Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KIMIA KLINIK Metabolisme dan Tinjauan Klinis Bilirubin, Klsium, Fosfor dan Besi

Disusun Oleh: Kelompok II Nur Anna Risky Nurul Riska Afrilia Risnawati Bakri Sri Rahmawati Widya Siswara Madda

JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Kimia Klinik yang membahas tentang metabolisme bilirubin, kalsium, fosfor dan besi serta tinjauan klinisnya dan dampak yang ditimbulkan. Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan makalah berikutnya. Akhir kata diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang metabolisme bilirubin, kalsium, fosfor dan besi serta tinjauan klinisnya dan memberikan manfaat kepada kita semua khususnya kepada kelompok kami sendiri.

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kimia klinik merupakan penerapan ilmu sains yang memberikan informasi untuk diagnosi dan penyembuhan suatu penyakit. Bilirubin adalah pigmen kuning ( 85 %) yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa. Di dalam tubuh manusia terdapat kurang lebih 1 kg kalsium (Granner, 2003). Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2}. Fosfor merupakan zat penting dari semua jaringan tubuh. Fosfor penting untuk fungsi otot dan sel-sel darah merah, pembentukan adenosine trifosfat (ATP) dan 2,3-difosfogliserat (DPG), dan pemeliharaan

keseimbangan asam-basa, juga untuk sistem saraf dan perantara metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Zat besi sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel-sel yang membutuhkannya untuk metabolisme glukosa,lemak, dan protein menjadi energi (ATP). Zat besi juga merupakan bagian dari sistem enzim (sitokrom peroksidase, xanthin oksidase, suksinat dehidrogenase,katalase dan peroksidase) dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip hemoglobinyang terdapat di dalam sel-sel otot (Garrow & James 1993). Mioglobin akan berikatan dengan oksigen dan mengangkutnya melalui darah ke sel-sel otot. Kelebihan dan kekurangan dari keempat zat diatas dapat menimbulkan berbagai penyakit dan pemerisaannya dilakukan melalui beberapa tinjauan klinis dari zat tersebut.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana metabolisme dan tinjauan klinis bilirubin 2. Bagaimana metabolisme dan tinjauan klinis kalsium 3. Bagaimana metabolisme dan tinjauan klinis fosfor 4. Bagaimana metabolisme dan tinjauan klinis besi

BAB II PEMBAHASAN

A. Metabolisme dan Tinjauan Klinis Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kuning ( 85 %) yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Warna kekuningan dan warna hijau kekuning-kuningan dari empedu disebabkan oleh bilirubin. Sekitar 15% bilirubin lainnya berasal dari degradasi hemoglobin dari eritrosit yang belum dewasa, sumsum tulang (eritrosit yang tidak efektif) dan heme lainnya seperti katalase, sitokrom atau mioglobin. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34 mg bilirubin, sisanya 25% berasal dari pelepasan hemoglobin karena eritropoesis yang tidak efektif pada sumsum tulang. Bayi baru lahir akan memproduksi 8 sampai 10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa sekitar 3 4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70 sampai 90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari).

Macam dan sifat bilirubin a. Bilirubin terkonjugasi /direk Bilirubin terkonjugasi /direk adalah bilirubin bebas yang bersifat larut dalam air sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin ) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin. Peningkatan kadar bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi dapat disebabkan oleh gangguan ekskresi bilirubin intrahepatik antara lain Sindroma Dubin Johson dan Rotor, Recurrent

(benign) intrahepatic cholestasis, Nekrosis hepatoseluler, Obstruksi saluran empedu. Diagnosis tersebut diperkuat dengan pemeriksaan urobilin dalam tinja dan urin dengan hasil negatif. b. Bilirubin tak terkonjugasi/ indirek Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga untuk memudahkan bereaksi dalam pemeriksaan harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek mempunyai arti dalam diagnosis penyakit bilirubinemia karena payah jantung akibat gangguan dari delivery bilirubin ke dalam peredaran darah. Pada keadaan ini disertai dengan tanda-tanda payah jantung, setelah payah jantung diatasi maka kadar bilirubin akan normal kembali dan harus dibedakan dengan chardiac chirrhosis yang tidak selalu disertai bilirubinemia. Bilirubin berikatan dengan albumin sehingga zat ini dapat diangkut ke seluruh tubuh. Dalam bentuk ini, spesies molekular disebut bilirubin tak terkonjujgasi. Sewaktu zat ini beredar melalui hati, hepatosit melakukan fungsi sebagai berikut : 1. 2. 3. Penyerapan bilirubin dan sirkulasi Konjugasi enzimatik sebagai bilirubin glukuronida Pengangkutan dan ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam

empedu untuk dikeluarkan dari tubuh Konjugasi intrasel asam glukoronat ke dua tempat di molekul bilirubin menyebabkan bilirubin bermuatan negatif, sehingga bilirubin terkonjugasi ini larut dalam fase air. Apabila terjadi obstruksi atau kegagalan lain untuk mengekskresikan bilirubin terkonjugasi ini zat ini akan masuk kembali ke dan tertimbun dalam sirkulasi. Selain bilirubin masuk ke dalam usus, bakteri kolon mengubah bilirubin menjadi urobilinogen yaitu beberapa senyawa tidak berwarna yang kemudian mengalami oksidasi menjadi pigmen coklat urobilin. Urobilin

diekskresikan dalam feses tetapi sebagian urobilinogen direabsorpsi melalui usus, dan melalui sirkulasi portal diserap oleh hati dan direekskresikan dalam empedu. Karena larut air, urobilinogen juga dapat keluar melalui urin apabila mencapai ginjal.

A.1 Metabolisme bilirubin Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Metabolisme bilirubin diawali dengan reaksi proses pemecahan heme oleh enzim hemoksigenase yang mengubah biliverdin menjadi bilirubin oleh enzim bilirubin reduksitase. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tak larut air, bilirubin yang sekresikan ke dalam darah diikat albumin untuk diangkut dalam plasma. Hepatosit adalah sel yang dapat melepaskan ikatan, dan mengkonjugasikannya dengan asam glukoronat menjadi bersifat larut dalam air. Bilirubin yang larut dalam air masuk ke dalam saluran empedu dan diekskresikan ke dalam usus . Didalam usus oleh flora usus bilirubin diubah menjadi urobilinogen yang tak berwarna dan larut air, urobilinogen mudah dioksidasi menjadi urobilirubin yang berwarna. Sebagian terbesar dari urobilinogen keluar tubuh bersama tinja, tetapi sebagian kecil diserap kembali oleh darah vena porta dikembalikan ke hati. Urobilinogen yang demikian mengalami daur ulang, keluar lagi melalui empedu. Ada sebagian kecil yang masuk dalam sirkulasi sistemik, kemudian urobilinogen masuk ke ginjal dan diekskresi bersama urin.

Pembentukan urobilin Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh enzym bakteri glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak berwarna. Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan dibawa ke ginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna

kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan.

Pengambilan Bilirubin oleh Hati Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein, terutama albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan bersaing dengan bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin. Sehingga, dapat mempunyai pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid dari hepatosit melalui suatu sistem transport berfasilitas (carrier-mediated saturable system) yang saturasinya sangat besar. Sehingga, dalam keadaan patologis pun transport tersebut tidak dipengaruhi. Kemungkinan pada tahap ini bukan merupakan proses rate limiting.

Konjugasi Bilirubin Dalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar sehingga lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2 molekul asam glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil transferase dan menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama terletak dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDPasam glukoronat sebagai donor glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil transferase dapat diinduksi oleh sejumlah obat misalnya fenobarbital.

Ekskresi bilirubin kedalam empedu Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate limiting enzyme metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat diinduksi dengan obat-obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin. Sistem konjugasi dan sekresi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.

Metabolisme Bilirubin di Usus Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-

glukoronidase). Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen. Urobilinogen diekskresikan tidak berwarna, lewat sebagian hati, kecil akan diabsorpsi dan

kembali

mengalami

siklus

urobilinogen

enterohepatik. Sebagian besar urobilinogen dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin atau sterkobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna feces yang berubah menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.

Metabolisme pigmen empedu Eritrosit pada akhir masa hidupnya (yang sudah terlalu rapuh dalam sirkulasi) membran selnya pecah dan hemoglobin yang lepas difagositosis oleh RES. Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin dan cincin heme dibuka untuk memberikan (1) besi bebas yang ditranspor ke dalam darah oleh transferin, dan (2) rantai lurus dari empat inti pirol, yaitu substrat yang akan dibentuk menjadi pigmen empedu. Pertama pembentukan biliverdin berantai lurus. Biliverdin di konversikan ke bilirubin dengan reduksi. Bilirubin (bebas) yang bersirkulasi dalam plasma terikat albumin (karena bilirubin ini larut lemak). Memasuki hati, albumin melepaskan ikatan dengan bilirubin, dan memasuki hepatosit. Sekitar 80% Bilirubin dikonjugasi oleh asam glukuronat melalui mekanisme yang melibatkan biilirubin-UDP glukuronosiltransferase menjadi bilirubin terkonjugasi (larut air), 10% dikonjugasi dengan sulfat membentuk bilirubin sulfat, dan 10% lainnya berikatan dengan zat lain. Hati orang dewasa mempunyai kapasitas cadangan untuk mengkonjugasi dan mengekskresi 5-10 kali biilrubin normal (500 mol/24 jam). Pada neonatus, enzim ini belum aktif

sepenuhnya, misal aktivitas glukuronosil transferase perlu waktu 3 minggu untuk berkembang, sehingga hati neonatus hampir tak mempunyai kapasitas untuk mengekskresi beban bilirubin normalnya dan bisa meningkat saat terjadi pemecahan eritrosit berlebih. Ikterus sebelum usia 24 jam adalah abnormal, tapi hiperbilirubinemia moderat (80 mol/L) dalam minggu pertama mungkin tak patologis (ikterus fisiologis) Ikterus adalah pewarnaan jaringan tubuh menjadi kekuningkuningan pada kulit dan jaringan dalam. Penyebab umumnya karena sejumlah besar bilirubin masuk dalam cairan ekstrasel, baik bilirubin bebas atau bilirubin terkonjugasi. Konsentrasi bilirubin normal (baik bilirubin bebas dan terkonjugasi) 0.5 mg/dL plasma. Kulit mulai tampak kuning ketika konsentrasinya meningkat >3 kali dari normal (>1.5 mg/dL)(2:216)

Ekskresi Pigmen Empedu Empedu yang dihasilkan oleh hepatosit mengalir ke kanalikuli biliaris dan masuk ke duktus biliaris hingga sampai ke usus. Dalam usus besar ia direduksi oleh kerja bakteri menjadi berbagai pigmen termasuk urobilinogen yang mudah larut dan akhirnya menjadi sterkobilinogen. Kemudian sterkobilinogen diekskresikan dalam feses dan mengalami oksidasi dengan udara menjadi sterkobilin. Di usus besar, sebagian besar urobilinogen direabsorbsi mukosa usus kembali ke dalam darah. Sebagian lagi di ekskresikan oleh hati ke usus, tapi 5% oleh ginjal lewat urin. Setelah terpapar udara, mengalami oksidasi menjadi urobilin.

A.2 Tinjauan Klinis Bilirubin Kadar Bilirubin (total,indirek,direk) Dewasa : Total Direk Indirek Anak : 0,1-1,2 mg/dL, 1,7-20,5 umol/L : 0,0-0,3 mg/dL, 1,7-5,1 mmol/L : 0,1-1,0 mg/dL, 1,7-17,1 umol/L : 0,2-0,8 mg/Dl

Kadar bilirubin dalam serum dipengaruhi oleh metabolisme hemoglobin. Fungsi hepar dan kejadian-kejadian pada saluran empedu. Apabila destruksi eritrosit bertambah maka terbentuk lebih banyak bilirubin. Itu mungkin menyebabkan bilirubin prehepatik naik sedikit, tetapi hepar normal mempunyai daya ekskresi yang cukup besar, sehingga peningkatan bilirubin dalam serum tidak terlalu tinggi. Melemahnya fungsi hepar menyebabkan kenaikan kadar bilirubin dalam serum. Berkurangnya daya uptake atau konjugasi oada sel-sel hepar mungkin menyebabkan kadar bilirubin indirek

meningkat, melemahnya ekskresi bilirubin konjugatmenyebabkan kadar bilirubin posthepatik meningkat. Serum normal berisi 0,3-1,0 mg dl bilirubin dan bagian terbesar sebagai bilirubin prehepatik yang larut dalam air dan mengandung0,1-0,4 mg/dl posthepati. Bila kadar bilirubin direk atau indirekmencapai 2-4 mg/dl dapat menyebabkan ikterus, yakni menguningnya kulit, selaput lendir dan sklera. Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk. Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin. Pemeriksaan kuantitatif bilirubin menggunakan sampel serum atau plasma menggunkan beberapa metode. Diantaranya :

1.

Metode Jendrasik- Grof Prinsip : Bilirubin bereaksi dengan DSA ( diazotized sulphanilic acid) dan membentuk senyawa azo yang berwarna merah. Daya serap warna dari senyawa ini dapat langsung dilakukan terhadap sampel bilirubin pada panjang gelombang 546 nm. Bilirubin glukuronida yang larut dalam air dapat langsung bereaksi dengan DSA, namun bilirubin yang terdapat di albumin yaitu bilirubin terkonjugasi hanya dapat bereaksi jika ada akselerator. Bilirubin direk + bilirubin indirek= Total bilirubin

2.

Colorimetric Test - Dichloroaniline (DCA) Prinsip :Total bilirubin direaksikan dengan dichloroanilin terdiazotisasi membentuk senyawa azo yang berwarna merah dalam larutan asam, campuran khusus (detergen enables ) sangat sesuai untuk menentukan bilirubin membentuk Azobilirubin dalamtotal. Reaksi : Bilirubin + ion diazonium suasana asam (Dialine Diagnostik ) Bilirubin direk diukur dalam bentuk zt azo berwarna merah pada Hh 546 dengan menggunakan metode Schellong dan Wende. Metode ini dibuat berdasarkan defenisi dari bilirubin direk yaitu sebagai jumlah

bilirubin yang dapat ditentukan sesudah bereaksi selama 5 menit dengan tanpa penambahan akselerator. Pada kondisi ini, bilirubin bebas (indirek) bereaksi sangat lambat. Bilirubin indirek adalah bilirubin total dikurangi dengan bilirubin direk. Nilai normal Bilirubin total :0,3-1,0 mg/dl pada orang dewasa Bilirubin Direk : 0,25 mg/dl pada orang dewasa

PENINGKATAN KADAR Bilirubin direk dan total : menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah. Sehingga masalah klinis yang muncul pada bilirubin direk dan total adalah ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati,

mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat : antibiotik (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat

antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K. PENURUNAN KADAR : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.

B. Metabolisme dan Tinjauan Klinis Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa. Di dalam tubuh manusia terdapat kurang lebih 1 kg kalsium (Granner, 2003). Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2}. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsenterasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/l (9-10,4 mg/100ml). Densitas tulang berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara berangsur setelah dewasa. Selebihnya kalsium tersebar luas didalam tubuh. Di dalam cairan ekstraselular dan intraselular kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga permebilitas membran sel. Kalsium juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan. Usaha mempertahankan kadar kalsium darah dalam keadaan normal tergantung pada keseimbangan antara makanan dan pengeluaran kalsium dari aliran darah. Sumber kalsium dari aliran aliran darah adalah dengan diet yang mengandung garam kalsium. Kalsium diabsorbsi dari saluran cerna dan pengeluaran kalsium terjadi melalui saluran cerna, ginjal, dan tulang. Absorbsi kalsium terutama terjadi didalam usus halus yang ditingkatkan oleh kerja hirmon paratiroid yang sinergis serta metabolit aktif dari vitamin D. Fungsi Kalsium: Untuk pembekuan darah Transmisi impuls neuromuskuler Keseimbangan asam-basa Permeabilitas membran sel Memberikan rigiditas dan kekuatan mekanik tulang

B.1. Metabolime Kalsium

Metabolisme kalsium diatur oleh tiga hormone utama yaitu dua hormone polipeptida yaitu paratiroid dan kalsitonin dan satu hormone sterol yaitu 1,25 dihidrokolekalsiferol.

Pada keadaan normal hormone paratiroid mempertahankan kadar kalsium plasma agar tidak terjadi hipokalsemi. Dalam metabolisme kalsium hormone paratiroid bekerja secara langsung dengan 2 alat yaitu tulang dan ginjal. Dan tidak langsung dengan usus halus melalui metabolisme vitamin D. Pada tulang, hormone paratiroid meningkatkan resorbsi kalsium dan fosfat dengan mengaktifkan sel osteoklas. Pada ginjal, hormone paratiroid melalui 2 jalur yaitu: a). Reabsorbsi kalsium. Hormon paratiroid meningkatkan reabsorsi kalsium dan menurunkan resorbsi fosfat. Reabsorbsi kalsium di ginjal terjadi 60% di tubulus proksimal, 25% ansa henle sisanya pada tubulus distal. b). Merangsang kerja enzim 1a-dihidroksilase di ginjal sehingga meningkatkan perubahan 25 hidroksikolekalsiferol menjadi 1,25

dihidroksikolekalsiferol. Kalsitonin adalah suatu peptide yang bekerja menghambat osteoklas sehingga resorbsi tulang tidak terjadi. Dihasilkan oleh sel C parafolokuler kelenjar tiroid dan disekresi akibat adanya perubahan kadar kalsium plasma. Dalam keadaan normal sebanyak 30-50% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi tubuh. Kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan, dan menurun pada proses menua. Kemampuan absorpsi pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan pada semua golongan usia. Absorpsi kalsium

terutama terjadi di bagian atas usus halus yaitu duodenum. Kalsium membutuhkan pH 6 agar dapat berada dalam keadaan terlarut. Absorpsi kalsium terutama dilakukan secara aktif dengan menggunakan alat angkut protein-pengikat kalsium. Absorbsi pasif terjadi pada permukaan saluran cerna. Banyak faktor yang mempengaruhi absorpsi kalsium. Kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk larut-air dan tidak mengendap karena unsur makanan lain seperti oksalat. Kalsium yang tidak diabsorpsi dikeluarkan melalui feses. Jumlah kalsium yang diekskresi melalui urin mencerminkan jumlah kalsium yang diabsorpsi. Dalam kondisi normal, usus hanya mengabsorpsi kalsium sebesar 30-40% dari total intakekalsium. Kalsium banyak diserap di bagian duodenum dan jejunum, walaupun di ileum dan colontetap terjadi penyerapan kalsium. Absorpsi kalsium selesai dalam waktu 4 jam setelah

intake.Mekanisme penyerapan kalsium terjadi secara pasif dari lumen usus ke dalam sel. Setelah didalam sel, kalsium harus dipompa secara aktif keluar melewati membran basolateral danmembutuhkan energi. Setelah itu juga terjadi proses simultaneous secretory flux kalsium, sehingga ada sebagian kalsium yang tadinya sudah diabsorpsi oleh lumen usus kembali keluar.Proses ini terjadi secara pasif. Jumlah kalsium yang diabsorpsi oleh usus meningkat sesuai dengan proposi intake kalsium Ekskresi kalsium terutama dari ginjal, ginjal menyaring kalsium sebanyak 9000mg per haridalam keadaan GFR normal (150L/hari). Tetapi sekitar 97-98% yang tersaring akan kembali direabsorpsi, sehinggal total yang diekskresi sekitar 200mg per harinya.Sepanjang tubulus proksimal, akan terjadi reabsorpsi dari kalsium sekitar 60% dari jumlahkalsium yang tersaring. Mekanisme reabsorpsi kalsium sendiri dominan berlangsung secara pasif.Hormon PTH sendiri tidak memiliki pengaruh di tubulus proksimal. Lalu sepanjang lengkung Henleascending, terjadi penyerapan kalsium sebanyak 30%, proses reabsorpsi dominan berlangsungsecara pasif, tetapi proses aktif juga terjadi. Dalam tubulus distal terjadi penyerapan sebesar 8%.Mekanisme reabsorpsi disini berlangsung dengan cara bertukarnya 1

Ca2+ dengan 3 Na+, sehinggalproses disini banyak dipengaruhi oleh Na. PTH juga memiliki peranan di segmen ini. Dalam metabolisme kalsium, hormon PTH dan Kalsitonin bekerja secara berlawanan. Seperti pada bagan dibawah ini :

B.2. Tinjauan Klinis Kalsium Dalam tubuh kita, Kalsium dan Fosfat membentuk ikatan kompleks sehingga keduanya dalam keadaan seimbang (misal, rasio Ca:P=1:1). Jika salah satu ada yang berubah, akan ada mekanisme untuk membuat seimbang kembali. Misalnya pada hipokalsemia, kadar kalsium turun sehingga rasio Ca:P juga turun (misal 0,5:1). Mekanisme homeostasis pun terjadi. Glandula Parathyroid pun mensekresi PTH dan ginjal akan mensintesis vitamin D (calcitriol). Mekanisme untuk menaikkan kadar kalsium dalam darah pun terjadi. Di tulang terjadi pelepasan kalsium dan fosfat, di usus akan terjadi peningkatan

absorbsi kalsium dan fosfat. Hasil akhirnya, terjadi peningkatan kadar kalsium dan Fosfat serum (rasio 1:1,5). Nah, ternyata mekanisme tersebut masih belum bisa menyeimbangkan kembali. Keadaan hiperfosfatemia ini diatasi oleh tubuh dengan peningkatan ekskresi phosphat melalui urin. Rasio kalsium dan phosphat pun kembali seimbang.

C. Metabolisme dan Tinjauan Klinis Fosfor Fosfor ialah zat yang dapat berpendar karena mengalami fosforesens (pendaran yang terjadi walaupun sumber pengeksitasinya telah disingkirkan). Fosfor berupa berbagai jenis senyawa logam transisi atau senyawa tanah langka seperti zink sulfida (ZnS) yang ditambah tembaga atau perak, dan zink silikat (Zn2SiO4)yang dicampur dengan mangan. Kegunaan fosfor yang paling umum ialah pada ragaan tabung sinar katode (CRT) dan lampu pendar, sementara fosfor dapat ditemukan pula pada berbagai jenis mainan yang dapat berpendar dalam gelap (glow in the dark). Fosfor pada tabung sinar katode mulai dibakukan pada sekitar Perang Dunia II dan diberi lambang huruf "P" yang diikuti dengan sebuah angka. Fosfor merupakan zat penting dari semua jaringan tubuh. Fosfor penting untuk fungsi otot dan sel-sel darah merah, pembentukan adenosine trifosfat (ATP) dan 2,3-difosfogliserat (DPG), dan pemeliharaan

keseimbangan asam-basa, juga untuk sistem saraf dan perantara metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Kadar normal serum fosfor berkisar 2,5 dan 4,5 mg/dl dan dapat setinggi 6 mg/dl pada bayi dan anak-anak. Fosfor merupakan anion utama dalam cairan intraseluler. Sekitar 85% fosfor terletak dalam tulang dan gigi, 14% dalam jaringan lunak, dan kurang dari 1% dalam cairan ekstraseluler. Fosfor adalah anion utama dari cairan intraseliler (CIS). Kira-kira 85% fosfor tubuh terdapat didalam tulang dan gigi, 14% adalah jaringan lunak, dan kurang dari 1% dalam cairan ekstraseluler (CES). Karena simpanan intraseluler besar, pada kondisi alkut tertentu, fosfor dapat bergerak ke dalam atau ke luar sel, menyebabkan perubahan dramatik pada fosfor

plasma. Secara kronis, peningkatan subtansial atau penurunan dapat terjadi dalam kadar fosfor intraseluler tanpa perubahan kadar bermakna. Jadi, kadar fosfor plasma tidak selalu menunjukan kadar intraselular. Meskipun kebanyakan laboratorium dan laporan elemen fosfor, hampir semua fosfor yang ada dalam tubuh berbentuk fosfat (PO43-) dan istilah fosfor dan fosfat sering digunakan secara bertukaran.

Fosfor adalah senyawa penting dari semua jaringan tubuh yang mempunyai variasi luas dalam fungsi vital, termasuk pembentukan subtansi penyimpangan energi ( misal, adenosintrifosfat (ATP)), pembentukan sel darah merah 2,3 difosfogliserat (DPG), yang memudahkan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan, metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, dan pemeliharaan keseimbangan asam basa. Selain itu, fosfor adalah penting untuk saraf normal dan fungsi otot dan memberi strultur penyokong untuk tulang dan gigi. Kadar PO43- plasma bervariasi sesuai usia, dengan pengecualiaan sedikit peningkatan pada PO43- wanita setelah menopause. Makanan yang mengandung glikosa, insulin atau gula menyebabkan penurunan sementara pada dalam sel-sel. PO43- karena perpindahan PO43- serum ke

C.1. Metabolisme Fosfor Fosfor dapat diabsorpsi secara efisiensi sebagai fosfor bebas di dalam usus setalah dihidrolosis dan dilepas dari makanan. Bayi dapat menyerap 85-90% fosfor berasal dari air susu ibu (ASI). Sebanyak 65-70% fosfor berasal dari susu sapi dan 50-70% fosfor berasal dari susunan makanan normal dapat diabsorpsi oleh anak-anak dan orang dewasa. Bila konsumsi fosfor rendah, taraf absorpsi dapat mencapai 90% dari konsumsi fosfor. Fosfor dihidrolisis dari makanan oleh enzim alkali fosfatase di dalam mukosa usus halus dan diabsorpsi secara aktif dan difusi pasif. Absorpsi aktif dibantu oleh bentuk aktif vitamin D

C.2. Tinjauan Klinis Fosfor Kecukupan fosfor rata-rata sehari untuk Indonesia ditetapkan sebagai berikut (Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI 1993): Bayi Anak-anak Remaja dan dewasa Ibu hamil dan menyusui : 200-250 mg : 250-400 mg : 400-500 mg : +200 +300 mg

Akibat Kekurangan Fosfor Jarang terjadi kekurangan. Kekurangan bisa terjadi bila menggunakan obat antasida (untuk menetralkan asam lambung). Kekurangan fosfor

menyebabkan kerusakan tulang/ Mineralisasi tulang terganggu, pertumbuhan terhambat, rakhitis, osteomalasia. Gejalanya adalah rasa lelah, kurang nafsu makan dan kerusakan tulang.

Akibat Kelebihan Fosfor Kelebihan P Jarang terjadi. Penggunaan fosfor oleh tubuh salah satunya ditentukan oleh rasio antara kalsium dan fosfor, yang idealnya bagi remaja dan orang dewasa adalah 1:1 kelebihan fosfor terjadi bila rasio kalsium fosfor lebih kecil dari atau 1:2 kelebihan fosfor dapat mengganggu penyerapan mineral seperti tembaga dan seng serta dapat pula memicu timbulnya hypocalcemia. Bila kadar P darah terlalu tinggi, ion fosfat akan mengikat kalsium sehingga menimbulkan kejang.

D. Metabolisme dan Tinjauan Klinis Besi Di dalam tubuh, fungsi utama zat besi adalah dalam produksi komponen pembawa oksigen yaitu hemoglobin dan mioglobin. Hemoglobin terdapat didalam sel darah merah dan merupakan protein yang berikatan dengan zat besiberfungsi untuk mengangkut oksigen ke berbagai jaringan-jaringan tubuhsedangkan mioglobin terdapat di dalam sel-sel otot dan berfungsi untuk menyimpan dan mendistribusikan oksigen ke dalam sel-sel otot (Hoffbrand, Pettit,Moss 2001). Zat besi sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel-sel yang membutuhkannya untuk metabolisme

glukosa,lemak, dan protein menjadi energi (ATP). Zat besi juga merupakan bagian dari sistem enzim (sitokrom peroksidase, xanthin oksidase, suksinat dehidrogenase,katalase dan peroksidase) dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip hemoglobinyang terdapat di dalam sel-sel otot (Garrow & James 1993). Mioglobin akan berikatan dengan oksigen dan mengangkutnya melalui darah ke sel-sel otot.Mioglobin yang berikatan dengan oksigen inilah yang menyebabkan daging dan otot-otot menjadi berwarna merah (Anonim 2004) berikatan dengan oksigen dan mengangkutnya melalui darah ke sel-sel otot.Mioglobin yang berikatan dengan oksigen inilah yang menyebabkan daging danotot-otot menjadi berwarna merah (Anonim 2004).

D.1. Metabolisme Besi (Fe) Dalam Tubuh Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu fungsional dan Reserve (simpanan). Zat besi fungsional sebagian besar dalam bentuk hemoglobin (Hb),sebagian kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vitaladalah hem enzim dan non hem enzim. Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi namun sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi jika dibutuhkan untuk kompartmen fungsional. Untuk mengatur masuknya besi dalam tubuh maka tubuh memiliki suatu cara yang amat tepat guna. Besi pada makanan dilepaskan ikatannya karenapengaruh asam lambung dan direduksi dari bentuk feri menjadi fero yang siapdiserap di duodenum. Besi hanya dapat masuk ke dalam mukosa usus apabila ia dapat bersenyawa dengan apoferitin. Jumlah apoferitin yang ada dalam mukosa usus bergantung pada kadar besi tubuh. Bila besi dalam tubuh sudah cukup maka semua apoferitin yang ada dalam mukosa usus terikat dengan Fe ++ menjadi feritin. Dengan demikian tidak ada lagi apoferitin yang bebas sehingga tidak ada besi yang dapat masuk ke dalam mukosa Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat masuk ke dalam darah bila ia dapat berikatan dengan G-globulin yang ada dalam plasma. Gabungan Fe dengan B-globulin disebut feritin. Apabila semua G-globulin dalam plasma sudah terikat Fe" (menjadi feritin) maka Fe'' yang terdapat dalam mukosa usus tidak dapat masuk ke dalam plasma dan turut lepas ke dalam lumen usus saat sel mukosa usus lepas dan diganti dengan sel baru. Hanya Fe++ yang terdapat dalam transferin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel "eritroblas" dalam sumsum tulang hanya memiliki "reseptor" untuk feritin. Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sumsum tulang sebagai feritin. Besi yang terikat pada B-globulin (feritin) selain berasal dari mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua (berumur 120 hari) dihancurkan sehingga besinya masuk ke dalam jaringan limpa untuk kemudian terikat pada B-globulin (menjadi transferin) dan kemudian ikut

aliran darah ke sumsum tulang untuk digunakan eritroblas membentuk hemoglobin. Transport besi Transferin adalah protein utama pengangkut besi, suatu beta globulin dan disintesis di hepar.Tiap-tiap molekul transferin dapat mengikat dua molekul besi dalam bentuk ferri. Transferin akan membawa besi ke sum-sum tulang atau ke organ lain apabila sum-sum tulang mengalami kerusakan atau kelebihan jumlah besi yang siap disimpan dalam sum-sum tulang. Pada saat tidak ada transferin, protein lain akan mengikat besi tetapi membawa besi ke organ lain seperti hepar, limpa, pancreas dan sedikit ke sum-sum tulang.Transferin mempunyai reseptor spesifik pada besi maupun ke sel RE dan normoblast yang baru berkembang. Sekali berikatan dengan membrane sel transferin akan berubah bentuk dan mengeluarkan besi, kemudian akan kembali lagi ke sirkulasi portal untuk mengikat besi lagi. Penyerapan besi Ada beberapa faktor penting yang menentukan jumlah besi yang diserap dari makanan, yaitu total kandungan besi dalam makanan, kontrol absorbsi besi oleh sel mukosa usus, bioavailabilitas besi dalam makanan, adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan, jumlah cadangan besi dalam tubuh, kecepatan eritropoiesi. Ada perbedaan mekanisme penyerapan besi antara besi hem dan besi non heme. Besi hem akan diambil langsung oleh reseptor spesifik dari membrane mukosa dan langsung melewati sitoplasma dalam keadaan tidak diubah, cincin porfirin akan terbuka dan besi dikeluarkan. Meskipun bentuk ini hanya 10% dalam makanan tetapi lebih dari 25 % besi yang ada tersebut dapat diserap oleh usus. Besi non-heme sangat tidak larut dan berbentuk ion ferri. Untuk bisa diabsorbsi harus direduksi dulu oleh ferrireduktase menjadi ferro (Fe2+) dan akan berikatan dengan reseptor membrane mukosa usus dudodenum dan akan melintasi sel mukosa duodenum masuk ke plasma dan diikat oleh apotransferin. Besi non-hem hanya bisa diserap oleh mukosa usus

dudodenum kira-kira 1-2 %. Pengambilan besi non heme oleh sel mukosa usus dapat dipengaruhi oleh beberapa hal baik yang meningkatkan maupun yang menurunkan penyerapan itu sendiri. Faktor yang meningkatkan penyerapan besi non heme antara lain : (1) vitamin C dan asam lambung (membantu meningkatkan produksi besi ferro) dan (2) adanya daging dalam makanan, meskipun kandungan besinya adalah non heme. Sedangkan factor-faktor yang dapat menurunkan penyerapan besi non heme oleh sel mukosa usus antara lain (1) Calsium dalam makanan, dapat menghambat absorbsi besi heme maupun non heme (2) fosfat dan phytat dapat mencegah pengurangan besi ferri menjadi ferro (3) antacid dan hipoklorid mengurangi jumlah besi ferro dalam makanan (4) tannin (suatu polifenol) dapat menghambat penyerapan besi non heme. Penyerapan besi di usus halus terutama berlangsung melalui mukosa usus halus.Penyerapan maksimum terjadi di duodenum dan jejunum proksimal karena adanya pHoptimal. Secara umum pH asam atau rendah mendorong bentuk fero danmeningkatkan penyerapan besi, sedangkan pH netral atau basa meningkatkan bentuk feri dan menurunkan penyerapan besi, sehingga makin ke arah distal usus penyerapannya makin sedikit.

D.2. Tinjauan Klinis Pemeriksaan Status Besi Zat besi terdapat sebanyak 55 mg/kg berat badan untuk laki-laki dewasa dan45 mg/kg berat badan untuk wanita dewasa. Secara normal sekitar 60%70% zatbesi tubuh terdapat pada hemoglobin yang bersirkulasi dalam eritrosit (Koury &Ponka 2004). Kekurangan (defisiensi) zat besi dapat terjadi karena makanan yang dikonsumsi tidak cukup mengandung zat besi, adanya gangguan pencernaan yangtidak dapat mengabsorpsi zat-zat gizi tersebut dengan baik maka dalam jangkapanjang akan terjadi anemia, karena pembentukan sel-sel darah merah dan fungsi-fungsi lain dalam tubuh terganggu (Lee & Niemen 1993). Pada remaja putri selainkarena kurangnya asupan zat besi melalui makanan, anemia juga disebabkankarena banyaknya zat besi yang hilang pada saat menstruasi (NACC 2009).

Tidak ada pemeriksaan tunggal untuk pemeriksaan defisiensi besi denganatau tanpa anemia. Baku emas pemeriksaan defisiensi besi adalah tes langsung biopsisumsum tulang dengan pengecatan Prussian blue. Tapi tes ini terlalu invansif untuk dikerjakan rutin, sehingga dipilih tes indirek (pemeriksaan darah lengkap dan biokimia darah). Pemeriksaan darah lebih mudah tersedia dan murah dibandingkan pemeriksaan biokimia. Sementara itu pemeriksaan biokimia berguna menegakkan diagnosis anemia pada saat sebelum anemia timbul.Tiap pemeriksaan memilikikarakteristik yang berbeda. Mengingat pentingnya peran diagnosis dengan akurasiya n g b a i k d e n g a n s e t t i n g s e t e m p a t d a l a m p e n g e n a l a n d e f i s i e n s i b e s i u n t u k memberikan terapi di klinik dan dalam menyusun strategi pencegahan defisiensi besidi lapangan, maka cara diagnosis yang tepat dalam usaha penanggulangan defisiensi besi di klinik dan di masyarakat sangat perlu dikerjakan. 1. P e m e r i k s a a n E r i t r o si t a a. H e m o g l o b i n Menurut WHOkons entrasi Hb normal adalah 11 g/dl untuk bayi sampai umur 6 tahun, 12 g/dlu n t uk b a yi s a m p a i u m u r 6 t a h u n , 1 2 g/ d l un t u k a na k 6 t a h un s a m p a i 1 4 tahun. Hb

merupakan petanda lambat untuk mendeteksi defisiensi besi karena perubahan lanjut nilai Hb timbul sesudah terjadi defisiensi besi dansensifitasnya rendah karena anemia dengan defisiensi besi biasanya ringan. b. Hematokrit (Ht) Dalam keadaan defisiensi besi, nilai Ht akan menurun setelah formasi Hbterganggu. Pada awal defisiensi besi, konsentrasi Hb yang sedikit menuruna k a n m e n u n j u k k a n n i l a i Ht ya n g normal. besi H a n ya pada keadaan anemia d e f i s i s i e n s i nilai Ht.

berat

yang

akan

menurunkan

P e m e r i k s a a n hematokrit memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah untuk mendeteksi defisiensi besi.

c. Indeks eritrosit Pemeriksaan indeks eritrosit dihitung dari hasil pemeriksaan hemoglobin,hematokrit, dan juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan lanjut untuk mengetahui jenis anemia. Nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah pemeriksaan yang cukup akurat dan merupakan parameter sensitif terhadap perubahan eritrosit d. Retikulosit Retikulosit adalah eritrosit imatur yang berada dalam aliran darah dan jumlahnya akan berkurang pada keadaan defisiensi besi. Pemeriksaan kadar r e t i k u l o s i t anemia produksi d a pa t membantu ya n g eritrosit)

membedakan

h i p o p r o d uk s t i f ( p e n u r u n a n

d a r i p r o s e s d e s t r u k s i ( p e n i n g k a t a n penghancuran eritrosit). Jumlah retikulosit pada yang sumsum rendah tulang,

menunjukkang a n g g u a n

s e d a n g k a n j u m l a h y a n g m e n i n g k a t menunjukkan suatu proses hemolitik atau kehilangan darah yang aktif.

e. Indeks Red Blood Cell Distribution Width (RDW) Indeks RDW dapat menunjukkan variabilitas bentuk eritrosit

(anisositosis)yang juga merupakan menifestasi awal terjadinya defisiensi besi. Indeks RDW(MCV/RBC x RBW) dengan hasil >220 merupakan indikasi untuk anemiadefisiensi besi dan bila indeks < 220 merupakan indikasi untuk talasemia traitdengan spesifitas 92%.

f. Indeks Mentzer Klinisi sering dihadapkan dengan kasus anemia mikrositik pada populasidimana prevalensi talasemia yang tinggi. Indeks Mentzer dapat membantu m e m b e d a k a n d e f i s i e n si b e s i d e n ga n talasemia perhitungan di m a n a pemeriksaan Jika i n i merupakan perhitungan hasil nilai

MCV/RBC.

indeksMentzer >13 mengindikasikan adanya anemia defisiensi besi, sedangkan nilai< 13 merupakan indikasi untuk talasemia minor dengan spesifisitas 82%.

g.

Hemoglobin Content of Reticulocytes(CHr) C H r m e r u p a k a n k on s e n t r a s i b e si ya n g m e n ga n d u n g protein dalamr etikulosit cytometer . dan CHr diukur dengan

menggunakan flow

j u g a merupakan

indikator awal terhadap defisiensi besi pada subyek sehat yang diberikan human erythropoitein II. Pemeriksaan Biokimia a. S e r u m f e r r i t i n Ferritin adalah cadangan besi yang nilainya berkurang selama defisiensi besi sebelum nilai serum iron dantotal iron binding capacity berubah. Anemia defisiensi besi dengan gambaran anemia mikrositik hipokrom, akanmenunjukkan serum ferritin yang sangat rendah dan menurunnya cadangan besi. Konsentrasi serum ferritin yang rendah merupakan karakteristik hanyadijumpai pada keadaan defisiensi besi.

b. Serum iron Konsentrasi serum iron akan menurun bila cadangan besi berkurang, tetapitidak menggambarkan keadaan cadangan besi yang akurat karena adanyafaktor tambahan seperti absorbsi besi dari

makanan, infeksi, inflamasi, danvariasi diurnal dimana nilainya lebih tinggi pada siang hari. c. Total iron-binding capacity (TIBC) Pada saat defisiensi besi, terjadi deplesi cadangan besi diikuti dengan menurunnya serum iron dan peningkatan kadar TIBC. Hampir semua besi dalam serum berikatan dengan protein, yaitu transferrin sehingga TIBC secara tidak langsung juga menunjukkan kadar transferrin yang akan meningkat bila konsentrasi dan cadangan besi dalamserum. d . P e m e r i k s a a n S a t u r as i T r a n s f e r r i n Hasil pemeriksaan saturasi transferrin menunjukkan jumlah ironbindingsites dan besi yang dibawa cadangan besi dengan menghitung perbandinganantara konsentrasi serum iron dengan TIBC yang dinyatakan dalam persen P e m e r i k s a a n S a t u r a s i T r a n s f e r r . Nilai saturasi transferrin yang rendah menunjukkan rendahnya kadar serum iron relative terhadap jumlah iron-

binding sites, yang juga menandakanrendahnya cadangan besi. e. Serum transferrin receptor (sTfR) Serum transferrin receptor dengan duar a n t a i m e l a l ui merupakan protein transmembran Besi dibawa ke

p o l i p e pt i d a . interaksi sel

eritroblas dengan

a n t a r a transferrim plasma transferrin. Ketika

permukaan

reseptor

terjadid e f i s i e n s i b e si m a k a t e r j a d i p e n i ngk a t a n j u m l a h transferrin receptor. f . Zi n c p r o t o p o r f i r i n (ZP P ) Pada saat anemia defisiensi ditemukan kadar hemoglobin yang berkurang d a n m e n u n j u k k a n a d a n y a d e p l e s i b e s i .

Kekurangan

besi

pada

masa

eritropoesis diperlukan

pemeriksaan ZPP yang konsentrasinya akan meningkat karena seng akan menggantikan posisi besi dalam proses pembentukan heme. g.Hepcidin Produksinya menurun saat terjadi defisiensi besimeningkat selama peradangan dan kelebihan besi. Untuk memprediksi levelhepcidin, Kemma dkk mengembangkan algoritma [transferrin saturation (%) sTfR (mg/l) + CRP (mg/l)=hepcidin]

III. Pemeriksaan Sumsum Tulang Pemeriksaan besi sumsum tulang merupakan gold standard dari pemeriksaanstatus besi dengan pengecatan Prussian Blue.

Dari pemeriksaan Bone Marrow Puncture yang cadangan Fe, dimana negatif.

perlu dilihat adalah

pada penderita defisiensi besi cadangan Fe nya

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Tinjauan klinis bilirubin meliputi Metode Jendrasik- Grof dan Colorimetric Test - Dichloroaniline (DCA) . Metabolisme kalsium diatur oleh tiga hormone utama yaitu dua hormone polipeptida yaitu paratiroid dan kalsitonin dan satu hormone sterol yaitu 1,25 dihidrokolekalsiferol. Metabolisme besi meliputi fase luminal, fase mukosal, dan fase korporeal. Tinjauan klinisnya meliputi pemeriksaan eritrosit, pemeriksaan biokimia dan pemeriksaan sumsum tulang. Fosfor merupakan zat penting dari semua jaringan tubuh. Fosfor penting untuk fungsi otot dan sel-sel darah merah, pembentukan adenosine trifosfat (ATP) dan 2,3-difosfogliserat (DPG), dan pemeliharaan keseimbangan asam-basa, juga untuk sistem saraf dan perantara metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. kelebihan fosfor dapat mengganggu penyerapan mineral seperti tembaga dan seng serta dapat pula memicu timbulnya

hypocalcemia.

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, A.W. Dkk ; 2007 ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Indonesia ; Jakarta Baron . D. N ; 1981 ; kapita selekta patologi klinik ; penerbit buku kedokteran (EGC) ; Jakarta Sacher A. Ronald dan Richard A. McPherson ; 2004; tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium ; penerbit buku Kedokteran (EGC) ; Jakarta Yayan A. Israr; 2010; Metabolisme bilirubin pdF diakses tanggal 20 maret 2011 Helvi Mardiani; 2004; Metabolisme HEME ;Digital Library;.Universitas Sumatera Utara ; Medan pdF diakses tanggal 20 maret 2011 Riswanto ; 2009 Tes kimia darah laboratorium kesehatan ; diakses tanggal 4 maret 2011 Ganong. Review of Medical Physiolgy,21st ed Guyton. Textbook of Medical Physiolgy,10th ed Hole. Human Anatomy & Physiolgy From Cells to System,5th ed Kedokteran Universitas

Anda mungkin juga menyukai