PEMBIMBING:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya kelompok tutorial O dapat menyelesaikan tugas resume
tutorial 4 tepat pada waktunya.
Resume tutorial 4 ini dapat tersusun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami hendak mengucapkan terima kasih banyak,
khususnya kepada dr. Rosita Dewi, M. Biotech selaku dosen pembimbing kami dalam
kelompok tutorial O Fakultas Kedokteran Universitas Jember, Segenap keluarga yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada kami, serta pihak-pihak lain yang turut
membantu terselesaikannya resume tutorial 4 ini.
Kami menyadari bahwa resume tutorial 4 ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Kami mohon kritik dan saran yang membangun sebagai pedoman kami dalam
melangkah ke arah yang lebih baik. Semoga resume tutorial 4 ini dapat berguna bagi kita
semua.
Seorang perempuan berusia 55 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri dada. Keluhan
dirasakan tiba-tiba 3 jam sebelum ke RS setelah naik motor dan mengangkat 5 kg beras. Nyeri
dirasakan seperti tertindih benda berat dan menjalar ke rahang bagian bawah dan lengan kiri.
Pasien tidak pernah mengeluh nyeri dada sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tinggi
badan 160 cm, berat badan 70 kg, tekanan darah 160/80 mmHg, denyut nadi 90 x/menit, frekuensi
nafas 26 x/menit. Intensitas nyeri dengan VAS pada skala 8-9. Hasil pemeriksaan EKG sesuai
gambar berikut. Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi namun tidak rutin kontrol. Ayah
pasien adalah penyandang diabetes mellitus. Saat disiapkan untuk pindah ke ICCU, pasien
mengeluh dada semakin berdebar-debar dan acral menjadi dingin.
A. PEMBAHASAN KLARIFIKASI ISTILAH
1. VAS
VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas nyeri yang dialami
pasien dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan pembacaan skala 0–100
mm dengan rentangan makna:
2. ICCU
Unit perawatan intensif untuk penyakit jantung koroner, serangan jantung, gagal jantung.
Untuk pasien dengan kondisi tidak stabil dan dibutuhkan ruangan steril
1. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri yang menjalar ke rahang dan lengan kiri dan
bagaimana mekanismenya?
Nyeri yang menjalar ke rahang dan lengan kiri tersebut dapat menjadi penanda dari ada
kelainan pada arteri coroner, bisa terjadi karena adanya obstruksi total maupun parsial.
Hal tersebut terjadi karena meningkatnya kebutuhan miokard terhadap O2 dan
menurunnya perfusi, sehingga terjadi ischemia. Untuk mekanismenya bermacam-macam,
bisa karena adanya proses aterosklerosis, ruptur plak, terjadi vasospasme pembuluh darah
koroner akibat zat vasoaktif platelet, peningkatan stimulus simpatis dengan meningkatnya
denyut jantung dan vasokontriksi. Mekanisme-mekanisme tersebutlah yang dapat
menyebabkan miokard mengalami ischemi yang manisfestasi klinisnya berupa nyeri dada
yang menjalar ke rahang dan lengan kiri.
2. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik pasien?
- TB = 160, BB = 70, IMT = 27,3 obesitas grade 1 salah satu faktor resiko PJK
- TD 160/80 = hipertensi faktor resiko PJK
- Heart rate 90x/menit = normal
- RR 26 x/menit = takipneu adanya sumbatan dan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
3. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan ekg?
Irama : sinus (gelombang P diikuti kompleks qrs)
Frekuensi : reguler karena jarak antar gelombang R sama, jadi dapat menggunakan rumus
300:jumlah kotak sedang antar gelombang R, maka 300:3,5 sekitar 85x/mnt, termasuk
normal
Axis : didapatkan lead 1 avf positif maka axis normal
Kelainan ruang jantung : tidak ditemukan P pulmonal maupun mitral di lead 2 atau V1
maka tidak ada pembesaran atrium, juga tidak ditemukan tanda adanya hipertrofi
ventrikel
Koroner : terdapat ST elevasi di lead 2,3 dan avf menunjukkan adanya infark di bagian
inferior jantung. Adanya ST depresi pada lead 1, avl, v2,v3,v4 menunjukkan adanya
iskemia anterolateral, kemungkinan akibat dampak dari infark.
4. Bagaimana interpretasi dari VAS?
Berdasarkan kasus di atas, skala nyeri pasien berada pada skala 8-9 yang berarti nyeri
berat
5. Apakah kaitan antara nyeri dada dengan hipertensi yang dialami pasien?
Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan disfungsi pada endotel.
Disfungsi endotel dapat menyebabkan aterosklerosis. Pada aterosklerosis akan timbul
plaq dimana plaq ini dilapisi oleh suatu dinding yaitu dinding plaq. Dinding plaq yang
lemah dapat menyebabkan rupture plaq, dimana kelemahan dinding ini disebabkan oleh
adanya enzim protease yang dihasilkan oleh makrofag. Ruptur plaq menyebabkan
terjadinya thrombus. Thrombus yang terbentuk ini dapat melewati pembuluh darah yang
mengarah pada organ-organ seperti jantung. Apabila menyumbat pada arteri coroner
dapat menyebabkan nyeri dada atau yang disebut dengan angina pectoris. Dimana angina
pectoris ini memiliki gejala yang khas seperti yang dialami pasien yaitu terjadi atau
bertambah parah saat melakukan suatu aktivitas dan nyerinya dapat menjalar seperti ke
rahang bawah dan lengan kiri.
6. Apakah ada kaitan antara ayah pasien yang menyandang diabetes melitus dengan
kondisi pasien?
- Ada. Meningkatkan resiko terjadinya diabetes pada pasien hiperglikemia dan
dislipidemia penumpukan LDL disfungsi endotel meningkatkan resiko
aterosklerosis SKA
- Keturunan = diabetes tipe 1 , karena sel beta pankreas terjadi kerusakan sehingga tidak
dapat menghasilkan insulin ; karena faktor genetik
- Pasien dengan DM kadar gula darah meningkat akan menempel ke dinding pembuluh
darah berikatan dg protein AGES aterosklerosis pada dinding pembuluh darah
- Dilakukan pemeriksaan pada pasien dengan usia >45 tahun / <45 tahun dengan obesitas
7. Apakah ada hubungan antara keluhan pasien dengan aktivitas yang dilakukan
pasien sebelumnya yaitu mengangkat beras 5 kg?
Ketika beraktivitas, kan butuh lebih banyak oksigen di sistemik Maka jantung harus lebih
kuat memompa darah ke sistemik. Padahal jantung itu sendiri kan adalah kumpulan otot
Butuh oksigen juga,jika oksigen mencukupi untuk produksi energi mendukung
kontraktilitas otot jantung. Sedangkan arteri koronernya lagi tersumbat, jadi darah ke
jantung menurun Padahal dia harus bekerja keras, maka ya terjadi angina pectoris akibat
jantungnya meronta2 kekurangan oksigen.
8. Apa yang menyebabkan dada pasien semakin berdebar-debar dan akral menjadi
dingin?
Keringat dingin sendiri bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan gejala penyerta
dari kondisi tertentu yang mendasarinya. Keringat dingin terutama muncul di kaki,
telapak tangan, bawah lengan, dan ketiak. Keringat dingin yang menyertai keluhan nyeri
dada khas atau sesak nafas mengindikasikan adanya serangan jantung akut.
Penurunan cardiac output dimana darah tidak ada yang dipompa dari ventrikel kiri ke
seluruh tubuh tidak normal sehingga hal ini akan menyebabkan vasokontriksi di
pembuluh darah perifer, tubuh akan merespon keadaan ini dengan stress, stress tersebut
akan meningkatkan suhu tubuh sebagaimana kita ketahui bahwa suhu tubuh diatur oleh
hipotalamus yang menghasilkan hormone bradykinin yang mempengaruhi kelenjar
keringat , rangsang stress tadi membuat suhu pada pembuluh darah naik dan akan
merangsang hipotalamus yang dimana rangsang tersebut akan diteruskan ke kelenjar
keringat dan kelenjar keringat akan menyerap beberapa zat dari kapiler pembuluh draah
dan akan keluar dari kulit dalam bentuk keringat.
9. Mengapa pasien dipindah ke ruang ICCU?
- Pasien kondisi gawat darurat : fungsi jantung menurun, akral dingin
- Karena dibutuhkan terapi yang intensif
- Kriteria : golongan pasien prioritas I, pasien kritis, tidak stabil, dibutuhkan alat ventilasi,
obat antiaritmia ; terjadi gangguan PJK
10. Tindakan apa yang dilakukan di ICCU?
Fase Akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4 liter/menit
c. Pemasangan IVFD
d. Obat-obatan :
Aspilet 160 mg kunyah
Clopidogrel (untuk usia<75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi
clopidogrel) berikan 300 mg jika pasien mendapatkan terapi fibrinolitik
atau
Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor1 80mg jika pasien mendapatkan
primary PCI
Atorvastatin 40 mg
Nitrat sublingual 5 mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada
keluhan, dan dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten
Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
e. Monitoring jantung
f. Jika onset < 12jam:
Fibrinolitik (di IGD) atau
Primary PCI (di Cathlab) bila fasilitas dan SDM di cathlab siap melakukan
dalam 2 jam
Aspilet 160mg kunyah
Clopidogrel (untuk usia<75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi
clopidogrel) berikan 300 mg jika pasien mendapatkan terapi fibrinolitik
atau
Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor1 80mg jika pasien mendapatkan
primary PCI
Atorvastatin 40mg
Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada
keluhan, dan dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten
Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
13. Bagaimana prognosis dari keadaan pasien dan apa saja faktor resiko terhadap
kejadian yang dialami pasien?
Faktor risiko ada yang dapat diudah dan tidak dapat diubah
Untuk yang tidak dapat diubah yaitu → Umur , jenis kelamin,genetik
Untuk yang bisa dapat diubah yaitu → kebiasan merokok, hipertensi, obesitas, stress,
konsumsi alkohol
C. LEARNING OBJECTIVE
1. Menjelaskan tentang patologi meliputi definisi hingga tatalaksana farmako dan non
farmako, komplikasi, prognosis dari :
a) Angina pectoris (stabil dan tidak stabil)
b) STEMI
c) NSTEMI
d) Infark myokard
e) Syok kardiogenik
f) HF
g) Olahraga pada SKA
h) Pola hidup pada SKA
2. Menjelaskan tentang farmakologi obat :
a. Antiplatelet
b. Antiangina
c. Trombolitik
d. Antikoagulan
3. Menjelaskan tentang metabolisme kolesterol
4. Menejelaskan tentang mekanisme penjalaran nyeri dari sisi neurologis
5. Menyebutkan dan menjelaskan indikasi dan kontraindikasi PCI
6. Menjelaskan Hubungan PJK dengan Kardiomiopati
1. Menjelaskan tentang patologi meliputi definisi hingga tatalaksana farmako dan non
farmako, komplikasi, prognosis dari :
a. Angina pectoris (stabil dan tidak stabil)
Angina Pectoris Stabil
Definisi
Angina pektoris (AP) adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium.
AP mempunyai karakteristik tertentu yaitu nyeri retrosternal yang lokasi
terseringnya di dada, substernal atau sedikit ke kiri, dengan penjalaran ke leher,
rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri. Angina pektoris stabil memiliki tampilan klinis yang khas
yaitu rasa tidak nyaman (jarang digambarkan sebagai nyeri) yang dalam dan
lokasi yang sulit ditunjuk di daerah dada atau lengan, dipicu oleh aktivitas fisik
atau stress emosional dan membaik dalam 5-10 menit dengan istirahat atau
pemberian nitrogliserin sublingual. AP dapat juga bermanifestasi sebagai rasa
tidak nyaman di daerah epigastrium.
Nyeri yang bukan tergolong angina biasanya ditandai dengan keterlibatan nyeri di
sebagian kecil hemotoraks kiri dan berlangsung dalam beberapa jam atau hari,
dan nyeri tidak berkurang dengan pemberian nitrogliserin. Kualitas nyeri biasanya
merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih / berat di dada, rasa desakan
yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-remas atau dada
mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat dingin dan
sesak napas serta perasaan takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam,
seperti rasa ditusuk-tusuk / diiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang
pasien mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak di dadanya.
Epidemiologi
Prevalensi terjadinya angina pada studi populasi meningkat di setiap tingkatan
usia dan perbedaan jenis kelamin. Terdapat data 5-7% di wanita berusia 45-67
tahun dan 10-12% di wanita berusia 65-84 tahun mengalami angina pektoris
stabil, dan ada pria ditemukan 4-7% usia 45-64 tahun, dan 12-14% pada usia 65-
84 tahun.
Klasifikasi
Klasifikasi Angina Pektoris(AP):
1. Angina tipikal (definite)
Memenuhi tiga dari tiga karakteristik nyeri dada:
a. Rasa tidak nyaman di retrosternal yang sesuai dengan karakteristik nyeri
dan lamanya nyeri
b. Dipicu oleh aktivitas fisik atau stres emosional
c. Nyeri berkurang pada istirahat dengan atau pemberian nitrat.
b. STEMI
Definisi
ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan suatu kondisi yang
mengakibatkan kematian sel miosit jantung karena iskhemia yang berkepanjangan
akibat oklusi total dari arteri koroner dan ditandai dengan adanya elevasi segmen
ST pada EKG
Etiologi
STEMI disebabkan oleh adanya aterosklerotik pada arteri koroner atau penyebab
lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Patofisiologi
Proses aterosklerotik dimulai ketika adaya luka pada sel endotel yang bersentuhan
langsung dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel endotel yang semula licin
menjadi kasar, sehingga zat-zat didalam darah menempel dan masuk kelapisan
dinding arteri. Penumpukan plaque yang semakin banyak akan membuat lapisan
pelindung arteri perlahan-lahan mulai menebal dan jumlah sel otot bertambah.
Setelah beberapa lama jaringan penghubung yang menutupi daerah itu berubah
menjadi jaringan sikatrik, yang mengurangi elastisitas arteri. Semakin lama
semakin banyak plaque yang terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Pada
STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang
dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik. Pada lokasi ruptur plaque, berbagai agonis (kolagen, ADP epinefrin
dan serotonin) memicu aktivasi trombosit, selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Aktifitas trombosit
juga akan memicu terjadinya agregasi platelet dan mengaktifasi faktor VII dan X
sehingga menkonversi protombin menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi fibrin.
Pembentukan trombus pada kaskade koagulasi akan menyebabkan oklusi oleh
trombus sehinga menyebabkan aliran darah berhenti secara mendadak dan
mengakibatkan STEMI (Black & Hawk, 2005; Lily, 2008; Libby, 2008 & Alwi,
2006).
Diagnosa
1. Anamnesis
Pada anamnesis kita perhatikan keluhan pasien. Keluhannya dapat berupa nyeri
dada yang tipikal seperti rasa terbakar, tertekan atau berat pada daerah
retrosternal, dan menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, bahu atau epigastrium.
Keluhannya dapat berlangsung intermiten atau persisten ( lebih dari 20 menit ).
Keluhan sering disertai mual atau muntah, nyeri abdominal, dan sesak napas
2. Pemeriksaan Fisik
o Umum : kecemasan, sesak, keringat dingin, tekanan darah < 80 - 90
mmHg, takikardia, RR meningkat
o Leher : normal atau sedikit peningkatan JVP.
o Jantung : S1 lemah, S4 dan S3 gallop, keterlambatan pengisian kapiler.
o Paru : mengi dan rongki bila terdapat gagal jantung.
o Ekstremitas : normal atau dingin.
3. Elektrokardiografi
Diagnosis STEMI ditegakkam berdasarkan EKG yaitu adanya elevasi segmen
ST > 1 mm pada sadapan ekstremitas dan > 2 mm pada sadapan prekordial.
EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroneràmenunjukkan elevasi
segmen ST yang kemudian akan berkembang menjadi gelombang Q. Pada
STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF. Gelombang
ST yang elevasi mencemirkan arteri di jantung tersumbat dan mengalami
penebalan
4. Biomarker
Biomarker yang dianjurkan untuk diperiksa adalah creatinine kinase (CK-MB)
dan troponin I/T dan dilakukan secara serial. Akan tetapi karena yang CK-MB
ini dinilai kurang sensitive, akhirnya sekarang lebih direkomendasikan
menggunakan Troponin, kalau bisa yang high sensitive troponin.
a. CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
b. Troponin T : enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan masih dapat dideteksi setelah 5-14
hari
Faktor Risioko
Penatalaksanaan
1. Tirah baring.
2. Pemberian suplemen Oksigen segera bila saturasi oksigen < 95% atau
mengalami distres respirasi. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua
pasien SKA dalam 6 jam pertama
3. Nitrogliserin tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung, jika nyeri dada tidak hilang bisa diulang sampai 3 kali.
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada pasien tanpa komplikasi.
5. Clopidogrel dengan dosis awal 300 mg.
6. Morfin sulfat 1-5 mg IV, dapat diulang 10-30 menit bagi pasien yang tidak
responsif.
Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi pada STEMI dapat dilakukan dengan beberapa upaya yaitu
dengan intervensi koroner primer (IKP), pemberian fibrinolitik dan juga rescue
PCI. Terapi reperfusi wajib dilakukan dalam 12 jam pertama setelah nyeri dada.
Pilihan metode reperfusi STEMI berupa terapi fibrinolitik. Jenis-jenis obat
fibrinolitik adalah :
a. Streptokinase diberikan dalam 1 jam. Terapi dinyatakan berhasil bila
dijumpai VES (ventricular extrasystole) pada EKG yang menandakan lisisnya
tromboemboli.
b. Tissue Plasminogen Activator (tPA) àPenggunaan tPA harus
dipertimbangkan pada pasien-pasien alergi terhadap streptokinase dan
hipotensi.
c. NSTEMI
Definisi
IMA non ST-elevasi (NSTEMI) yaitu oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST
pada EKG
Patofisiologi
Diagnosis
Pada NSTEMI, nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di
epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar,
nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan menjadi gejala yang sering
ditemukan. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI
telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, 24
syncope atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam
kelompok yang lebih besar pada pasien berusia lebih dari 65 tahun.9
Tatalaksana
1. Clopidogrel
o Gol Thienopyridine yg memblok P2Y reseptor ADP
o Menghambat aktivasi platelet
o Digunakan pada pasien UA/NSTEMI : Diberikan pada semua pasien
Bukan kandidat CABG Pasien yg direncanakan kateterisasi dlm 24-36 jam
stlh masuk
d. Infark myokard
Definisi
Infark miokard (MI), yang dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai "serangan
jantung", disebabkan oleh penurunan atau penghentian total aliran darah ke
sebagian miokardium.Aterosklerosis dan trombosis arteri koroner, penyebab
utamanya MI, memicu iskemia lokal dan nekrosis daerah miokard yang sudah
ditentukan. Nekrosis biasanya terjadi kira-kira 20 sampai 30 menit setelah oklusi
arteri koroner. Atau bisa juga disebabkan oleh ketidskseimbangan antara suplai
dan kebutuhan 02 dapat menyebabkan iskemia miokardium. Infark miokard
mungkin “diam” dan tidak terdeteksi, atau bisa jadi merupakan peristiwa bencana
yang menyebabkan kerusakan hemodinamik dan kematian mendadak.
Etiologi
- Suplay oksigen ke jantung berkurang yang disebabkan oleh faktor pembuluh
darah (artherosklerosis, spasme, arteritis), faktor sirkulasi (hipotensi,
stenosis aorta, insufisiensi), dan faktor darah (anemia, hipoksemia,
polisitemia)
- Curah jantung yang meningkat, misalnya beraktivitas, emosi, makan yang
terlalu banyak, anemia, dan hipertiroidisme
- Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada saat terjadi kerusakan miokard,
hipertropi miokard, hipertensi diastole
- Emboli koroner (misalnya dari endokarditis, katup jantung buatan)
- Anomali kongenital arteri koroner
- Trauma koroner atau aneurisma
- Diseksi arteri koroner spontan
- Kejang arteri koroner yang parah (primer atau yang diinduksi kokain)
- Peningkatan viskositas darah (misalnya polisitemia vera, trombositosis)
Infark miokard sangat erat kaitannya dengan penyakit arteri koroner. Khususnya
pada faktor resiko yang dapat dimodifikasi :
1. Merokok
2. Dislipidemia
3. Hipertensi
4. Diabetes Mellitus
5. Obesitas perut
6. Faktor psikososial : depresi, kehilangan kendali, stress, tekanan dsri
berbagai pihak, konflik keluarga
7. Kurangnya aktivitas fisik
8. Kurangnya konsumsi buah sayur setiap hari
9. Konsumsi alkohol
Patofisiologi
Proses iskemi atau infark didahului terbentuknya plak aterosklerotik dalam
pembuluh darah koroner yang menyempitkan lumen pembuluh darah. Plak
aterosklerotik dilapisi selubung fibrosa tipis sehingga rentan ruptur. Apabila plak
ruptur atau pecah, terjadi proses trombosis (agregasi trombosit dan aktivasi
kaskade koagulasi) pada pembuluh darah koroner yang kemudian akan
membentuk trombus. Trombus bisa menyebabkan sumbatan total lumen
pembuluh darah, sehingga menghambat suplai darah menuju miokardium,
menyebabkan SKA. Dengan oklusi arteri koroner, miokardium kekurangan
oksigen. Kekurangan suplai oksigen ke miokardium yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kematian sel miokard dan nekrosis. Nekrosis menyebar dari sub
endokardium ke sub perikardium.Biasanya MI dimulai di subendokardium. Ini
karena wilayah subendokard adalah bagian dinding ventrikel dengan perfusi
yang paling buruk. Fungsi jantung terganggu tergantung pada area yang
mengalami infark. Karena kapasitas regenerasi miokardium yang dapat
diabaikan, area yang mengalami infark sembuh dengan pembentukan parut, dan
seringkali, jantung direnovasi yang ditandai dengan dilatasi, hipertrofi segmental
dari jaringan yang tersisa, dan disfungsi jantung. Pasien bisa datang dengan
ketidaknyamanan atau tekananan dada yang bisa menjalar ke leher, rahang,
bahu, atau lengan. Sumbatan subtotal yang diperberat vasokonstriksi juga dapat
menimbulkan SKA. Vasokonstriksi terjadi akibat pelepasan zat vasoaktif saat
terjadi ruptur plak. Pada SKA, terutama IMA-VKa, umumnya pembuluh darah
yang tersumbat adalah RCA karena sistem anatomi pembuluh darah koroner
yang memperdarahi ventrikel kanan didominasi RCA, dikenal dengan sistem
perdarahan dominan kanan. Jika sumbatan makin mendekati proksimal RCA,
bagian jantung yang infark juga makin luas. Pada beberapa kasus jarang bisa
ditemukan IMA-VKa yang sumbatannya tidak berasal dari RCA. Hal ini karena
sistem pembuluh darah koroner yang memperdarahi ventrikel kanan adalah LCx,
dikenal sebagai sistem pendarahan dominan kiri. IMA-VKa sangat jarang terjadi
secara tunggal, lebih sering muncul bersama infark miokard akut inferior. Hal ini
karena sistem anatomi vaskularisasi bagian inferior dan ventrikel kanan berasal
dari aliran yang sama, yakni suplai dari RCA. Dampak utama IMA-VKa adalah
menurunnya kontraktilitas miokardium ventrikel kanan. Hal ini dapat
menyebabkan penurunan volume darah yang akan dipompa menuju ke sistem
pulmonal. Akibatnya preload ventrikel kiri juga ikut menurun. Selain itu, gejala
lain dapat berupa edema perifer, peningkatan tekanan vena jugular, hipotensi,
hipoksemia, bahkan bisa terjadi syok kardiogenik. Dampak lain IMAVKa adalah
Blok AV karena AV node juga mendapat pendarahan utama dari RCA. Blok AV
pada IMA-VKa akan memperburuk kondisi hemodinamik pasien. Segera setelah
terjadi Infark Miokard daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sitolik (diskinesia) dengan akibat menurunnya ejeksi fraction, isi
sekuncup, dan peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel
kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri
juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudat cairan ke jaringan interstitium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah infark,
tetapi juga daerah iskemik disekitarnya.
Pemeriksaan Fisik
- Biasanya normal, kecuali ada komorbid/komplikasi
- dapat menemukan trias klasik yaitu hipotensi, lapangan paru bersih (tidak ada
ronkhi basah), serta distensi vena jugularis. Trias klasik ini memiliki
sensitivitas rendah, namun cukup spesifik untuk IMA-VKa apabila ditemukan
pada pasien infark miokard akut inferior. Selain trias tersebut, pada IMA-
VKa juga dapat ditemukan gejala edema perifer sebagai tanda gagal jantung
kanan akut.
Pemeriksaan penunjang
1. EKG
- Menunjukkan adanya oklusi arteri koroner yang sedang berlangsung (ada
atau tidaknya LVH dan BBB)
- Elevasi segmen ST dalam dua lead yang berdekatan (diukur pada titik J)
o Lebih dari 5 mm pada pria yang lebih muda dari 40 tahun, lebih besar
dari 2 mm pada pria yang lebih tua dari 40 tahun, atau lebih besar dari
1,5 mm pada wanita pada lead V2-V3 dan / atau
o Lebih dari 1 mm di semua kabel lainnya
- Depresi segmen ST dan perubahan gelombang T.
Depresi segmen ST horizontal atau miring ke bawah yang lebih besar dari
5 mm pada 2 sadapan bersebelahan dan / atau inversi T lebih besar dari 1
mm pada dua sadapan bersebelahan dengan gelombang R yang menonjol
atau rasio R / S lebih besar dari 1
- Terkait dengan adanya MI sebelumnya dengan ada tidaknya LVH dan
BBB
Setiap gelombang Q dalam sadapan V2-V3 lebih besar dari 0,02 detik atau
kompleks QS pada sadapan V2-V3
I Gelombang Q> 03 s dan lebih besar dari 1 mm atau kompleks QS pada
sadapan I, II, aVL, aVF atau V4-V6 dalam dua sadapan pengelompokan
sadapan yang berdekatan (I, aVL; V1-V6; II, III, aVF)
Gelombang R> 0,04 s di V1-V2 dan R / S lebih besar dari 1 dengan
gelombang T positif yang sesuai jika tidak ada cacat konduksi
- Infark Miokard Akut inferior
ST elevasi > 0,1mV: Lead II,III,Avf
ST depresi : lead 1,v6,aVF
- IMA-Vka : ditemukan elevasi segmen ST pada sadapan II, III, dan aVF,
dengan elevasi segmen ST pada sadapan III lebih tinggi daripada sadapan
II, serta juga ditemukan elevasi segmen ST ≥0,1 mV pada sadapan aVR
dan/atau V1, dicurigai infark miokard akut inferior disertai keterlibatan
IMA-VKa.
- Untuk memastikan diagnosis, dilakukan sadapan prekordial kanan, yakni
V3R dan V4R. Bila didapatkan elevasi segmen ST ≥ 0,1 mV, diagnosis
IMA-VKa dapat ditegakkan
2. Deteksi biomarker
Tatalaksana
a. Non farmakologi:
- Modifikasi Gaya Hidup
Penghentian merokok adalah tindakan sekunder yang paling hemat biaya
untuk mencegah MI. Merokok memiliki efek pro-trombotik, yang memiliki
hubungan kuat dengan aterosklerosis dan infark miokard. Diet, alkohol, dan
pengendalian berat badan: Diet rendah lemak jenuh dengan fokus pada
produk biji-bijian, sayuran, buah-buahan, dan ikan dianggap pelindung
kardioprotektif. Tingkatan target berat badan adalah indeks massa tubuh 20-
25 kg / m2 dan lingkar pinggang <94 cm untuk pria dan <80 cm untuk
wanita
b. Terapi Farmakologis
Prinsip tatalaksana awal sama dengan tatalaksana SKA umum berupa pemberian
MONACO (morfin, oksigen, nitrat, aspirin, klopidogrel). Namun untuk kasus
IMA-VKa, pemberian nitrat dan morfin dihindari karena dapat menurunkan
preload, sehingga akan memperburuk kondisi hemodinamik pasien IMA-VKa.
Selain itu, diuretik dan beta bloker juga dihindari untuk optimalisasi preload.
Untuk menjaga dan mempertahankan preload, dapat dilakukan fluid challenge
dengan pemberian cairan kristaloid seperti normal salin sebanyak 300-600 mL
selama 10 hingga 15 menit melalui vena sentral atau vena perifer terbesar yang
bisa diakses. Selanjutnya kondisi hemodinamik dipantau ketat sambil
memperhatikan tanda-tanda overload cairan. Jika respons klinis bagus, pemberian
cairan dapat dilanjutkan hingga total 1-2 liter dalam 1 jam pertama. Untuk jam
berikutnya dapat dilanjutkan pemberian cairan sebanyak 200 mL/jam sambil terus
menilai respons klinis. Bila pemberian cairan adekuat belum mampu memperbaiki
hemodinamik (tekanan sistolik <90mmHg tanpa tanda-tanda syok), dapat
diberikan inotropik seperti dobutamin. Dobutamin diharapkan mampu
mempertahankan tekanan sistolik >90 mmHg. Selain efek inotropik, dobutamin
memiliki efek menurunkan resistensi pembuluh darah pulmonal serta
meningkatkan curah jantung ventrikel kanan, sehingga keadaan hemodinamik
bisa terus stabil dan perfusi ke organ vital tidak terganggu. Selain dobutamin, obat
lain adalah milrinon. Milrinon dapat meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan
dan menurunkan resistensi pembuluh darah pulmonal.Meskipun begitu, milrinon
merupakan vasodilator pulmonal non-selektif, sehingga pemberian harus
dipertimbangkan terhadap risiko hipotensi sistemik. Pada kasus infark miokard
akut inferior disertai IMA-VKa perlu tindakan reperfusi dini agar mengurangi
perluasan infark miokard, memperbaiki fraksi ejeksi ventrikel kanan serta
menurunkan insidens Blok AV Total. Reperfusi dini dilakukan bila onset
serangan infark miokard akut <12 jam. Tindakan reperfusi berupa pemberian
fibrinolitik atau intervensi koroner perkutan primer (PCI). Tindakan intervensi
koroner perkutan primer lebih direkomendasikan pada kasus IMA-VKa
dibandingkan fibrinolitik jika prosedur dapat dilakukan <120menit. Pasien yang
menjalani PCI harus diobati dengan terapi antiplatelet ganda (DAPT) dengan
aspirin + penghambat P2Y12 dan antikoagulan parenteral. Dalam PCI,
penggunaan prasugrel atau ticagrelor terbukti lebih unggul dari clopidogrel.
Aspirin dan clopidogrel juga ditemukan menurunkan jumlah kejadian iskemik di
NSTEMI dan UA. Antikoagulan yang digunakan selama PCI adalah heparin tak
terpecah, enoxaparin, dan bivalirudin. Bivalirudin dianjurkan selama PCI primer
jika pasien mengalami trombositopenia yang diinduksi heparin.
Komplikasi :
Pada kasus infark miokard akut inferior disertai IMA-VKa dapat terjadi beberapa
komplikasi cukup berat di antaranya gagal jantung kanan akut, blok AV, hingga
syok kardiogenik. Gagal jantung kanan akut terjadi akibat disfungsi ventrikel
kanan. Disfungsi ini disebabkan nekrosis miokardium ventrikel kanan yang cukup
luas, sehingga kontraktilitasnya menurun. Kondisi ini dapat menyebabkan
bendungan vena sistemik ditandai peningkatan tekanan vena jugularis,
hepatomegali, asites, serta edema tungkai. Blok AV juga merupakan komplikasi
IMA-VKa. Hal ini karena nodus AV mendapat suplai darah, terutama dari RCA,
yang diketahui juga memperdarahi bagian inferior jantung dan ventrikel kanan.
Pada keadaan IMA-VKa biasanya akan ditemukan Blok AV derajat 2 atau 3.
Keadaan ini dapat memperberat gangguan hemodinamik karena heart rate
menjadi sangat rendah, sehingga dapat menurunkan cardiac output. Akibatnya
prognosis menjadi lebih buruk. Syok kardiogenik merupakan akibat IMA-VKa
luas, sehingga dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi. Syok ditandai dengan
tekanan sistolik <90 mmHg disertai tanda hipoperfusi jaringan seperti akral dingin
dan penurunan urine output. Syok kardiogenik biasanyaberkaitan dengan
kerusakan sebanyak 40%
e. Syok kardiogenik
Pengertian
Etiologi
Berbagai bentuk disfungsi jantung dapat menyebabkan syok kardiogenik.
Penyebab syok kardiogenik yang paling umum meliputi:
Epidemiologi
Patofisiologi
Gejala
Gejala syok kardiogenik yang muncul bervariasi. Manifestasi klinis syok yang
paling umum, seperti hipotensi, perubahan status mental, oliguria, dan dingin,
kulit berkeringat, dapat dilihat pada pasien dengan syok kardiogenik.
Tatalaksana
f. HF
Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian
kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium yang
mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan
darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu
katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar. Fungsi utama jantung
adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil
metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan
mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan
memompanya ke dalam paru- paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan
membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya
oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.
Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat lagi
memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh,
walaupun darah balik masih dalam keadaan normal. Dengan kata lain, gagal
jantung merupakan suatu ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
(forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau keduanya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya gagal jantung adalah kontraktilitas miokard,
denyut jantung (irama dan kecepatan/ menit) beban awal dan beban akhir.
• usia,
• jenis kelamin,
• keturunan,
• stress,
• obesitas,
• merokok,
• hipertensi,
• ischaemic heart disease,
• konsumsi alkohol,
• Hypothyroidsm,
• penyakit jantung kongenital (defek septum, atrial septal defek, ventrical septal
defek),
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau
tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik
atau disfungsi diastolik . Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan
gejala dan penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG,
foto thoraks, biomarker dan ekokardiografi Doppler. Pasien segera
diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,
kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel
pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi
natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal
jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker
diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita
gagal jantung. Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat
kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan
pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh
darah ginjal, yang bertanggung jawab atas 6 retensi natrium. Konsentrasi
endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.
Penanganan
Tujuan umum penanganan gagal jantung adalah: meniadakan tanda klinik seperti
batuk dan dispne, memperbaiki kinerja jantung sebagai pompa, menurunkan
beban kerja jantung, dan mengontrol kelebihan garam dan air. Obat yang
digunakan untuk penanganan gagal jantung bervariasi tergantung pada etiologi,
keparahan gagal jantung, spesies penderita, dan faktor lainnya.
Untuk mencapai tujuan dalam penanganan gagal jantung dapat dilakukan dengan
cara:
Yang dimaksud disini adalah diet tanpa penggunaan garam dapur baik dalam
proses pengolahan makanan maupun saat makanan tersebut akan dikonsumsi.
Selain itu, konsumsi makanan dengan kandungan Natrium yang tinggi juga
dikurangi. Bahan makanan yang diolah dengan menggunakan garam seperti
kecap, margarin, mentega, keju, terasi, petis,dan sebagainya tidak boleh
dikonsumsi. Demikian juga dengan bahan maknan awetan yang menggunakan
garam seperti ikan asin, sardines, corned beef, sosis dan sebagainya. Konsumsi
bahan makanan yang kandungan natriumnya tinggi baik bahan makanan hewani
maupun nabati harus dibatasi jumlahnya karena kandungan natrium didalamnya
cukup tinggi.
Dalam diet rendah garam, kandungan Natrium dalam makanan masih dalam
jumlah tinggi, yaitu sekitar 2500mg. Pada diet rendah natrium, kandungan Na
adalah antara 600 mg hinga 1200 mg. Akan tetapi dengan hanya mengunakan
bahan makanan tertentu dalam diet, kandungan Na dalam makanan dapat ditekan
sampai batas minimal. Diet rendah natrium hanya diberikan kepada penderita
yang dirawat di rumah sakit. Salah satu diet rendah natrium yang paling sering
digunakan adalah disebut diet kempner. Diet terdiri atas beras dan buah-buahan
kandungan natrium sebanyak 200 mg, protein nabati 20 gram, dan hidrat arang
460 gram sehari. Jumlah cairan yang diberikan antara 700 ml sampai 1000 ml
sehari. Penderita diberi makanan yang terdiri atas 200 – 300 gr beras sehari yang
dimasak sebagai nasi. Nasi tidak boleh dimasak dengan garam. Jumlah kalori
yang didapat dari nasi adalah antara 700 – 100 kalori. Tambahan kalori diperoleh
dengan menambahkan gula atau buah-buahan segar. Semua buah-buahan dapat
diberikan kecuali advokad, kurma, dan buah-buahan yang sudah diawetkan/ buah-
buahan kaleng. Sari tomat dan sari sayuran tidak boleh diberikan. Diet rendah
garam atau rendah natrium tidak hanya diberikan kepada penderita penyakit
jantung, tetapi juga diberikan kepada penderita penyakit ginjal, penyakit sirosis
hati, dan keracunan kehamilan. Penderita bukan saja harus membatasi makanan
yang mengandung natrium tinggi dan pantang garam, tetapi juga obat- obatan
ataupun bahan lainnya yang kadar natriumnya tinggi seperti Na-siklamat (gula
tiruan), bumbu masak (monosodium glutamat), dan sebagainya. Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam menjalani diet rendah garam, antara lain:
Penderita pasca sindrom koroner akut perlu direhabilitasi jantung, sehingga dapat
kembali Suatu kondisi yang optimal secara fisik, medik, psikologik, sosial,
emosional, seksual, dan vokasional, rehabilitasi jantung juga berguna untuk kerja
jantung dan memenuhi syarat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bila
tidak dilakukan rehabilitasi jantung maka otot-otot jantung penurunan secara
periodik, aktifkan Perluas iskemia / infark serta kejadian serangan, hal ini bisa
berlanjut kematian. Program rehabilitasi jantung berisi dari fase empat, yaitu :
- fase I selama pasien di rumah sakit
- fase II segera setelah pasien keluar rumah sakit
- fase III segera setelah fase II masih dalam pengawasan tim rehabilitasi
jantung, dan
- fase IV fase pemeliharaan jangka panjang.
Program rehabilitasi akan tercapai bila terdapat tiga komponen penting dalam
perencanaan atau menjalankan program. Komponen tersebut adalah penerapan
konsep rehabilitasi dini, pendidikan kesehatan bagi pasien beserta keluarganya,
dan kesiapan staf pelaksana dalam penanganan pasien SKA. Rehabilitas jantung
sangat penting untuk mencegah sindroma koroner akut dan untuk pasca
ska,sehinga kondisi jantung di harapkan kerja secara optimal dan kembali seperti
semula. CR memiliki beberapa efek menguntungkan, termasuk peningkatan
kapasitas latihan, kekuatan otot, faktor risiko jantung, dan kualitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan, serta menurunkan angka kematian pada pasien
ACS. CR telah terbukti memiliki banyak manfaat langsung untuk sistem
kardiovaskular, seperti meningkatkan suplai oksigen miokard, fungsi endotel,
tonus saraf otonom, faktor koagulasi, penanda inflamasi, dan perkembangan
pembuluh darah kolateral koroner.
Indikasi:
profilaksis penyakit serebrovaskuler atau infark miokard.
Peringatan:
asma; hipertensi yang tak terkendali, tukak peptik, gangguan hati, gannguan ginjal,
kehamilan.
Interaksi:
lihat lampiran I (asetosal).
Kontraindikasi:
anak di bawah 16 tahun dan yang menyusui (sindrom Reye) (4.7.1); tukak peptik yang
aktif; hemofilia dan gangguan perdarahan lain.
Efek Samping:
bronkospasme; perdarahan saluran cerna (kadang-kadang parah), juga perdarahan lain
(misal subkonjungtiva).
Dosis:
lihat keterangan di atas.
b. DIPIRIDAMOL
Indikasi:
sebagai tambahan antikoagulan oral untuk tujuan profilaksis tromboembolisme pada
katup jantung prostetik.
Peringatan:
angina yang memburuk dengan cepat, stenosis, aorta infark miokard yang baru terjadi;
gagal jantung; dapat menyebabkan eksaserbasi migren; hipotensi; miastenia gravis;
menyusui.
Interaksi:
lihat lampiran 1 (dipiridamol).
Efek Samping:
efek saluran cerna, pusing, mialgia, sakit kepala berdenyut, hipotensi, muka merah dan
panas, takikardi; penyakit jantung koroner memburuk, reaksi hipersensitifitas (ruam kulit,
urtikaria), bronkospasma dan angioedema berat; pendarahan meningkat selama dan
setelah pembedahan; trombositopenia.
Dosis:
oral, 300-600 mg sehari dalam 3-4 dosis terbagi sebelum makan
c. EPTIFIBATID
Indikasi:
sebagai pengobatan pada pasien dengan sindrom koroner akut termasuk pada pasien yang
akan atau sedang menjalani intervensi koroner perkutan (PCI, Percutaneous Coronary
Intervention); termasuk yang sedang menjalani intrakoroner stenting.
Peringatan:
risiko pendarahan, pengunaan bersamaan dengan obat yang dapat meningkatkan risiko
pendarahan- hentikan segera jika terjadi pendarahan yang tidak terkontrol; periksa waktu
dasar prothrombin, waktu aktivasi tromboplastin parsial, platelet count, hemoglobin,
hematokrit, dan serum kreatinin; pantau hemoglobin, hemotokrit, dan platelet pada
jangka waktu 6 jam setelah memulai pengobatan setelah itu setidaknya sehari sekali;
hentikan penggunaan jika diperlukan pengobatan trombolitik, intra aortic balloon pump,
atau operasi jantung segera; gagal ginjal (lampiran 3); kehamilan (lampiran 4); menyusui
(lampiran 5).
Interaksi:
Karena eptifibatid menghambat agregasi platelet, penggunaan harus hati-hati dengan obat
lain yang mempengaruhi hemostatis, termasuk antikougulan oral, larutan dekstran,
adenosin, sulfinpirazon, prostasiklin, antiinflamasi nonsteroid atau dipiridamol, tiklodipin
dan klopidogrel.
Kontraindikasi:
pendarahan abnormal dalam 30 hari, operasi besar atau trauma parah dalam 6 minggu,
stroke dalam 30 hari terakhir atau riwayat hemoragik stroke, penyakit inttoakular
(aneurism, malformasi arteriveha atau neoplasma) hipertensi berat, diathesis hemoragik,
peningkatan waktu protrombin atau INR, trombositopenia, gangguan fungsi hati
signifikan, pasien pada perawatan dialisis ginjal, hipersensitif terhadap komponen obat;
menyusui; penggunaan bersama atau rencana penggunaan bersamaan dengan penghambat
glikoprotein IIb / IIIa parenteral.
Efek Samping:
manifestasi pendarahan; sangat jarang anafilaksis dan ruam.
Dosis:
Sindrom koroner akut: Pasien dengan serum kreatinin < 2,0 mg/dl, dosis yang dianjurkan
intravena bolus 180 mcg/kg bb segera. Setelah diagonis dilanjutkan infus terus menerus
2,0 mcg/kg bb/menit sampai 72 jam. Pasien dengan berat diatas 121 kg maksimum 15
mg/jam.
Pasien dengan serum kreatinin antara 2.0 dan 4.0 mg/dl, dosis yang dianjurkan intravena
bolus 180 mcg/kg bb/menit. Pasien dengan serum kreatinin antara terus menerus 1,0
mcg/kg bb/menit. Pasien dengan serum kreatinin antara 2,0 dan 4,0 mg/dl. Dan berat
diatas 121 kg harus mendapat maksimum bolus 22,6 mg dilanjutkan dengan infus
kecepatan maksimum 7,5 mg/jam PCI.
Pasien dengan serum kreatinin < 2,0 mg/dL, dosis yang dianjurkan intravena bolus 180
mcg segera setelah PCI dimulai dilanjutkan dengan infus terus menerus 2,0 mcg/kg
bb/menit dan kedua 180 mcg/kg bb bolus 10 menit setelah bolus pertama. Infus
diteruskan sampai 18-24 jam, minimum pemberian 12 jam. Pasien dengan berat diatas
121 kg mendapatkan maksimum 22,6 mg per bolus diikuti oleh infus kecepatan
maksimum 15 mg per jam. Pasien dengan serum kreatinin antara 2,0 dan 4,0 mg/dL pada
awal PCI dosis 180 mcg/kg bb diberikan sebelum prosedur awal segera dilanjutkan
dengan infus 1,0 mcg/kg bb/menit secara terus menerus dan kedua 180 mcg/kg bb bolus
diberikan 10 menit setelah pemberian pertama. Pasien dengan serum kreatinin antara 2,0
dan 4,0 mg/dL dan berat diatas 121 kg mendapat maksimum 22,6 mg per bolus
dilanjutkan dengan infus kecepatan maksimum 7,5 mg/jam.
Pasien yang menjalani pembedahan bypass arteri koroner, infus eptifibatid harus
dihentikan sebelum pembedahan.
d. KLOPIDOGREL
Indikasi:
menurunkan kejadian aterosklerotik (infark miokardia, stroke, dan kematian vaskuler)
pada pasien dengan riwayat aterosklerosis yang ditandai dengan serangan stroke yang
baru terjadi, infark miokardia yang baru terjadi atau penyakit arteri perifer yang menetap.
Peringatan:
hati-hati digunakan pada pasien dengan risiko terjadinya pendarahan seperti pada keadaan
trauma, pembedahan atau keadaan patologi lainnya; Penggunaan bersamaan dengan obat
yang meningkatkan risiko pendarahan. Pada pasien yang akan menjalani pembedahan dan
tidak diperlukan efek anti platelet, klopidogrel harus dihentikan 7 hari sebelumnya. Hati-
hati digunakan pada pasien dengan kegagalan fungsi hati karena pengalaman penggunan
masih terbatas; gangguan fungsi ginjal (lampiran 3); kehamilan (lampiran 4).
Interaksi:
lampiran 1 (Klopidogrel).
Kontraindikasi:
hipersensitivitas, perdarahan aktif seperti ulkus peptikum atau perdarahan intrakranial,
menyusui (lampiran 5).
Efek Samping:
Dispepsia, nyeri perut, diare; perdarahan (termasuk perdarahan saluran cerna dan
intrakranial); lebih jarang mual, muntah, gastritis, perut kembung, konstipasi, tukak
lambung dan usus besar, sakit kepala, pusing, paraestesia, leukopenia, platelet menurun
(sangat jarang trombositopenia berat), eosinofilia, ruam kulit, dan gatal; jarang vertigo;
sangat jarang kolitis, pankreatitis, hepatitis, vaskulitis, kebingungan, halusinasi, gangguan
rasa, gangguan darah (termasuk trombositopenia purpura, agranulositosis, dan
pansitopenia), dan reaksi seperti hipersensitivitas (termasuk demam, glomerulonefritis,
nyeri sendi, sindrom Steven Johnson, linchen planus.
Dosis:
75 g sekali sehari dengan atau tanpa makanan. Tidak diperlukan penyesuaian dosis pada
pasien lanjut usia atau dengan kelainan fungsi ginjal.
e. PRAVASTATIN+ASETOSAL
Indikasi:
keadaan dimana pravastatin (antikolesterol) dan asetosal (antiplatelet) diperlukan secara
bersamaan. Lihat Pravastatin (Bab 2.10.4) dan Asetosal (Bab 2.7)
Peringatan:
gangguan fungsi hati dan ginjal berat, lakukan uji fungsi hati pada pasien yang
mengalami kenaikan kadar transaminase. Tidak digunakan pada anak.
Interaksi:
pravastatin: imunosupresan, gemfibrozil, asam nikotinat, eritromisin, inhibitor sitokrom
P450 3A4, kolestiramin, diltiazem, itrakonazol, antipirin. Asetosal: lihat lampiran 1
Asetosal (IONI 2008).
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas; penyakit hati aktif atau tidak dapat dijelaskan; peningkatan hasil fungsi
hati yang menetap; kehamilan atau pada wanita yang berencana untuk hamil; menyusui;
alergi terhadap anti inflamasi non steroid (AINS).
Efek Samping:
Pravastatin: nyeri dada (bukan karena penyakit jantung), influenza, ruam kulit, rasa lelah,
pening, gangguan tidur, urinasi yang tidak normal (tidak urinasi, frekuensi urinasi,
nokturia), disfungsi seksual, gangguan penglihatan, alopesia. Asetosal: bronkospasme,
perdarahan saluran cerna (kadang parah), juga perdarahan lain (misal subkonjungtiva).
Dosis:
sehari satu kali, pravastatin 20 mg / asetosal 80 mg atau pravastatin 10 mg / asetosal 80
mg. Tablet pravastatin dikonsumsi pada malam hari dan tablet asetosal pada pagi hari.
Pravastatin dapat diminum bersama makanan atau tanpa makanan. Asetosal diminum
bersama makanan dan dengan segelas air, kecuali jika pasien dibatasi asupan cairannya.
f. SILOSTAZOL
Indikasi:
mengobati gejala-gejala iskemia seperti ulkus, rasa sakit dan dingin pada penyakit oklusi
arteri kronik.
Peringatan:
hati-hati pemberian pada waktu menstruasi, tendensi pendarahan, pasien dengan terapi
antikoagulan, antiplatelet (seperti warfarin, aspirin, tiklodopin), pasien dengan gangguan
fungsi hati dan ginjal. Pemberian pada kehamilan dan menyusui tidak dianjurkan.
Keamanan pada bayi belum diketahui.
Interaksi:
lampiran 1 (silostazol).
Kontraindikasi:
predisposisi pada pendarahan (seperti tukak lambung aktif, stroke hemoragik pada 6
bulan terakhir, operasi pada 3 bulan terakhir, proliperatif retinopati akibat diabetes,
hipertensi yang tidak dikontrol); riwayat takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan
multifokal ventrikel ectopics, perpanjangan interval QT, gagal jantung kongestif;
gangguan fungsi hati sedang hingga berat; gangguan fungsi ginjal (lampiran 3);
kehamilan (lampiran 4); menyusui (lampiran 5).
Efek Samping:
sangat sering: diare, kotoran tidak normal, sakit kepala; mual, muntah, dispepsia, perut
kembung, nyeri perut; takikardi, jantung berdebar, angina, aritmia, nyeri dada; rhinitis;
pusing; ekimosis; ruam kulit, gatal; edema, astenia;
Lebih jarang: gastritis, infark miokard, gagal jantung kongesti, hipotensi postural,
insomnia, kecemasan, mimpi abnormal, dispnoea, pneumonia, batuk, reaksi hipersensitif,
diabetes mellitus, anemia, pendarahan, trombositemia, nyeri otot, gangguan fungsi ginjal.
Dosis:
dewasa, 100 mg 2 kali sehari (30 menit sebelum atau 2 atau 2 jam setelah makan).
g. TRIFLUSAL
Indikasi:
pencegahan infark miokard, angina stabil dan tidak stabil, stroke tanpa hemoragik atau
serangan iskemia transien setelah serangan iskemia serebrovaskular atau koroner yang
pertama. Mengurangi oklusi graft vena setelah operasi bedah koroner.
Peringatan:
Hati-hati pada gangguan fungsi hati/ginjal, risiko perdarahan, kehamilan/menyusui.
Interaksi:
meningkatkan efek AINS, glisentid atau warfarin.
Kontraindikasi:
hipersensitivitas pada triflusal atau salisilat lain, ulkus peptik aktif atau ulkus peptik
dengan komplikasi, perdarahan aktif.
Efek Samping:
dispepsia, nyeri abdomen, mual, perdarahan lambung, sakit kepala.
Dosis:
Dewasa dan lansia, 600 mg per hari dalam dosis tunggal atau dosis terbagi atau 900 mg
per hari dalam dosis terbagi. Diberikan bersama makanan. Efikasi dan keamanan
penggunaan pada anak belum diketahui dengan pasti.
h. TIKLOPIDIN
Indikasi:
mengurangi risiko terjadinya stroke dan stroke kambuhan pada pasien yang pernah
mengalami stroke tromboemboli, stroke iskemik, minor stroke, reversible ischemic
neurological deficit (RIND), transient ischemic attack (TIA) termasuk transient
monocular blindness (TMB); Pencegahan kejadian mayor ischemic accident, terutama
pada koroner, pada pasien dengan arteri kronis dari anggota tubuh bagian bawah pada
tahap intermitten claudication; pencegahan dan perbaikan kerusakan fungsi platelet
karena misalnya hemodialisis berulang; pencegahan oklusi subakut yang diikuti
implantasi STENT koroner.
Peringatan:
Efek samping hematologi dan hemoragik dapat terjadi, bisa berat dan bahkan fatal,
sehingga pasien harus selalu dimonitor. Kejadian ini dapat berhubungan dengan
kurangnya monitoring, diagnosis yang terlambat dan tidak tepatnya pengukuran terapetik
efek samping yang terjadi. Pemberian bersamaan dengan antikoagulan atau antiplatelet
lain seperti asetosal dan AINS. Pada kasus pemasangan STENT, tiklopidin harus
dikombinasikan dengan asetosal (100-325 mg/hari) selama 1 bulan setelah implantasi.
Jumlah platelet harus diketahui pada awal pengobatan dan setiap 2 minggu untuk 3 bulan
pertama terapi, dan setiap 15 hari setelah pengobatan. Pengobatan harus dihentikan pada
kejadian neutropenia (<1.500 neutrofil/mm3) atau trombositopenia (<100.000
platelet/mm3), dan jumlah platelet harus dimonitor sampai kembali normal.
Interaksi:
kombinasi yang dapat meningkatkan risiko perdarahan: AINS, antiplatelet, derivat asam
salisilat, antikoagulan oral, heparin; kombinasi yang memerlukan perhatian: digoksin,
fenobarbital, fenitoin.
Kontraindikasi:
diatesis hemoragik (kecenderungan mengalami perdarahan), lesi organ yang cenderung
mengalami pendarahan (tukak gastroduodenal aktif atau kejadian hemoragik
serebrovaskular pada fase akut), kelainan darah termasuk perpanjangan waktu
pendarahan, leukopenia, trombositopenia atau agranulositosis, hipersensitif
Efek Samping:
hematologi (neutropenia, agranulositosis, aplasia sumsum tulang, trombositopenia,
purpura trombosis trombositopenia), hemoragik (memar atau ecchymosis dan epitaksis),
diare, mual, ruam kulit umumnya makulopapular atau urtikaria, pruritus, hepatitis dan
kolestatik jaundice, reaksi imunologi (edema Quincle, vaskulitis, sindroma lupus,
hipersensitif nefropati).
Dosis:
Dewasa: 2 tablet sehari, dengan makananUntuk pemasangan STENT, pengobatan dapat
dimulai sesaat sebelum dan sesudah pemasangan dan dilanjutkan selama satu bulan
dengan dikombinasikan dengan aspirin 100-25 mg/hari.
i. TIKAGRELOR
Indikasi:
diberikan kombinasi bersama asetosal 75-100 mg untuk mencegah trombosis (kematian
kardiovaskular, infark miokard dan stroke) pada pasien dengan sindrom koroner akut
(ACS) [angina tidak stabil, infark miokard tanpa elevasi ST (NSTEMI) atau Infark
miokard dengan elevasi ST (STEMI)] termasuk pasien dengan intervensi koroner
perkutan (PCI) atau bedah bypass jantung (CABG).
Peringatan:
pasien dengan gangguan hati, resiko perdarahan (trauma, operasi, perdarahan
gastrointestinal, gangguan koagulasi), dispnea, kehamilan kategori C, bradikardi, sindrom
sinus, blok AV tingkat dua atau tiga, asma, penyakit obstruktif paru, riwayat
hiperurisemia, monitor fungsi ginjal satu bulan setelah pemberian. Penghentian obat tiba-
tiba dapat meningkatkan resiko kematian, trombosis dan infark miokard.
Interaksi:
penghambat kuat CYP3A (ketokonazol, itrakonazol, vorikonazol, klaritomisin,
nefazodon, ritonavir, saquinavir, nelfinavir, indinavir, atazanavir, dan telitromisin) dapat
meningkatkan kadar tikagrelor dalam darah, penginduksi CYP3A (rifampin,
deksametason, fenitoin, karbamazepin, dan fenobarbital) menurunkan kadar tikagrelor
dalam darah, asetosal dengan dosis lebih dari 100 mg sehari menurunkan efektivitas
tikagrelor, simvastatin dan lovastatin meningkatkan konsentrasi serum tikagrelor,
digoksin meningkatkan kadar digoksin.
Kontraindikasi:
pasien dengan riwayat perdarahan intrakranial (ICH), perdarahan aktif seperti ulkus,
hipersensitivitas.
Efek Samping:
dispnea, perdarahan, sakit kepala, batuk, lemas, pusing, fibrilasi atrium, hipertensi, nyeri
dada nonkardial, diare, nyeri punggung, hipotensi, fatigue, nyeri dada, peningkatan serum
kreatinin, konstipasi, parastesia, hiperurisemia, vertigo.
Dosis:
dosis awal (LD) 180 mg dilanjutkan dengan 90 mg dua kali perhari. Dosis awal asetosal
(325 mg), dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan asetosal 75-100 mg per hari. Pasien
ACS yang menerima dosis mula klopidogrel dapat diberikan tikagrelor. Pasien yang lupa
meminum obat dapat lanjut ke dosis selanjutnya (tikagrelor 90 mg). Bila ada dosis yang
terlupa maka dapat dilewatkan
b. Antiangina
Angina terjadi karena ketidakseimbangan antara pemasukan dan kebutuhan oksigen
sehingga terapi untuk angina ini berfungsi untuk menurunkan kebutuhan oksigen atau
menaikkan supply oksigen.
1. Nitrat
Mekanisme kerja : merangsang pengeluaran nitrogen monoksida (NO) yang ada di
endotel , NO akan menstimulasi enzim guanilat siklase. Guanilat siklase sendiri
merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan cGMP sehingga kadar cGMP
meningkat lalu cGMP akan menyebabkan defosforilasi myosin sehingga
menyebabkan relaksasi otot polos dan efek vasodilatasi.
Farmakokinetik : obat ini dimetabolisme di hati dan diabsorpsi dengan baik di kulit,
mukosa sublingual dan oral. First pass metabolism di hati menyebabkan
bioavailabilitas obat ini secara oral sangat kecil (sekitar 20%) sehingga dalam
kondisi serangan akut angina biasanya menggunakan bso sublingual krn efek lebih
cepat.
Contoh nitrat sublingual yang sering digunakan adalah nitrogliserin (gliseril trinitrat),
isosorbid dinitrat (ISDN). Dosis untuk obat-obat ini berbeda tiap bso, untuk
nitrogliserin sublingual dosisnya 0,3-1mg dengan lama kerja 10-30 menit dan dapat
diulang bila perlu, sedangkan ISDN sublingual 2,5-5mg dengan lama kerja 10-60
menit.
Selain sublingual, bso nitrat dengan masa kerja singkat bisa menggunakan amilnitrit
inhalasi dengan dosis 0,18-0,3 ml dengan lama kerja 3-5 menit. Bila menginginkan
masa kerja yang lebih panjang, bisa menggunakan BSO oral seperti eritritil oral,
pentaeritritol tetranitrat, isosorbid mononitrat, atau nitrogliserin dan isdn oral. Ada
juga sediaan transdermal seperti salep atau plester, plester nitrogliserin dirancang
untuk penggunaan 24 jam dan melepaskan 0,2-0,8mg obat tiap jam. Untuk yang bso
salep biasanya digunakan untuk mencegah angina yang timbul malam hari. Sediaan
transdermal sering menimbulkan toleransi (efek obat berkurang dengan dosis yang
sama saat pemberian pertama kali) sehingga terapi perlu dihentikan selama 8-12 jam
Untuk nitrogliserin bso iv mempunyai mula kerja yang cepat tapi efeknya juga cepat
hilang jika infus dihentikan jadi penggunaannya hanya untuk angina berat dan angina
berulang saat istirahat. Nitrat tidak bisa diberikan bersamaan dengan obat-obat PDE
(fosfodiesterase) inhibitor karena PDE berfungsi untuk menginaktifkan cGMP jadi
kalau misalkan PDE dihambat maka efek vasodilatasi akan muncul terus dan dapat
menyebabkan hipotensi.
2. Beta blocker
Mekanisme kerja : memblok reseptor beta sehingga menurunkan HR, TD, dan
kontraktilitas otot jantung. Memiliki efek menurunkan konduksi dan kontraksi
jantung sehingga kontraindikasi pada pasien bradikardia, av block derajat 2-3, gagal
jantung kongestif, hipotensi, dan eksaserbasi serangan asma. Pemutusan obat yang
mendadak terbukti dapat menyebabkan memburuknya angina. Karena itu, apabila
pemberian beta bloker akan dihentikan, lebih baik dilakukan dengan cara
pengurangan dosis sedikit demi sedikit.
3. CCB
Mekanisme kerja : menghambat arus masuk ion kalsium karena meningkatnya ion
kalsium dalam sitosol akan meningkatkan kontraksi jantung.
Terapi kombinasi
Pemberian kombinasi ini dianjurkan untuk pasien angina disertai gagal jantung atau
gangguan konduksi AV yang tidak tepat diobati dengan CCB dan beta bloker. Efek
hemodinamik yang dapat terjadi adalah hipotensi berat dan takikardia.
- Ekskresi asam empedu ini memiliki sistem feedback negative terhadap konversi
kolesterol, dimana dengan peningkatan eksresi kolesterol maka terjadi peningkatan
pula konversi kolesterol sehingga jalur ini juga menjadi salah satu prinsip dari obat
hiperkolesterolemia
4. Menjelaskan tentang mekanisme penjalaran nyeri dari sisi neurologis
Selama proses inflamasi, nosiseptor menjadi lebih peka dan mengakibatkan nyeri yang
terus menerus. Rangkaian proses yang menyertai antara kerusakan jaringan sebagai
sumber stimuli nyeri sampai dirasakannya persepsi nyeri adalah suatu proses
elektrofisiologik yang disebut sebagai nosisepsi. Terdapat empat proses dalam nosisepsi,
yakni : transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.
a. Transduksi
Transduksi merupakan proses pengubahan stimuli nyeri (noxious stimuli) menjadi suatu
impuls listrik pada ujung-ujung sarafAktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan
sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan atau
trauma.8 Trauma tersebut kemudian menghasilkan mediatormedator nyeri perifer sebagai
hasil dari respon humoral dan neural. Prostaglandin beserta ion H+ dan K+ berperan
penting sebagai activator primer nosiseptor perifer serta menginisiasi respon inflamasi
dan sensitisasi perifer yang menyebabkan pembengkakan jaringan dan nyeri pada lokasi
cedera.
b. Transmisi
c. Modulasi
Modulasi adalah proses yang mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol
jalur transmisi nociceptor tersebut. Proses modulasi melibatkan sistem neural yang
komplek. Impuls nyeri ketika sampai di saraf pusat akan dikontrol oleh sistem saraf pusat
dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari system saraf seperti bagian
cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke
tulang belakang untuk memodulasi efektor
d. Persepsi
Persepsi adalah proses yang subjective. Persepsi merupakan hasil akhir dari proses
interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan
modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatui perasaan yang subjektif yang dikenal
sebagai persepsi nyeri
Permukaan kulit dibagi menjadi daerah khusus yang disebut dermatom, yang berasal dari
sel-sel somite suatu. Sel-sel yang berdiferensiasi menjadi somite berikut 3 daerah: (1)
myotome, yang membentuk beberapa otot rangka; (2) dermatom, yang membentuk
jaringan ikat, termasuk dermis; dan (3) sclerotome, yang menimbulkan tulang belakang.
Sebuah dermatom adalah area kulit di mana saraf sensorik berasal dari akar saraf tulang
belakang tunggal. Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf
spinalis. Ada 8 saraf servikal, 12 saraf torakal, 5 saraf lumbal dan 5 saraf sakral. Masing
masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke otak. Otak
bagian korteks serebral gak bisa interpretasi sumber nyeri, jadi miss interpretation ke
bagian lengan
5. Menjelaskan tentang indikasi dan kontraindikasi PCI
a. Indikasi
- Infark miokard akut elevasi ST akut (STEMI)
PCI primer adalah metode reperfusi yang direkomendasikan jika dapat
dilakukan tepat waktu oleh operator berpengalaman.
STEMI dan gejala iskemik dengan durasi kurang dari 12 jam.
STEMI dan gejala iskemik dengan durasi kurang dari 12 jam dan
kontraindikasi terapi fibrinolitik
PCI meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan stenosis signifikan
(> 50%)
- Sindrom koroner akut non-ST-elevasi (NSTE-ACS)
Terapi invasif dini (dalam 2 jam setelah gejala) direkomendasikan dengan
angina refrakter, angina berulang, gejala gagal jantung, regurgitasi mitral baru
atau yang memburuk, ketidakstabilan hemodinamik, atau takikardia / fibrilasi
ventrikel berkelanjutan.
Memburuknya kadar troponin harus memicu terapi dini (dalam 24 jam)
- Angina tidak stabil
- Angina stabil
- Setara dengan anginal (mis. Dispnea, aritmia, atau pusing atau sinkop)
- Temuan tes stres berisiko tinggi
- PCI diindikasikan untuk stenosis arteri koroner kritis, yang tidak memenuhi syarat
untuk operasi bypass arteri koroner (CABG).
b. Kontraindikasi
Kontraindikasi Mutlak
- Ketidakpatuhan terhadap prosedur dan ketidakmampuan untuk menggunakan
terapi antiplatelet ganda.
- Risiko perdarahan tinggi (trombositopenia, tukak lambung, koagulopati parah)
- Restenosis intervensi koroner perkutan multiple
Kontraindikasi Relatif
PJK disebabkan oleh adanya aterosklerosis. Apabila pembuluh darah koroner tersumbat,
otot-otot di jantung tidak akan mendapatkan suplai oksigen. Maka otot jantung akan
mengalami hipoksemia panjang sampai pada akhirnya mengalami nekrosis. Jaringan-
jaringan pada otot jantung yang tidak mendapatkan suplai oksigen, struktur sel nya akan
berubah tidak lagi menjadi myokard yang baik dan fungsional. Maka dari itu terjadilah
myopati yaitu melebarnya struktur otot jantung. Maka dari itu, PJK dapat menyebabkan
kardiomiopati dilatasi akibat perfusi oksigen yang buruk terhadap otot-otot di jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad M, Mehta P, Reddivari AKR, et al. Percutaneous Coronary Intervention. [Updated 2020
Jun 22]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK556123/
Kurnia, A. 2020. Diagnosis dan tatalaksana infark miokard akut ventrikel kanan. 47(6):413–416.
Netter, F. H., Hansen, J. T., & Lambert D. R. (2010). Netter's clinical anatomy. Carlstadt, N.J.,
Icon Learning Systems.
Ojha, N. and Dhamoon, A., 2020. Myocardial Infarction. [ online ] Ncbi.nlm.nih.gov. Available
at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537076/>
Setiati S. et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing.
Sudoyo, Aru W, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.