Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI HIPERTIROID

Diajukan Oleh :

Kelompok 2

1. Aji Bayu Prakoso


2. Alberth Arnaldo Ruku
3. Alfensi Julfikar
4. Alfriando Walewangko
5. Andhika Cahya Kharisma
6. Hermanzah
7. I Komang B R Desmon Logo
8. I Wayan Astawa
9. Jeane Rahman
10. Jefri Aristiuanto Eko Putra
11. Muhammad Fitri
12. Sukayat
13. Taufiq
14. Vinny Alviolita
15. Wanda Winata
16. Wisro Nopiarti
17. Glory Lekransy
18. Dewa Gede Sudigaryasa
19. Edi Hariyanto

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin berbentuk kupu-kupu yang terletak di
bagian depan bawah leher, merupakan kelenjar terbesar di tubuh. Kelenjar tiroid
memiliki dua fungsi utama, yaitu mensekresi hormon tiroid yang menjaga level
metabolisme tingkat jaringan. Hormon tiroid menstimulasi konsumsi oksigen dari sel
tubuh, membantu regulasi metabolisme lemak dan karbohidrat. Fungsi tiroid dikontrol
oleh thyroid.
Kelenjar tiroid memiliki suplai darah yang sangat kaya, diperkirakan enam kali
lebih banyak vaskular daripada ginjal dan relatif tiga sampai empat kali lebih banyak
vaskular daripada otak. Kelenjar tiroid menerima darah dari arteri tiroid superior dan
inferior yang mensuplai bagian superior dan inferior kelenjar. Arteri tiroid superior
merupakan cabang pertama dari arteri karotis eksterna. Arteri tiroid superior kemudian
bergerak ke anterior, inferior, dan menuju garis tengah di belakang otot sternotiroid ke
kutub superior lobus kelenjar tiroid. Cabang superfisial lainnya berjalan di sepanjang
otot sternotiroid dan otot tirohyoid, mensuplai cabang ke otot-otot ini serta sternohyoid.
Cabang superfisial berlanjut ke bawah mengeluarkan cabang krikotiroid dan mensuplai
isthmus, sisi dalam lobus lateral, dan jika ada, lobus piramidal.
Regulasi hormon tiroid dimulai di hipotalamus. Hormon diproduksi di koloid
ketika atom mineral yodium menempel pada glikoprotein, yang disebut tiroglobulin,
disekresikan ke dalam koloid oleh sel folikel.2 Pengikatan TSH ke reseptor di sel folikel
kelenjar tiroid menyebabkan sel secara aktif mengangkut ion iodida melintasi membran
sel, dari aliran darah ke sitosol. Akibatnya, konsentrasi ion iodida yang terperangkap di
sel folikel berkali-kali lebih tinggi daripada konsentrasi di aliran darah. Ion iodida
kemudian berpindah ke lumen sel folikel yang berbatasan dengan koloid. Ion
mengalami oksidasi (elektron bermuatan negatif dihilangkan). Oksidasi dua ion iodida
menghasilkan yodium yang melewati membran sel folikel ke dalam koloid.
Dalam koloid , enzim peroksidase menghubungkan yodium dengan asam amino
tirosin dalam tiroglobulin untuk menghasilkan dua perantara: tirosin yang terikat pada
satu iodin dan tirosin yang terikat pada dua iodin. Ketika salah satu dari masing- masing
perantara ini dihubungkan oleh ikatan kovalen, senyawa yang dihasilkan adalah
triiodothyronine (T3), hormon tiroid dengan tiga yodium. Hipertiroid mengacu pada
hiperfungsi kelenjar tiroid dengan sekresi berlebihan hormon tiroid. Sebagian besar
kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit Graves, struma multinodular toksik, atau
adenoma toksik. Tanda dan gejala hipertiroid adalah keadaan hipermetabolik, antara
lain: sesak nafas, palpitasi, mudah lelah, keringat berlebihan. Gugup, nafsu makan
meningkat, berat badan turun, dll.
1.2 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami asuhan kepenataan anestesi pada Pasien
hipertiroid dengan general anestesi.
1.3 Metode Penelitian
Dalam melakukan penulisan ini ada beberapa metode yang dilakukan yaitu :
1.3.1 Teknik pengumpulan data
1. Obserbasi
Digunakan untuk mengamati keadaan dan respon Pasien untuk mendapatkan
data objektif tentang masalah kesehatan dan keperawatan anestesi.
2. Wawancara
Digunakan mengumpulkan data dengan melakukan komunikasi secara lisan
yang didapat baik secara langsung dari Pasien maipun keluarga yang
berhubugan dengan masalah kesehatan yang dirasakan Pasien.
3. Pemeriksaan fisik
Digunakan untuk memeriksa keadaan fisik Pasien secara sistematis dan
menyeluruh menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
4. Studi dokumentasi
Digunakan untuk memperoleh data dari catatan keperawatan maupun catatan
medis yang berhubungan dengan Pasien, serta mendokumentasikan asuhan
keperawatan yang telah diberikan kepada Pasien selama di rumah sakit.
5. Studi kepustakaan
Digunakan untuk mengumpulkan informasi dari bahan-bahan bacaan sebagai
literature yang relevan dari kasus yang diambil
1.3.2 Data-data yang dibutuhkan
1. Data Subjektif
Data yang diperoleh dari Pasien serta keluarga pasien
2. Data objektif
Data yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap Pasien.
BAB II
TINJAUAN TEORI

PENGERTIAN
Kelenjar tiroid memiliki suplai darah yang sangat kaya, diperkirakan enam kali
lebih banyak vaskular daripada ginjal dan relatif tiga sampai empat kali lebih banyak
vaskular daripada otak. Kelenjar tiroid menerima darah dari arteri tiroid superior dan
inferior yang mensuplai bagian superior dan inferior kelenjar.2,3 Arteri tiroid superior
merupakan cabang pertama dari arteri karotis eksterna. Arteri tiroid superior kemudian
bergerak ke anterior, inferior, dan menuju garis tengah di belakang otot sternotiroid ke
kutub superior lobus kelenjar tiroid. Cabang superfisial lainnya berjalan di sepanjang
otot sternotiroid dan otot tirohyoid, mensuplai cabang ke otot-otot ini serta sternohyoid.
Cabang superfisial berlanjut ke bawah mengeluarkan cabang krikotiroid dan mensuplai
isthmus, sisi dalam lobus lateral, dan jika ada, lobus piramidal.
MANIFESTASI KLINIS HIPERTIROID
Kardiovaskular merupakan organ dengan ancaman terbesar dari hipermetabolisme
jaringan perifer, peningkatan kerja jantung dengan takikardia, aritmia, palpitasi,
sirkulasi hiperdinamik, peningkatan kontraktilitas miokard dan curah jantung, dan
kardiomegali. Respons jantung disebabkan oleh efek langsung T3 pada miokardium dan
pembuluh darah perifer. Pasien lanjut usia dengan gagal jantung yang tidak dapat
dijelaskan atau gangguan irama harus dievaluasi untuk tirotoksikosis. Wayne index
merupakan skor untuk mendeteksi hipertiroid, memprediksi pasien dengan hasil
subklinis untuk penilaian medis dan tindak lanjut. Skor lebih dari 19
mempertimbangkan adanya hipertiroid toksik, 11-19 equivocal, skor kurang dari 11
eutiroid
Penyakit Graves terjadi pada 0,4% populasi di Amerika Serikat dan merupakan
penyebab utama hipertiroid. Penyakit ini biasanya terjadi pada wanita (rasio wanita/pria
adalah 7:1) antara usia 20 dan 40 tahun. Meskipun etiologinya tidak diketahui, penyakit
Graves tampaknya merupakan penyakit autoimun sistemik yang disebabkan oleh
antibodi perangsang tiroid yang mengikat reseptor TSH di tiroid, mengaktifkan
adenilsiklase dan merangsang pertumbuhan tiroid, vaskularisasi, dan hipersekresi T4
dan T3. Kelenjar tiroid membesar secara difus, oftalmopati terjadi pada 30% kasus,
retraksi kelopak mata atas, exophtalmus, kelemahan otot, proptosis, dan peningkatan
tekanan intraokular. Terapi steroid, tarsorrhaphy bilateral, terapi radiasi eksternal, atau
dekompresi bedah mungkin diperlukan dalam kasus ini.
Diagnosis penyakit Graves dikonfirmasi dengan adanya antibodi perangsang
tiroid dalam konteks tingkat Tiroid Stimulating Hormon (TSH) yang rendah dan tingkat
T4 dan T3 yang meningkat. Struma multinodular toksik timbul dari pembesaran tiroid
yang berlangsung lama, sebagian besar terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50
tahun. Pembesaran tiroid yang ekstrim yang dapat menyebabkan disfagia, sensasi
globus, dan stridor inspirasi akibat kompresi trakea. Kompresi trakea terjadi apabila
massa meluas ke inlet toraks di belakang sternum. Pada kasus yang parah, sindrom
obstruksi vena cava superior juga dapat terjadi. Diagnosis dikonfirmasi oleh pemindaian
tiroid yang menunjukkan fokus tambal sulam “panas” di seluruh kelenjar atau satu atau
dua nodul “panas”. Penyerapan yodium radioaktif dan kadar serum T4 dan T3 mungkin
hanya sedikit meningkat. Pembesaran tiroid harus dibedakan dari neoplasma
TATALAKSANA ANESTESI
Evaluasi Praanestesi
Pemeriksaan fungsi tiroid tidak dilakukan rutin pada pasien tanpa riwayat
kelainan tiroid. Pada beberapa pasien, pemeriksaan TSH dilakukan apabila terdapat
kecurigaan yang mengarah ke penyakit tiroid, seperti perubahan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya, tremor, perubahan kulit, rambut, atau mata. Evaluasi
praanestesi meliputi riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan
anestesi, termasuk pemeriksaan jalan napas.7,8 Semua pasien yang menjalani anestesi
harus menjalani evaluasi praanestesi oleh dokter anestesi untuk menilai risiko
perioperatif pasien dan kesiapan untuk prosedur yang direncanakan, dan membuat
rencana anestesi.
Risiko perioperatif hipertiroid melibatkan banyak sistem organ karena efek
hormon tiroid. Perhatian khusus adalah komplikasi kardiovaskular sekunder dalam
keadaan sirkulasi hiperdinamik. Vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular sistemik,
dan perubahan pada sistem renin-angiotensin-aldosteron yang mengakibatkan retensi
natrium dan air menyebabkan peningkatan curah jantung sebesar 50% hingga 300%
merupakan predisposisi pasien untuk gagal jantung. Peningkatan insiden fibrilasi atrium
terlihat pada 10% hingga 20% pasien dengan hipertiroid dan hipertiroid subklinis.9,10
Komplikasi tambahan terkait dengan keadaan katabolik yang terkait dengan
hipertiroid berat. Anoreksia dengan malnutrisi dan hipoalbuminemia, hipertermia,
hiponatremia, hiperkalsemia, dan miopati dengan kelemahan otot pernapasan adalah
efek sistemik yang meningkatkan risiko bedah. Risiko perioperatif terbesar pada pasien
dengan tirotoksikosis adalah badai tiroid, manifestasi hipertiroid yang jarang namun
mengancam jiwa yang ditandai dengan hipertermia, takikardia, dan perubahan mental,
yang dapat berujung pada kolaps kardiovaskular dan kematian.11,12 Badai tiroid terjadi
selama atau beberapa jam setelah operasi. Gejala yang muncul mungkin sulit dibedakan
dari hipertermia maligna, sindrom serotonin, sindrom maligna neuroleptik, atau krisis
pheochromocytoma. Pasien dengan hipertiroid subklinis (asimtomatik dan T4 normal)
dapat menjalani pembedahan
Pada pasien dengan penyakit tiroid yang menjalani pengobatan, fungsi tiroid
harus dinilai sebelum operasi kecuali sudah dalam status eutiroid dalam 3 sampai 6
bulan terakhir. Pembedahan elektif harus ditunda pada pasien dengan hipertiroid yang
nyat sampai pasien eutiroid, yang dapat dicapai dalam beberapa minggu dengan
pengobatan yang tepat. Eutiroid adalah fungsi tiroid normal yang ditandai dengan kadar
TSH dan T4 darah normal. Hal tersebut berkaitan dengan risiko perioperatif yang
signifikan. Terapi medis untuk hipertiroid yang diobati harus dilanjutkan selama
perioperatif. Golongan beta blocker dapat dipertimbangkan pada pasien hipertiroid
ketika waktu memungkinkan untuk titrasi dosis praoperasi yang aman, idealnya dengan
inisiasi setidaknya 7 hari sebelum operasi non kardiak. Sebagai alternatif, dapat
digunakan short-acting b-blocker intraoperatif sesuai kebutuhan.10,13
Pada pasien dengan hipertiroid berat yang membutuhkan pembedahan emergensi
atau urgensi memerlukan monitoring perioperatif yang ketat dengan menggunakan
perangkat pemantauan kardiovaskular invasif. Premedikasi dengan beta blocker, agen
antitiroid, dan kortikosteroid harus diberikan. Beta blocker yang dapat digunakan
termasuk propranolol intravena selama operasi dan memiliki manfaat tambahan dalam
menghambat konversi hormon tiroid aktif, atau tetes esmolol, yang memungkinkan
titrasi cepat karena short-acting. Obat antitiroid, khususnya thionamid (methimazole dan
propylthiouracil), menurunkan sintesis hormon tiroid dan harus diberikan secara oral
atau rektal. Ketika ada kebutuhan mendesak untuk menstabilkan tirotoksikosis dengan
cepat, iodium diberikan 1 jam setelah pemberian thionamide untuk memblokir
organisasi iodida dan menurunkan sintesis hormon tiroid. Selain itu, glukokortikoid
dosis stres harus diberikan untuk mengatasi cadangan adrenal yang rendah dan
mencegah konversi dari tiroksin menjadi triiodotironin. Regimen standar adalah
hidrokortison 100 mg IV setiap 8 jam pada hari operasi, diturunkan selama 3 hari.
