis, lanju endap darah (LED) yang meninggi. Pada 2/3 kasus, kadar
hormone tiroid meninggi karena pelepasan hormone tiroid yang berlebih akibat destruksi kelenjar
131
tiroid oleh proses inflamasi. Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya ambilan I . Antibody
antitiroid biasanya tidak ada atau terdapat sepintas (transient) dengan titer sangat rendah. Kelainan
histopatologis yang khas ialah adanya sel sel raksasa.
Keadaan tersebut kemudian diikuti periode hipotiroidisme selama 2 4 minggu. Kadar tiroksin
131
rendah atau normal, ambialan I masih tetap rendah. TSH normal atau sedikit meninggi.
Perbaikan fungsi tiroid terjadi dalam waktu 2 4 bulan, kadang kadang lebih lama. Penyembuhan
biasanya sejajar dengan perbaikan uji tangkap iodium.
Diagnosa banding
Diagnosa banding tiroiditis subakut adalah :
Perdarahan akut kedalam nodul tiroid.
Tiroiditis piogenik yang akut
Pada yang pertama, nyeri biasanya lebih terlokalisasi, tidak ditemukan gejala sistemik. Pada
keadaan kedua, perlu dipikirkan apabila selain ditemukan tanda tanda sistemik peradangan, juga
terdapat fluktuasi pada perabaan kelenjar tiroid, serta tidak dapat menghasilkan perbaikan pada
pemberian glukokortikoid.
Pengobatan
Penyakit ini biasaya sembuh sendiri, sehingga pengobatan yang diberikan hanya bersifat
simtomatis. Pada umumnya dapat diberikan asetosal untuk mengurangi rasa nyeri. Pada keadaan
berat dapat diberikan glukortikoid misalnya prednisone dengan dosis awal 50 mg/hari. Respon
terapeutik biasanya tampak setelah 24 jam. Selanjutnya dosis diturunkan bertahap dalam waktu 1
4 minggu kemudian dihentikan. Glukortikoid selain mengurangi gejala, juga mempercepat
terjadinya remisi yang selanjutnya dapat menetap. Pada masa hipotiroidisme dapat diberikan L-
tiroksin 0,05 0,1 mg/hari yang kalau perlu dapat dinaikan dosisnya dengan 0,05 mg tiap 3 5
minggu sampe eutiroidisme tercapai.
TIROIDITIS AKUT SUPURATIF
Istilah lain dari tiroidis akut supuratif adalah anfective thyroiditis dan ini menunjukan tiroiditis
bukan oleh virus, tetapi oleh bakteri atau jamur. Infeksi ini dapat memberikan gambaran akut,
subakut dan menahun. Tetapi bentuk yang khas infeksi bakteri ini ialah tiroiditis septic akut.
Kejadian tiroiditis ini sangat jarang. Dalam 18 tahun, seorang peneliti hanya menemukan 15 kasus.
Etiologi
Kuman penyebab biasanya stafhylococcus aureus, stafhylocaccus hemolyticus dan pneumococcus.
Infeksi dapat terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran
getah bening, trauma langsung dan duktuk tiroglosus yang persisten, kelainan yang terjadi dapat
disertai terbentuknya abses atau tanpa abses. Abses ini dapat menjurus ke mediastinum, bahkan
dapat pecah ke trakea dan esophagus.
Gejala klinis
Gejala klinis berupa nyeri leher mendadak, malaise, demam, menggigil dan takikardia. Nyeri
bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda
tanda peradangan lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukan leukositosis,
LED meninggi, sidikan tiroid memperlihatkan daerah nodul dingin.
Pengobatan
Tanpa pengobatan penyakit ini dapat menjadi hebat yaitu dengan terbentuknya abses yang
kemudian mudah pecah. Kadang kadang ada juga yang sembuh spontan.
Pengobatan utama ialah menggunakan antibiotic. Coccus gram positif biasanya dapat diatasi dengan
penisilin dan derivatnya, tetrasiklin, kloramfenikol. Kadang kadang diperlukan tindakan lanjutan
yaitu bila terbentuk abses. Kalau jelas hal ini menyangkut satu lobus, perlu lobektomi (dengan
lindungan antibiotic). Bila infeksi sudah menyebar melalui satu kapsul dan mencapai jaringan
sekitarnya, perlu insisi dan drainage.
TIROIDITIS HASHIMOTO
Merupakan suatu tiroiditis autoimun. Nama lainya adalah struma limfomatosa, tiroiditis autoimun.
Yang terserang umumnya wanita berumur 30 50 tahun. Pada keadaan ini, kelenjar tiroid biasanya
membesar secara lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang kadang ada nyeri
spontan dan nyeri tekan. Pasien bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid.titer antibody
biasanya tinggi dan ada imunitas yang cell mediated terhadap antigen tiroid.
Kelainan histopatologisnya dapat bermacam macam yaitu antara lain infiltrasi limfosit yan difus,
obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakan dengan pasti secara
histopatologis melalui biopsy. Sayangnya hasil biopsy sering tidak dapat dipercaya. Diagnosis
presumtif dapat dibuat atas dasar gambaran klinis dan tingginya titer antibody yaitu lebih dari 1/32
untuk antibody mikrosomal atau 1/100 untuk antibody tiroglobulin.
Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan pengobatan karena strumanya kecil dan asimtomatik. Bila kelenjar tiroid
sangat besar mungkin diperlukan tindakan pengangkatan, sebaiknya operasi ini ditunda karena
kelenjar tiroid tersebut dapat mengecil sejalan dengan waktu. Pemberian tiroksin dapat
mempercepat hal tersebut. Disamping itu tiroksin juga dapat diberikan pada keadaan
hipotiroidisme. Hipotiroidisme dapat terjadi pada beberapa pasien tetapi prosesnya lambat. Bila
terjadi hipertiroidisme dapat diberikan obat antitiroid. Pemberian glukokortikoid dapat
menyebabkan regresi struma dan mengurangi titer antibody. Tetapi mengingat efek samping dan
kenyataan bahwa aktivitas penyakit dapat kambuh kembali sesudah pengobatan dihentikan, maka
pemakaian obat golongan ini tidak dianjurkan pada keadaan biasa.
4. HIPOPARATIROIDISME
Definisi
Hipoparatirodisme berkuangnya fungsi kelenjar paratiroid menyebabkan rendahnya tingkat PTH,
yang menyebabkan hipokalsemia.
Etiologi
Penyebab hipoparatiroidisme yang paling sering ditemukan adalah sekresi hormone paratiroid yang
kurang adekuat akibat suplai darah terganggu atau setelah jaringan kelenjar paratiroid diangkat pada
saat dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi, atau diseksi radikal leher. Atrofi kelenjar paratiroid
yang etiologinya tidak diketahui merupakan penyebab hipoparatiroidisme yang jarang dijumpai.
Patofisiologi
Gejala Hipoparatiroidisme disebabkan oleh kekurangan parathormon yang mengakibatkan
kenaikkan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan konsentrasi kalsium
darah (hypocalcemia). Tanpa adanya parathormon, akan terjadi penurunan fungsi usus dalam
penyerapan kalsium dari makanan dan penurunan reabsorpsi kalsiumdari tulang dan
melalui tubulus renalis. Penurunan ekskresi fosfat melalui ginjal menyebabkan hipofosfaturia, dan
kadar kalsium serum yang rendah mengakibatkan hipokalsiuria.
Manifestasi Klinis
Hipokalsemia menyebabkan iritabilitas dari sistem neuromuscular dan memberikan kontribusi
terhadap gejala kepala hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.
Tetanus merupakan hypertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan spasmodik atau
kontraksi tidak terkoordinasi terjadi dengan atau tanpa upaya melakukan gerakan volunter
(gerakan sukarela).
Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan, kram pada kaki, dan pasien
mengeluh kekakuan pada tangan dan kaki. Pada tetanus terbuka (overt), tanda-tanda mencakup
bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku dan pergelangan tangan serta
ekstensi sendi carpophalangeal), disfagia, fotofobia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya
mencakup kecemasan, iritabilitas, depresi,dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG
dan hipotensi juga dapat terjadi. (smeltzer, 2010).
Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk meningkatkan tingkat kalsium serum hingga 9 untuk 10 mg / dL
(2,2-2,5 mmol / L) dan untuk menghilangkan gejala dari hipoparatiroidisme dan
hipokalsemia. Ketika hypocalcemia dan tetany terjadi setelah tiroidektomi, maka pengobatan
segera adalah untuk mengelola kalsium glukonat intravena. Jika ini tidak menurunkan iritabilitas
neuromuskular dan aktivitas kejang segera, agen obat penenang seperti pentobarbital mungkin
diberikan.
Parathormon parenteral dapat diberikan untuk mengobati akut hipoparatiroidisme dengan
tetany. Tingginya insiden reaksi alergi untuk suntikan parathormon, bagaimanapun, membatasi
penggunaannya untuk akut episode hypocalcemia. Pasien menerima parathormon akan selalu
dimonitor untuk reaksi alergi dan perubahan serum kalsium tingkat. Karena iritabilitas
neuromuskuler, pasien dengan hipokalsemia dan tetani memerlukan lingkungan yang bebas dari
kebisingan, draft, cahaya terang, atau gerakan tiba-tiba.
Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin menjadi perlu, bersama dengan bronchodilating
obat, jika pasien mengembangkan pernafasan kesulitan. Terapi untuk pasien dengan
hipoparatiroidisme kronis ditentukan setelah kadar kalsium serum diperoleh. Sebuah tinggi diet
kalsium dan rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk susu, dan kuning telur yang tinggi
akan kalsium, mereka dibatasi karena mereka juga mengandung tingkat tinggi fosfor. Bayam juga
dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk larut kalsium zat. Oral tablet garam
kalsium, seperti kalsium glukonat, dapat digunakan untuk melengkapi makanan. Aluminium
hidroksida gel atau karbonat aluminium (Gelusil, Amphojel) juga diberikan setelah makan untuk
mengikat fosfat dan mempromosikan nya ekskresi melalui saluran pencernaan. Variabel dosis
vitamin D persiapan-dihydrotachysterol (AT 10 atau Hytakerol), ergocalciferol (vitamin D),
cholecalciferol (Vitamin D)-biasanya diperlukan dan meningkatkan kalsium absorpsi dari saluran
pencernaan. (Smeltzer, 2010).
Komplikasi
1. Kalsium serum menurun
2. Fosfat serum meninggi
5. HIPERPARATIROIDISME
Pengertian
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung
kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder.
Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan
pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai
manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan
meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid.
(Brunner & Suddath, 2001)
Etiologi
Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:
1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau
hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin
lainny
3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari
adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi
baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor
atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe
hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.
4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang
multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada 15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi;
chief cell parathyroid hyperplasia.
Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia atau
neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal ginjal
kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak; 18%
kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma
paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau
karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal.
Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia
tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar
tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa,
biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar
tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan
satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena keempat
kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan hiperfungsinya adalah
mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan hiperkalsemia yang berkaitan
dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada
riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja
pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus
ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk
vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam
usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang
dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat. ( Rumahorbor,
Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica,
suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit
tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence Kim,
MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa
menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi
PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan
adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan
hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek
langsung dari peningkatan PTH.
Manifestasi Klinik
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya
beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah,
konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan
kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah
tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium
pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi
jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan
ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme primer.
Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang
mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat
pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan,
khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik;
deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme
merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat
menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001)
Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam
darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya
kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena
terlalu banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk parathormon sangat
sensitif dan dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia
lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik karena kadar
dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada ginjal serta tulang.
Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x atau pemindai tulang pada kasus-
kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa
mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi
kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan
untuk membedakan hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan
hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan
untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia
pada kelenjar paratiroid.
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang
akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya
dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat
menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang
sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura.
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir
karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total.
Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien
gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)
Komplikasi
1) peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2) Dehidrasi
3) batu ginjal
4) hiperkalsemia
5) Osteoklastik
6) osteitis fibrosa cystica
Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan bedah
untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian, pada sebagian pasien yang
asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal,
pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan
bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan
batu ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan
untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya batu ginjal. Jus
buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti bahwa minuman ini dapt menurunkan pH
urin. Kepada pasien diuminta untuk melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri
abdomen dan hemapturia. Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien
hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium lewat ginjal dan
menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien harus mengambil tindakan
untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus
diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi
(muntah, diare).
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan
sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan kalsium
merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien.
Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan ektopik
kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan untuk
menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita ulkus
peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus. Karena anoreksia umum
terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan
aktivitas fisik disertai dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejal
konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini