Anda di halaman 1dari 17

PEMERIKSAAN KADAR BILIRUBIN

I. Tujuan Percobaan
- Melakukan pemeriksaan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin.
- Menginterprestasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh.

II. Dasar Patofisiologi dan Dasar Analisis


Hati/lever/hepar merupakan organ tubuh terbesar, berwarna merah
dan banyak mengandung darah. Berat hati sekitar 1,5 kg. Hati berfungsi
mengatur 500 proses kimiawi tubuh. Di dalam tubuh, hati terletak di
rongga perut bagian kanan atas, dibawah diafragma. Hati terdiri atas 2
bagian yaitu bagian sebelah kanan dan bagian sebelah kiri. Bagian sebelah
kanan mempunyai ukuran lebih besar dan memiliki kandung empedu
dibawahnya. Sementara, bagian sebelah kiri bersifat memanjang sampai di
atas lambung (Djing, O.G., 2008:58).
Permukaan atas pada organ hati berbentuk cembung, sedangkan
permukaan bawahnya tidak rata dan memperlihatkan lekukan. Hati
dilindungi oleh tulang-tulang iga. Walaupun bukan termasuk organ
pencernaan, tetapi hati merupakan organ yang berkaitan dengan system
pencernaan. Hati berfungsi mengatur sistem metabolisme tubuh,
khususnya dalam pemrosesan sari-sari makanan dan pengaturan gula
darah. Gula darah dalam tubuh diatur agar selalu dalam kisaran normal,
yaitu 80-100 mg setiap ccm darah. Fungsi pengaturan gula darah ini
dikendalikan oleh kelenjar pankreas (salah satu kelenjar endokrin) (Djing,
O.G., 2008:58).
Hati atau hepar merupakan salah satu organ terbesar tubuh yang
berperan penting dalam pengaturan biokimia di dalam tubuh, yaitu
membentuk dan menyimpan serta membongkar glukosa, protein dan
lemak, fungsi detoksifikasi dan fungsi eksresi (pembuangan zat-zat tubuh).
Fungsi eksresi hati misalnya mengalirkan obat, bilirubin dan cairan
empedu (Cahyono, J.B.S.B., 2008:21).
Organ hati merupakan bagian tubuh yang berfungsi mengatur
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Makanan yang telah diolah di
saluran pencernaan, yang bersumber dari makanan yang kaya akan protein,
karbohidrat, lemak dan vitamin akan disimpan di dalam hati. Pada saat
dibutuhkan maka baik glukosa, lemak, protein dan vitamin serta mineral
akan dibongkar dan dipergunakan sesuai kebutuhan. Selain itu, organ hati
turut berperan mengubah obat-obatan agar di dalam tubuh menjadi bersifat
tidak beracun (Cahyono, J.B.S.B., 2014:126).
Sebagai organ dalam, hati bertugas sebagai berikut (Djing, O.G.,
2008:58).
1. Menyimpan sari-sari makanan dan memprosesnya.
2. Membuat darah dan zat pembeku darah.
3. Membuat cairan empedu.
4. Memusnahkan racun-racun dalam tubuh seperti obat tidur, alcohol dan
lain-lain.
5. Membentuk sel-sel darah merah saat bayi masih berada dalam
kandungan.
6. Membentuk zat yang dapat berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh.
Liver atau hati merupakan organ tubuh yang penting ,disamping
jantung. Liver berfungsi untuk menyaring darah dan racun. Apabila terlalu
banyak racun dalam darah maka liver akan bekerja keras, dalam jangka
panjang dapat timbul gangguan fungsi pada liver. Terganggunya fungsi
liver dapat menyebabkan gejala sakit, seperti alergi, hipertensi, sakit pada
tulang belakang, bahkan kanker termasuk juga obesitas. (Wijanarko, J.,
2013:91).
Reaksi kimia dan enzimatis yang terjadi pada metabolisme
pemecahan heme dan pembentukan bilirubin sangat kompleks. Mula-mula
heme dilepaskan dari hemoglobin sel darah merah yang mengalami
hemolisis di sel-sel retikuloendothelial dan dari hemoprotein lain seperti
mioglobin, katalase, peroksidase, sitokrom dan nitrit oksida sintase yang
terdapat pada berbagai organ dan jaringan. Selanjutnya, globin akan
diuraikan menjadi unsur-unsur asam amino pembentuk semuala untuk