Teknik Anestesi Regional
Tiroidektomi dapat dilakukan dengan blok plexus servikalis profunda atau
superfisial bilateral. Komplikasi yang dapat terjadi termasuk punksi arteri vertebralis,
penyebaran subarachnoid epidural dan blok saraf frenikus bilateral. Anestesi regional
merupakan alternatif yang berguna untuk keadaan tertentu, misalnya, tiroidektomi pada
pasien hipertiroid yang diinduksi amiodaron. Di beberapa bagian dunia, tiroidektomi
dilakukan di bawah akupunktur, dengan atau tanpa analgesik tambahan. Hipnosedasi,
kombinasi hipnosis dan sedasi sadar ringan, telah disarankan untuk operasi endokrin
termasuk. tiroidektomi.
Teknik Anestesi Umum
Anestesi umum dengan intubasi dan penggunaan relaksan otot merupakan teknik
anestesi yang paling populer untuk tiroidektomi. Laryngeal mask airway (LMA)
digunakan dengan mempertahankan napas spontan dan ventilasi tekanan positif
intermiten pada operasi tiroid. Teknik ini membutuhkan kolaborasi yang baik antara
dokter bedah dan anestesi. Kontraindikasi relatif penggunaan LMA adalah kompresi
dan deviasi trakea. Penggunaan LMA memungkinkan pergerakan pita suara terlihat
melalui laringoskop serat optik ketika nervus laring rekuren dirangsang. LMA memiliki
risiko bergeser selama operasi dan terjadi spasme laring pada saat dilakukan manipulasi
pembedahan. Intubasi pada pasien dengan pembesaran tiroid terbukti sulit karena
deviasi laring Induksi anestesi untuk tiroidektomi, apabila tidak terdapat kesulitan
intubasi, dapat dilakukan dengan menggunakan laringoskopi konvensional.
Endotracheal tube (ETT) dari hidung juga dapat digunakan meskipun vasokonstriksi
akan diperlukan untuk mencegah epistaksis. Pemilihan ETT ukuran lebih kecil apabila
terdapat kompresi trakea.
Penggunaan rutin glikopirolat dan atropin sebagai premedikasi pada operasi tiroid
dapat membantu karena dapat mengeringkan sekresi. Preoksigenasi dengan oksigen
100% meningkatkan volume residu fungsional dan dapat memberikan waktu yang
cukup untuk mengamankan akses ke jalan napas yang sulit. Opioid kerja pendek seperti
fentanil, remifentanil, sufentanil sebaiknya digunakan. Saat ini, peran dexmedetomidine
semakin diminati untuk anestesi regional dan umum karena dapat menurunkan dosis
opioid dan agen anestesi bila digunakan sebagai adjuvant. Dexmedetomidine juga
memiliki peran penting dalam mengurangi respons stress pada saat dilakukan ekstubasi.
Propofol dapat digunakan karena karakteristik klinisnya baik seperti onset cepat, cepat
pemulihan dan memiliki efek antiemetik. Propofol diberikan dengan dosis 2 mg/ kgbb
untuk induksi anestesi.
Pencegahan respons stres selama ekstubasi penting karena dapat menghindari
perdarahan yang tidak disengaja dari lokasi luka karena gerakan bucking dari trakea
selama ekstubasi. Kerugian utama dalam melakukan ekstubasi dalam adalah
kemungkinan kegagalan gerakan pita suara. Steroid intraoperatif membantu mencegah
edema jalan napas dan mengurangi kejadian mual dan muntah pasca operasi.11,13
Pemeriksaan rutin meliputi tes fungsi tiroid, hemoglobin, jumlah sel darah putih
dan trombosit, urea dan elektrolit, termasuk kalsium serum, dan rontgen thoraks. Pasien
mungkin menjalani aspirasi jarum halus sebagai tes diagnostik di klinik rawat jalan.
Dokter THT secara rutin melakukan laringoskopin tidak langsung untuk
mendokumentasikan disfungsi pita suara pra operasi. Pemeriksaan ini berguna bagi
dokter anestesi untuk pertimbangan penggunaan bronkoskopi serat optik untuk melihat
pita suara.
Rontgen thoraks digunakan untuk melihat adanya kompresi dan deviasi trakea.
Pemeriksaan lain yang tidak rutin dilakukan adalah Computerized tomography (CT)
scan yang dapat memberikan pandangan dari pembesaran tiroid retrosternal. Magnetic
resonance imaging (MRI) memiliki keuntungan dalam memberikan gambaran pada
bidang sagittal, koronal, dan tampilan melintang. Pandangan koronal dapat
menunjukkan apakah laring dapat dilakukan pemeriksaan laringoskopi langsung atau
fiberoptik.
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat dengan bantuan sejumlah
pemeriksaan, dokter anestesi dapat mendiskusikan dengan pasien berbagai pilihan untuk
manajemen jalan napas. Pilihan ini mencakup intubasi trakea dengan laringoskop atau
intubasi serat optik. Pasien dengan penyakit tiroid yang diterapi, status eutiroid harus
dikonfirmasi selama evaluasi praanestesi. Pasien yang menggunakan obat tiroid dengan
dosis stabil dan status eutiroid dalam tiga hingga enam bulan terakhir tidak memerlukan
pemeriksaan tambahan sebelum operasi.
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI HIPERTIROID

A. Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : Ny. F
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaaan : Wiraswasta
Suku bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Kawin
Golongan darah :O
No. CM : 101020
Diagnosa medis : Hipertiroid
TIndakan operasi : Hipertiroid dengan general anestesi
Tanggal MRS : 25 September 2023
Tanggal pengkajian : 26 September 2023 jam pengkajian : 10.00
Jaminan : BPJS
Identitas Penanggung jawab
Nama : Tn. W
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Suku bangsa : Indonesia
Hubungan dg klien : Suami
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Saat masuk rumah sakit terdapat benjolan pada leher Pasien
Saat pengkajian : Pasien tampak cemas karena akan di operasi
Riwayat Penyakit sekarang
Pasien datang ke RUSD diantar oleh keluarga pada tanggal 25 September 2023 jam
12.00 dengan keluhan terdapat bejolan pada area leher yang dirasakan kurang lebih
1 tahun, Pasien mengatakan sulit menelan, sulit bernapas, pembengkakan di leher,
setelah dilakukan pemeriksaan fisik terdapat dua benjolan pada tiroid Pasien. Dokter
mendiagnosa Pasien dengan hipertiroid dan rencana akan di operasi dengan general
anstesi pada tanggal 26 September 2023 pada pukul 11.00 pasien dipindahkan ke
ruang IBS, Pasien dilakukan persiapan operasi dan pemberian terapi IVFD Nacl
0,9% terpasak fis pertama 100cc grainsetron 3 mg dan antibiotic ceftriaxone 2 g.
Pasien tiba di ruang penerimaan operasi pukul 11.00, setelah dilakukan pengkajian
pra anestesi didapatkan hasil Pasien tampak gelisah, psien mengatakan takut dan
cemas, Pasien mengatakan belum pernah dioperasi sebe;I,mua. Hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital Pasien pre op TD. 140 / 100 mmHg n 110 x/mwnit, RR 24 x/menit
S 36. SaO2 100%.
Riwayat penyakit dahulu
Diabetes mellitus dan kardiovaskuler
Riwayat penyakit keluarga
Pasien memiliki riwayat penyakit sistemik ringan yaitu hipertensi
Riwayat kesehatan :
1. Sebelum pernah masuk rumah sakit Pasien mengatakan tidak pernahh masuk
rumah sakit
2. Riwayat operasi : Pasien mengatakan belum pernah operasi
3. Riwayat anestesi : pasien mengatakan belum pernah di anestesi
4. Pasien belum pernah mendapatkan tranfusi darah.
Riwayat Konsumsi obat :
Obat yang pernah dikonsumsi : anti diabetic, antikoagulan, kortikoidsteroid,
antihipertensi secara teratur.
Obat yang sedang dikonsumsi : antihipertensi
Riwayat alergi : Pasien mengatakan tidak pernah memiliki alergi
Kebiasaan :
Merokok : tidak pernah
Alcohol : tidak pernah
Kopi/teh/soda : tidak pernah
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran : composmentis
GCS : verbal : 5 motorik : 6 mata : 4
Penampilan : tampak nyeri sedang
Tanda-tanda vital nadi : 110x/menit, suhu = 36, RD 140/100mmHg
RR = 24 x/menit skala nyeri 3
BB : 68 kg, TB 165 cm BMI : 25,0
Lainnya tidak ada :
Pemeriksaan kepala
Inspeksi : bentuk kepala (normocephal) kesimetrisan (+), hidrocepalus (-) luka (-)
darah (-) trepanasi (-).
Lainnya : tidak ada keluhan
Palpasi : nyeri tekan (-) lainnya (-)
Pemeriksaan wajah :
Inspeksi :
Eksperesi wajah (rileks) dagu kecil (+) edema (-) kelumpuhan otot-otot fasialis (-)
sit=katrik (-) microganita (-) rambut wajah (-) lainnya tidak ada kelainan.
Pemeriksaan mata
Inspeksi : kelengkapan dan kesimetrisan mata (+) eksoftalmus (+) endofitalmus (-)
kelopak mata / palpebra : oedem (-) ptosis (-) pandangan (-) luka (-) benjolan (-),
bulu mata (tidak rontok) konjungtiva dan clear : perubahan warna (tidak ada).
Palpasi : pemeriksaan tekanan bola mata : normal dan tidak ada kelainan
Pemeriksaan telinga
Inspeksi dan palpasi mengamati bagian telinga luar (bentuk normal)
Pemeriksaan Hidung :
Bentuk tulang hidung normal.
Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi bentuk abdomen : datar
Masa / benjolan (-) kesimetrisan (+)
Bayangan pemuluh darah vena (-)
Lainnya : normal
Auskiltasi : Frekuensi peristaltic usus 15 x/mwnit lainnya normal
Perkusi : tympani (+) dullness (-) lainnyaa : tidak ada
Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas atas
Inspeksi : otot antar ssii kanan dan kiri (simetris) deformitas (-) fraktur (-) IV line :
terpasang ditangan krii ukuran bocatch 20 G tetesan 20 tpm ROM : 5555 lainnya :
normal.
Palpasi : perfusi : baik, CRT <3 detik, edema : tidak edema, lakukan uji kekuatan
otot : 5, lainnya normal.
Eksremitas bawah
Inspeksi : otot antar ssii kanan dan kiri (simetris) deformitas (-) fraktur (-)ROM :
5555 lainnya : normal.
Palpasi : perfusi : baik, CRT <3 detik, edema : 1, lakukan uji kekuatan otot : 5,
lainnya normal.
Pemeriksaan Neurologis
1. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Peningkatan suhu tubuh (-) nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual (-) riwayat
kejang (-), penurunan tingkat kesadaan (-), riwayat pingsan (-) tanda-tanda TIK
lainnya : tidak ada
2. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I, olfaktorius (pembau) normal
Nervis II opticus (penglihatan) normal
Nervus III Ocumulatorius normal
Nervus IV Throclearis normal
Nervus V thrigeminus : normal
Nervus VI abdusen normal
Nervus VII facialis normal
Nervus VIII Auditorius normal
Nervus IX Glosopharingeal normal
Nervus X Vagus normal
Nervus XI Accessorius Normal
Nervus XII Hypoglosal normal
3. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer, benda tumpul (+) benda tajam (+) menguji sensasi panas
/ dingin (+) kapas halus (+).
4. Memeriksa reflek kedalaman tendon
Reflek fisiologis (+)
Reflek patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu
Reflex babinski (-)
Reflek chadok (-)
Reflek schaffer (-)
Reflek Oppenheim (-)
Reflek Gordon (-)
PENGKAJIAN LEMON
Look :
- Gigi goyang pada molar atas
- Gigi palsu yang tidak bisa dilepas pada gigi seri atas
Evaluated :
Jarak gigi seri atas dan bawah 3 jari, jarak hyoid-mental 3 jari, jarak thyroid-mulut 2
jari
Obstruction :
- Epiglostis
- Peritonsiliar absess
Neck Mobility : Mobilitas leher agak terbatas
Data penunjang Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin : 14,6 g/dl
Leukosit : 6,06 10’3 / µ
Neutrofil : 59%
Limfosit : 30,7%
Monosit : 6,8%
Eosinofil : 2,97%
Basofil : 0,92%
Eritosit : 4,0 10’6 µ
Hematokrit : 47,7%
MCV : 85,0 fL
MCH : 29,0 pg
MCHC : 32,0%
RDW-CV : 12,6%
Trombosit : 186 10’6 µ
MPV : 9,22 Fl
Glukosa sewaktu : 95 mg/dL
Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan RO torak kesan kardiomegali
Lain-lain EKG
Hasil pemeriksaan kesan sinus takikardi
Terapi Saat ini
- Terapi IVFD NaCl 0m9% terpasang fls pertama tersisa 100cc
- Cepoferazone 2 gram
- Grannisetron 3 mg
Kesimpulan status Fisik (ASA)
Status fisik ASA 2 alasannya karena Pasien memiliki riwayat penyakit sistemik
ringan yaitu hipertensi dan diabetes mellitus.
Pertimbangan anestesi
Faktor penyulit : mobilisasi leher yang agak terbatas terdapat gigi goyang dan
menggunakan gigi palsu
Jenis anestesi : General Anestesi Indikasi karena Pasien akan dilakukan tindakan
tiroidektomi pada daerah leher.
Teknik anestesi : ETT
Indikasi : Durasi operasi yang cukup relative panjang (sekitar 2-3 jam), penguasaan
airway lebih paten dibandigkan teknik anestesi lainnya.
B. Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem
PRE ANETESI
1 DS : Dilakukan tindakan Ansietas
1. Pasien menanyakan pembedakan
pembiusan yang akan
dilakukan sebelum Kurangnya pemahaman
operasi dan risiko jika Pasien terkait anestesi dan
dibius tindakan operasi
2. Pasien mengatakan
belum pernah di Adanya reaksi fisiologis
operasi sebelumnya otak dari vountari ke
DO : involuntary
1. Pasien tampak gelisah
dan tegang
2. TTV : Pasien merasa gelisah dan
TD : 140/100mmHg terus bertanya terkait
N 110 x/menit tindakan anestesi dan
RR 24x/menit pembedahan

Ansietas
2 Faktor resiko : Tindakan pebedahan Resiko cedera
1. Pasien akan dilakukan MNT anestesi
tindakan pembedahan
MNT Tindakan general
2. Teknik pembiusan Anestesi
dengan GA
3. Pasien akan diberikan Efek obat general anestesi
obat GA dengan (profopol)
induksi dengan
profopol 2-3 mg Resiko cedera anestesi
/kgBB
INTRA ANESTESI
1 DS : Pasien dalam keadaan Pasien dengan MNT Resiko traua fisik
terbius pembedahan
DO : Dilakukan tindakan
1. Pasien akan dilakukan tiroidectomy dengan GA
tindakan pembedahan
tiroidecomi Pasien Resiko traua fisik
tampak pucat pembedahan
2. Tampak lender pada
suction
3. TTV :
TD : 140/100mmHg
N 110 x/menit
RR 24x/menit
2 DS : Pasien dalam keadaan Dilakukan general Resiko penyulit
terbius anestesi dengan ETT intubasi
DO :
1. Pasien ada gigi Terdapat gigi goyang dan
goyang pada molar gigi palsu
atas dan gigi palsu
yang tidak bisa
dilepas pada gigi seri Sulit dilakukan
atas pemasangan pipa ETT
2. Sulit dilakukan
pemaangan pipa ETT Terganggunya jalan nadas
karena masalah pada
gigi
3. Terganggu jalan nafas
Pasien Resiko penyulit intubasi
4. TTV :
TD : 140/100mmHg
N 110 x/menit
RR 24x/menit
5. Pemeriksaan LEMON

3 DS : Pasien dalam keadaan Dilakukan tindakan RK Disfungsi


terbius tiroidectomi Respirasi
DO :
1. Pasien dilakukan
tindakan tiroidectomi Tindakan anestesi dengan
dengan GA GA
2. Pada pertimbangan
anestesi Pasien akan Efek agen anestesi
di induksi dengan
profopol dan
maintenance anestesi Depresi prenafasan
dengan N20 : 02
3. Penurunan tekanan
pada inspirasi ?
ekspirasi RK Disfungsi Respirasi
4. Frekuensi nafas +/-
dari kondisi normal
5. Penurunan ventilasi
(terjadi dispnea)
6. TTV :
TD : 140/100mmHg
N 110 x/menit
RR 24x/menit
4 DS : Pasien dalam keadaan Pasien dengan riwayat RK Disfungsi
terbius hipertensi kardiovaskuler
DO :
1. Pasien dengan riwayat Efek agen anestesi
hipertesi
2. Pasien diberikan Peningkatan curah
induksi dengan jantung
profopol
3. TTV RK Disfungsi
TD : 140/100mmHg kardiovaskuler
N 110 x/menit
RR 24x/menit
PASCA ANESTESI
1 DS : - Tindakan anestesi RK Disfungsi
DO : respirasi
1. Pasien post operasi
tiroidectomi Efek agen anestesi
2. Pasien dibawah
pengaruh obat
anestesi
3. TTV : RK Disfungsi respirasi
TD : 140/100mmHg
N 110 x/menit
RR 24x/menit
2 DS : Pasien mengatakan Tindakan pembedahan RK Termoregulasi
tubuhnya kedinginan (hipertermia)
DO :
1. Pasien tampak Temperature suhu
menggigil ruangan dan efek obat
2. Pasien terpajan suhu anestesi
dingin terlalu lama di
ruang operasi
3. Akral Pasien teraba
dingin RK Termoregulasi
4. TTD : (hipertermia)
TD : 140/100mmHg
N 110 x/menit
RR 24x/menit
3 DS : - nyeri
DO : Tindakan pembedahan
1. Pasien post operasi tiroidectomi
tiroidectomi
2. Terdapat luka insisi di
bagian leher kiri Terputusnya kontinitas
Pasien jaringan pada daerah post
3. Skala nyeri paasien 4 op
dari (1-10) dengan
NRS
4. TTV Nyeri
TD : 140/100mmHg
N 110 x/menit
RR 24x/menit

C. Problem (Masalah
Pre Anestesi
1. Priotas tinggi (mengancam nyawa)
Risiko cedera anestesi
Alas an Pasien mengatakan belum siap untuk dilakukan tindakan anestesi)
2. Prioritas sedang (mngancam status kesehatan)
Tidak ada
3. Prioritas rendah (Situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari suatu
penyakit yang secara spesifik)
Ansietas
Alasan : Pasien mengatakan takut dan cemas akan dilakukan tindakan operasi
Intra Anestesi
1. Prioritas tinggi (mengancam nyawa)
Resiko trauma pembedahan : karena tindakan insisi
Resiko penyulit intubasi : karena sulit dipasangkan pipa ETT sehingga beresiko
terganggunya jalan nafas Pasien
RK kardiovaskuler : karena terjadi akibat efek samping agen anestesi pada
Pasien dengan riwayat hipertensi
2. Prioritas sedang : tidak ada
3. Prioritas rendah (Situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari suatu
penyakit yang secara spesifik) : tidak ada
Pasca Anestesi
1. Prioritas tinggi (mengancam nyawa)
Risiko RK Disfungsi respirasi : alas an karena pasen masih berada dalam
pengaruh agen anestesi oleh karena itu tingkat kepentingan dan efektifnya jalan
nafas diprioritaskan
RK termoregulasi : karena terjadi perubahan suhu ruangan serta efek agen
anestesi yang dapat menyebabkan hipertermia
2. Prioritas sedang :
Nyeri : Nyeri tidak mengancam nyawa namun berpengaruh pada status
kesehatan dan membuat Pasien tidak nyaman
3. Prioritas rendah (Situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari suatu
penyakit yang secara spesifik) : tidak ada
D. Rencana intervensi, implementasi dan evaluasi
Pra Anestesi
No Tgl Problem Rencana intervensi Jam Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi
1 25 Sept Ansietas Setelah dilakukan 1. Lakukan kunjungan ke 13.0 1. Melakukan kunjungan S:
2023 tindakan anestesi selama ruangan pre operatif 1 0 keruangan preoperative  Pasien mengatakan bersedia
30 menit diharapkan hari sebelum operasi 13.0 2. mengobservasi td dan menjalani operasi
kecemasan Pasien dapat 2. Observasi TD nadi 5 nadi  Pasien mengatakan telah
teratasi dengan criteria 3. Jelaskan tentang 13.1 3. Menjelaskan tentang memahami tentang
hasil prosedur pembedahan 0 prosedur pembedahan dan tindakan yang akan
1. TD dalam batas dan prosedur anestesi anestesi yaitu tindakan diberikan
normal 4. Berikan posisi nyaman tiroidectomi dengan GA O:
2. Nadi dalam batas bagi Pasien menggunakan ETT (efek  Pasien tampak tenang tidak
normal 5. Kolaborasi dengan anestesi dan manajemen gelisah
3. Pasien tidak gelisah dokter anestesi dalam nyeri)  TTV dalam batas normal
4. Pasien tidak takut pemberian obat 13.1 4. Mengajarkan teknik  Pasien tampak kooperatif
sedative 5 distalsi pernafasan dalam melakukan teknik
diafragma distraksi pernafasan
5. Memberikan posisi diafragma
supine yang nyaman  Pasien nyaman dengan
kepada Pasien posisi supinasi
6. melakukaan kolaborasi  Pasien telah diberkan
dengan dokter anestesi premedikasi midazolam 2
dalam pemberian mg/iv
benzodiazepine 5 mg A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
2 25 Sept Risiko cedera Setelah dilakukan  Kaji keadaan umum 13.3  Mengkaji keadaan S:
2023 anestesi tindakan anestesi salaam Pasien / TTV Pasien 0 umum dan TTV  Pasien mengatakan siap dan
30 menit diharapkan  Kaji riwayat AMPLE Pasien bersedia untuk dilakukan
tidak terjadi cedera Riwayat alergi  Mengkaji riwayat tindakan anestesi
anestesi dengan criteria Riwayat medikasi AMPLE  Pasien mengatakan telah
hasil : sebelumnya  Mengkaji penyulit menjalani semua instruksi
 Pasien siap untuk Riwayat post ilnes intubasi menggunakan dokter anestesi
dilakukan tindkan Riwayat lst meal LEMON  Pasien mengatakan telah
anestesi Riwayat eksposure  Mengkaji berpuasa +3 jam
 Pemilihan anestesi  Kaji penyulit nutrisi pemeriksaan fisik O:
sesuai dengan menggunakan LEMON Pasien yaitu B6  Pasien tidak memakai
kondisi Pasien Look externally  Mengevaluasi kembali aksesoris apapun
 TTV dalam batas Evaluated puasa Pasien selama  BB Pasien : 66 kg
normal Malampaty score berapa jam  Lama puasa : 3 jam
 Kesiapan evaluasi Obstruction  Menganjurkan Pasien  Loading cairan RL 500 ml
pra anestesi meliputi Neck mobility untuk mengosongkan  Pasien tampak mampu
 Kaji B6 kandung kemih melakukan teknik re;aksasi
 Evaluasi puasa Pasien  Menganurkan Pasien (mengatur nafas teknik
selama berapa jam untuk melepaskan anestesi yang ditetapkan
 Asupan Pasien untuk asesoris GA menggunakan ETT
mengosongkan  Menganjurkan Pasien A : Risiko cedera anestesi tidak
kandung kemih melepas kontak lensa terjadi masalah teratasi
sebelum operasi  Mengkaji kembali P : pertahankan kondisi Pasien
 Lepaskan asesoris personal hygiene dengan memonitoring TTV
 Lepasan lensa kontak Pasien
 Kaji kembali personal  Menyiapkan alat dan
hygiene Pasien yang mesin anestesi
meliputi kebersihan diri meliputi statics
dan kuku Pasien (scope, tube, air way,
 Persiapan alat dan tape, introducer,
mesin anastesi connector dan
 Persiapan obat anestesi  Menyiapkan obat
yang meliputi obat lainnya anti koagulan
premedikasi, obat (heparin 5000 unit (
induksi, obat anestesi  Menyiapkan terapi
parenteral, volatile cairan
agen dan obat gas  Melakukan informed
medic consent
 Persiapan obat-obat  Melakukan pemberian
laainnya premedikasi sesuai
 Terapi cairan (cairan program terapi (ondan
kristaloid, caira koloid 4 mg, dexa 10 mg,
dan darah ) jika dipenhidramin 20 mg
diperlukan (IM)
 Kaji status nutriasi  Menetapkan status
Pasien fisik ASA Pasien
 Kolaborasi pemberian  Kolaborasi dealam
premedikasi dan obat menetapkan jenis
anestesi anestesi (GA teknik
anestesi inhalasi
metode pemasangan
ETT non kingking)
 Mengkaji status
nutrisi Pasien
menggunakan ABCD
 Melakukan kolaborasi
premedikasi yaitu
petidin 50 mg dan
obat anestesi yaitu
barbiturate
(pentobarbital 100 mg
dan secobarbital 100
mg)
Intra Anestesi
No Tgl Problem Rencana intervensi Jam Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi
1 26 Sept Resiko trauma Setelah dilakukan  Observasi TTV Pasien 11.0  Melakukan observasi S:
2023 fisik tindakan anestei selama  Atur posisi 0 TTV Pasien O:
pembedahan 1-2 jam diharakan tidak pembedahan Pasien  Mengatur posisi  Persiapan perianestesi
terjadi trauma fisik  Lakukan pemasangan pembedahan Pasien kelengkapan data Pasien
pembedahan dengan alat onitoring non  Melakukan lokasi yang akan diperasi
criteria hasil : invasive pemasanbgan alat sign in teratasi
 Tercapainya TRIAS  Atasi penyulit yang monitoring invasive  Terpasanga alt monitor nin
anestesi meliputi timbul dan observasi  Mengatasi penyulit invasive
analgetik hipotesis TTV Pasien intubasi yang  Alat ventilasi mekanik telah
dan relaksasi  A=berikan tindakan ditimbulkan adanya terpasang
 Pertahan kan GA sesuai program gigi palsu dan gigi A : Masalah teratasi
kedalaman anestesi kolaboratif goyang pada intra P : Pertahankan intervensi
pada stadium 3  Pertahankan kedalaman operasi seperti syok
plana 3 anestesi pada stadium 3 maupun apnea dan
 TTV dalam batas plana 3 dan observasi mengobservasi TTV
normal monitoring kedalaman  Memberikan tindakan
TD 120 /80 mmHg anestesi GA sesuai program
Nadi 80x/menit  Monitoring pada kolaboratif (ETT)
MAP 70-100 mmHg anestesi / monitoring  Mempertahankan
RR 16-20 x/menit fentilasi monitoring kedalaman anestesi
Spo2 dalam batas ogsigenasi, monitoring paada stadium 3 plana
normal 95-100 sirkulasi dan 3 dan observasi
Suhu 36,5 monitoring suhu. monitoring kedalaman
 Tidak terjadi anestesi
komplikasi anestesi  Monitoring pada
selama operasi anestesi / monitoring
berlangsung standar, monitoring
airway, monitoring
ventilasi, monitoring
oksigenasi,
monitoring sirkulasi
2 26 Sept Risiko penyulit Setelah dilakukan  Observasi TTV 11.4  Melakukan observasi S :-
2023 intubasi tindakan anestesi selama  Tetapkan terkait 0 TTV Pasien O:
1-2 jam diharapkan pemeriksaan LEMON  Menetapkan terkait  Gigi goyang pada molar
mencegah terjadi  Observasi TTV pemeriksaan LEMON atas dan gigi palsu tidak
penyulit intubasi selama  Tetapkan teknik  Mengobservasi TTV bisa dilepaskan pada gigi
anestesi pada Pasien intubasi Pasien seri atas
dengan criteria hasil :  Berikan ventilasi sesuai  Menetapkan teknik  Teknik intubasi di tetapkan
 Terdeteksinya vol tidal Pasien ETT  Ventilasi diberikan sesuai
lemon  Cuff management  Memberikan ventilasi vol tidal 400 ml
 Bentuk tubuh  Suctioning sesuai vol tidal pasien A : penyulit teratasi
normal, anatomi  komunikasi 400 ml P : Pertahankan kondisi Pasien
kepala normal leher keperawatan dengan  Cuff management dengan memonitoring tanda-
tidak pendek memperhatikan prinsip mengdientifikasi tanda vital
 Pemeriksaan paaien safety primum maalah yang timbul
LEMON non nocere first do no pada ETT
 SpO2 dalam batas harm  Melakukan suctioning
normal  Memberikan
 RR dalam batas komunikasi
normal keperawatan dengan
 TD : 100-120 /70-80 memperhatikan
mmHg prinsip paaien safety
 N : 60-100x/menit primum non nocere
