Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

HIPERTIROID

Oleh:

Naura Andini Fadhila 4111396100089

Syifa Sukmahayati 41113961000

Tsamara Zakiyyah 41113961000

Pembimbing:
dr. Marlina Epriliawati, Sp.PD-KEMD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTRAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Tiroid adalah kelenjar endokrin dalam tubuh manusia dan merupakan satu-satunya organ
yang memproduksi hormon tiroid yang berperan dalam metabolism karbohidrat, protein, lemak
dan seluruh aktivitas fisiologis manusia. Kelenjar tiroid terletak di leher depan bagian bawah,
dengan dua bagian: lobus kanan dan lobus kiri.

Hormon tiroid akan mempengaruhi seluruh jaringan dan sistem organ, seperti
meningkatkan thermogenensis jaringan dan laju metabolik basal (BMR), menurunkan kadar
kolesterol serum dan resistensi vaskular sistemik. Efek yang menonjol dari peningkatan kadar
hormon tiroid adalah pengaruhnya terhadap sistem kardiovaskuler.

Gangguan tiroid adalah kondisi gangguan kelenjar tiroid akibat: gangguan pembentukan,
perubahan bentuk (difus atau nodular, soliter atau multipel), gangguan fungsi kelenjar (meningkat
atau menurun). Etiologi gangguan tiroid dapat berasal dari autoimun, genetic, goitrogen, radiasi,
lingkungan, infeksi, atau gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) pada daerah endemic.
Faktor resiko gangguan tiroid adalah umur, jenis kelamin, genetik, riwayat penyakit keluarga yang
berhubungan dengan autoimun, stress, merokok, obat-obatan, lingkungan.

Epidemiologi gangguan tiroid akibat defisiensi iodium berdasarkan RISKEDAS 2013


adalah 187 juta (38.3%) pada anak usia sekolah (6 – 12 tahun) dan 1,2 milyar (35.6%) (usia 13
tahun ke atas) pada penduduk umum. Prevalensi hipertiroid (diagnosis hipertiroid oleh dokter)
adalah 0.4%, cenderung meningkat seiring bertambahnya usia dan menetap pada usia 45 tahun
keatas, lebih tinggi pada penduduk desa.

Prevalensi penyakit hipertiroid menurut RISKESDAS 2013 adalah 10 kali lebih sering
pada wanita (0.6%) dibanding pria (0.2%). Penyebab tersering adalah penyakit hipertiroid graves,
struma multinodusa toksik (TMNG, toxic multinodular goiter) dan adenoma toksik. Rentang usia
15-24 tahun 0.4%, usia 25-34 tahun 0.3%, 35 tahun keatas 0.5%.

Hipertiroid adalah salah satu bentuk tirotoksikosis akibat peningkatan sintesis dan seksresi
hormone tiroid oleh kelenjar tiroid. Hipertiroid berbeda dari tirotoksikosis, yaitu keadaan klinik
akibat kelebihan hormon tiroid.
Tirotoksikosis disebabkan oleh 4 etiologi, yaitu: kelenjar tiroid dirangsang secara
berlebihan oleh faktor-faktor trofik, faktor otonom yang mengaktivasi sintesis dan sekresi hormon
tiroid berlebihan, simpanan tiroid yang terbentuk secara pasif dan dilepaskan berlebihan ke
vaskular akibat proses autoimun, infeksi, kimiawi, atau mekanik, ekspos terhadap sumber ekstra
tiroid, endogen (struma ovarii, jaringan metastasis kanker kelenjar tiroid) atau eksogen
(tirotoksikosis faktitia). Pada tirotoksikosis dapat ditemukan hipertiroid graves 60%-90%, struma
nodosa toksik (SNT), adenoma toksik (nodul tiroid otonom), atau tiroiditis lain.

Tujuan pengobatan hipertiorid graves adalah menurunkan kadar hormon tiroid yang
meningkat dengan obat antitiroid / pengobatan definitif ablasi kelenjar tiroid dengan iodium
radioaktif atau pembedahan. Sehingga masih dibutuhkan pemaparan lebih mengenai apa itu
hipertiroid, penyebab serta dampak yang dapat ditimbulkan bagi masyarakat umum dan kalangan
rekan dalam bidang medis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatami dan Fisiologi Tiroid

Kelenjar tiroid berada di kedalaman dari otot sternothyroid dan sternohyoid, terletak di
anterior leher sepanjang C5-T1 vertebrae. Kelenjar ini terdiri dari lobus kanan dan kiri di
anterolateral dari laring dan trakea. Kedua lobus ini disatukan oleh bagian yang menyatu yang
disebut isthmus, di cincin trakea kedua dan ketiga. Kelenjar tiroid dikelilingi oleh suatu fibrous
capsule tipis, yang membuat septa kedalam kelenjar. Jaringan ikat padat menempel pada cricoid
cartilage dan superior tracheal ring. Dari external ke capsule adalah loose sheath yang dibentuk
oleh visceral portion dari lapisan pretracheal di kedalaman cervical fascia.

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid


Arteri; kelenjar tiroid memiliki aktivitas vaskular yang tinggi dan disuplai oleh arteri
superior dan inferior. Pembuluh darah ini berada di antara fibrous capsule dan loose fascial
sheath. Biasanya cabang pertama dari arteri eksternal karotid adalah superior tiroid arteri, turun
ke bagian superior kelenjar, menembus lapisan pretracheal di kedalaman cervical fascia, dan
membagi kedalam cabang anterior dan superior yang menyuplai bagian anterosuperior dari
kelenjar. Arteri inferior tiroid, cabang terbesar dari thyrocervical trunks dari arteri subclavian,
ke bagian posterior secara superomedial ke carotid sheath untuk mencapai bagian posterior dari
kelenjar tiroid. Merekan terbagi kedalam beberapa cabang yang menembus lapisan pretracheal
di kedalaman cervical fascia dan menyuplai bagian posterioinferior, termasuk ke bagian inferior
kelenjar. Kanan dan superior kiri dan arteri inferior tiroid beranatomosis kedalam kelenjar dan
menyuplai kelenjar.
Vena; Tiga pasang vena tiroid biasanya membentuk tiroid plexus vena di permukaan
anterior kelenjar tiroid dan anterior trachea. Vena superior tiroid bersama arteri superior tiroid,
mereka memperdarahi bagian superior tiroid. Vena middle tiroid tidak disertai arteri dan
memperdarahi bagian medial tiroid. Sedangkan vena inferior tiroid memperdarahi bagian
inferior tiroid. Vena superior dan middle tiroid akan bermuara ke internal jugular vein
sedangkan vena inferior tiroid bermuara ke brachiocephalic vein.
Lymph; pembuluh lymph dari kelenjar tiroid melewati jaringan ikat interlobular, biasanya
didekat arteri. Mereka berkomunikasi dengan suatu jaringan capsular pembuluh lymphatic.
Dari sini, pada mulanya pembuluh ini melewati prelaryngeal, pretracheal, dan paratracheal
lymph nodes. Prelaryngeal mengalir ke superior cervical lymph nodes, dan pretracheal dan
paratracheal lymph nodes mengalir ke inferior deep cervical nodes. Disamping itu, pembuluh
lymph berada di sepanjang vena superior tiroid melewati langsung ke inferior deep cervical
lymph nodes. Beberapa pembuluh lymph mengalir ke brachiocephalic lymph nodes atau
thoracic duct.
Nerve; Saraf dari kelenjar tiroid diturunkan dari superior, middle, dan inferior cervical
(symphatetic) ganglia. Mereka mencapai kelenjar melalui cardia dan superior dan inferior
thyroid periarterial plexuses yang bersama-sama tiroid arteri. Seratnya adalah vasomotor, bukan
secremotor. Mereka menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Sekresi endokrin dari kelenjar
tiroid diregulasi secara hormonal oleh kelenjar pituitary.
Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:

 Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian tengah
farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama disebut
pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen
ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.
 Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch melalui
saluran yang disebut ductus thyroglossus.
 Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus thyroglossus
akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan
7.
 Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan di pangkal
lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.

2. Definisi

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang
hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam
darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis.

3. Etiologi

Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu penyakit tiroid
autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormonyang berlebihan.
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
a. Toksisitas pada strauma multinudular
b. Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang)
c. Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)
d. Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan bahan mirip-
TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid fungsional)
Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya dapat berhubungan
dengan hipertiroid sementara pada fase awal. Penyebab-penyebabnya antara lain:
a. Herediter. Penyebab yang sering menimbulkan hipertiroidisme seperti penyakit
Graves. Pada umumnya terjadi pada usia 30-40 tahun dan sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki.
b. Tumor kelenjar hipofise
c. Tiroiditis granulomatosa subakut. Inflamasi kelenjar tiroid yang terutama menyerang
wanita berusia 40 sampai 50 tahun.
d. Kanker tiroid
e. Terapi hormon tiroid berlebihan.

4. Keluhan dan Gejala


Kelainan pada sistem kardiovaskular sangat menonjol dan penting artinya dalam
mengelola penyakit hipertiroid. Kelainan tersebut berdasarkan kerja hormon tiroid pada sistem
tersebut seperti perubahan cardiac output, kontraktilitas jantung, tekanan darah, resistensi
vaskuler, dan gangguan ritme.
Keluhan dan gejala yang dapat ditemukan adalah palpitasi, takikardi (yang paling khas
adalah takikardi pada saat istirahat), tidak mampu melakukan aktivitas fisik, dyspnea d’effort,
tekanan nadi melebar, fibrilasi atrial, dan gagal jantung.

Keluhan Gejala klinik


Suka hawa dingin Sikap hiperkinesis, pikiran dan bicara
Berat badan turun namun nafsu makan Limfadenopati, kadang splenomegali
meningkat
Mata menonjol, kelopak mata bengkak Eksoftalmos, edem palpebra,
lagoftalmos
Nyeri atau iritasi mata Struma
Benjolan pada leher Thrill dan bruit tiroid
Sesak Takipneu pada waktu gerakan
Palpitasi Takikardi, jantung overaktif, tekanan
nadi lebar dan kuat
Edema ankle Kardiomegali, tanda gagal jantung
kongestif, fibrilasi
Sering buang air besar Tremor
Poliuria
Haid berkurang, ireguler atau
amenorrhea
Fertilitas menurun
Lelah, lemah, tremor
Kadang-kadang bursitis
Iritabilitas, emosi labil
Insomnia
Keringat banyak
Tekstur kulit dan kuku berubah
Pembengkakan di permukaan tulang
kering
5. Patofisiologi Hipiertiroid

Gambar 3. Patofisiologi Gangguan Tiroid


Hormon tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3) dihasilkan di sel epitel tirosit yang
mengelilingi folikel kelenjar tiroid. Protein yang mengandung tirosin yaitu tiroglobulin (TG)
terbentuk di sel epitel dan juga di sekresikan di lumen folikel tiroid. Lalu residu dari sekresi
tiroksin, triiodothyronine, dan tiroglobulin di ionisasikan menjadi diiodotyrosine (DIT) atau
monoiodotyrosine (MIT) dan keduanya seringkali bergabung. Hormon tiroid tersebut dikenal
sebagai koloid tiroglobulin di folikel lumen.

Ketika terstimulasi oleh TSH, sel epitel folikel mengeluarkan globulin dari lumen dan
memisahkan DIT dan MIT, sehingga T3 dan T4 dapat berikatan dengan protein plasma dalam
darah.

Pembentukan dan sekresi T3 dan T4 serta pertumbuhan kelenjar tiroid distimulasi oleh
thyrotropin (TSH) dari pituitary anterior. Berikutnya secara bergantian, pelepasannya dari
hipotalamus distimulasi oleh thyrobelin (TRH). Hal-hal yang meningkatkan kerja TSH adalah
stress, peningkatan esterogen, sementara yang menghambat adalah glukokortikoid, somatostatin,
dan dopamin.

Gambar 3. Peran TSH dalam Grave’s


Penyebab paling sering pada hipertiroid adalah long-acting thyroid stimulator (LATS) atau
thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), sebuah IgG yang menyerupai TSH dan menempatkan
diri di reseptor TSH sehingga meningkatkan sekresi hormon tiroid diikuti pembesaran kelenjar
tiroid. TSI merangsang sekresi dan pertumbuhan tiroid seperti TSH, tetapi tidak dipengaruhi oleh
inhibisi feedback negative hormone tiroid sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid tidak
terkendali.

Sintesis thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) dari kelenjar tiroid, sumsum tulang, dan
lymph nodes akan membentuk antibodi thyrotropin-binding inhibitory immunoglobulin (TBII)
yang terdeteksi di bioassay. Akibatnya terbentuk infiltrasi di otot luar mata dan sel T terktivasi dan
mengeluarkan sitokin seperti IFN-γ, TNF, dan IL-1. Terjadi aktivasi fibroblas dan peningkatan
sintesis glikosaminolikan yang menyebabkan cairan terjebak di dalam, dan terjadi pembengkakan
otot, dan menjadi fibrosis yang bersifat irreversible. Sel T limfosit menjadi lebih sensitif terhadap
antigen dalam kelenjar tiroid, merangsang B limfosit untuk mensintesis antibodi terhadap antigen
tersebut. Salah satu antibodi menyerang tempat reseptor TSH di membran sel tiroid yang
merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid. Beberapa faktor yang mendorong respon imun
terhadap graves disease adalah kehamilan, kelebihan iodin, terapi litium, infeksi bakteri dan viral,
pengeluaran glukokortikoid. Limfosit sitotoksik dan antibodi sensitif sitotoksik terhadap TSH-R,
antigen yang terdapat di fibroblast orbital, otot orbital, dan jaringan tiroid. Sitokin dari limfosit
yang sensitif berakibat inflamasi fibroblast dan myositis fibrositis, menyebabkan pembengkakan
otot orbital, proptosis bolamata, diplopia, kemerahan, penyumbatan, edema konjungtiva,
periorbital (tiroid optalmophaty).

Antigen TSH-R di ekspresikan di orbit yang meningkatkan produksi lemak di jaringan


mata sehingga orbita diikuti kelopak tampak membesar. Peningkatan tekanan intraorbital.
Komplikasi yang terjadi proptosis, diplopia, optik neuropati.
Gambar 4. Manifestasi Klinis Pada Hipertiroid

6. Diagnosis HIpertiroid

Evaluasi klinis
Evaluasi biokimia dari TSH dan hormon tiroid adalah tes diagnostik awal yang paling
penting bagi orang yang dicurigai krisis hipertiroidisme / tirotoksik berdasarkan manifestasi
klinis.
TSH serum
Pengukuran TSH serum memiliki sensitivitas tertinggi dan spesifisitas tes darah tunggal
dan digunakan sebagai tes skrining awal untuk hipertiroidisme. Pada hipertiroidisme, serum
TSH akan kurang dari 0,01 mU / L atau bahkan tidak terdeteksi.

Gambar 4. Penentuan Kadar TSH

Ketika ada inkonsistensi antara tanda-tanda dan gejala klinis, atau ketika manifestasi klinis
yang halus, atau pengujian biokimia konfirmasi tidak mudah diakses, mungkin akan membantu
untuk menggunakan indeks diagnostik yang disebut indeks Wayne' s. Ini adalah sistem penilaian
yang telah dikembangkan sejak tahun 1972 untuk membantu meningkatkan akurasi diagnostik
penilaian klinis.

Table 1. Wayne’s index of signs and symptoms scoring system in diagnostic approach of hyperthyroidism

Symptoms of recent onset and/or increased severity Scores Signs

Only if present Only if absent

Dyspnea on effort (+)1 Palpable thyroid (+)3 (-) 3


Palpitations (+)2 Bruit over thyroid (+)2 (-) 2
Tiredness (+)2 Exophthalmos (+)2
Preference for heat (-) 5 Lid retraction (+)2 -
Preference for cold (+)5 Lid lag (+)1 -
Excessive sweating (+)3 Hyperkinesis (+)4 (-) 2
Nervousness (+)2 Hands : hot (+)2 (-) 2
Appetite : increased (+)3 moist (+)1 (-) 1
decreased (-) 3 Casual pulse rate :
Weight : increased (-) 3 > 80/min - (-) 3
decreased (+)3 > 90/min (+)3 -
Atrial fibrillation (+)4 -

Total score interpretation:

> 19 = toxic

11-19 = equivocal

< 11 = euthyroid/not toxic

Hormon Tiroid Serum


Untuk menilai keparahan kondisi dan untuk meningkatkan akurasi diagnostik, baik TSH dan
tingkat T4 bebas harus dinilai pada saat evaluasi awal. Pada hipertiroidisme terang-terangan,
biasanya keduanya gratis serum T4 dan T3 perkiraan tinggi, dan serum TSH adalah <0,01 mU
/ L atau tidak terdeteksi. Pada hipertiroidisme ringan, serum T4 dan perkiraan T4 bebas bisa
normal, hanya T3 serum dapat meningkat, dan serum TSH akan kurang dari 0,01 mU / L (atau
tidak terdeteksi) - disebut T3 tirotoksikosis. Tes untuk memperkirakan T3 bebas kurang banyak-
divalidasi daripada mereka untuk T4 bebas, dan karena itu pengukuran total T3 sering disukai
dalam praktek klinis.

hipertiroidisme subklinis didefinisikan sebagai normal perkiraan serum bebas T4 dan jumlah T3
normal atau perkiraan T3 bebas, dengan konsentrasi TSH di bawah normal serum.

TRAb (thyrotropin receptor antibody)


Pendekatan ini digunakan ketika scan tiroid dan penyerapan tidak tersedia atau kontraindikasi
(misalnya, selama kehamilan dan menyusui).

Radioactive iodine uptake (RAIU) and thyroid scanning


RAIU harus dilakukan ketika presentasi klinis tirotoksikosis tidak diagnostik GD. Scan tiroid
harus ditambahkan di hadapan nodularitas tiroid.

Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan dengan pasien dalam posisi terlentang dan leher hiper-diperpanjang. USG dapat
mendeteksi lobus tiroid atau lesi sekecil 2 mm. Hal ini dapat membedakan nodul solid dari kista
sederhana dan kompleks. Hal ini dapat memperkirakan ukuran tiroid, memberikan perkiraan
kasar kepadatan jaringan, menunjukkan aliran pembuluh darah dan kecepatan dan bantuan dalam
menempatkan jarum untuk tujuan diagnostik. Studi Doppler dapat ditambahkan ketika
menjalankan ultrasonografi.

Aspirasi jarum halus biopsi (FNAB)


Dalam GD, FNAB diperlukan jika nodul ditemukan dalam tiroid - untuk membedakan jinak dari
nodul ganas yang mungkin terjadi.

7. Tatalaksana pada Hipertiroid

Ada 3 cara pengobatan penyakit hipertiroid :


1. Menggunakan Obat Anti Tiroid (OAT)
2. Pengobatan dengan iodium radioaktif
3. Pembedahan
OAT yang dapat di gunakan adalah turunan thiourea yaitu, Methimazole/Carbimazole atau
ProPylthiouracil (PTU).

Cara pemberian OAT dapat di lakukan salah satu dari berikut:

a. Metode Titrasi
Methimazole/Carbimazole diberikan dengan dosis awal 20-40 mg/hari sekali sehari atau
Propylthiouracil 300-600/hari tiga hari sekali. OAT diberikan sampai keadaan eutiroid tercapai,
kemudian dosis diturunkan secara bertahap dan dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan serendah
mungkin.
b. Metode block-suplement:
Setelah mencapai keadaan eutiroid dengan OAT, pengobatan dilanjutkan dengan menambhakn
I-tiroksin 100-150 mcg/hari. Tujuannya untuk menurunkan angka kekambbuhan dan antisipasi
rerjadinya hipotiroid.
Pemantauan:
 Pemantauan fungsi tiroid dilakukan dengan menentukan kadar FT4 setiap 4-6 minggu
sekali; kadar TSHditentukan setiap 4-6 minggu setelah kadar FT4 mencapai nilai normal.
 Penyesuaian dosis OAT dilakukan berdasarkan kadar FT4; bila telah mecapai remisi,
dosis
OAT dihentikan atau dosis dikurangi. OAT dapat di berikan sampai beberapa tahun
kecuali bila ada reaksi alergi atau toksil, kepatuhan pasien minum OAT secara teratur
merupakan factor penting.

 Pasien dinyatakan mencapai remisi sempurna bila kladar FT4 dan TSHs berada dalam
batas normal setelah OAT dihentikan selama satu tahun; sebaliknya pasien dinyatakan
kambuh bila kadar FT4 kembali meningkat dan kadar TSHs tersupresi beberapa waktu
setelah OAT dihentikan.

 Bila terjadi kekambuhan pemberian OAT dimulai kembali, atau dipertimbangkan


pengobatan cara lain seperti pengobatan definitive ablasi dengan iodium radioaktif atau
tiroidektomi.

 Adenoma toksik/ Nodul tiroid Otonom atau Struma Multinodusa Toksik tiodak akan
mencapai remisi sempurna dengan pemberian OAT, OAT hanya digunakan sebagai
persiapan sebelum pengobatan definitifablasi dengan pembedahan atau iodium radioaktif.

Manajemen spesifik untuk penyakit Graves


Ada 3 modalitas pengobatan yang dapat digunakan: obat antitiroid (OAT), terapi yodium
radioaktif dan tiroidektomi.

OAT disarankan pada pasien GD dengan ketentuan sebagai berikut:


a. Pasien dengan kemungkinan tinggi remisi (pasien, terutama perempuan, dengan penyakit
ringan, gondok kecil, dan negatif atau rendah-titer TRAb)
b. Tua atau orang lain dengan komorbiditas meningkatkan risiko bedah atau dengan harapan
hidup terbatas
c. Individu di panti jompo atau fasilitas perawatan lain yang mungkin umur panjang terbatas
dan tidak mampu mengikuti peraturan keselamatan radiasi
d. Pasien dengan leher dioperasikan atau iradiasi sebelumnya

Terapi yodium radioaktif sangat disukai pada pasien GD dengan kondisi klinis berikut:
a. Betina merencanakan kehamilan di masa depan (dalam lebih dari 4-6 bulan setelah terapi
radioiodine, disediakan kadar hormon tiroid normal),
b. Individu dengan komorbiditas meningkatkan risiko bedahPasien dengan sebelumnya
dioperasikan atau eksternal iradiasi leher, atau kurangnya akses ke ahli bedah tiroid
volume yang tinggi
c. Kontraindikasi pada penggunaan ATDs

Prosedur bedah direkomendasikan pada pasien dengan GD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. kompresi gejala atau gondok besar (≥80 g)
b. serapan relatif rendah yodium radioaktif
c. Ketika keganasan tiroid didokumentasikan atau dicurigai (misalnya, mencurigakan atau
tak tentu sitologi);
d. Besar nonfunctioning, photopenic atau hypofunctioning nodul
e. hiperparatiroidisme hidup bersama yang membutuhkan pembedahan
f. Wanita yang merencanakan kehamilan di <4-6 bulan (yaitu, sebelum kadar hormon
tiroid akan normal jika yodium radioaktif dipilih sebagai terapi), terutama jika tingkat
TRAb sangat tinggi
g. Pasien dengan moderat sampai berat GO aktif

Pengelolaan Graves Disease menggunakan OAT


Ada 2 kelas OAT tersedia: thiouracil (propylthiouracil (PTU)) dan imidazol (methimazole
(MMI), karbimazol dan thiamazole).
PTU disarankan sebagai obat pilihan dalam kondisi berikut: selama trimester pertama
kehamilan; Badai tiroid atau krisis tiroid; dan di antara mereka dengan riwayat alergi atau
intoleransi terhadap obat anti-tiroid dan yang menolak untuk menjalani yodium radioaktif atau
terapi bedah. Kombinasi OAT dengan dosis rendah L-tiroksin sebagai terapi pengganti hormon
umumnya tidak dianjurkan.
Dosis awal PTU tinggi, dimulai dengan 100-200 mg tiga kali sehari, tergantung pada
beratnya hipertiroid. Seperti temuan klinis dan tes fungsi tiroid kembali normal, pengurangan
untuk dosis pemeliharaan PTU dari 50 mg dua atau tiga kali sehari, bahkan sekali sehari biasanya
mungkin sebagai dosis pemeliharaan.
Seperti PTU, pada awal terapi MMI, dosis yang lebih tinggi disarankan (10-20 mg per hari)
untuk mengembalikan euthyroidism, berikut ini yang dosis dapat dititrasi ke tingkat
pemeliharaan (umumnya 5-10 mg sehari). MMI memiliki manfaat administrasi sekali-a-hari dan
mengurangi risiko efek samping besar dibandingkan dengan PTU.
Penilaian T4 bebas serum harus diperoleh sekitar 4 minggu setelah mulai terapi, sampai
tingkat eutiroid yang dicapai dengan dosis minimal obat. Setelah pasien eutiroid, pengujian
biokimia dan evaluasi klinis dapat dilakukan dengan interval 2-3 bulan.
Sebelum memulai terapi obat antitiroid, meminta untuk tes awal darah, jumlah sel darah putih
terutama diferensial, bilirubin dan transaminase dapat dipertimbangkan.

Terapi yodium radioaktif di GD


Pasien dengan GD yang berada pada peningkatan risiko untuk komplikasi com- karena
memburuknya hipertiroidisme (yaitu, mereka yang sangat simtomatik atau memiliki T4 bebas
memperkirakan 2-3 kali batas atas normal) harus diperlakukan dengan blokade beta-adrenergik
dan / atau ATDs sebelum terapi yodium radioaktif.
Jika diberikan sebagai pretreatment, MMI harus dihentikan 3-5 hari sebelum pemberian
yodium radioaktif, restart 3-7 hari kemudian, dan umumnya meruncing lebih 4-6 minggu sebagai
fungsi tiroid menormalkan.
Tes kehamilan harus diperoleh dalam waktu 48 jam sebelum pengobatan pada setiap wanita
dengan potensi melahirkan anak yang harus diperlakukan dengan yodium radioaktif. Dokter yang
merawat harus mendapatkan tes ini dan memverifikasi hasil negatif sebelum pemberian yodium
radioaktif. Sekitar 2 minggu setelah dan sebelum terapi yodium radioaktif, tinggi-yang
mengandung iodine makanan seperti makanan laut dan obat yang mengandung iodine secara
ketat dilarang. Selama 3 hari setelah terapi yodium radioaktif, pasien harus disarankan untuk
tidak tinggal dekat (kurang dari 5 meter radius jarak) dengan anak-anak berusia kurang dari 13
tahun dan wanita hamil. Pasien dilarang untuk hamil dalam 6 bulan setelah terapi yodium
radioaktif; kontrasepsi yang dianjurkan selama periode itu.
Tindak lanjut dalam 1-3 bulan pertama setelah terapi yodium radioaktif untuk GD harus
mencakup penilaian dari T4 bebas dan total T3. Jika setelah 3 bulan tindak lanjut, pasien tetap
tirotoksik, dosis kedua terapi yodium radioaktif harus dipertimbangkan. Transient
hipotiroidisme setelah terapi yodium radioaktif dapat jarang terjadi selama 6 bulan setelah terapi
iodine, dengan pemulihan lengkap selanjutnya fungsi tiroid. Oleh karena itu, hipotiroidisme
terjadi selama mereka pertama 6 bulan tidak memerlukan terapi hormon tiroid pengganti.terapi
penggantian hormon tiroid harus diberikan sesuai untuk secara seumur hidup. Setiap pasien yang
menjalani terapi yodium radioaktif harus benar-benar menjelaskan tentang terjadinya
hipotiroidisme pasca terapi dan informasi penting lainnya yang terkait dengan terapi yodium
radioaktif.

Manajemen Bedah Pasien Dengan GD


Bila mungkin, pasien dengan GD menjalani tiroidektomi harus pada keadaan eutiroid. Di
keadaan luar biasa, jika tidak mungkin untuk membuat pasien dengan GD eutiroid sebelum
tiroidektomi, kebutuhan untuk tiroidektomi sangat mendesak, atau ketika pasien alergi terhadap
obat antitiroid, pasien harus diobati dengan beta-blokade dan kalium iodida dalam periode pra
operasi segera.

Komplikasi bedah berikut tiroidektomi pada pasien GD relatif langka, yaitu,


hipoparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara. Peningkatan hasil pasien, khususnya tingkat
komplikasi, telah terbukti inde- secara independen dikaitkan dengan volume bedah tiroidektomi
tinggi.
BAB III

PENUTUP

Tiroid adalah kelenjar endokrin dalam tubuh manusia yang mempengaruhi aktivitas
fisiologis manusia. Kelainan dan penyakit tiroid masih dianggap masalah serius dan butuh
pengetahuan terperinci dan penanganan lebih lanjut.

Pengelolaan penyakit hipertiroid terdiri dari pengobatan dengan obat antitiroid,


iodium radioaktif, pembedahan. Penyakit hipertiroid Graves sering sembuh dan kambuh
setelah pengobatan dengan obat antitiroid dihentikan.

Gangguan irama jantung: takikardia, fibrilasi atrial, gagal jantung penting


pengelolaan dalam hipertiroid. OAT tidak akan menyembuhkan adenoma toksik dan
struma multinodosa toksik dan digunakan hanya untuk persiapan tindakan tiroidektomi.
Pengobatan adenoma toksik/nodul tiroid otonom dan struma multinodosa toksik dilakukan
dengan iodium radioaktif atau pembedahan. Pilihan cara pengobatan tergantung pada
pengalaman dokter, fasilitas yang tersedia, dan preferensi pasien. Pengobatan definitive
adalah ablasi iodium radioaktif atau pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lang, Florian, Stefan Silbernagl. Color Atlas of Pathophysiology. Germany: Thieme.


2013.
2. Bahn, Rebecca S, Henry Burch, et al. Hyperthyroidism and Other Causes of
Thyrotoxicosis: Management Guidelines of The American Thyroid Association and
American Association of Clinical Endocrinologists. USA: ATA/AACE. 2011.
3. Journal of the ASEAN Federation of Endocrine Societies. Indonesian Clinical Practice
Guidelines for Hyperthyroidism: The Indonesian Society of Endocrinology Task Force
on Thyroid Diseases. Philipphines: JAFES. 2013.
4. Harrison’s Principles of Internal Medicine 19th Edition. USA: The McGraw Hill
Company. 2016.
5. Sherwood L, et al. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: EGC.
6. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pedoman Pengelolaan Penyakit Hipertiroid.
Indonesia: Kelompok Studi Tiroidologi Indonesia. 2017.
7. Setiati, Siti, Sudoyo AW. Buku Ajar Penyakit Dalam Jiid II Edisi IV. Jakarta: EGC. 2007
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Umum Pengendalian Gangguan
Tiroid di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Kemenkes RI. 2017.

Anda mungkin juga menyukai