Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PERCOBAAN IV
PEMERIKSAAN KADAR BILIRUBIN

Disusun Oleh :
Destini Amalia R. (10060316020)
Mahbubah (10060316021)
Weda Maharani (10060316023)
Opi Andaresta (10060316024)
Novaryanti Dwi Putri S. (10060316026)

Kelompok 4 / Shift A

Tanggal Praktikum : Selasa, 15 Oktober 2019


Tanggal Penyerahan : Selasa, 22 Oktober 2019

Asisten : Rizska Della Shafira, S.Farm.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
1441 H / 2019 M
PERCOBAAN IV
PEMERIKSAAN KADAR BILIRUBIN

I. Tujuan Percobaan
1.1 Dapat melakukan pemeriksaan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin.
1.2 Dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh.
II. Teori Dasar
Hati adalah organ kelenjar terbesar dengan berat kira-kira 1200-1500 gram.
Terletak di abdomen kuadrat kanan atas menyatu dengan saluran bilier dan
kandung empedu. Hati menerima pendarahan dari sirkulasi sistemik melalui arteri
hepatika dan menampung aliran darah dari sistem porta yang mengandung zat
makanan yang diabsorbsi usus.Secara mikroskopis, hati tersusun oleh banyak
lobulus dengan struktur serupa yang terdiri dari hepatosit, saluran sinusoid yang
dikelilingi oleh endotel vaskuler dan sel kupffer yang merupakan bagian dari sistem
retikuloendotelial (Sherlock S, Dooley J, 2002).
Hati memiliki peran sangat penting dalam metabolisme glukosa dan lipid,
membantu proses pencernaan, absorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak,
serta detoksifikasi tubuh terhadap zat toksik. Interpretasi hasil pemeriksaan uji
fungsi hati tidak dapat menggunakan hanya satu parameter tetapi menggunakan
gabungan beberapa hasil pemeriksaan, karena keutuhan sel hati dipengaruhi juga
faktor ekstrahepatik (Edward RA, David EB , 2006).
Pemeriksaan fungsi hati diindikasikan untuk penapisan atau deteksi adanya
kelainan atau penyakit hati, membantu menengakkan diagnosis, memperkirakan
beratnya penyakit, membantu mencari etiologi suatu penyakit, menilai hasil
pengobatan, membantu mengarahkan upaya diagnostik selanjutnya serta menilai
prognosis penyakit dan disfungsi hati (Hall P, Johnny C, 2012).
Jenis uji fungsi hati dapat dibagi menjadi 3 besar yaitu penilaian fungsi hati,
mengukur aktivitas enzim, dan mencari etiologi penyakit.Pada penilaian fungsi hati
diperiksa fungsi sintesis hati, eksresi, dan detoksifikasi. kebocoran albumin di
tempat lain seperti ginjal pada kasus gagal ginjal, usus akibat malabsorbsi protein,
dan kebocoran melalui kulit pada kasus luka bakar yang luas. Hipoalbumin juga
dapat disebabkan intake kurang, peradangan, atau infeksi. Peningkatan kadar
albumin sangat jarang ditemukan kecuali pada keadaan dehidrasi (Sherlock S,
Dooley J, 2002).
Bilirubin berasal dari pemecahan heme akibat penghancuran sel darah
merah oleh sel retikuloendotel. Akumulasi bilirubin berlebihan di kulit, sklera, dan
membran mukosa menyebabkan warna kuning yang disebut ikterus. Kadar bilirubin
lebih dari 3 mg/dL biasanya baru dapat menyebabkan ikterus. Ikterus
mengindikasikan gangguan metabolisme bilirubin, gangguan fungsi hati, penyakit
bilier, atau gabungan ketiganya (Edward RA, David EB , 2006).
Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan
biliverdin. Pada reptil, amfibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme ialah
biliverdin dan bukan bilirubin seperti pada mamalia. Keuntungannya adalah
ternyata bilirubin merupakan suatu anti oksidan yang sangat efektif, sedangkan
biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali
dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut
dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam
membran, bersaing dengan vitamin E. Bilirubin dirubah menjadi bentuk larut
(Mardiani, 2004).
Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin.
Perhari bilirubin dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa, berasal dari
pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan
hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang
sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan
diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg
bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini
hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdifusi kejaringan (Mardiani,
2004).
Bilirubin yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil pada
permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem
transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi
penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati
bilirubin berikutnya (Mardiani, 2004).
Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk
larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat
diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut
melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh
enzym bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform
enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma.
Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat
sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin
monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi
bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua (Mardiani, 2004).
Ekskresi bilirubin larut kedalam saluran dan kandung empedu berlangsung
dengan mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam
keadaan fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada
dalam bentuk terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal
dan kolon dihidrolisa oleh enzym bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas
dari glukoronida direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa
tetrapirol tak berwarna. Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke
perdarahan portal dan dibawa keginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang
memberi warna kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces
akan dioksidasi oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning
kecoklatan (Mardiani, 2004).
Metabolisme bilirubin dimulai oleh penghancuran eritrosit setelah usia 120
hari oleh sistem retikuloendotel menjadi heme dan globin. Globin akan mengalami
degradasi menjadi asam amino dan digunakan sebagai pembentukan protein lain.
Heme akan mengalami oksidasi dengan melepaskan karbonmonoksida dan
besi menjadi biliverdin. Biliverdin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi
bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Setelah dilepaskan ke plasma
bilirubin tidak terkonjugasi berikatan dengan albumin kemudian berdifusi ke dalam
sel hati (Edward RA, David EB , 2006).
Bilirubin tidak terkonjugasi dalam sel hati akan dikonjugasi oleh asam
glukuromat membentuk bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk), kemudian
dilepaskan ke saluran empedu dan saluran cerna, di dalam saluran cerna bilirubin
terkonjugasi dihidrolisis oleh bakteri usus β-glucuronidase, sebagian menjadi
urobilinogen yang keluar dalam tinja (sterkobilin) atau diserap kembali oleh darah
lalu dibawa ke hati (siklus enterohepatik). Urobilinogen dapat larut dalam air,
sehingga sebagian dikeluarkan melalui ginjal (Hall P, Johnny C, 2012).
Pemeriksaan bilirubin untuk menilai fungsi eksresi hati di laboraorium
terdiri dari pemeriksaan bilirubin serum total, bilirubin serum direk, dan bilirubin
serum indirek, bilirubin urin dan produk turunannya seperti urobilinogen dan
urobilin di urin, serta sterkobilin dan sterkobilinogen di tinja. Apabila terdapat
gangguan fungsi eksresi bilirubin maka kadar bilirubin serum total meningkat.
Kadar bilirubin serum yang meningkat dapat menyebabkan ikterik (Sherlock S,
Dooley J, 2002).
Metode pengukuran kadar bilirubin dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai macam metode yaitu :
1. Van den Bergh, Malloy dan Reaksi Evelyn
Metode ini digunakan reagen Ehlirch diazo, dimana reagen ini bila
direaksikan dengan bilirubin direct dalam larutan berair akan membentuk kompleks
senyawa berwarna merah muda sampai ungu dalam waktu 1 menit, sedangkan
dalam larutan metil alcohol 50%, reagen Ehlirch diazo akan bereaksi dengan
bilirubin total membentuk warna merah muda sampai ungu pada waktu
penangguhan 30 menit (Kee, 2007).
2. Jendrassik & Grof
Prinsip : Bilirubin bereaksi dengan DSA ( diazotized sulphanilic acid) dan
membentuk senyawa azo yang berwarna merah. Daya serap warna dari senyawa ini
dapat langsung dilakukan terhadap sampelbilirubin pada panjang gelombang 546
nm. Bilirubin glukuronida yang larut dalam air dapat langsung bereaksi dengan
DSA, namun bilirubin yang terdapat di albumin yaitu bilirubin terkonjugasi
hanyadapat bereaksi jika ada akselerator (Kee, 2007).
Total bilirubin = bilirubin direk + bilirubin indirek.
3. DCA
Prinsip :Total bilirubin direaksikan dengan dichloroanilin terdiazotisasi
membentuk senyawa azo yang berwarna merah dalam larutan asam, campuran
khusus (detergen enables ) sangat sesuai untuk menentukan bilirubin total (Kee,
2007).
Reaksi : Bilirubin + ion diazonium Azobilirubin dalam suasana asam
(Dialine Diagnostik )
III. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Fotometer panjang Aquadest
gelombang 546-550 nm
Asam sulfanilat
Mikropipet 100 µL ,500µL
Natrium nitrit
Pipet 10 mL, 1,0 mL
Spektrofotometer UV Serum darah
Tabung reaksi
IV. Prosedur Percobaan
Disiapkan alat dan bahan dalam keadaan bersih, kemudian disiapkan
reagen 1 (R1) yang berisi HCl dan asam sulfanilat dan reagen 2 (R2) yang berisi
NaNO2. Kemudian siapkan 3 tabung reaksi, masing-masing tabung reaksi diisi
dengan :
1. Tabung uji/sampel : 900 µL R1, 30 µL R2, dan 60 µL serum
2. Tabung Reagen Blank : 900 µL R1 dan 30 µL R2
3. Tabung Sample Blank : 900 µL R1, 60 µL serum
Semua tabung reaksi dibuat homogen dan didiamkan pada suhu ruangan
selama 5 menit kemudian dilakukan pengkalibrasi alat spektrofotometri dengan
larutan pada tabung reagen blank, setelah dikalibrasi reagen blank dikeluarkan,
lalu dikalibrasi dengan sample blank sampai stabil. Selanjutnya dilakukan
pengukuran sampel dengan kalibrasi terlebih dahulu dengan reagen blank dan
selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi pada sampel. Semua pengukuran
absorbansi diukur pada panjang gelombang 550 nm.
V. Hasil Pengamatan dan Perhitungan
5.1 Data Pengamatan
Sampel yang digunakan yaitu serum darah yang telah disentrifuga, sehingga
warnanya menjadi agak kekuningan keruh. Kemudian reagen 1 yang berisi HCl dan
asam sulfanilat tidak berwarna, dan reagen 2 (R2) yang berisi NaNO2 tidak
berwarna. Pada saat pembuatan larutan blank, sampel blank, dan sampel tidak
terjadi perubahan warna. Kemudian dilihat absorbansi dengan menggunakan
spektrofotometri dengan panjang gelombang 550 nm. Sehingga menghasilkan nilai
absorbansi :

Larutan A
Sampel blank 0,017
Sampel 0,034

Faktor 14

5.2 Perhitungan
Kadar bilirubin = (absorbansi sampel – absorbansi blank) x Faktor
Kadar bilirubin = 0,238 mg/dL
Sehingga setelah dilakukan perhitungan maka kadar bilirubin sampel termasuk
kedalam kategori normal.
VI. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan pemeriksaan fungsi hati melalui
pemeriksaan kadar bilirubin direct dalam darah. Pemeriksaan kadar bilirubin ini
sebagai parameter pemeriksaan fungsi hati yang bertujuan untuk menginterpretasi
hasil pemeriksaan kadar bilirubin yang diperoleh, dan mendiagnosa kondisi
patologis berdasarkan hasil kadar bilirubin yang diperoleh sehingga dapat melihat
dan mendeteksi gangguan fungsi hati dan mengecek normalnya kondisi hati
relawan pada praktikum ini. Hal ini dikarenakan hati merupakan organ yang
mempunyai peranan vital dalam proses metabolisme dan detoksifikasi. Kerusakan
pada hati dapat berakibat fatal bagi tubuh, sehingga perlu dideteksi adanya
kerusakan hati dimana salah satu pengujiannya dapat dilakukan secara sederhana
dengan pemeriksaan kadar bilirubin.
Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi
tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan
terabsorbsi ke dalam aliran darah. Peningkatan kadar bilirubin indirek sering
dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit
hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan
destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke
saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.
Bilirubin dapat digunakan sebagai parameter pemeriksaan fungsi hati
karena biosintesis dari bilirubin berawal dari eritrosit yang sudah tua yang lepas dan
dibawa ke hati saat dihati melepaskan molekul yang dinamakan molekul heme,
dimana besi pada heme digunakan kembali untuk pembentukan eritrosit ulang
tetapi cincin tetrapirol pada heme didegradasi menjadi bilirubin. Proses degradasi
dari cincin tetrapirol yaitu cincin tetrapirol dioksidasi dengan bantuan enzim heme
yang hasil oksidasinya adalah biliferdin yang kemudian direduksi lagi dengan
bantuan enzim biliferdin reduktase dan menghasilkan bilirubin yang terkonjugasi
oleh albumin. Dimana bilirubin terdiri dari 2 bentuk yaitu bilirubin tidak
terkonjugasi yaitu yang tidak larut dalam air dan bilirubin terkonjugasi yang terikat
pada albumnin. Dimana 85% dari bilirubin terkonjugasi berikatan dengan 2
molekul asam glukoronat dengan batuan enzim uridyl diphosphate glucoronyl
transferase (UDGPT) sehingga menjadi bilirubin-glukoronat yang lebih larut air
(bilirubin direk), saat sudah berikatan dengan 2 molekul asam glukoronat
membentuk suatu senyawa yang dinamakan di-glukoronat bilirubin yang larut air
tetapi kelarutannya sangat rendah karena berikatan dengan 2 molekul asam
glukoronat sedangkan 15 % dari bilirubin terkonjugasi berikatan dengan 1 molekul
gula hasil ikatannya yaitu mono glukoronat bilirubin yang memiliki kelarutan tinggi
karena hanya mengikat 1 molekul gula. Perjalanan bilirubin terkonjugasi yaitu
disekresikan melalui usus kecil melalui saluran empedu untuk mengemulsi lemak.
Di usus kecil dirubah menjadi urobilinogen oleh bakteri oleh usus yang tidak
berwarna. Dimana urobilinogen ada yang diserap kembali oleh plasma dan ada
yang dialirkan ke ginjal dan saat di ginjal dirubah menjadi urobilin (pigmen warna
untuk urin).
Apabila ada gangguan fungsi hati, jumlah bilirubin indirek (hasil
pemecahan heme) akan banyak terdapat di darah, sedangkan jumlah bilirubin direk
sedikit terbentuk. Adapun prinsip dari pemeriksaan kadar bilirubin total dan direct
yaitu dengan menggunakan Peralman & Lee. Prinsip reaksi metode Peralman &
Lee adalah sebagai berikut :
Bilirubin – albumin + surfaktan bilirubin bebas + albumin
As. Sulfanilat + Natrium Nitrit p – diazobenzensulfonat
P – diazobenzensulfonat + bilirubin Azobilirubin
Pada reaksi tersebut digunakan surfaktan yang berfungsi untuk
menghilangkan ikatan bilirubin-albumin sehingga dihasilkan bilirubin yang bebas.
Sedangkan penambahan Asam sulfanilat berfungsi untuk membentuk suasana asam
dan kompleks pembentukan warna. Natrium nitrit juga digunakan sebagai dapar pH
pada reaksi diazotasi yang akan menghasilkan p-diazobenzensulfonat, dimana
senyawa tersebut merupakan zat kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus
fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi
dengan senyawa tertentu. Setelah itu akan direaksikan dengan bilirubin yang akan
mengubah bilirubin menjadi azobilirubin. Dimana azobilirubin sangat penting
untuk pengukuran bilirubin dewasa. Pada pengukuran bilirubin dewasa, bilirubin
harus dirubah menjadi azobilirubin karena pada kandungan serum selain bilirubin
terdapat juga kandungan lain seperti karoten, xantofil, dan hemoglobin yang dapat
mengganggu proses absorbansi.
Pada percobaan ini dilakukan pemeriksaan bilirubin direct sehingga
menggunakan metode reaksi Van Den Bergh. Dimana prinsip reaksi metode Van
Den Bergh yaitu dimana asam sulfanilat diazotisasi (asam sulfanilat dalam HCl dan
natrium nitrit) bereaksi dengan bilirubin untuk membentuk suatu kompleks
berwarna ungu atau azobilirubin. Serum normal memberikan reaksi van den Bergh
positif. Ketika bilirubin terkonjugasi, menghasilkan warna ungu setelah dicampur
dengan reagen dinyatakan direct positive. Ketika bilirubin tidak terkonjugasi,
warnanya diperoleh hanya ketika alkohol ditambahkan disebut indirect positive
atau reaksi ini disebut biphasic (Vasudevan et al, 2013).
Hal pertama yang dilakukan pada praktikum pemeriksaan kadar bilirubin
ini yaitu terlebih dahulu disiapkannya alat dan bahan yang akan digunakan, hal ini
untuk mempermudah dan mempercepat pengerjaan praktikan dalam pemeriksaan
kadar bilirubin ini. Kemudian diambil sampel darah pada relawan dan perlu
diperhatikan pada saat pengambilan darah untuk sampel bilirubin adalah
menghindari terjadinya hemolisis pada eritrosit. Kemudian, sampel darah yang
telah diperoleh dilakukan pengocokan dengan alat sentrifugasi yang berkecepatan
3000 rpm selama 10 menit. dilakukan sentrifugasi yang berguna untuk
mengendapakan analit tertentu, menempatkan partikel dan medium suspensinya
dalam suatu medan gaya sentrifugasi. Medan sentrifugasi menyebabkan partikel
bermigrasi lebih cepat ke arah luar dari sumbu rotasi sehingga terjadi pemisahan
sedimen dan suspensinya yang dilakukan selama 10 menit dengan kecepatan 3000
rpm guna memperoleh serum yang akan digunakan sebagai sampel pemeriksaan.
Lalu, hasil dari sentrifugasi bagian atas dari sampel darah (serum) diambil
sebanyak 10 µL. Selanjutnya, disiapkan 2 tabung reaksi, pada tabung 1 (sample
blank) diisi dengan serum sebanyak 60µL dan larutan reagen1 (mengandung HCl
dan asam sulfanilat) sebanyak 900 µL. Pembuatan blanko sampel yang didalamnya
terdapat serum, aquadest, dan diazo blank. Aquadest ditambahkan dalam larutan
blanko pada pengujian bilirubin direct bertujuan untuk menyamakan volume
dengan larutan uji dan larutan blangko karena pada saat pengujian perlakuan yang
diberikan harus sama, aquadest dipilih untuk digunakan karenakan bilirubin direk
bersifat larut dalam air sehingga dapat tercampur dengan baik, kemudian blanko
sampel dibuat dengan mencampurkan serum dengan asecelerator lalu ditambahkan
diazo blank. Pembuatan larutan blanko bertujuan untuk kalibrasi atau sebagai
larutan pembanding dalam analisis. Biasanya larutan blanko tidak berisi larutan
yang dianalisis hanya berisi pelarut dan reagen yang dilakukan untuk mengkalibrasi
spektrofotometri, akan tetapi pada praktikum ini blanko yang digunakan
ditambahkan sampel dan menggunakan diazo blank, hal tersebut dilakukan agar
pengujian yang dilakukan lebih spesifik karena bilirubin merupakan zat dengan
pigmen warna kuning yang menyebabkan kemungkinan adanya gangguan senyawa
lain yang mempunyai intensitas warna yang sama kemudian jadi pengotor ketika
pengujian dengan spektrofotometri. Maka serum yang didalam nya terkadung
selain bilirubin seperti karoten, xantofil dan hemoglibin juga dapat memberikan
kontribusi yang menggagu hasil yang mungkin tidak valid pada icterus index.
Sedangkan asecelerator digunakan untuk memutus ikatan, dimana berdasarkan
prinsip dari metode peralman dan lee dan asecelerator yang digunakan dalam
metode ini yaitu HCl yang bertindak sebagai surfaktan yang berfungsi untuk
menghilangkan ikatan bilirubin-albumin sehingga dihasilkan bilirubin yang bebas .
Sedangkan penambahan Asam sulfanilat berfungsi untuk membentuk suasana asam
dan kompleks pembentukan warna.
Pada tabung 2 (sampel) diisi dengan serum sebanyak 60 µL, larutan reagen1
(mengandung HCl dan asam sulfanilat), dan larutan reagen2 (mengandung natrium
nitrit) sebanyak 30 µL. fungsi penambahan reagen ini adalah sebagai akselerator
guna mempercepat reaksi dengan membentuk zat warna azo. Dilakukan pembuatan
larutan uji dengan menambahkan serum, ascelerator namun perbedaan nya dalam
larutan uji ditambahkan reagen diazo diperoleh dengan cara mereaksikan asam
sulfanilat dengan natrium nitrit yang akan membentuk diazobenzensulfonat yang
dapat digambarkan pada reaksi :
Asam sulfanilat + natrium Nitrit → p- diazobenzensulfonat
Setelah terbentuk p-diazobenzensulfonat, maka p-diazobenzensulfonat akan
bereaksi dengan billirubin yang terdapat pada sampel sehingga terbentuk
azobilirubin yang berwarna biru yang kemudian intensitas warnanya dapat diukur
dengan spektrofotometri. adapun reaksinya dapat digambarkan pada reaksi dibawah
ini:
p-diazobenzensulfonat + Billirubin → Azobilirubin
Setelah itu, masing masing tabung reaksi didiamkan pada suhu kamar
selama 5 menit berguna untuk mempercepat reaksi dimana analit-analit pada
sampel akan berikatan dengan sampel sehingga terjadi reaksi yang sempurna.
Kemudian, dari setiap larutan (sampel blank dan sampel) dibaca absorbansinya
terhadap larutan blanko pada spektrofotometri visible dengan panjang gelombang
550 nm. Digunakannya alat spektrofotometer adalah untuk mengukur transmitans
atau absorbansi suatu sampel yang dinyatakan dalam fungsi panjang gelombang.
Prinsip kerja spektrofotometer adalah bila cahaya (monokromatik maupun
campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan
dipantulkan, sebagian di serap dalam medium itu, dan sisanya diteruskan. Nilai
yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi karena
memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel. Hukum Lambert Beer menyatakan
absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan
bahan/medium (Miller J.N 2000). Pada saat akan memasukkan larutan uji kedalam
kuvet yaitu tempat menampung cairan uji yang disentuh adalah bagian kuvet buram
tidak boleh menyentuh bagian kuvet bening karena dapat mengganggu pada saat
cahaya masuk kedalam kuvet tersebut sehingga dapat mempengaruhi hasil nilai
absorbansi. Keuntungan pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer yaitu
mempunyai sensitivitas yang relatif tinggi, pengerjaannya mudah sehingga
pengukuran yang dilakukan cepat, dan mempunyai spesifisitas yang relatif tinggi.
Spesifisitas diperoleh dengan mereaksikan sampel yang diperiksa dengan pereaksi
yang sesuai, kemudian membentuk warna yang berbeda, atau dengan pemisahan
analitis menjadi reaksi pembentukan warna. Digunakannya panjang gelombang 550
nm karena pada panjang gelombang tersebut merupakan panjang gelombang yang
menghasilkan absorbansi tertinggi sehingga warna yang terukur dengan panjang
gelombang ini setara dengan kadar bilirubin.
Pada metode Van Den Bergh seharusnya warna dari asam sulfanilat
diazotisasi (asam sulfanilat dalam HCl dan natrium nitrit) bereaksi dengan bilirubin
untuk membentuk suatu kompleks berwarna ungu atau azobilirubin. Serum normal
memberikan reaksi van den Bergh positif. Ketika bilirubin terkonjugasi,
menghasilkan warna ungu setelah dicampur dengan reagen dinyatakan direct
positive. Akan tetapi pada percobaan ini tidak menghasilkan warna ungu atau tidak
terjadi perubahan warna hal ini dikarenakan reagen tidak disimpan pada suhu 2-8oC
Hasil absorbansi kadar bilirubin direct dalam sampel darah yang dihasilkan
yaitu sampel blanko 0,017 dan sampel 0,034 dengan faktor untuk bilirubin
terkonjugasi (direct) adalah 14. Faktor tersebut didapat dari perhitungan yang telah
dilakukan oleh pihak pabrik yang memproduksi bahan baku percobaan kali ini.
kemudian di hitung dengan rumus :
𝑚𝑔
𝐵𝑖𝑙𝑖𝑟𝑢𝑏𝑖𝑛 ( ) = 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘) 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟
𝑑𝑙
Setelah dilakuakan perhitungan dengan faktor, maka didapatlah kadar
bilirubin terkonjugasi (direct) sebesar 0,238 mg/dL. Berdasarkan hasil perhitungan
tersebut, serum uji (larutan tes) memiliki kadar bilirubin terkonjugasi yang normal.
Kadar normal bilirubin terkonjugasi adalah 0 – 0,25 mg/dL (Sacher dan McPherson.
2004). Kadar bilirubin uji yang tidak berada pada rentang normalnya dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kesalahan pada saat praktikum, misalnya saja kesalahan pada saat memegang
tabung reaksi sehingga suhu tubuh dapat merusak bilirubin uji.
2. Hemolisis pada sampel darah.
3. Sampel darah yang terpapar matahari atau lampu yang terang.
4. Obat-obatan tertentu dapat menaikkan atau menurunkan kadar bilirubin.
Metode yang digunakan pada penentuan kadar bilirubin ini memiliki
pembuktian kinerja yang selektivitas dan spesifisitas karena pada saat pengukuran
dengan instrumen (spektrofotometer) hanya selektif dan spesifik untuk senyawa
yang diperiksa yaitu bilirubin. Selektivitas dalam analisis instrumen sangatlah
penting karena dalam analisis instrumen dihadapkan dengan matriks yang sangat
kompleks. sehingga detektor instrumen dapat selektif dan hanya memberikan
tanggapan terhadap sinyal molekul spesifik. Selain itu, metode ini memiliki
pembuktian kinerja yang sensitivitas karena dengan kadar yang rendah (60 μL)
mampu mendeteksi senyawa yang diperiksa yaitu bilirubin.
VII. Kesimpulan
Dari hasil tes direct bilirubin yang dilakukan, dengan menggunakan samperl
serum darah wanita manunjukkan hasil Kadar Bilirubin direct yang diperoleh
adalah 0,238 mg/dL, dimana kadar tersebut termasuk kedalam rentang normal,
rentang normal kadar bilirubin direct yaitu yaitu <0,3 mg/dL. Metode yang
digunakan pada saat melakukan pengujian yaitu metode Van Den Bergh. Dapat
dilihat bahwa sampel yang diuji tidak terindikasikan mengalami kerusakan atau
gangguan fungsi hati.

VIII. Daftar Pustaka


Dufour DR. Liver disease. In:Carl AB, Edward RA, David EB editors. Clinical
chemistry and molecular diagnostics. Fourth ed. Missouri: Elsevier
saunders; 2006.
Hall P, Johnny C. What is the real fungtion of the liver ‘function” test. Ulster Med J.
2012.
Kee, Joyce LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboraturium & Diagnostik.
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Mardiani, Helvi. 2004. Metabolisme HEME. Medan : Digital Library Universitas
Sumatera Utara.
Sacher, Ronald. A dan Richard A. McPherson, 2004, Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sherlock S, Dooley J. Diseases of the liver and biliary system.United State of
America: Blackwell publishing; 2002.
Vasudevan, D. M., Sreekumari, S., dan Vaidyanathan, K. (2013). Textbook of
biochemistry for medical students (7th ed.). New Delhi, India: Jaypee
Brothers Medical Publishers Pvt Ltd

Anda mungkin juga menyukai