 Tdak volume 400- first do no harm
500 cc
 Status ASA 2
3 26 Sept RK Disfungsi Setelah dilakukan  Observasi breathing 12.2  Mengobservasi S:
2023 respirasi tindakan anestesi selama (jalan nafas, ventilasi 0 breathing (jalan nafas, O:
102 jam diharapkan oksigenasi) pada Pasien ventilasi oksigenasi)  Ekspansi dada simetris
tidka terjadi disfungsi  Berikan oksigen sesuai pada Pasien  SpO2 : 93%
respirasi dengan criteria dengan program terapi  Meberikan oksigenasi  RR : 14 x/ menit
hasil :  Melakukan sesyai dengan  Terdengar suaa nafas
 Irama nafas regular pemeliharaan jalan nfas program terapi tambahan (snoring)
 Frekuensi nafas 12- (pertahankan posisi  Melakukan  Ventilasi oksugen dengan
20 menit Pasien dlam posisi pemelijaraan jalan bantuan fasemask Pasien
 Tidak ada bunyi sniffing selama nafas (pertahankan teranestesi
tambahan nafas pemberian anestesi) posisi Pasien dlam A : Masalah belum teratasi
 Pola ventilasi  Lakukan bagging pada posisi sniffing selama P : pertahankan intervensi
 Pengembangan Pasien penmberian anestesi)
dada, anterior  Lakukan pengakhiran  Melakukan bagging
posterior dan lateral tindakan anestesi pada Pasien
sinis kiri dan kanan (reserve dan intubasi)  Melakukan
simetris  Lakukan kolabirasi pengakhiran tindakan
 Tidak ada tanda- pemasangan LMA atau anestesi (reserve dan
tanda refraksi ETT intubasi)
 RR dalam batas  Melakukan kolabirasi
normal pemasangan ETT
 TD 100-120/70-80
mmHg
 N : 60-100 x/ menit
 Tidal volume 400-
500 cc
Pasca Anestesi
No Tgl Problem Rencana intervensi Jam Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi
1 26 Sept RK disfungsi Setelah dilakukan  Kaji keadaan umum 12.4  Mengkaji keadan S:
2023 respirasi tindakan anestei selama dan TTV Pasien serta 0 umum dan TTV O:
30-60 menitdiharakan jalan nafas Pasien Pasien serta jalan  CRT : 1 detik
tidak terjadi resiko  Monitor status nafas Pasien  TD : 110/70 mmHg
disfungsi respirasi pernapasan (ekspansi  Memonitor status  Nadi80x/menit
dengan criteria hasil : dada) pernapasan (ekspansi  Akral teraba hangat
 Tidak ada bunyi  Berikan penilaian dada)  Membrane mukosa merah
nafas tambahan alderete score  Memberikan penilaian muda
 Tidak terjadi sinosis  Berikan posisi yang Aldrete sore  Kehilangan darah 500 l
 RR Pasien dalam nyaman Aktivitas (2) A : Masalah tidak terjadi
batas normal  Kolaborasi dalam Respirasi (2) P : Pertahankan intervensi
 Irama nafas normal pemberian oksigen Sirklasi (2) monitoring TTV
 Tidak terjadi Kesadaran (2)
pernapasan coping Warna kulit (2)
hidung  Memberikan posisi
supine yang nyaman
 Melakukan pemberian
oksigen dengan nasal
kanul
2 26 Sept Nyeri Setelah dilakukan  Monitor TTV Pasien 13.0  Memonitor TTV S:
2023 tindakan anestei selama  Monitoring tingkat 0 Pasien  Pasien mengatakan nyeri
30-60 menit diharakan nyeri dengan metode  Memonitoring tingkat pada tempat operasi
Pasien mampu toleransi numeric rating scale nyeri dengan metode  Q : Nyeri yang dirasakan
terhadap nyeri dengan (NRS) numeric rating scale seperti tersayat-sayat
criteria hasil :  Ajarkan metode (NRS)  T : NYeri yang dirasakan
 Skala nyeri menjadi distraksi dan relaksasi  Mengajarkan metode hilang timbul
1-3 (nyeri ringan) selama nyeri akut yang distraksi dan relaksasi O:
 Pasien tidak tampak tidak membebani selama nyeri akut  R : Nyeri pada perut kanan
menangis  Kolaborasikan dalam yang tidak membebani ditempat operasi
 TTD dan denyut pemberian  Mengkolaborasikan  S : Skala nyeri 5-6
nadi dalam rentang antianalgetik narkotik dalam pemberian  Tampak sering mengeluh
norma TD : 120/80 antianalgetik narkotik kesakitan
mmHg  TTV
 Nadi 80x/menit TD 110/70xmenit mmHg
N 90x/menit
RR : 20x/menit
SpO2 : 90%
A : Nyeri post operasi
P : Lanjutkan intervensi No.2,3
dan 4 yaitu melakukan posisi
supinasi, menganjurkan
kembali Pasien teknik relaksasi
nafas dalam, melakukan
kolaborasi dengan team medis
dalam pemberian analgesic keto
30 ml tramadol 2 ml drip
melalui cairan infuse
E:
 S: Pasien mengatakan nyeri
terasa berkurang
 O : Pasien tampak tenang
 Skala nyeri 3-4
 Pasien dengan posisi
supinasi
R : Masalah teratasi
BAB III
PENUTUP

Hipertiroid adalah kondisi di mana terjadi hiperfungsi kelenjar tiroid dengan


sekresi berlebihan hormon tiroid. Morbiditas pada hipertiroid dapat dioptimalkan
dengan optimalisasi status eutiroid pada pasien. TATALAKSANA anestesi pada
hipertiroid perioperatif terdiri dari:
1. Preoperatif, yakni evaluasi keadaan fisik pasien mulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, penunjang, riwayat pengobatan menurunkan hipertiroid, dan persiapan alat
bantu sulit jalan napas
2. Intraoperatif, yakni menghindari pemberian obat yang memicu simpatis. Analgesia
dan kedalaman anestesi yang cukup mencegah respons stres akibat pembedahan.
Pengawasan intraoperatif mengidentifikasi adanya tanda tirotoksikosis seperti
hiperkarbia, takiaritmia, hiperpireksia. Monitoring intraoperatif yang dipasang pada
pasien berupa elektrokardiografi, tekanan darah, pulse oksimetri, kapnografi,
temperature.
3. Postoperatif, yakni evaluasi komplikasi baik akibat pembedahan maupun
penanganan nyeri dan mual muntah pascaoperasi.

Anda mungkin juga menyukai