Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Koefisien distribusi merupakan suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di
dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta mempunyai harga tetap
pada suhu tertentu. Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan,
bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya
karena pembentukan azeotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis.
Metode ekstraksi cair-cair merupakan distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu
antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti benzena, karbon tetraklorida atau
kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam
kedua fase pelarut (Pratiwi, 2013).
Hukum distribusi dilakukan dalam proses ekstraksi. Distribusi digunakan untuk
menghilangkan atau memisahkan zat terlarut larutan dengan pelarut air yang diekstraksi
dengan pelarut lain seperti eter, kloroform, benzene. Jika zat terlarut terdistribusi diantar dua
pelarut yang tidak saling melarutkan dan zat terlarut tersebut tidak mengalami asosiasi,
diasosiasi atau reaksi dengan pelarut maka dimungkinkan untuk menghitung jumlah terlarut
yang dapat diambil atau diekstraksi melalui sekian kali ekstraksi. (Sri Mulyani . 2014: 24)
Pentingnya praktikum koefisien distribusi ini bertujuan agar kita dapat menghitung
nilai k pada pencampuran NaOH dan Kloroform pada waktu tertentu dengan menggunakan
titrasi HCl.

I.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara menentukan harga koefisien distribusi NaOH pada kloroform dan air
dengan variabel waktu pengocokan 1 x t menit, 2 x t menit, dan 3 x t menit ?
2. Bagaimana cara menentukan jumlah Wn NaOH yang tertinggal dalam campuran
kloroform dan air setelah di ekstraksi di lakukan dengan variabel pengocokan1 x t
menit, 2 x t menit, dan 3 x t menit?

I.3 Tujuan Percobaan


1. Untuk menentukan harga koefisien distribusi NaOH pada kloroform dan air dengan

I-1
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

variabel waktu pengocokan 1 x t menit, 2 x t menit, dan 3 x t menit.


2. Untuk menentukan jumlah Wn NaOH yang tertinggal dalam campuran kloroform dan
air setelah di ekstraksi di lakukan dengan variabel pengocokan1 x t menit, 2 x t menit,
dan 3 x t menit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


I-2
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Dasar Teori


II.1.1 Definisi Larutan
Larutan adalah campuran homogen antara dua zat atau lebih. Suatu campuran
dikatakan homogen karena susunannya seragam sehingga tidak teramati adanya bagian-
bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optic. (Damin Sumardjo, 2009)
Larutan (solution) terdiri atas zat pelarut (solvent) dan satu atau lebih zat terlarut
(solute). Pelarut adalah medium tempat suatu zat lain melarut. Pelarut juga dikenal sebagai zat
pendispersi, yaitu tempat menyebarnya partikel-partikel zat terlarut. Zat terlarut adalah zat
yang terdispersi di dalam pelarut. (Damin Sumardjo, 2009)
Fase larutan yaitu solvent atau solute dapat berupa gas, zat cair, atau zat padat. Semua
gas dapat bercampur dengan sesamanya. Oleh karena itu, semua campuran gas adalah larutan.
Cairan pada umumnya dapat melarutkan berbagai macam padatan, cairan lain, dan gas
membentuk larutan. Larutan padat, misalnya emas 22 karat yang merupakan campuran
homogrn emas dengan perak atau logam lain. Larutan yang berwujud cair merupakan bentuk
yang paling umum dikenal. (Damin Sumardjo, 2009)
Perbedaan antra pelarut dan zat terlarut sebenarnya relative. Suatu zat pada saat
tertentu dapat berupa zat terlarut dan pada saat lain berupa zat pelarut. Biasanya kita
menyebut zat yang paling banyak sebagai pelarut dan yang sedikit sebagai zat terlarut.
Misalnya, dalam alkohol 15%, alkohol merupakan zat terlarut san air merupakan pelarut.
Dalam alkhol 80%, alkohol merupakan pelarut dan air merupakan zat terlarut. (Damin
Sumardjo, 2009)
Kepekatan suatu larutan adalah jumlah zat yang terlarut dalam suatu larutan. Larutan
pekat adalah larutan yang memiliki kepekatan tinggi, yaitu larutan yang mengandung cukup
banyak zat terlarut per satuan jumlah larutan. Larutan encer adalah larutan yang memiliki
kepekatan rendah, yaitu larutan yang didalamnya mengandung sedikit zat terlarut. (Damin
Sumardjo, 2009)

II.1.2 Definisi Kelarutan


Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk
menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-2
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak terlarut merupakan contoh lain
dari keadaan kesetimbangan dinamik (Moechtar, 1989).
Pelepasan zat dari bentuk sediannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan
fisika zat tersebut serta formulasinya.Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah zat
aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek
farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (Martin, Swarbrick,
Cammarata, 1993).
Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah yang
tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengompleks dalam berbagai konsentrasi dan
botol dikocok dalam bak pada temperatur konstan sampai tercapai kesetimbangan. Cairan
supernatan dalam porsi yang cukup diambil dan dianalisis (Martin et al, 1993).
Higuchi dan Lach menggunakan metode kelarutan untuk menyelidiki kompleksasi
dari p-amino asam benzoat (PABA) oleh kafeina. Hasil diplot seperti pada gamar dimana titik
A garis memotong sumbu tegak adalah kelarutan obat dalam air. Dengan penambahan
kafeina, kelarutan p-amino asam benzoat naik secara linear disebabkan karena kompleksasi.
Pada titik B, larutan dijenuhkan terhadap kompleks dan obat itu sendiri. Kompleks terus
terbentuk dan mengendap dari sistem jenuh apabila semakin banyak kafeina ditambahkan.
Pada titik C, semua kelebihan zat padat PABA telah masuk dalam larutan dan telah diubah
menjadi kompleks (Martin et al, 1993).

II.1.3 Komponen dalam Kelarutan


Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara.
Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair
misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut
(solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya
adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika
pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam
alkohol disebut larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam
air disebut larutan garam (air tidak disebutkan) (Tungandi, 2009).

II.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan


Kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-2
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

umum kadang - kadang perlu digunakan tanpa mengindahkan perubahan kimia yang
mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu
pelarut adalah kelarutan pada suhu 200 dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1
bagian bobot zat padat atau satu bagian volume zat cair larut dalam bagian tertentu volume
pelarut. Pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar.
Kecuali dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukkan sedikit kotoran mekanik
seperti bagian kertas saring , serat dan butiran debu. Pernyataan bagian dalam kelarutan
berarti bahwa 1 g zat padat atau 1ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut. Jika kelarutan suatu
zaat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah. (Ditjen POM,
1979)
Tabel II.1 Istilah Kelarutan Commented [Ma1]: Kasih keterangan gini, misal ini

Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut diperlukan


untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1

Mudah larut 1 sampai 10

Larut 10 sampai 30

Agak sukar larut 30 sampai 100

Sukar larut 100 sampai 1000

Sangat sukar larut 1000 sampai10.000


Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah


1. pH
2. Temperatur
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
Dalam besaran kuantitatif kelarutan didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi
spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen.Suatu larutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-3
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

tidak jenuh atau hampir jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi
di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan yang sempurna pada temperatur
tertentu.Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam keadaan
setimbang dengan fase padat. Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari yang seharusnya pada
temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut yang tidak larut, keadaan lewat jenuh mungkin
terjadi apabila inti kecil zat terlarut yang dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan
lebih mudah larut daripada kristal besar, sehingga menyebabkan sulitnya inti terbentuk dan
tumbuh dengan akibat kegagalan kristalisasi. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat
fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, selain itu dipengaruhi pula oleh faktor temperatur,
tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada terbaginya zat terlarut
(Martin et al, 1993).

II.1.5 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan
dengan bantuan pelarut.Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari
komponen-komponen dalam campuran. Pada proses ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera
dari bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula hanya terjadi
pengumpulan ekstrak (dalam pelarut). Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap
seperti : mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut dan membiarkannya saling kontak.
Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada bidang antarmuka bahan
ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut
ekstrak. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut dalam proses ekstraksi
diantaranya sebagai berikut : Commented [Ma2]: Before after 0

a. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen
lain dari bahan ekstraksi. Pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering terjadi bahan lain
(misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan.
Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar, larutan ekstrak tersebut harus dibersihkan,
misalnya diekstrak lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
b. Kelarutan
Pelarut hendaknya memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar
(kebutuhan pelarut lebih sedikit).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-4
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

c. Kemampuan tidak saling tercampur


Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh larut dalam bahan ekstraksi.
d. Kerapatan
Untuk ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar
antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fasa dapat dengan
mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat).
e. Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen-komponen bahan ekstraksi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan reaksi
kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk
larutan.
f. Titik didih Pemisahan ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara
penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat dan
keduanya tidak membentuk aseotrop.
(Chyay, 2010)

II.1.6 Komponen Eksktraksi


Setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Beberapa pelarut yang
penting adalah air, asam-asam organik dan anorganik, hidrokarbon jenuh, toluene, karbon
disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang mengandung klor, isopropanol, etanol. Dengan satu
tahap ekstraksi tunggal, yaitu mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut satu kali, umumnya
tidak seluruh ekstrak terlarutkan. Hal ini disebabkan adanya kesetimbangan antara ekstrak
yang terlarut dan ekstrak yang masih tertinggal dalam bahan ekstraksi (hukum distribusi).
Pelarutan lebih lanjut hanya mungkin dengan cara memisahkan larutan ekstrak dari bahan
ekstraksi dan mencampur bahan ekstraksi tersebut dengan pelarut baru. Proses ini dilakukan
berulang-ulang hingga derajat ekstraksi yang diharapkan tercapai. (Bernasconi, 1995)
Ekstraksi akan lebih efisien jika dilakukan dalam jumlah tahap yang banyak. Setiap
tahap menggunakan pelarut yang sedikit. Kerugiannya adalah konsentrasi larutan ekstrak
makin lama makin rendah dan jumlah total pelarut yang dibutuhkan menjadi besar. Efisien
ekstraksi juga dapat menggunakan proses aliran yang berlawanan. Bahan- bahan ekstraksi
mula-mula dikontakkan dengan pelarut yang sudah mengandung ekstrak (larutan ekstrak) dan
pada tahap akhir proses dikontakkan dengan pelarut yang segar. Metode ini, pelarut dapat
dihemat dan konsentrasi larutan ekstrak yang lebih tinggi dapat diperoleh.Permukaan, yaitu
bidang antar muka untuk perpindahan massa antara bahan ekstraksi dengan pelarut harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-5
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

besar pada ekstraksi padat-cair. Hal tersebut harus dicapai dengan memperkeccil ukuran
bahan ekstraksi, dan pada ekstraksi cair-cair dengan mencerai-beraikan salah satu cairan
menjadi tetes-tetes. Tahanan yang menghambat pelarut ekstrak seharusnya bernilai
kecil.Tahanan tersebut terutama tergantung pada ukuran dan sifat partikel dari bahan
ekstraksi. Semakin kecil partikel ini, semakin pendek jalan yang harus ditempuh pada
perpindahan massa dengan cara difusi, sehingga rendah tekanannya.Suhu, Semakin tinggi
suhu, semakin kecil viskositas fasa cair dan semakin besar kelarutan ekstrak dalam pelarut.
Selain itu, kecenderungan pembentukan emulsi berkurang pada suhu tinggi. (Chyay, 2010). Commented [Ma3]: Before after 0

1. Ekstraksi padat – cair


Pada ekstraksi padat – cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut dipisahkan
dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam skala
besar dibidang industri bahan alam. Proses ekstraksi padat – cair merupakan ekstraksi
yang digabungkan dengan reaksi kimia. Dalam hal ini ekstrak, dengan bantuan suatu asam
anorganik misalnya, dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk yang larut. Pada
ekstraksi, yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut, maka pelarut, maka
pelarut menembus kapiler-kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Larutan
ekstrak dengan konsentrasi tinggi terbentuk dibagian dalam bahan ekstrak. Untuk
memperoleh efisiensi yang tinggi pada tiap tahap ekstraksi, perlu diusahakan agar
kuantitas cairan yang tertinggal sekecil mungkin. Untuk mencapai kecepatan ekstraksi
yang tinggi pada ekstraksi padat – cair, syarat-syarat yang harus dipenuhi.
a. Memperluas permukaan tahan Karena perpindahan massa berlangsung pada
bidang kontak antara fasa padat dan fasa cair, maka bahan itu perlu sekali
memiliki permukaan yang seluas mungkin. Ini dapat dicapai dengan memperkecil
ukuran bahan ekstraksi.
b. Kecepatan alir pelarut Kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar dibanding
dengan laju alir bahan ekstraksi, agar ekstrak yang terlarut dapat segera diangkut
keluar dari permukaan padat.
c. Suhu Suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak
lebih besar) pada umumnya menguntungkan kerja ekstraksi.
(Chyay, 2010)
2. Ekstraksi cair – cair
Pada ekstraksi cair – cair, suatu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-6
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini misalnya untuk memperoleh vitamin,
antibiotika, bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi, dan garam-garam
logam. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan bila pemisahan campuran dengan cara
distilasi tidak mungkin dilakukan. Ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua
tahap yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan
kedua fasa cair itu sempurna. Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu
ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) dan masuk ke dalam
pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut
tidak saling melarut. Agar terjadi performansi ekstraksi yang besar (pemisahan massa
yang baik) diharuskan agar bidang kontak yang seluas mungkin diantara kedua cairan.
Pada saat pemisahan cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-tetes harus menyatu
kembali menjadi fasa homogen dan berdasarkan kerapatan cukup besar dapat dipisahkan
dari cairan yang lain. Kuantitas pemisahan per satuan waktu dalam hal ini semakin besar
jika permukaan lapisan antar fasa semakin luas. (Chyay, 2010)
a. Ekstraktor Cair – Cair Tak Kontinu
Dalam hal yang paling sederhana, bahan ekstraksi yang cair dicampur berulang kali
dengan pelarut segar dalam sebuah tangki pengaduk. Larutan ekstrak yang dihasilkan
tiap kali dipisahkan dengan cara penjernihan. Untuk konstruksi yang lebih
menguntungkan bagi proses pencampuran dan pemisahan adalah tangki yang bagian
bawahnya runcingyang dilengkapi dengan perkakas pengaduk, penyalur ke bawah,
maupun kaca intip yang tersebar pada seluruh ketinggiannya. Alat tak kontinu yang
sederhana itu digunakan untuk mengelola bahan dalam jumlah kecil atau sekali-kali
dilakukan ekstraksi.
b. Ekstraktor Cair - Cair Kontinu
Operasi kontinu pada ekstraksi cair-cair dapat dilakasanakan dengan sederhana,
karena tidak saja pelarut, melainkan juga bahan ekstraksi cair secara mudah dapat
dialirkan. Bahan ekstraksi berulang kali dicampurkan dengan pelarut atau larutan
ekstrak dalam arah berlawanan yang konsentrasinya semakin meningkat. Setiap kali
kedua fasa dipisahkan dengan cara penjernihan. Bahan ekstraksi dan pelarut terus
menerus diumpankan ke dalam alat.Sedangkan refinat dan larutan ekstrak dikeluarkan
secara kontinu. Ekstraktor yang sering digunakan adalah kolom-kolom ekstraksi. Alat
ini, disamping digunakan sebagai perangkat pencampur – pemisah, juga digunakan bila
bahan ekstraksi yang harus dipisahkan berada dalam kuantitas besar atau bahan tersebut
diperoleh dari proses-proses sebelumnya secara terus-menerus (Chyay, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-7
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

Berdasarkan proses pelaksanaannya ekstraksi, dapat dibedakan dua macam ekstraksi yaitu :
a. Ekstraksi berkesinambungan (Continous extractions)
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang sama dipakai berulang-ulang
sampai proses ekstraksi selesai.
b. Ekstraksi bertahap (Bathextractions)
Ekstraksi yang dilakukan dengan selalu menggantikan pelarut pada setiap tahap
sampai proses ekstraksi selesai
(Lisa, 2011)

Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan.


Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada
salah satu pelarut dan semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang
digunakan untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut
untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang
baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil
(Anita, 2011).

II.1.7 Hukum Distribusi (Nernst)


Bila zat padat atau zat cair dicampur ke dalam dua pelarut yang berbeda atau tidak
saling bercampur, maka zat tersebut akan terdistribusi ke dalam dua pelarut dengan
kemampuan kelarutannya. Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetim-
bangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang
mempengaruhi koefisien distribusi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantaranya:
1. Temperatur yang digunakan
Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi menjadi kecil,
akibatnya berpengaruh terhadap nilai K.
2. Jenis pelarut
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan sangat
mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan nilai K.
3. Jenis terlarut
Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau higroskopis, maka
akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut) akibatnya mempengaruhi
harga K.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-8
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

4. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga K.
(Engineerng,2009)
Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara
dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara
pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul.Suatu zat dapat larut
dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan campuran
atau zat padat ditambahkan ke dalam cairan yang tidak saling bercampur tersebut maka zat
tersebut akan mendistribusi diri di antara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam larutan yaitu larutan jenuh, larutan tidak jenuh
dan larutan lewat jenuh. Larutan jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut), larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah
suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk
penjenuhan sempurna pada temperature tertentu, sedangkan larutan lewat jenuh adalah larutan
yang mengandung jumlah zat terlarut dalam konsentrasi yang lebih banyak daripada yang
seharusnya pada temperature tertentu (Robbaniryo, 2011).
Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat organik A
dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A
akan terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik).
Dimana pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam
kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan
perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada
temperature tetap. Commented [Ma4]: Ini gede banget rumusnya, buat TNR font
12 pt

𝐶a
K=
𝐶b

Keterangan :
K = koefisien distribusi
Ca = konsentrasi lapisan atas
Cb = konsentrasi lapisan bawah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-9
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

Sesuai dengan kesepakatan, konsentrasi solute dalam pelarut organik dituliskan di atas dan
konsentrasi solute dalam pelarut di tuliskan di bawah. Dari rumus tersebut jika harga Kd besar,
solute secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organic begitu
pula terjadi sebaliknya. Dari rumus diatas apabila harga K d besar, solute secara kuantitatif akan
cenderung terdistribusi lebih banyak dalam pelarut organik demikian sebaliknya. Rumus diatas
dapat berlaku jika memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Solute tidak ter ionisasi dalam salah satu pelarut
2. Solute tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut
3. Zat terlarut tidak dapat bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi- reaksi lain.
(Robbaniryo, 2011)

II.1.8 Perubahan Harga K


Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperature. Harga K tergantung
jenis pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Walter Nernst, hukum diatas hanya berlaku jika zat
terlarut tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum diatas hanya berlaku untuk
komponen yang sama. Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan
penentuan tetapan kesetimbangan. Dalam laboratorium ekstraksi dipakai untuk mengambil
zat-zat terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut-pelarut organik yang tidak bercampur
seperti eter, CHCl3, CCl4, dan benzene. Dalam industri ekstraksi dipakai untuk
menghilangkan zat-zat yang tidak disukai dalam hasil, seperti minyak tanah, minyak goreng
dan sebagainya (Soekarjo, 2004).

II.1.9 Penggunaan Hukum Nernst


Elektrokimia adalah bidang ilmu yang mempelajari perubahan energi kimia menjadi
energi listrik atau sebaliknya. Suatu sel elektrokimia terdiri dari dua elektroda, yang disebut
katoda dan anoda, dalam larutan elektrolit. Reaksi yang terjadi pada sel elektrokimia adalah
pada anoda terjadi reaksi oksidasi dan pada katoda terjadi reaksi reduksi (Baharuddin, dkk,
2013: 51). Commented [Ma5]: Italis font 11

Menurut Baharuddin, dkk (2013: 51), sel elektrokimia dapat dibagi menjadi :
1. Sel Volta/ sel Galvani : mengubah energi kimia menjadi energi listrik. Pada sel Volta/sel
Galvani, anoda adalah elektroda negatif dan katoda adalah elektroda positif. Contohnya,
baterai (sel kering) dan accu (aki).
2. Sel elektrolisis : mengubah energi listrik menjadi energi kimia. Pada sel elektrolisis
anoda adalah elektroda positif dan katoda adalah elektroda negatif. Contohnya
penyepuhan dan pemurnian logam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-10
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

3. Sel elektrolisis, kuat arus listrik melalui senyawa ionik dan senyawa tersebut mengalami
reaksi kimia, maka terjadilah peristiwa elektrolisis. Zat yang mengalami elektrolisis
disebut elektrolit. Elektrolisis adalah proses yang sangat penting dalam industri. Proses
ini digunakan dalam industri-industri pemurnian logam. Alat elektrolisis terdiri dari sel
elektrolitik yang berisi elektrolit (larutan atau leburan) dan dua elektroda, anoda dan
katoda. Pada anoda terjadi reaksi oksidasi sedangkan pada katoda terjadi reaksi reduksi.
Faktor-faktor yang menentukan kimia elektrolisis adalah konsentrasi elektrolit yang
berbeda dan komposisi kimia elektroda yang berbeda (Baharuddin, dkk, 2013: 53).
Persamaan nernst menghasilkan hubungan antara emf sel galvanik atau sel volta dan
konsentrasi reaktan dan produk pada kondisi-kondisi yang bukan keadaan standar. Baterai
yang terdiri atas satu atau beberapa sel galvanik, banyak digunakan sebagai sumber daya
mandiri. Beberapa baterai yang lazim yaitu sel kering, seperti sel lechlance, baterai merkuri
dan aki yang digunakan di mobil. (Chang, 2009: 225)

II.1.10 Hukum Partisi


Distribusi adalah penyebaran aktifitas zat terlarut yang dilarutkan dalam dua pelarut
yang tidak saling melarutkan. Menurut hukum distribusi yang dinyatakan oleh Nernst pada
tahun 1891, bahwa suatu zat yang terlarut akan membagi diri antara dua pelarut yang tidak
saling melarutkan sedemikian rupa, sehingga perbandingan aktifitas pada keadaan setimbang
dan suhu tertentu adalah tetap.
Hukum distribusi berlaku apabila:
1. Larutan encer
Apabila konsentrasi zat terlarut tinggi, misalnya asam asetat dalam air dan kloroform,
maka asam asetat dalam air cenderung untuk mengalami asosiasi. Asosiasi tersebut dapat
digambarkan dengan terbentuknya ikatan hydrogen antara molekul asam asetat.
2. Zat terlarut mempunyai massa molekul relatif yang sama untuk kedua pelarut tersebut
karena angka konstan. Angka perbandingan distribusi tidak tergantung pada spesies atau
jenis molekul yang mungkin ada. Harga perbandingan berubah dengan sifat dasar dari zat
terlarut serta temperatur, sedangkan angka berubah apabila konsentrasi zat berubah dalam
kedua pelarut setelah tercapai kesetimbangan pada temperatur tertentu dalam larutan
tertentu.
Kc merupakan konstanta terpakai sebagai koefisisen distribusi. Konsntanta distribusi
disebut juga konstanta partisi.
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi pelarut dalam analisa, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-11
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

1. Mengelurkan brom dan iod dalam larutan air apabila larutan iod dalam air dikocok
dengan karbon disulfide.konsentrasi ion dalam disulfida dapat dipisahkan dengan corong
pisah dan dilakukan berulang kali. Dengan cara ini, konsentrasi iod dalam larutan air
menjadi kecil.
2. Uji dalam analisa kuantitatif
Kromium pentaoksida lebih larut dalam alkoholamil dari air dengan mengocok larutan
encer dalam air dengan adanya kromat atau H2O2.
3. Studi hidrolisis
Dalam hidrolisis suatu garam dari basa lemah dengan asam kuat atau asam lemah dengan
basa kuat terdapat kesetimbangan antara garam, basa, atau asam bebas.
Pada industri, ekstraksi dipakai untuk menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan
dalam hasil seperti minyak tanah, minyak goreng, dan lain-lain. Dapat dinyatakan bahwa
proses ekstraksi adalah proses pengambilan zat terlarut dalam larutan dengan pelarut lain.
Harga konstanta distribusi atau partisi dapat digunakan untuk menentukan derajat disosiasi.
Derajat disosiasi merupakan beberapa bagian yang terurai dalam suatu larutan.
Penambahan zat pada kedua lapisan cairan yang tidak bercampur akan membuat zat
tersebut terdistribusi diantara kedua lapisan.
Pendistribusian ini tidak menutupi terjadinya kemungkinan disosiasi ataupun asosiasi zat
dalam salah satu lapisan ataupun keduaaanya. Terdapat dua kasus utama yang sering terjadi
pada penambahan ketiga zat yaitu tidak berdisosasiasi ataupun asosiasi dalam kedua larutan.
Kasus ini dapat berlangsung persamaan distribusi.

II.1.11 MSDS Kloroform dan NaOH


I. Kloroform
Kloroform memiliki sifat kimia dan fisika sebagai berikut :
1. Sifat-sifat fisika kloroform sebagai berikut :
a. Rumus molekul CHCl3.
b. Massa molar 119,38 g/mol.
c. Cairan yang tak berwarna.
d. Titik didih 61,2oC.
e. Kelarutan dalam air 0,8 g/mol pada 20oC.
f. Memiliki indeks bias yang tinggi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-13
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

g. Berbentuk cairan.
h. Berbau khas.
i. Volatile (mudah menguap).
j. Beracun.
2. Sifat-sifat Kimia Kloroform
a. Tidak bercampur dengan air
b. Larut dalam eter dan alkohol
c. Merupakan asam lemah
d. Tidak mudah terbakar

II. Natrium Hidroksida (NaOH)


Sifat-sifat Natrium Hidroksida sebagai berikut :
1. Berbentuk Padatan
2. Memiliki bau dan berwarna putih
3. Mempunyai Molekul Berat: 40g/mol
4. Titik Didih: 1388°C (2530,4F)
5. Melting Point : 323°C (613,4F)
6. Spesifik Gravity: 2.13 (Air = 1)
7. Berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun
larutan jenuh 50%.
8. Bersifat lembab cair
9. Secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas.
10. Sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan.
11. Larut dalam etanol dan metanol
12. Tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya
13. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-15
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

14. Sangat basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur.


15. Titik leleh 318 °c
16. titik didih 1390 °c.
17. NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air
18. Densitas NaOH adalah 2,1
19. Senyawa ini sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida
20. Dengan larutan natrium hidroksida, (HCl)asam klorida dinetralkan dimana akan
terbentukgaram dan air.
(Meirina, 2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-16
Laboratorium Dasar-Dasar Kimia Fisika
Departemen Teknik Kimia Industri FV- ITS

II.2 Jurnal Aplikasi


Penentuan Koefisien Distribusi Renium Dan Wolfram Dengan Metode Ekstraksi
Menggunakan Pelarut Metil Etil Keton Commented [Ma6]: Capitalize Each Word

Riftanio Natapratama Hidayat, Maria Christina Prihatiningsih Commented [Ma7]: Nama gausah di BOLD, terus bawahnya
ada universitas/lembaga/institusi. Baru bawahnya lagi tahun
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir
2015

Penentuan koefisien distribusi (Kd) terhadap renium dan wolfram dilakukan


untuk tujuan mengetahui nilai Kd dari kedua unsur tersebut. Penentuan nilai Kd ini
diaplikasikan untuk proses pemisahan renium-188 dari sasaran wolfram-188 untuk
keperluan pemurnian radioisotop yang dibuat agar memenuhi kemurnian secara
radionuklida dan radiokimia. Penentuan nilai Kd ini menggunakan metode ekstraksi
dengan pelarut metil etil keton (MEK). Teknologi produksi radioisotop dan
radiofarmaka, serta pemanfaatan operasi siklotron dan reaktor nuklir, harus senantiasa
ditingkatkan pengembangan dan pendayagunaannya agar dapat memenuhi kebutuhan
pemakai.
Sebelum dilakukan penentuan nilai Kd, terlebih dahulu ditentukan kondisi
optimum proses ekstraksi berdasarkan pengaruh waktu pengocokan, volume MEK,
dan pH larutan. Konfirmasi hasil ekstraksi dilakukan dengan metode spektrofotometer
UV-Vis dengan pengompleks KSCN dalam suasana asam dan pereduktor SnCl2.
Proses pemisahan renium dari wolfram dapat dilakukan dengan menggunakan
ekstraktan MEK dengan waktu pengocokan 10 menit.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa kondisi optimum proses ektraksi dengan
umpan masing-masing 10 ppm yaitu pada waktu pengocokan selama 10 menit,
volume MEK pada 20 mL, dan kondisi pH larutan dibawah 5. Didapat perolehan
maksimum renium yang terambil pada fase organik sebanyak 9,545 ppm. Namun,
kondisi proses ekstraksi tidak berpengaruh terhadap migrasi wolfram ke fase organik.
Kemudian nilai Kd maksimum renium didapat sebesar 2,7566 dan Kd maksimum
wolfram sebesar 0,0873. Kondisi optimum proses ekstraksi ini selanjutnya dapat di uji
cobakan pada renium dan wolfram yang radioaktif sebagai alternatif pemisahan
radioisotop. Makin tinggi pH larutan, renium yang terambil semakin berkurang. pH
larutan diatur pada kisaran dibawah 5. Koefisien distribusi renium lebih besar dari
pada koefisien distribusi wolfram. Waktu pengocokan, jumlah volume pelarut MEK,
serta pengaturan pH larutan tidak berpengaruh terhadap proses ekstraksi wolfram.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II-16

Anda mungkin juga menyukai