digunakan kembali, zat besi dari heme akan memasuki depot zat besi yang
juga unuk pemakaian kembali, sedangkan heme akan dikatabolisme
melalui serangkaian proses enzimatik. Bagian porfirin tanpa besi pada
heme juga diuraikan, terutama di dalam sel-sel retikuloendotelial pada
hati, limpa dan sumsum tulang.
Heme yang dilepaskan dari hemoglobin akan didegradasi oleh
suatu proses enzimatis di dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotelial.
Proses ini dikatalisir oleh enzim heme oksigenase yaitu enzim pertama dan
enzim pembatas-kecepatan (a rate-limitting enzyme) yang bekerja dalam
suatu reaksi dua tahap dengan melibatkan Nicotinamide Adenine
Dinucleotide Phophate (NADPH) dan oksigen. Heme akan direduksi oleh
NADPH dan oksigen ditambahkan pada jembatan -metenil antara pirol I
dan II porfirin. Dengan penambahan lebih banyak oksigen, ion feri (Fe3+)
dilepaskan, kemudian dihasilkan karbon monoksida dan bilverdin IX-
dengan jumlah ekuimolar dari pemecahan cincin tetrapirol.
Metalloprofirin, yaitu analog heme sintesis, dapat secara kompetitif
menginhibisi aktivitas heme oksigenase (Halamek, L.P. dan Stevenson,
D.K., 1997; dan Dennery, P.A. et al., 2001).
Karbon monoksida mengaktivasi GC (guanylyl cyclase)
menghasilkan pembentukan cGMP (cyclic guanosine monophosphate).
Selain itu dapat menggeser oksigen dari oksi hemoglobin atau diekshalasi.
Proses ini melepaskan oksigen dan menghasilkan karboksi hemoglobin.
Selanjutnya karboksi hemoglobin dapat bereaksi kembali dengan oksigen,
menghasilkan oksi hemoglobin dan karbon monoksida yang diekshalasi.
Jadi rangakaian reaksi ini sebenarnya merupakan reaksi dua arah
(Dennery, P.A. et al., 2001).
Biliverdin dari hasil degradasi heme selanjutnya direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase di dalam sitosol. Bilirubin
disebut sebagai bilirubin indirek (unconjugated bilirubin), yang terbentuk
dalam jaringan perifer akan diikat oleh albumin, diangkut oleh plasma ke
dalam hati. Peristiwa metabolisme ini dapat dibagi menjadi tiga proses :
(1) pengambilan bilirubin oleh sel parenkim hati, (2) konjugasi bilirubin
dalam reticulum endoplasma halus dan (3) sekresi bilirubin terkonjugasi
ke dalam empedu (Gomella, T.L., Cunningham, M.D. dan Eyal, F.G.,
2004; Halamek, L.P. dan Stevenson, D.K., 1997; Oski, F.A., 1991; dan
Dennery, P.A. et al., 2001).
Bilirubin merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari
pemecahan hemoglobin (Hb) di hati. Bilirubin dikeluarkan lewat empedu
dan dibuang melalui feses. Bilirubin ditemukan di darah dalam dua
bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Bilirubin direk larut
dalam air dan dapat dikeluarkan mlalui urin. Sementara bilirubin indirek
tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan
penjumlahan bilirubin direk dan indirek. Peningkatan kadar bilirubin
indirek jarang terjadi pada penyakit hati. Sebaliknya, bilirubin direk yang
meningkat hampir selalu menunjukkan adanya penyakit pada hati atau
saluran empedu (Sari, W., 2008:29).
Sebagian besar bilirubin dalam darah normal terikat ke albumin,
yaitu bentuk tidak larut atau tidak terkonjugsi yang dibebaskan dari sel
retikuloendotel sebelum dibersihkan oleh hati. Didalam plasma umumnya
juga terdapat sejumlah kecil bilirubin tekonjugasi yang larut air yang
masuk ke dalam darah karena kebocoran minor pada hepatosit dalam
darah menjahui pembentukan dan ekskresi empedu. Baik jumlah total
maupun proporsi relative fraksi bilirubin terkonjugasi dan tidak
terkonjugasi sangat bermanfaat dalam diagnosa ikterus dan penyakit hati.
Bilirubin pascahepatik terkonjugasi bereaksi cepat pada berbagai uji yang
sering digunakan karena kelarutan inheren zat ini sehingga disebut zat
yang bereaksi langsung; bilirubin tidak terkonjugasi harus dicampur
dengan alcohol atau zat pelarut yang lain sebelum dapat secara efisien
bereaksi dalam pemeriksaan sehingga disebut sebagai zat yang bereaksi
secara tidak langsung. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat
dikeluarkan melalui urin. Sedangkan bilirubin indirek tidak larut dalam air
dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan penjumlan bilirubin
direk dan indirek, sedangkan bilirubin total dan bilirubin direk diukur
secara terpisah dan perbedaan keduanya menghasilkan fraksi indirek (R.A.
Sacher dan RA. McPherson, 2004 : 364)
Pemeriksaan bilirubin dalam serum dapat menggambarkan faal
sekresi hati, dan dapat memberikan informasi tentang kesanggupan hati
mengangkut empedu secara umum dan meberikan informasi mengenai
kesanggupan hati untuk mengkonjugasi bilirubin dan diekresikan ke
empedu.
Adapun metode pemeriksaan bilirubin yang dapat dilakukan yaitu :
1. Metode jendraasik Grof
Bilirubin akan bereaksi dengan dizotized sulfanic acid (DSA)
membentuk zat warna merah, absorbansi zat warna ini pada 546 nm
adalah proposional terhadap konsentrasi bilirubin dalam sampel.
Bilirubin glukoronida yang larut dalam air bereaksi langsung (direct)
dengan DSA, sedangkan bilirubin terikat pada albumin bereaksi tidak
langsung ( indirect ) dengan DSA dan dengan adanya accelerator.
2. Colorimetric Test Dichloroaniline ( DCA )
Bilirubin total bereaksi dengan dichloroanilin pada suasana alkali
membentuk senyawa diazo ( 2,4 dichloro-anilin diazo) yang berwarna
biru hijau. Intensitas warna yang terbentuk setara dengan konsentrasi
bilirubin total dalam serum.
Bilirubin direct bereaksi dengan dichloro anilin pada suasana asam
membentuk senyawa diazo yang berwarna merah.
Nilai normal bilirubin serum :
- Bilirubin total < 1,5 mg/dl
- Bilirubin direk < 0,1 0,5 mg/dl
- Bilirubin indirek < 1.0
3. Metode Evelyn Malloy
Metode ini digunakan reagen Ehlirch diazo, dimana reagen ini bila
direaksikan dengan bilirubin direct dalam larutan berair akan
membetuk kompleks senyawa berwarna merah muda sampai ungu
dalam waktu 1 menit, sedangkan dalam larutan metil alkohol 50%
reagen Ehlirch diazo akan bereaksi dengan bilirubin total membentuk
warna merah muda sampai ungu pada waktu penangguhan 30 menit.
4. Metode Pelarman & Lie
Pada metode ini menggunakan akselelatornya surfaktan. Surfaktan ini
berfungsi untuk memisahkan bilirubin dengan albumin dan nantinya
akan menjadi albumin bebas ( Widman F.K, 1995).
Spektrofotometri serap merupakan pengukuran interaksi antara
radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit dan
mendekati monokromatik dengan molekul atau atom dari suat zat kimia.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa molekul selalu mengabsorpsi
cahaya elektromagnetik jika frekuensi cahaya tersebut sama dengan
frekuensi getaran dari molekul tersebut. Elektron yang terikat dan elektron
yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi, yang sesuai
dengan cahaya ultra violet dan cahaya tampak (UV-Vis) (Roth et.al, 1994).
Spektrum absorbsi daerah ini adalah sekitar 220 nm sampai 800
nm dan dinyatakan sebagai spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet
(190 380 nm), spektrum vis ( vis = visibel ) bagian sinar tampak (380-
780 nm) (Hardjono, 1985).
Instrumen dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat diuraikan
sebagai berikut (Underwood, 1966).
1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi
daerah spektrum yang mana alat tersebut di rancang untuk beroperasi.
2. Suatu monokroator yakni sebuah piranti untuk memencilkan pita
sempit panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh
sumber cahaya.
3. Suatu wadah untuk sampel (dalam hal ini digunakan kuvet).
4. Suatu detektor yang berupa transduser yang erubah energi cahaya
menjadi suatu syarat listrik.
5. Suat amplifier (pengganda) dan rangkaian yang berkaitan yang
membuat isyarat listrik itu memadai untuk di baca.
6. Suatu sistem baca dimana diperagakan besarnya isyarat listrik yang
ditangkap.
Spektrofotometer UV-Vis digunakan terutama untuk analisis
kuantitatif,tetapi dapat juga untuk analisis kualitatif. Penggunaan untuk
analisaa kuantitatif didasarkan pada hukum Lambert-Beers yang
menyatakan hubungan empirik antara intensitas cahaya yang
ditransmisikan dengan tebalnya larutan ( Hukum Lambert / Bouguer ), dan
hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat (Hukum Beers) (
Underwood, 1966 ).
Hukum Lambert Beers
A = a. b. c
a = daya serap ( L.g-1. Cm-1 )
b = tebal larutan / kuvet ( cm )
c = konsentrasi ( g.L-1 , mg.mL-1 )
Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis
kuantitatif suatu zat biasanya merupakan panjang gelombang dimana zat
yang bersangkutan memberikan serapan yang maksimum, sebab
keakuratan pengukuran pengukurannya akan lebih besar (James D, 1988).
Hal tersebut dapat terjadi karena panjang gelombang maksimum bentuk
serapan pada umumnya landai sehingga perubahan yang tidak terlalu besar
pada kurva serapan tidak meyebabkan kesalahan pembacaan yang terlalu
besar pula.
Dalam suatu pemeriksaan bilirubin total, sampel akan selalu
berbubungan langsung dengan faktor luar. Hal ini erat sekali terhadap
kestabilan kadar sampel yang akan diperiksa, sehingga dalam pemeriksaan
tersebut harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas
kadar bilirubin total dalam serum diantaranya yaitu:
1. Sinar Stabilitas bilirubin dalam serum pada suhu kamar tidak stabil dan
mudah terjadi kerusakan terutama oleh sinar, baik sinar lampu ataupun
sinar matahari. Serum atau plasma heparin boleh digunakan, hindari
sampel yang hemolisis dan sinar matahari langsung. Sinar matahari
langsung dapat menyebabkan penurunan kadar bilirubin serum sampai
50% dalam satu jam, dan pengukuran bilirubin total hendaknya dikerjakan
dalam waktu dua hingga tiga jam setelah pengumpulan darah. Bila
dilakukan penyimpanan serum hendaknya disimpan di tempat yang gelap,
dan tabung atau botol yang berisi serum di bungkus dengan kertas hitam
atau aluminium foil untuk menjaga stabilitas serum dan disimpan pada
suhu yang rendah atau lemari pendingin. (Carl.E.Speicher, dkk, 1999).
2. Suhu Penyimpanan Suhu merupakan faktor luar yang selalu
berhubungan langsung terhadap sampel, baik saat penyimpanan maupun
saat pemeriksaan. Pemeriksaan kadar bilirubin total sebaiknya diperiksa
segera, tapi dalam keaadaan tertentu pemeriksaan kadar bilirubin total bisa
dilakukan penyimpanan. Dengan penyimpanan yang benar stabilitas serum
masih stabil dalam waktu satu hari bila disimpan pada suhu 15 C-25C,
empat hari pada suhu 2C-8C, dan tiga bulan pada penyimpanan -20C .
(Dialine Diagnostik ). Lamanya sampel kontak dengan faktor-faktor di atas
berpengaruh terhadap kadar bilirubin didalam sampel sehingga perlu
upaya mengurangi pengaruh tersebut serta mengoptimalkan kadar bilirubin
total di dalam serum agar dapat bereaksi dengan zat pereaksi secara
sempurna, sedangkan reagen bilirubin total akan tetap stabil berada pada
suhu 2-8C dalam keadaan tertutup, terhindar dari kontaminan dan sinar.
Dalam hal ini dapat dimungkinkan bahwa penurunan kadar bilirubin
dipengaruhi oleh kenaikan suhu dan pengaruh sinar yang berintensitas
tinggi .

III. Prinsip Percobaan


Metode pemeriksaan bilirubin dengan metode Evelyn-Malloy. Reaksi
asam-basa pemisahan ikatan antara bilirubin-albumin dengan
menggunakan akselelator methanol. Reaksi kompleksometri pembentukan
senyawa komplek antara p-diazobenzensulfonat dan bilirubin yang
menhasilkan azobilirubin.

IV. Alat dan Bahan


Alat Bahan
Tabung reaksi/kuvet Serum darah
Pipet 1 ml Methanol 50%
Pipet 10 ml Asam Sulfanilat
Mikropipet 100-500l Natrium Nitrit
Spektrofotometri UV-Vis 546-550
Kontrol
nm)
V. Prosedur Percobaan

Diambil darah segar dari relawan

Darah dimasukan ke dalam tabung sentrifuga dan


disentrifuga dalam kecepatan 3000 rpm selama 10 menit

Serum darah hasil sentrifuga diambil

Disiapkan alat dan bahan

Disiapkan 4 buah tabung untuk 2 kelompok yaitu


kelompok total dan direk bilirubin (@ blangko dan uji)

Pada kelompok total bilirubin siapkan tabung uji


dimasukan 50 l serum, 1000 l akselerator dan 100 l
reagen diazo

Pada kelompok total bilirubin, tabung blangko


dimasukan 50 l serum, 1000 l akselerator dan 100 l
diazo blank

Pada kelompok direk bilirubin siapkan tabung uji


dimasukan 50 l serum, 1000 l aquadest dan 100 l
reagen diazo

Pada kelompok total bilirubin, tabung blangko


dimasukan 50 l serum, 1000 l aquadest dan 100 l
diazo blank

Masing-masing tabung dicampur rata lalu diinkubasi pada


suhu kamar selama 10 menit

Ukur absorbansi pada 546 nm dan dihitung kadar


bilirubin
VI. Nilai Rujukan
Bilirubin total 0.1-1.2mg/dL
Bilieubin direct - <0.2 mg/dL

VII. Data Pengamatan dan Perhitungan


Pengamatan
Larutan Absorbansi
Bilirubin Total 0,178
Bilirubin Direk 0,032

Perhitungan
Kadar Bilirubin

( ) =


( ) =

Diketahui :
- Faktor bilirubin total = 45
mg
Bilirubin Total ( ) = 0,178 45
dL
= 8,01 mg/dL
- Faktor bilirubin direk = 5
mg
Bilirubin Total ( ) = 0,032 5
dL
= 0,16 mg/dL

VIII. Pembahasan
Hati mempunyai peranan yang vital dalam proses metabolisme dan
detoksifikasi serta eliminasi senyawa toksik. Meskipun adanya kerusakan
pada hati tidak dapat terlihat secara langsung efeknya, namun mengingat
pentingnya peranan hati maka untuk mendeteksi kerusakan hati perlu
dilakukan pengujian laboratorium. Salah satu pengujian fungsi hati yang
sederhana adalah dengan pemeriksaan kadar billirubin.
Bilirubin merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari
pemecahan hemoglobin (Hb) di hati. Bilirubin dikeluarkan lewat empedu
dan dibuang melalui feses. Bilirubin ditemukan di darah dalam dua
bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Bilirubin direk larut
dalam air dan dapat dikeluarkan mlalui urin. Sementara bilirubin indirek
tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan
penjumlahan bilirubin direk dan indirek. Peningkatan kadar bilirubin
indirek jarang terjadi pada penyakit hati. Sebaliknya, bilirubin direk yang
meningkat hampir selalu menunjukkan adanya penyakit pada hati atau
saluran empedu (Sari, W., 2008:29).
Salah satu penyakit yang disebabkan akibat tingginya kadar
bilirubin adalah penyakit kuning. Penyakit kuning ditandai dengan
berubahnya warna kulit dan mata menjadi kuning. Perubahan ini terjadi
akibat adanya gangguan fungsi hati yang menyebabkan kadar bilirubin
tidak terkonjugasi menjadi tinggi dalam darah karena hati tidak mampu
merubah bilirubin tidak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi. Kadar
bilirubin yang tinggi dalam darah akan didistribusikan dan menumpuk di
dalam jaringan.
Pada praktikum kali ini, pemeriksaan kadar bilirubin total dan
direk dilakukan menggunakan metode enzimatik yaitu metode evelyn
malloy dengan menggunakan larutan methanol 50% sebagai akselerator
dan p-diazobenzensulfonat sebagai reagen pada reaksi yang akan diukur
secara kolorimetri menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang 546 nm.
Pemeriksaan kadar bilirubin total dan direk dalam darah dengan
spesimen analisis berupa serum darah. Diketahui relawan yang
menyumbangkan darahnya adalah seorang perempuan. Serum darah
diperoleh dengan cara proses sentrifugasi. Pemisahan ini berdasarkan
perbedaan bobot jenis dan pengaruh gaya sentrifuga dimana bobot jenis
yang lebih besar akan berada dibawah. Proses pemisahan serum darah
dilakukan dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Kecepatan
pemisahan dan waktu yang digunakan merupakan proses optimum untuk
memisahkan serum darah karena jika kecepatan dan waktu yang
digunakan kurang dari 3000 rpm selama 10 menit maka pemisahan tidak
berlangsung dengan baik. Namun, apabila kecepatan dan waktu yang
digunakan lebih dari 3000 rpm selama 10 menit, dikhawatirkan kolesterol
yang seharusnya berada dalam serum akan mengendap dan akan
mempengaruhi hasil analisis yang dilakukan.
Hasil proses sentrifugasi terdapat dua bagian yaitu supernatan dan
pelet. Diambil bagian supernatan yang merupakan serum. Supernatan
mengandung air (90-92%) dan zat2 terlarut (7-8%) dimana pada zat-zat
terlarut terdapat protein, garam mineral, sisa metabolik, hormon, gas dan
bahan organik (C,H,O,N) (Frandson, 1981). Penggunaan serum yang ada
pada bagian supernatan karena kolesterol merupakan hasil dari
metabolisme tubuh.
Pengujian dilakukan dengan menyiapkan 2 kelompok uji masing-
masing yaitu bilirubin total dan direk dengan menggunakan masing-
masing 2 tabung reaksi yaitu tabung blanko dan uji. Tabung blanko pada
pengujian bilirubin total berisi serum, akeselerator dan diazo blank.
Tabung uji pada pengujian bilirubin total berisi serum, akselerator dan
reagen diazo. Pada pengujian kadar bilirubin direk tabung blanko berisis
serum, aquadest dan diazo blank pada tabung uji berisi serum, aquadest
dan reagen diazo. Perbedaan kelompok ini yaitu digunakannya akselerator
dan aquadest. Akselerator berfungsi untuk memecah bilirubin-albumin
menjadi albumin bebas sedangkan akuadest pada bilirubin direk digunakan
sebagai pelartu karena bilirubin direk mudah larut dalam air akibat
berikatan dengan asam glukoronat. Diazo blank digunakan pada blanko
agar pada saat pengukuran absorbansi uji yang akan terbaca pada
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 546 nm hanya
kompleks azobilirubin dan tidak mengganggu hasil yang akan didapat.
Panjang gelombang 546 nm merupakan panjang gelombang maksimum
untuk senyawa azobilirubin yang dihasilkan dari reaksi identifikasi kadar
bilirubin. Kemudian setiap tabung reaksi didiamkan dalam suhu kamar
selama 10 menit yang bertujuan agar senyawa uji dan reagen dapat
bereaksi dan stabil. Hal ini karena merupakan kondisi optimum dari reagen
yang digunakan. Jika suhu yang digunakan lebih rendah dan kurang dari
10 menit dikhawatirkan reaksi belum terjadi atau tidak terjadi secara
optimal.
Berdasarkan data pengamatan pemeriksaan kadar bilirubin total
diketahui nilai absorbansi larutan uji 0.178 sehingga diperoleh kadar
bilirubin yang di dapat sebesar 8.01 mg/dL. Pada pemeriksaan kadar
bilirubin direk diketahui nilai absorbansi larutan uji 0.032 sehingga
diperoleh kadar bilirubin yang di dapat sebesar 0.16 mg/dL. Pengujian
dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis berdasarkan hukum
Lambert beer, dimana absorbansi akan berbanding lurus dengan
konsentrasi zat. Prinsip kerja spektrofotometer uv-vis adalah interaksi
antara radiasi elektro magnetic dengan materi. Azobilirubin yang
dihasilkan dari reaksi memiliki gugus kromofor sehingga dapat di analisis
dengan spektrofotometri uv-vis pada panjang gelombang 546nm.
Kadar bilirubin yang diperoleh pada pengujian kadar bilirubin total
dalam keadaan tidak normal yaitu 8.01 mg/dL, karena rentang kadar
normal 0.1-1.2 mg/dL. Sedangkan pada pengujian kadar bilirubin direk
dalam keadaan normal yaitu 0.16 mg/dL, karena rentang kadar normal <
0.2 mg/dL. Kadar bilirubin yang tinggi dapat mengakibatkan penyakit
seperti hepatitis atau pada bayi penyakit kuning akibat belum sempurnanya
fungsi hati. Hasil pemeriksaan ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya terkait dengan pasein atau pengujian. Faktor yang terkait
dengan pasien antara lain : umur, jenis kelamin, ras, genetik, tinggi badan,
berat badan, kondisi klinik, status nutrisi, konsumsi makanan yang tinggi
purin dan penggunaan obat. Sedangkan yang terkait dengan pengujian :
cara pengambilan spesimen, penanganan spesimen, waktu pengambilan,
metode analisis, kualitas spesimen, jenis alat dan teknik pengukuran serta
karena larutan uji yang digunakan merupakan suspensi yang mempunyai
viskositas lebih tinggi sehingga lebih baik dilakukan proses pencampuran
menggunakan vortex.

IX. Kesimpulan
- Metode yang digunakan untuk pengujian kadar bilirubin menggunakan
metode enzimatik.
- Hasil bilirubin total tidak normal yaitu 8.01 mg/dL, sedangkan hasil
bilirubin direk normal yaitu 0.16 mg/dL.

X. Daftar Pustaka
Cahyono, J.B.S.B. (2008). Gaya Hidup & Penyakit Modern, Kanisius.
Yogyakarta.
Cahyono, J.B.S.B. (2014). Hepatitis B, Kanisius. Yogyakarta.
Carl, E Speicher. (2004). Pemilihan Uji Laboratorium Yang Efektif. EGC.
Jakarta
Day, R.a., A.L. Underwood. (1996). Analisis Kimia Kuantitatif, edisi
kelima. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Dennery, P.A., Seidman, D.S., Stevenson, D.K. (2001). Neonatal
Hyperbilirubinemia, Dalam : The New England Journal of
Medicine.
Djing, O.G. (2008). Terapi Pijat Telinga, Penebar Swadaya. Jakarta.
Frandson, R. D., (1981). Anatomi dan Fisiologi Ternak. Penerjemah B.
Srigandono dan Sudarsono. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Gomella, T.L., Cunningham, M.D. dan Eyal, F.G. (2004).
Hiperbilirubinemia, Dalam: Neonatology; Management
Procedures, On-Call Problems, Disease and Drugs. Lange Medical
Book/McGraw-Hill Co. New York.
Halamek, L.P., Stevenson, D.K. (1997). Neonatal Jaundice and Liver
Diseasea, Dalam : Neonatal-Perinatal Medicine; Disease of The
Fetus and Infant. 6th Ed. New York Mosby-Year Book Inc.
Ingle, James D., Stanley R. Crouch. (1988). specctrochemical Anallysiss.
Prentice Hall Inc., New Jersey,
Oski, F.A. (1991). Physiologic Jaundice, Dalam : Schaffer and Averys
Disease of The Newborn. WB Saunders Company. Philadelphia.
Roth, H.J., et.al. (1994). analisis Farmasi, cetakan kedua, diterjemahkan
oleh Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Sacher, R.A, McPherson, R.A. (2004). Tinjauan Klinis atas Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Cetakan 1. Jakarta : EGC.
Sari, W. (2008). Care Your Self : Hepatitis, Penebar Plus. Jakarta.
Sastroamidjojo, Hardjono. (1985). spektroskopi, Edisi I, Liberty,
Yogyakarta.
Widmann FK. (1995). Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan
laboratorium. Edisi ,9. EGC. Jakarta
Wijanarko, J. (2013). Inspirasi Hidup Sehat, HHK Media. Tangerang
Selatan.
XI. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai