Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA


“SISTEM MUSKULARIS; BOBOT BADAN, SUHU BADAN
DAN LPT”

OLEH :
TRANSFER A 2022

ASISTEN : ISTI RODLIYATUL ISNAENI

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN


FARMASI KLINIK
PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan ada beberapa bagian yang dapat membantu
antara organ satu dengan organ lainnya, contohnya saja otot. Otot
merupakan suatu organ yang sangat penting bagi tubuh kita karena
dengan otot tubuh kita dapat berdiri tegap. Otot dapat melekat di tulang
yang berfungsi sebagai alat bergerak aktif ini adalah suatu sifat yang
penting bagi organisme. Sebagian besar otot tubuh ini melekat pada
kerangka yang menyebabkan dapat bergerak secara aktif sehingga dapat
menggerakkan bagian-bagian kerangka dalam suatu letak tertentu (Arief,
2018).
Sistem muskular adalah sistem jaringan otot pada tubuh yang
memungkinkan kita bergerak. Sebagian besar otot pada tubuh berada di
bawah kendali sadar dan digerakkan oleh perintah otak melalui sistem
saraf. Namun, beberapa otot seperti otot jantung yang tidak sadar
bergerak secara teratur tanpa kendali kesadaran (Richard, 2012).
Otot membentuk hampir setengah massa tubuh. Fungsi utama otot
adalah kontraksi, ini merupakan karakteristik unik yang membedakannya
dari jaringan tubuh lainnya. Otot melakukan semua gerakan dalam tubuh.
Sistem muskular atau sistem otot menyediakan gerakan tubuh dan
bagian-bagiannya, mempertahankan postur tubuh, menghasilkan panas,
dan menstabilkan persendian. Otot merupakan jaringan dominan yang
berada di jantung dan di dinding organ berongga lain dalam tubuh (Bolon,
dkk., 2020).
Pada suhu tubuh dimana didalam tubuh energi panas dihasilkan
oleh jaringan aktif terutama dalam otot. Kemudian juga dalam keringat,
lemak, tulang, jaringan ikat, serta saraf. Energi panas yang dihasilkan di
distribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Namun, suhu pada
bagian-bagian tubuh tidak merata dan terdapat perbedaan yang cukup
besar (sekitar 4°C) antara suhu inti dan suhu permukaan tubuh (Yondry,
dkk., 2013).
Hubungan antara tinggi badan dan berat badan dapat dilihat
dengan menggunakan berbagai data diantaranya indeks massa tubuh,
luas permukaan tubuh, indeks bentuk tubuh, dan indeks permukaan
tubuh. Dalam pengaturan klinis, parameter deskriptif pertama adalah skala
BMI yang memberikan informasi perbandingan tinggi badan dan berat
badan. Sejak perkembangan BMI, dua parameter tubuh lainnya telah
dikembangkan dalam upaya untuk menentukan hubungan antara tinggi
dan berat badan. Hal ini berhubungan dengan Luas permukaan tubuh
(BSA) danIndeks Permukaan Tubuh (BSI). Parameter ini sebagai indikator
klinis yang menggambarkan seberapa sehat respon tubuh individu
terhadap organ dalam lainnya (Shirazu, 2018).
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui
anatomi dan fisiologi sistem muskular beserta fungsinya, mengetahui cara
menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Luas Permukaan Tubuh
(LPT) berdasarkan pengambilan data dan hasil analisis data yang
diperoleh dan mengukur suhu tubuh.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu :
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem muskular dan fungsinya.
2. Untuk mengetahui cara menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT)
dan Luas Permukaan Tubuh (LPT).
3. Untuk mengetahui cara mengukur suhu tubuh agar dapat
mengetahui peningkatan dan penurunan suhu yang berpengaruh
pada cepat lambatnya reaksi kimia sel.
I.2.3 Prinsip Percobaan
Adapun prinsip dari percobaan ini memahami bagaimana otot
bekerja, mengetahui dosis obat berdasarkan usia dan bobot badan,
mengevaluasi status kesehatan seseorangdan peningkatan maupun
penurunan suhu tubuh yang berpengaruh pada cepat lambatnya reaksi
kimia sel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Definisi Sistem Muskular
Sistem otot adalah sistem tubuh yang memiliki fungsi seperti untuk
alat gerak, menyimpan glikogen dan menentukan postur tubuh. Terdiri
atas otot polos, otot jantung dan otot rangka. Otot merupakan alat gerak
aktif yang mampu menggerakkan tulang, kulit dan rambut setelah
mendapat rangsangan. Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu
untuk berkontraksi (Ermanadji, 2018).
Sekitar 40% sampai dengan 50% berat dari tubuh kita adalah otot.
Tubuh manusia memiliki lebih dari 600 otot rangka mulai dari ujung kepala
sampai ujung kaki yang berfungsi untuk menggerakan seluruh tubuh kita.
Otot memiliki sel-sel yang tipis dan panjang. Otot bekerja dengan cara
mengubah lemak dan glukosa menjadi gerakan dan energi panas.
Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-tulang kerangka
tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang (Tjahayuningtyas, 2018).
Analisis lebih lanjut tentang komposisi kimia otot ditemukan dalam
studi fisiologi manusia. Jumlah otot dalam tubuh manusia tergantung pada
sejumlah faktor. Tidak semua orang memiliki jumlah otot yang persis
sama. Beberapa otot mungkin muncul di satu sisi tubuh dan bukan di sisi
lainnya misalnya Psoas minor. Beberapa otot benar-benar tidak ada pada
beberapa orang misalnya Palmaris longus. Berbagai teks dapat
mencantumkan otot-otot tertentu secara terpisah, sementara yang lain
mungkin menganggap otot-otot tertentu sebagai bagian dari otot yang
lebih besar Misalnya Flexor hallucis brevis dan flexor digitorum brevis
(Purnomo, 2019).
II.1.2 Fungsi Sistem Muskular
Adapun fungsi sistem muskular/otot meliputi (Kemenkes, 2019):
1. Pergerakan, otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot
tersebut melekat dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
2. Penopang tubuh dan mempertahankan postur, otot menopang
rangka dan mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi
berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.
3. Produksi panas, kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan
panas untuk mepertahankan suhu tubuh normal.
II.1.3 Ciri-ciri Sistem Muskular
Sistem muskular memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Kemenkes,
2019):
1. Kontrakstilitas, serabut otot berkontraksi dan menegang, yang
dapat atau tidak melibatkan pemendekan otot.
2. Eksitabilitasera, serabut otot akan merespons dengan kuat jika
distimulasi oleh impuls saraf.
3. Ekstensibilitas, serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang
melebihi panjang otot saat rileks.
4. Elastisitas, serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah
berkontraksi atau meregang.
II.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Muskular
Musculoskeletal Disorder (MSDs) merupakan keluhan atau
gangguan yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan
hingga terasa sangat sakit pada bagian musculoskeletal yang meliputi
bagian sendi, syaraf, otot maupun tulang belakang. Jika otot mengalami
gangguan, maka aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Beraktivitas yang
banyak, kontraksi otot yang berlebihan ditambah dengan pemberian
beban yang terlalu berat dan dalam durasi waktu yang cukup panjang
dapat mempengaruhi muskular pada manusia (Tjahayuningtyas, 2018).
II.1.5 Jenis-jenis otot
Jenis-jenis otot terdiri dari otot rangka, otot polos dan otot jantung
(Kemenkes, 2019):
a. Otot rangka, merupakan otot lurik volunter dan melekat pada
rangka. Memiliki serabut otot sangat panjang sampai 30 cm,
berbentuk silindris dengan lebar berkisar antara 10 mikron sampai
100 mikron. Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di
bagian perifer dan kontraksinya sangat cepat dan kuat.

Gambar II.1 Otot Rangka (Musculus Striated) (Wangko, 2014)


b. Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot
ini dapat ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih
dan uterus, serta pada dinding tuba seperti pada sistem
respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi
darah. Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral.
Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi
pembuluh darah) sampai 0,5 mm pada uterus wanita hamil.
Kontraksinya kuat dan lamban. Struktur mikroskopis otot polos
adalah sarcoplasmanya terdiri dari myofibril yang disusun oleh
myofilamen-myofilamen.

Gambar II.2 Otot Polos (Musculus nonstriated) (Wangko, 2014)


c. Otot jantung, karakteristik otot ini hanya terdapat pada jantung. Otot
jantung mempunyai sifat bekerja terus-menerus setiap saat tanpa
henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap
kali berdenyut. Struktur mikroskopis otot jantung mirip dengan otot
skelet. Memilki banyak inti sel yang terletak di tepi agak ke tengah.
Panjang sel berkisar antara 85-100 mikron dan diameternya sekitar
15 mikron.
Gambar II.3 Otot Jantung (Musculus cardiata) (Wangko, 2014)
II.1.6 Mekanisme Kerja Otot
Mekanisme kontraksi otot yang dianut sekarang ialah sliding
filament mechanism yang dikemukakan oleh Jean Hanson dan Hugh
Huxley tahun 1950. Pada kontraksi otot terjadi pergeseran miofilamen
tebal dan tipis serta pemendekan sarkomer dan serat otot, tetapi tidak
terjadi pemendekan miofilamen (Wangko, 2014).
Pada saat akan dimulainya kontraksi otot rangka, ion Ca 2+ dilepaskan
ke dalam sarkoplasma melalui saluran pelepas Ca2+ (reseptor rianodin)
dan akan secara efisien ditranspor kembali ke dalam RS oleh kerja
SERCA pada membran RS saat relaksasi otot. RS akan menyimpan Ca 2+
yang terikat pada protein calsequestrin. Oleh karena Ca 2+ didaur ulang
sedemikian efisien maka pada kontraksi otot rangka (short term) tidak
diperlukan Ca2+ ekstrasel. RS otot rangka merupakan tempat
penyimpanan ion Ca2+ dalam jumlah besar. Transpor ion ini melalui
membran RS diatur oleh dua molekul reseptor rianodin dan Ca+2-ATPase.
Sinyal pelepasan ion Ca2+ diawali oleh adanya depolarisasi membran
sarkolema yang dihantarkan ke TT. Aksi potensial akan meluas ke RS
melalui struktur kaki pada daerah triad dan memicu pelepasan ion Ca 2+
dari RS melalui saluran pelepas Ca2+ ke sarkoplasma di sekitar
miofilamen tebal dan tipis (Wangko, 2014).
Bila ion Ca2+ terikat pada troponin C, terjadi perubahan konfigurasi
filamen tipis dan tempat aktif pada aktin terbuka sehingga aktin dapat
berikatan dengan miosin melalui jembatan silang (cross bridge). Pada
kepala miosin terdapat enzim ATP-ase yang menghidrolisis ATP menjadi
ADP dan P. Reaksi ini memindahkan energi dari ATP ke kepala miosin
sehingga kepala miosin secara spontan berikatan dengan tempat aktif
pada aktin, yang menghasilkan power stroke kontraksi. Filamen tipis
meluncur melewati filamen tebal menuju zone H sehingga terjadi
pemendekan sarkomer dan serat otot (Wangko, 2014).
Pada relaksasi otot terjadi penguraian asetilkolin sehingga aksi
potensial terhenti.Kerja pompa transpor aktif Ca2+ memasukkan ion Ca2+
ke dalam RS. Saluran pelepas Ca2+ pada RS tertutup. Dengan turunnya
konsentrasi Ca2+ sarkoplasma maka ikatan i9on ini dengan troponinC
terlepas, kompleks tropomiosintroponin kembali ke posisi semula
menutupi tempat aktif pada aktin. Jembatan silang tidak terbentuk dan
filamen tipis kembali ke tempat semula (Wangko, 2014).

Gambar II.4. Mekanisme Kerja Otot (Wangko, 2014)


Kontraksi otot yang diawali oleh terikatnya Ca2+ ke troponin C. Kepala
miosin berikatan dengan aktin dan terjadi hidrolisis ATP menjadi ADP
yang menghasilkan energi, dan pergerakan kepala miosin terjadi tumpang
tindih miofilamen sehingga sarkomer memendek yang mengahasilkan
kontraksi otot (Wangko, 2014).
II.1.7 Penyakit pada Muskular
Menurut IOSH (2018), Penyakit yang disebabkan oleh muskular
berupa keluhan nyeri atau gangguan pada otot rangka yang disebabkan
kerusakan pada otot.
a. Nyeri Leher
Nyeri leher yaitu nyeri atau sakit yang dirasakan sekitar leher. Nyeri
leher dapat menjalar pada kebagian tubuh lain seperti bahu, lengan,
tangan dan kepala, pada bagian kepala dapat menyebabkan sakit kepala.
Rasa nyeri tersebut disertai rasa baal pada bagian tubuh yang dirasa
sakit. Salah satu rasa nyeri leher dapat terjadi pada pekerja yang memiliki
aktivitas kerja mengangkat, mendorong dan memindahkan barang dari
tempat satu ketempat lain tanpa alat bantu.
b. Nyeri Bahu
Nyeri bahu yaitu nyeri yang alih yang dirasakan dari nyeri leher yang
menjalar kebahu.
c. Nyeri Lengan
Nyeri lengan yaitu nyeri yang disebabkan masalah yang ditumbulkan
dari tendon, saraf dan pembuluh.
d. Nyeri Punggung Bawah/Low Back Pain (LBP)
Low back pain (LBP) yaitu keluhan yang terjadi pada punggung
bagian bawah. Nyeri punggung bagian bawah dapat terjadi akibat
gangguan muskuloskeletal dan aktivitas berat. Hasil penelitian yang
dilakukan menunjukkan 43% responden mengalami LBP.
II.1.8 Obat-obat Pada Muskular
Obat obat yang diberikan secara intramuskular menurut Robiah
dan Adawiyah, (2015) yaitu :
1. Matolac
Untuk penggunaan jangka pendek untuk nyeri akut sedang dengan
berat. Dosis : 10-30 mg tiap 4-6 jam. Maks : Sehari 90 mg, lama terapi
maksimal (pemberian IM/IV) tidak boleh dari 5 hari. Km : 5 amp 10 mg.
2. Fentanyl
Untuk Depresi pernapasan, cedera kepala, alkoholisme akut,
serangan asma akut, intolerensihamil, laktasi. Dosis : pramedikasi, 100
mcg secara IM 30-60 sebelum operasi.
3. Dolgesik
Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri paska op
(operasi) Dosis : dosis tunggal untuk dewasa dan anak-anak >12 thn : 1
amp (100 mg) IM di suntikkan perlahan-lahan. Maksimal 4 amp. Dosis
Anak-anak : 1 tahun, 1-2 mg/kg.
4. Duralgin
Untuk analgesik seperti : Nyeri setelah operasi, neuralgia. Dosis :
Dewasa, 25-100 mg, maksimal sehari 300 mg dalam dosis. Bagi anak, 6
tahun : Sehari maks 100 mg IM.
II.1.9 Sistem Termoregulasi Manusia
Tubuh manusia dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian
inti tubuh dan permukaan tubuh. Otak, jantung, paru-paru, dan sistem
pencernaan merupakan bagian dari inti tubuh. Suhu inti tubuh
dipertahankan sangat konstan sekitar ± 1°F (± 0,6°C). Sementara itu,
suhu permukaan tubuh atau suhu kulit dapat naik dan turun sesuai
dengan suhu lingkungan. Suhu tubuh dapat meningkat selama kerja dan
berbeda-beda tergantung suhu lingkungan yang ekstrim (Aulia 2023 dan
Hall, 2016).
Sistem pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) diatur oleh
hipotalamus di otak. Hipotalamus mengatur tekanan otot, tekanan
pembuluh darah, dan pengaturan kelenjar keringat. Hipotalamus bekerja
dengan menerima informasi suhu tubuh yang merespon panas dan dingin
lalu mengirimkan sinyal tersebut ke kulit, otot, serta organ lainnya untuk
mengatur suhu tubuh agar tetap normal (Aulia 2023 dan Hall, 2016).
Pengaturan suhu tubuh dikendalikan oleh keseimbangan antara
pembentukan panas dan pengeluaran panas. Apabila kecepatan
pembentukan panas di dalam tubuh lebih besar daripada kecepatan
pengeluaran panas, maka panas akan timbul di dalam tubuh dan suhu
tubuh akan meningkat. Namun, panas dan suhu tubuh akan menurun jika
pengeluaran panas terjadi lebih besar (Aulia 2023 danHall, 2016).
Peningkatan suhu inti tubuh akan direspon oleh tubuh melalui
pengeluaran keringat dan peningkatan aliran darah ke kulit untuk
menghilangkan panas. Mekanisme berkeringat disebabkan oleh pelebaran
pembuluh darah perifer di kulit yang bertanggung jawab dalam sistem
regulasi suhu tubuh. Pelebaran aliran darah kulit mempercepat transfer
panas dari tubuh ke kulit dengan cara konveksi. Suhu kulit akan naik
akibat peningkatan aliran darah ke kulit (Jacklitsch et al., 2016).
Suhu tubuh yang sangat tinggi akan mengaktifkan sistem
termoregulasi manusia untuk menurunkan panas tubuh (Aulia, 2023):
a. Vasodilatasi, pembuluh darah kulit hal ini disebabkan oleh hambatan
pusat simpatis di hipotalamus posterior yang menyebabkan
vasokonstriksi.
b. Berkeringat, efek peningkatan suhu tubuh yang menyebabkan
berkeringat menunjukkan peningkatan yang tajam pada kecepatan
pengeluaran panas melalui evaporasi, yang dihasilkan dari berkeringat
ketika suhu inti tubuh meningkat di atas nilai kritis 37°C (98,6°F).
Penurunan pembentukan panas. Mekanisme yang menyebabkan
pembentukan panas yang berlebihan, seperti kedinginan dan
termogenesis kimia dihambat dengan kuat.
Sebaliknya, apabila tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu
akan menjalankan prosedur yang berlawanan (Aulia, 2023):
a. Vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh. Hal ini disebabkan oleh
rangsangan dari pusat simpatis hipotalamus posterior.
b. Piloereksi. Rangsang simpatis menyebabkan otot arektor pili yang
melekat ke folikel rambut berkontraksi dan menyebabkan rambut
berdiri tegak.
c. Peningkatan termogenesis (pembentukan panas). Pembentukan
panas oleh sistem metabolisme meningkat dengan memicu terjadinya
menggigil, rangsang simpatis untuk pembentukan panas, dan sekresi
tiroksin.
II.2 Indeks Massa Tubuh (IMT)
II.2.1 Definisi
Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diperoleh dengan
menghitung berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT
mungkin merupakan indikator atau menggambarkan derajat kegemukan
pada tubuh seseorang. IMT tidak secara langsung mengukur lemak tubuh,
tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran
langsung lemak tubuh, seperti timbangan bawah air dan dual energy X-ray
absorptiometry. IMT merupakan alternatif untuk mengukur lemak tubuh
karena murah dan metode diagnosis berdasarkan kelas beratnya
sederhana (Ulandari, 2022).
II.2.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi IMT
Menurut Ulandari (2022), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
IMT antara lain:
a. Usia, prevalensi obesitas terus meningkat antara usia 20 dan 60 tahun.
Setelah usia 60 tahun, tingkat obesitas menurun.
b. Jenis Kelamin, pria lebih gemuk daripada wanita. Distribusi lemak
tubuh juga berbeda pada pria dan wanita, dengan anak laki-laki lebih
rentan terhadap lemak visceral daripada anak perempuan.
c. Genetik, beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik dapat
mempengaruhi berat badan seseorang.
d. Pola Makan, makanan cepat saji juga berkontribusi terhadap epidemi
obesitas. Banyak keluarga makan makanan cepat saji yang tinggi
lemak dan gula. alasan lain yang menyebabkan peningkatan obesitas
adalah peningkatan porsi makan.
e. Aktivitas fisik Pada saat yang sama, aktivitas fisik telah menurun
secara signifikan selama 50 tahun terakhir.
II.2.3 Jenis-jenis Indeks Massa Tubuh (IMT)
Klasifikasi IMT
Berat badan kurang (underweight) <18,5
Berat badan normal 18,5-22,9
Obesitas 25,3-30,0
Tabel II.1 Klasifikasi IMT menurut (WHO, 2018)
II.2.4 Perhitungan IMT
Nilai IMT diperoleh dengan membandingkan BB (berat badan) dan
TB (tinggi badan) menggunakan rumus BB/TB² (kg/m²). Instrumen yang
digunakan adalah timbangan untuk mengukur berat badan dan mikrotom
untuk mengukur tinggi badan orang dewasa dan anak-anak. Rumus untuk
mencari nilai IMT adalah sebagai berikut:

IMT = Berat Badan (kg)


Tinggi badan (M2)
(Depkes, 2018)
II.2.5 Luas Permukaan Tubuh (LPT)
Obat-obat sering ditentukan dosisnya berdasarkan Luas
Permukaan Tubuh (LPT). Dalam bahasa Inggris, LPT sering dinyatakan
dengan istilah Body Surface Area (BSA). Beberapa pengobatan memiliki
panduan untuk mengurangi dosis berdasarkan berat badan dan umur
pasien. Dosis obat ada kalanya dinyatakan dalam mg per kg bobot badan.
Pernyataan dosis yang demikian ini sebetulnya lebih baik karena dosis
akan berlaku untuk semua pasien, mulai dari bayi, anak hingga orang
dewasa (Badan POM, 2019).
Namun, kenyataannya dosis obat yang dicantumkan umumnya
hanya untuk orang dewasa, sehingga jika dikehendaki dosis bayi dan
anak dihitung terhadap dosis dewasanya. Perhitungan dosis bayi dan
anak-anak terhadap dosis dewasa dapat dilakukan berdasarkan usia,
bobot badan atau luas permukaan tubuh (Badan POM, 2019).
Menurut Badan POM (2019), perhitungan dosis bayi dan anak
terhadap dosis dewasa berdasarkan usia sekarang sudah jarang
dilakukan orang, karena perhitungan dengan cara ini dianggap terlalu
kasar. Perhitungan dosis bayi dan anak terhadap dosis dewasa
berdasarkan luas permukaan tubuh sebenarnya merupakan perhitungan
dosis yang paling baik, karena permukaan luas permukaan tubuh telah
pula memperhitungkan bobot badan dan tinggi tubuh. Sebagai alat bantu,
dapat digunakan nomogram untuk menentukan luas permukaan tubuh.
Ada beberapa rumus untuk menentukan LPT:
1. DuBois dan DuBois :
BSA (m2) = 0.007184 x Tinggi (cm)0.725 x Berat (kg)0,425
2. Gehan dan George.
BSA (m2) = 0.0235 x Tinggi (cm)0.42246 x Berat (kg)0.51456
3. Haycock.
BSA (m2) = 0.024265 x Tinggi (cm)0.3964 x Berat (kg)0.5378
4. Mosteller.
BSA (m2) = ([Tinggi (cm) x Berat (kg)]/ 3600)0.5
5. Menurut Gumilar (2012), pengukuran yang mendekati untuk orang
Indonesia.
BSA = 0.0113 x Berat (kg)0.1956 x Tinggi (cm)0.8169
Nomogram Untuk Penentuan LPT Dari Berat Badan Dan Tinggi
Badan.
Gambar II.2. Pengukuran LPT & IMT
II.3 Suhu Tubuh
Suhu tubuh merupakan salah satu dari tanda - tanda vital yang
paling dasar dan wajib diketahui oleh semua orang. Tinggi rendahnya
suhu tubuh sangat berpengaruh pada kondisi kesehatan yang paling
dasar selain tekanan darah, nadi, dan juga respirasi rate. Suhu tubuh
memiliki dua sistem yaitu, suhu permukaan dan suhu inti. Suhu
permukaan adalah suhu yang dimiliki oleh permukaan kulit. Seseorang
bisa merasakan suhu pada permukaan kulit dikarenakan kulit memiliki
banyak reseptor dingin dan hangat dibandingkan dengan reseptor yang
berada dalam organ tubuh (Anisa, K. 2019).
Peningkatan suhu tubuh bisa terjadi karena adanya perubahan
glukosa menjadi glikogen, yang selanjutnya menghasilkan asam lemak
bebas. Dua komponen ini kemudian akan dibawa ke dalam otot dan
terjadinya proses oksidasi yang nantinya menghasilkan peningkatan suhu
tubuh. Peningkatan suhu inti kemudian akan muncul dipermukaan kulit
(Widya, dkk., 2018).
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan Percobaan
3.1.1 Alat Percobaan
Adapun alat-alat yang digunakan yaitu Meteran
Badan,Termometer, Timbangan Badan.
3.1.2 Bahan Percobaan
Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu Air es, Alkohol swab,
Gelas.
3.2 Cara Kerja
A. LPT (Luas Permukaan Tubuh)
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang berat badan dan diukur tinggi badan probandus.
3. Dicatat data :
a. Berat Badan
b. Jenis Kelamin
c. Tinggi Badan
d. Umur
4. Dihitung LPT dan bandingkan dengan literatur.
B. Suhu Tubuh
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Diarahkan probandus berbaring horizontal.
3. Ditempatkan termometer di bawah lidah.
4. Ditutup mulut.
5. Didiamkan 5-10 menit, lalu dilihat termometer.
6. Diarahkan probandus bernafas 2 menit melalui mulut terbuka.
7. Didiamkan 5-10 menit lalu dilihat termometer.
8. Diarahkan probandus berkumur dengan air es selama 1 menit
9. Ditempatkan kembali termometer dibawah lidah 5-10 menit lalu
dilihat termometer.
10. Selanjutnya, diarahkan kembali probandus berbaring horizontal.
11. Ditutup mulut dan bernafas melalui hidung.
12. Dikeringkan ketiak dan ditempatkan termometer dibawah ketiak,
dengan membujur pada sisi badan.
13. Didiamkan 10 menit, lalu dilakukan pembacaan termometer.
14. Dicatat data yang diperoleh (umur, berat badan, tinggi badan,
suhu, dan jam pengamatan.
15. Dihitung rata-rata dan bandingkan dengan literatur.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
a. Data Pecobaan IMT/LPT
Luas
Indeks Massa
Kelompok BB (kg) TB (cm) Permukaan
Tubuh (IMT)
Tubuh (LPT)
1 49 20,66 154 1,49 m2
2 34 15,31 149 1,18 m2
3 42,5 17,71 155 1,39 m2
4 55 22,27 157 1,44 m2
5 65 23,89 165 1,73 m2
6 65 23,89 165 1,73 m2

b. Data Percobaan Pengukuran Suhu

Berkumur
Kelompok Suhu awal Bernafas Ketiak
(Air es)

1 36,8 0 C 36,6 0 C 36,3 0 C 37,3 0 C


2 36,3 0 C 37,3 0 C 36,8 0 C 36,7 0 C
3 37 0 C 37 0 C 36,9 0 C 37 0 C
4 36,5 0 C 36,3 0 C 35,5 0 C 37,3 0 C
5 36,9 0 C 36,6 0 C 36,5 0 C 37 0 C
6 37 0 C 37,2 0 C 37,1 0 C 37 0 C
IV.2 Perhitungan
 Perhitungan IMT
Rumus :
𝐵𝐵
IMT =
𝑇(𝑀 2 )

Keterangan : IMT : Indeks Massa Tubuh


BB : Berat Badan (kg)
T : Tinggi Badan (cm)
a. Kelompok 1
BB
IMT =
T (M 2 )
49
=
1,54 × 1,54
49
=
2,37
= 20,66
b. Kelompok 2
BB
IMT =
T (M 2 )

34
=
1,49 × 1,49

34
=
2,22
= 15,31
c. Kelompok 3
BB
IMT =
T (M 2 )

42,5
=
1,55 × 1,55

42,5
=
2,40
= 17,71
d. Kelompok 4
BB
IMT =
T (M 2 )
55
=
1,57 × 1,57
55
=
2,46
= 22,27
e. Kelompok 5
BB
IMT =
T (M 2 )
65
=
1,65 × 1,65
65
=
2,72
= 23,89
f. Kelompok 6
BB
IMT =
T (M 2 )
65
=
1,65 × 1,65
65
=
2,72
= 23,89
 Perhitungan persamaan Du Bois
Rumus :

W×H
S=√
3600

Keterangan : S : Luas Permukaan Tubuh (m2)


W : Berat Badan (kg)
H : Tinggi Badan (cm)
a. Kelompok 1

W×H
S=√
3600

49 × 154
=√
3600

7546
=√
3600

= √2,11 = 1,45 m2

b. Kelompok 2

W×H
S=√
3600

34 × 149
=√
3600

5066
=√
3600

= √1,40 = 1,18 m2

c. Kelompok 3

W×H
S=√
3600

42,5 × 155
=√
3600

6587,5
=√
3600

= √1,82 = 1,34 m2
d. Kelompok 4

W×H
S=√
3600

55 × 157
=√
3600

8635
=√
3600

= √2,40 = 1,54 m2

e. Kelompok 5

W×H
S=√
3600

65 × 165
=√
3600

10725
=√
3600

= √2,97 = 1,72 m2

f. Kelompok 6

W×H
S=√
3600

65 × 165
=√
3600

10725
=√
3600

= √2,97 = 1,72 m2
IV.3 Pembahasan
Berat badan merupakan ukuran massa tubuh seseorang yang
dinyatakan dalam satuan kilogram (kg) Luas permukaan tubuh
menyatakan ukuran dari tinggi seseorang yang dikalikan dengan berat
badan dan dibagi dengan 3600. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan
perbandingan antara berat badan dan tinggi badan seseorang yang
dinyatakan dalam m2. Dalam dunia farmasi, berat badan (BB), tinggi
badan (TB) dan luas permukaan tubuh (LPT) digunakan dalam
perhitungan dosis terutama untuk anak-anak (Sugiritama dkk, 2015).
Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara produksi dan
pengeluaran panas dari tubuh, yang diukur dalam satuan derajat.
Pengukuran suhu tubuh ditujukan untuk memproleh suhu inti jaringan
tubuh rata-rata representatif. Suhu normal rata-rata bervariasi bergantung
lokasi pengukuran. Tempat pengukuran suhu inti merupakan indikator
suhu tubuh yang lebih baik daripada suhu di permukaan. Tempat
pengukuran suhu inti dan suhu permukaan adalah pada suhu inti yaitu
rektum, membran timpani, esofagus, arteri pulmoner, dan kandung kemih
sedangkan pada suhu permukaan diantaranya kulit, aksila, dan oral
(Sumanto dkk., 2014).
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan perhitungan indeks
massa tubuh (IMT), luas permukaan tubuh(LPT) dan pengukuran suhu
tubuh probandus. Dalam perhitungan IMT dan LPT hal pertama yang
dilakukan yaitu menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan
probandus kemudian dihitung menggunakan rumus LPT dan IMT.
Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan perhitungan IMT untuk
probandus 1 yakni 20,66 yang termasuk dalam nilai IMT normal dengan
LPT 1,45 m2. Pada probandus 2 diperoleh nilai IMT yakni 15,31 yang
termasuk dalam nilai IMTunderweight dengan LPT 1,18 m2. Pada
probandus 3 diperoleh nilai IMT yakni 17,71 yang termasuk dalam nilai
IMT underweight dengan LPT 1,39 m2. Pada probandus 4 diperoleh nilai
IMT yakni 22,27 yang termasuk dalam nilai IMT normal dengan LPT 1,44
m2. Pada probandus 5 diperoleh nilai IMT yakni 23,89 yang termasuk
dalam nilai IMT obesitas 1 dengan LPT 1,73 m2. Pada probandus 6
diperoleh nilai IMT yakni 23,89 yang termasuk dalam nilai IMT obesitas 1
dengan LPT 1,73 m2.
Untuk hasil percobaan dari pengukuran suhu tubuh diperoleh hasil
yaitu suhu awal pada masing-masing probandus berada pada rentang
suhu 36-370C. Pada pengukuran suhu saat probandus bernafas,
didapatkan hasil dengan suhu yang berbeda antara probandus yaitu ada
yang mengalami kenaikan suhu dan ada yang tidak. Hal ini dikarenakan
perbedaan dari laju pernapasan atau respirasi dari probandus tersebut.
Menurut Imamah 2016, semakin tinggi suhu tubuh, maka akan semakin
tinggi pula laju respirasi atau pernapasan. Untuk hasil pengukuran suhu
tubuh pada probandus yang berkumur dengan air es diperoleh hasil yaitu
penurunan suhu tubuh pada semua probandus. Hal ini dikarenakan ketika
tubuh pada suhu dingin maka tubuh akan kehilangan panas karena
adanya perpindahan panas dari tubuh ke es batu. Perpindahan panas ini
terjadi secara konduksi yaitu proses pemindahan panas antara dua benda
yang berbeda suhu dan saling bersentuhan (Guyton, 1995). Dalam
pengukuran suhu tubuh melalui ketiak diperoleh hasil yaitu hampir semua
probandus memperoleh pengukuran suhu yang lebih tinggi melalui ketiak
dari pada melalui oral. Menurut Amri 2022, pengukuran suhu tubuh melaui
oral lebih tinggi dari pada hasil pengukuran suhu tubuh melalui aksila atau
ketiak. Hasil yang didapatkan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu lingkungan seperti udara, suhu lingkungan dan pada saat dilakukan
pengukuran suhu tubuh. probandus menggerakkan lengannya atau posisi
tubuhnya yang berubah-ubah, sehingga mempengaruhi hasil pengukuran
suhu.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kesimpulan bahwa berat
badan, tinggi badan dan luas permukaan tubuh menjadi landasan dalam
perhitungan dosis yang dinyatakan dalam mg/kgbb. Luas permukaan
tubuh lebih tepat untuk menghitung dosis anak karena banyak fenomena
fisik lebih erat hubungannya dengan luas permukaan tubuh.
Probandus I memiliki IMT 20,66 yang termasuk kategori normal,
probandus II dengan IMT 15,3 yang termasuk dalam kategori kurus,
probandus III dengan IMT 17,71 dengan kategori kurus, probandus IV
dengan IMT 22,27 termasuk normal, probandus V dengan IMT 23,89
dengan kategori obesitas tipe 1 serta Probandus VI dengan IMT 23,89
juga tergolong kategori obesitas tipe 1.

V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Dosen
Adapun saran untuk dosen agar mendampingi praktikan pada
setiap percobaan agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.
V.2.2 Saran Untuk Asisten
Adapun saran untuk asisten yaitu tetaplah menjadi asisten yang
senantiasa membimbing dan mengarahkan kami dalam melakukan
percobaan agar kami bisa melakukan percobaan dengan baik dan benar
serta mengurangi kesalahan dalam percobaan.
V.2.3 Saran Untuk Laboratorium
Adapun saran untuk Laboratorium sebaiknya fasilitas dalam
laboratorium lebih di tingkatkan lagi untuk memadai dan menunjang
kegiatan selama percobaan berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K. 2022. “Perbedaan Hasil Pengukuran Suhu Tubuh Menggunakan
Termometer Manual Melalui Aksila dengan Oral Pada Pasien
Tipoid Diruang Rawat Inap RSUD Budhi Asih”. Jurnal Keperawatan
dan Kesehatan Penerbangan. Akademi Keperawatan RSP TNI AU.
Vol. 1 No. 2.
Anisa, K. 2019. “Efektifitas Kompres Hangat Untuk Menurunkan Suhu
Tubuh Pada an.D Dengan Hipertermia”. Jurnal Ilmiah Ilmu
Kesehatan: Wawasan Kesehatan, 5(2), 122– 127.
Aulia, Reinita. 2023. “Hubungan Antara Iklim Kerja, Beban Kerja Fisik, dan
Faktor Individu dengan Kejadian Heat Strain pada Pekerja Pembuat
Tahu di Kecamatan Way Halim Kota Bandar Lampung”. Skripsi.
Fakultas Kedokteran: Universitas Lampung.
Badan POM. 2019. “Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Tahun 2019 jilid 1”: Jakarta
Bambang Ermanadji. 2018. “Fisiologi Sistem Muskular (Otot)”.Malang :
Polikteknik Kesehatan Malang.
Grace Maria Ulfa, Irma Nopriyani, Vivien Fathuroya, Widya Dwi Rukmi
Putri, Kiki Fibrianto, Simon Bambang Widjanarko. “Temperature
Influence on Swelling Power, Solubility, and Water Binding Capacity
of Ultrasound-treated Sweet Potato Starch”. Departemen Ilmu
Pangan dan Bioteknologi – Fakultas Teknologi Pertanian –
Universitas Brawijaya
Guyton, A. C.1995. “Fisiologi Tubuh Manusia”. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
Hall JE. 2016. “Guyton and hall textbook of medical physiology”. 12th
edition. Philadelphia:Elsevier.
Imamah, N. 2016. “Model Arrhenius untuk Pendugaan Laju Reaksi Brokoli
Terolah Minimal”. Jurnal Keteknikan Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Vol. 4 No. 1.
IOSH. 2018. “Musculoskletal Disorders. Institution of Occupational Safety
and Health”The Grange, Highfield Drive, Wingston, Leicestershire,
England. UK
Jacklitsch B, et al. 2016. “NIOSH criteria for a recommended standard:
occupational exposure to heat and hot environments”. Department
of Health and Human Services.
Kemenkes. 2019. “Anatomi Fisiologi”. Jurusan Kebidanan, Politeknik
Kesehatan Kemenkes Palanka Raya.
Purnomo, Eddy. 2019. “Anatomi Fungsional”. Yogyakarta: Penerbit
Lintang Pustaka Utama.
Rhicard, Drake. 2012. “Gray Dasar- Dasar Anatomi”. Elsivier ; Jakarta.
Robiah Adawiyah. 2015. “Makalah Pemberian obat-obat melalui injeksi”:
Jakarta
Sugiritama, W.I.I., Wiyawan, I.G.N.S., Anjana, I.G.K., Ratnayanti. 2015.
“Kategori Berat Badan dan Obesitas pada Masyarakat Bajar
Demurih Kecematan Sulut”. Fakultas Kedokteran. Universitas
Udayana.
Sumanto, B dan Puliano, P. 2014. “Pengukuran Suhu Tubuh Secara Tak
Sentuh Menggunakan Inframerah Berbasis Arduino Uno”. Seminar
Nasional Sainstek. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sunny, Wangko. 2014. “Jaringan Oto Rangka”. Jurnal Biomedik, volume
6, Nomor 3, Suplemen, November 2014, hlm S27-32.
T. Bolon, Cristina Magdalena. 2020. “Anatomi dan Fisiologi Untuk
Mahasiswa Kebidanan”. Medan: Yayasan Kita Menulis
Tjahayuningtyas, Aulia. 2018. “Faktor yang Mempengaruhi Keluhan
Musculoskeletasl Disorders (MSDs) pada Pekerja Informal”.The
Indonesian Journal of Ocupational Safety and Health Vol. 8 No 1.
Ulandari, Putri. 2022. “Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Status Nutrisi
dengan IMT pada Balita Usia 1-3 Tahun”. Skripsi. Fakultas
Kesehatan: Insan Cendekia Medika.
Wangko, S. 2014. Jaringan Otot Rangka Sistem Membran Dan Struktur
Halus Unit Kontraktil. Jurnal Biomedik, Volume 6, Nomor 3,Tahun
2014.
WHO. 2018. “Obesity and Overweight”. World Health Organization.
LAMPIRAN

1. Dokumentasi
Gambar Keterangan

Pengukuran Berat Badan

Pengukuran Tinggi Badan

PengukuranSuhu

Hasil PengukuranSuhu
2. LAMPIRAN SKEMA
 LPT (Luas Permukaan Tubuh)

Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang berat badan dan diukur


tinggi badan probandus.

Dicatat data : Berat Badan, Jenis


Kelamin, Tinggi Badan, Umur.
a. Jenis Kelamin

Dihitung LPT dan bandingkan


dengan literatur.

 Suhu Tubuh

Disiapkan alat dan bahan

Probandus berbaring horizontal

Tempatkan termometer dibawah


lidah

Tutup mulut

Diamkan 5-10 menit, lalu lihat


termometer

Bernafas 2 menit melalui mulut


terbuka
Diamkan 5-10 menit lalu lihat
termometer

Kumur dengan air es selama 1 menit

Selanjutnya, probandus berbaring


horizontal

Mulut ditutup, bernafas dengan


hidung

Keringkan ketiak dan tempatkan


termometer dibawah ketiak, dengan
membujur pada sisi badan

Diamkan 10 menit, lalu lakukan


pembacaan termometer

Dicatat data yang diperoleh (berat


badan, jam pengamatan, suhu, tinggi
badan, umur)

Dihitung rata-rata dan bandingkan


dengan literatur.
3. Hapalan Sistem Muskularis

Anda mungkin juga menyukai