Anda di halaman 1dari 41

Laporan Praktikum Dosen Pengampu

Oprasi Teknik Kimia I Ahmad Fadli, ST.,MT,.PhD

“ALIRAN FLUIDA DALAM SISTEM PERPIPAAN”

OLEH :

Kelas : TEKNIK KIMIA D3 A


Kelompok : III ( TIGA )
Nama Kelompok : 1. HIKMAH LAILA TULSYIPA ( 2207036170 )
2. NADIRA GLADISIA ( 2207025592 )
3. RISKA EDJIE SYAHPUTRA ( 2207025596 )

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
Abstrak

Aliran fluida adalah suatu perpidahan fluida dari satu titik ke titik lainnya.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pola aliran fluida didalam pipa,
menghitung tekanan/pressure drop dan friction loss aliran fluida didalam pipa, serta
memahami peralatan-peralatan yang berkaitan dengan transportasi aliran fluida.
Headloss adalah suatu nilai untuk mengetahui seberapa besarnya reduksi tekanan
total (total head) yang diakibatkan oleh fluida saat melewati sistem pengaliran.
Total head, merupakan kombinasi dari elevation head (tekanan karena ketinggian
suatu fluida), Velocity head, (tekanan karena kecepatan alir suatu fluida) dan
pressure head (tekanan normal dari fluida itu sendiri). Pada industri, metode
perhitungan aliran fluida sangat digunakan dalam perancangan pemanasan pipa,
penempatan pipa, panjang pipa dan hal-hal lain yang diperlukan dalam transportasi
aliran fluida. Prosedur percobaan yaitu melakukan persiapan dengan mengecek
kondisi pompa dan peralatan aliran fluida. Lalu melakukan percobaan dengan
mengisi tangki air sampai penuh, mengalirkan pompa keseluruh perpipaan,
melakukan kalibrasi pada flow rate yang berbeda dengan bantu valve, kemudian
melakukan variasi bukaan valve yaitu bukaan 25%, 50%, 75%, dan 100% pada pipa
contraction 2, 450 dan 900 elbow, pipa 4 dan friction loss dalam enlargement dan
contraction dengan variasi volume fluida yaitu 06, 12, 18 dan 24 liter. Setelah data
diperoleh, maka dapat dihitung nilai head loss dan friction loss. Data yang diamati
yaitu perubahan presure drop dan waktu yang dibutuhkan aliran fluida untuk
mengalir dengan volume yang telah ditentukan.

Kata Kunci: aliran fluida, flow rate, friction loss, head loss, valve.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk mengalirkan fluida dari tempat yang satu ke tempat yang lain
diperlukan suatu peralatan. Selain peralatan utama yang digunakan, ada bagian-
bagian yang tidak kalah penting, dimana dalam bagian ini sering terjadi peristiwa
peristiwa yang dapat mengurangi efisiensi kerja yang diinginkan. Bagian dari
peralatan ini dapat berupa pipa-pipa yang dihubungkan. Dalam menggunakan pipa
yang harus diperhatikan adalah karakteristik dari fluida yang digunakan. Di dalam
aliran fluida ini akan terdapat bermacam jenis pipa, bervariasi ukuran ID
pipa,bahkan kemungkinan adanya perubahan ukuran ID pipa, seperti enlargement
dan contraction, dan lain-lain.
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui peristiwa yang terjadi didalam
pipa. Apabila fluida di lewatkan ke dalam pipa maka akan terjadi gesekan antara
pipa dengan fluida tersebut. Besarnya gesekan yang terjadi tergantung pada
kecepatan, kekerasan pipa, diameter dan viskositas fluida yang digunakan. Gesekan
dapat mempengaruhi aliran fluida dalam pipa, aliran ini dapat terjadi secara laminar
atau turbulen yang nilainya dapat di dekati dengan bilangan Reynolds.
1.2 Tujuan Percobaan
1. Memahami dan mengerti tentang pola aliran fluida
2. Mengukur debit aliran fluida dan tekanan/pressure drop aliran fluida di
dalam pipa 4
3. Mengukur debit aliran fluida dan tekanan/pressure drop aliran fluida
didalam pipa elbow 45°, elbow 90°, dan contraction.
4. Menghitung kecepatan linear aliran fluida pada masing-masing daerah pada
pipa dan friction loss pada pipa contraction

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fluida
Fluida merupakan suatu zat yang dapat mengalir dan menyesuaikan diri
dengan tempatnya dan tidak mampu menahan pengaruh gaya geser. Zat padat
mempertahankan suatu bentuk dan ukuran yang tetap, sekalipun suatu gaya yang
besar diberikan pada zat padat tersebut, zat padat tidak mudah berubah bentuk
maupun volumenya, sedangkan zat cair dan gas, zat cair tidak mempertahankan
bentuk yang tetap, zat cair mengikuti bentuk wadahnya dan volumenya dapat
diubah hanya jika diberikan padanya gaya yang sangat besar dan gas tidak
mempunyai bentuk dan maupun volume yang tetap, gas akan berkembang mengisi
seluruh wadah. Karena zat cair dan gas tidak mempertahankan suatu bentuk yang
tetap, keduanya mempunyai kemampuan untuk mengalir. Dengan demikian kedua–
duanya sering secara kolektif disebut sebagai fluida (Dharma, 2012).
Fluida dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir.
Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul dalam fluida jauh lebih kecil
dari ikatan molekul dalam zat padat, akibatnya fluida mempunyai hambatan yang
relatif kecil pada perubahan bentuk karena gesekan. Zat cair mengikuti bentuk dari
wadah dan volumenya dapat diubah jika diberikan gaya. Zat yang berwujud gas,
tidak memmpunyai volume ataupun bentuk yang tetap karena gas berkembang
mengisi seluruh wadah. Karena kedua fasa ini tidak mempertahan suatu bentuk
yang tetap, sehingga memudahkan keduanya untuk mengalir dan secara kolektif
disebut sebagai fluida. Fluida biasa ditransportasikan dalam pipa atau tabung yang
penampangnya bundar dan terdapat dipasaran dalam berbagai ukuran, tebal dinding
dan bahan konstruksi yang penggunaannya cepat dengan kebutuhan prosesnya.
Untuk menyambung potongan pipa atau tabung bergantung pada sifat bahan yang
digunakan dan tebalnya pipa (Dharma, 2012).
Bagian-bagian tabung yang berdinding tebal biasanya disambungkan
dengan penyambung ulir, flens atau las. Tabung-tabung berdinding tipis disambung
dengan solder atau dengan sambungan jolak. Pipa yang terbuat dari bahan rapuh

2
3

seperti gelas atau besi cor di sambungkan dengan sambungan flens. Bila
menggunakan pipa sambung berulir bagian luar ujung pipa dibuat berulir dengan
alat pembuat ulir. Untuk menjamin rapatnya sambungan itu pada ujung berulir pipa
itu dibalutkan terlebih dahulu oleh pita politetraflouro etilen (Tobing, 2010).
Menurut Andayani, et al. (2019), fluida mencakup zat cair dan gas.
Berdasarkan kondisinya fluida terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Fluida Statis
Fluida statis adalah fluida yang berada kondisi diam dan tidak bergerak.
Contohnya air sumur, air dalam gelas, air laut dan lain-lain.
2. Fluida Dinamis
Fluida dinamis adalah fluida yang berada dalam kondisi bergerak atau
mengalir. Contohnya adalah aliran air, angin, dan lain-lain.
2.2 Jenis - Jenis Fluida
Fluida diklasifikasikan sebagai fluida newtonian dan fluida non-newtonian.
Fluida newtonian adalah fluida yang viskositasnya tidak dipengaruhi oleh gaya dari
luar seperti tekanan dan suhu. Fluida non-newtonian adalah kebalikan dari fluida
newtonian, dimana viskositas dipengaruhi oleh gaya dari luar seperti tekanan dan
suhu. Gas dan cairan encer cenderung bersifat newtonian (Tobing, 2010).
Fluida dapat diklasifikasikan pula sebagai fluida incompressible dan fluida
compresibble. Fluida imcompressible adalah fluida yang tidak mengalami banyak
perubahan volume pada saat diberi gaya dari luar seperti perubahan tekanan atau
suhu. Fluida compressible adalah fluida yang mengalami perubahan volume pada
saat diberi gaya dari luar. Contoh dari fluida compressible adalah gas dan uap
(Tobing, 2010).

2.3 Tipe Aliran Fluida


Ada 3 tipe aliran fluida didalam pipa, yaitu :
1. Aliran Laminer
Aliran laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikel-
partikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,
partikel-partikel fluida seolah-olah bergerak sepanjang lintasan-lintasan yang halus
dan lancar, dengan satu lapisan meluncur secara mulus pada lapisan yang
bersebelahan. Sifat kekentalan zat cair berperan penting dalam pembentukan aliran
4

laminer. Aliran laminer bersifat steady maksudnya alirannya tetap. “Tetap”


menunjukkan bahwa di seluruh aliran air, debit alirannya tetap atau kecepatan aliran
tidak berubah menurut waktu (Deslia, 2011).
Aliran laminer mengikuti hukum Newton tentang viskositas yang
menghubungkan tegangan geser dengan laju perubahan bentuk sudut. Tetapi pada
viskositas yang rendah dan kecepatan yang tinggi aliran laminar tidak stabil dan
berubah menjadi aliran turbulen. Bisa diambil kesimpulan mengenai ciri- ciri aliran
laminar yaitu: fluida bergerak mengikuti garis lurus, kecepatan fluidanya rendah,
viskositasnya tinggi dan lintasan gerak fluida teratur antara satu dengan yang lain.
Reynold menunjukkan bahwa untuk aliran laminer berlaku Bilangan Reynold, NRe
< 2100. Pada keadaan ini juga berlaku hubungan Head Loss berbanding lurus
dengan kecepatan linear fluida, atau HαV (Tim Laboraturium, 2014).
2. Aliran Turbulen
Aliran Turbulen adalah aliran fluida dengan kecepatan tinggi/aliran dengan
kecepatan yang relatif besar, lintasan gerak partikel saling tidak teratur antara satu
dengan yang lain. Sehingga didapatkan Ciri dari aliran turbulen: tidak adanya
keteraturan dalam lintasan fluidanya, aliran banyak bercampur, kecepatan fluida
tinggi, panjang skala aliran besar dan viskositasnya rendah. Karakteristik aliran
turbulen ditunjukkan oleh terbentuknya pusaran-pusaran dalam aliran, yang
menghasilkan percampuran terus menerus antara partikel partikel cairan di seluruh
penampang aliran. Untuk membedakan aliran apakah turbulen atau laminer,
terdapat suatu angka tidak bersatuan yang disebut Angka Reynold (Reynolds
Number). Reynold menunjukkan bahwa untuk aliran turbulen berlaku Bilangan
Reynold, NRe < 4000. Pada keadaan ini juga berlaku hubungan Head Loss
berbanding lurus dengan kecepatan linear berpangkat n, atau H α Vn (Tim
Laboraturium, 2014).
3. Aliran Transisi
Aliran Transisi adalah aliran fluida dengan kecepatan diantara kecepatan
laminer dan kecepatan turbulen. Aliran berbentuk laminar atau turbulen sangat
tergantung oleh pipa dan perlengkapannya. Reynold menunjukkan bahwa untuk
aliran transisi berlaku hubungan Bilangan Reynold, 2100 < NRe < 4000 (Tim
Laboraturium ,2014).
5

2.4 Sifat Sifat Fluida


Fluida memiliki beberapa sifat dasar, yaitu kerapatan (density), tekanan
(pressure), berat jenis (spesific gravity) dan kekentalan (viscosity).
1. Kerapatan (Density)
Kerapatan (density) ρ suatu zat adalah ukuran untuk konsentrasi zat tersebut
dan dinyatakan dalam massa per satuan volume. Sifat ini ditentukan dengan cara
menghitung perbandingan massa zat yang terkandung dalam suatu bagian tertentu
terhadap volume bagian tersebut.
𝑚
𝜌= .................................................... .(1.1)
𝑣

Dimana :
ρ = kerapatan massa (kg/m3)
m = massa fluida (kg)
v = volume fluida (m3)
2. Tekanan (Pressure)
Tekanan atau pressure berhubungan dengan volume dan suhu. Jika dalam
suatu volume memiliki tekanan yang tinggi maka suhu akan meningkat. Tekanan
fluida menyebar ke semua arah dengan kekuatan yang sama serta tegak lurus pada
bidang. Tekanan dilambangkan dengan P yang diartikan sebagai gaya per satuan
luas, di mana gaya (F) diasumsikan berkerja secara tegak lurus terhadap luas
permukaan A. Rumus dari tekanan (pressure) dapat ditunjukkan pada persamaan
berikut:
𝐹
𝑃= ................................................. (1.2)
𝐴

Dimana :
ρ = kerapatan massa (kg/m3)
F = gaya (N)
A = luas permukaan (cm²)
Semua yang menggunakan fluida sangat memerlukan konsep tekanan.
Sebuah percobaan menghasilkan fakta bahwa fluida akan memberikan tekanan ke
semua arah, sebagai contoh para perenang yang merasakan tekanan pada seluruh
tubuhnya yang disebabkan oleh tekanan air. Fluida diam akan memberikan tekanan
yang sama ke semua arah pada titik tertentu yang mengilustrasikan fluida ketika
berada di dalam suatu kubus berukuran kecil di mana gaya gravitasi yang terjadi
6

diabaikan. Tekanan fluida yang terjadi pada suatu sisi harus sama besar dengan
tekanan fluida pada sisi yang berlawanan (Helmizar, 2010).
3. Berat Jenis (Specific Gravity)
Spesific grafity (s.g) adalah sifat yang digunakan untuk memperbandingkan
kerapatan suatu zat dengan kerapatan air. Karena kerapatan semua zat cair
bergantung pada temperatur serta tekanan, maka temperatur zat cair yang
dipertanyakan, serta temperatur air yang dijadikan acuan, harus dinyatakan untuk
mendapatkan harga-harga gravitasi jenis yang tepat (Olson, 1990).
𝜌
𝑠. 𝑔 = ............................................... (1.3)
𝜌𝑤

Dimana :
s.g = gravitasi spesifik (g/cm³)
ρ = kerapatan massa (kg/m3)
ρw = tekanan (N/m²)
4. Kekentalan (Viscosity)
Viskositas adalah ukuran ketahanan sebuah fluida terhadap deformasi atau
perubahan-perubahan bentuk. Viskositas zat cair cenderung menurun dengan
seiring bertambahnya kenaikan temperatur, hal ini disebabkan gaya-gaya kohesi
pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin
bertambahnya temperatur pada zat cair yang menyebabkan berturunnya viskositas
dari zat cair tersebut.
Kekentalan dapat dibuktikan dengan cara meletakkan fluida di antara dua
lempengan datar di mana salah satu lempengan diam dan lempengan yang lain
dibuat bergerak. Fluida yang bersinggungan secara langsung dengan dua
lempengan datar akan ditarik pada permukaannya oleh gaya rekat diantara molekul-
molekul cairan dengan kedua lempengan tersebut. Hal ini menyebabkan permukaan
fluida yang berada di bagian atas bergerak dengan laju v mendekati kecepatan
lempengan bagian atas sedangan fluida yang dekat atau bersinggungan dengan
lempengan datar yang diam akan diam. Kecepatan yang terjadi akan bervariasi
secara linear dari 0 hingga v seperti pada gambar dibawah ini (Helmizar, 2010).
7

Gambar 2.1 Penentuan Viskositas (Helmizar, 2010)

Viskositas merupakan sifat zat cair yang menyebabkan terjadinya tegangan


geser pada saat zat cair mengalir. Terjadinya tegangan geser menyebabkan
kehilangan sebagian energi karena sebagian energi aliran berubah menjadi energi
lain, di antaranya energi panas dan energi bunyi (Andayani et al., 2019). Viskositas
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Viskositas Dinamik
Viskositas dinamik merupakan perbandingan tegangan geser terhadap laju
perubahannya. Persamaan untuk viskositas dinamik yaitu :
𝜏
𝜇= .............................................. (1.4)
𝑑𝑢/𝑑𝑦

Dimana :
τ = Tegangan geser (N/m2)
μ = Viskositas (N.s/m2 atau Poise (P))
du/dy = Laju sebuah lapisan yang bergerak relative terhadap lapisan berdekatan

b. Viskositas Kinematik
Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas absolut
terhadap kerapatan massa. Viskositas kinematik muncul dalam banyak penerapan
misalnya dalam bilangan reynolds. Nilai viskositas kinematik adalah :
𝜇
𝑣= ..................................................... (1.5)
𝜌

Dimana :
ρ = Densitas (kg/m3)
v = Viskositas Absolut (m2/s atau Stoke (St)
8

2.5 Bilangan reynold


Bilangan reynold adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya
viskos (μ/L) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan
suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan Reynolds ini dapat digunakan untuk
mengidentikasikan jenis aliran yang berbeda, seperti jenis aliran laminar dan
turbulen. Nama tersebut diambil dari profesor Osborne Reynolds (1842–1912)
yang mengusulkannya di tahun 1883. Angka Reynolds adalah bilangan tanpa
dimensi yang nilainya bergantung pada kekasaran dan kehalusan pipa sehingga
dapat menentukan jenis aliran dalam pipa. Profesor Osborne Reynolds
menyatakan bahwa ada dua tipe aliran yang ada didalam suatu pipa yaitu :

1. Aliran laminar pada kecepatan rendah dimana berlaku h α v


2. Aliran Turbulen pada kecepatan tinggi dimana berlaku h α vn
Dalam penelitiannya, Profesor Osborne Reynolds mempelajari kondisi
dimana satu jenis aliranberubah menjadi aliran jenis lain, dan bahwa kecepatan
kritis, dimana aliran laminar berubah menjadi aliran turbulen. Keadan ini
bergantung pada empat buah besaran yaitu: diameter tabung, viskositas, densitas
dan kecepatan linear rata-rata zat cair. Lebih jauh ia menemukan bahwa ke empat
faktor itu dapat digabungkan menjadi suatu gugus, dan bahwa perubahan macam
aliran berlangsung pada suatu nilai tertentu gugus itu. Pengelompokan variabel
menurut penemuannya adalah :
D.V.ρ
NRe 
μ ………………………………………………………..(1.6)

Dimana :
D = Diameter pipa ( m )
V = Kecepatan rata-rata zat cair ( m / s )
μ = Viskositas zat cair ( kg / m.s )
ρ = Densitas zat cair ( kg / m3 )
Gugus variabel tanpa dimensi yang didefinisikan oleh persamaan di atas
dinamakan Angka Reynolds ( Reynolds Number ). Aliran laminar selalu ditemukan
pada angka Reynold di bawah 2.100, tetapi bisa didapat pada angka Reynold
sampai beberapa ribu, yaitu dalam kondisi khusus dimana lubang masuk pipa
9

sangat baik kebundarannya dan zat cair di dalamnya sangat tenang. Pada kondisi
aliran biasa, aliran itu turbulen pada angka Reynolds di atas kira-kira 4.000.
Terdapat suatu daerah transisi yatu pada angka Reynolds antara 2100 sampai 4000,
dimana jenis aliran itu mungkin laminar dan mungkin turbulen, bergantung pada
kondisi di lubang masuk pipa dan jaraknya dari lubang masuk itu (Raswari 1986).
Berdasarkan pengaruh tekanan terhadap volume, fluida dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu :
1. Fluida tak-termampatkan (incompressible), pada kondisi ini fluida tidak
mengalami perubahan dengan adanya perubahan tekanan, sehingga fluida tak
termampatkan. Contoh fluida tak-termampatkan adalah: air, berbagai jenis
minyak, emulsi, dll.
2. Fluida termampatkan (compressible), pada keadaan ini, fluida mengalami
perubahan volume dengan adanya perubahan tekanan. Contoh fluida
termampatkan adalah : udara, gas alam, dll (Raswari,1986).
2.6 Friction Loss
Gaya gesek (Friction) adalah gaya yang berarah melawan gerak benda atau
arah kecenderungan benda akan bergerak. Gaya gesek muncul apabila dua buah
benda bersentuhan. Benda-benda yang dimaksud di sini tidak harus berbentuk
padat, melainkan dapat pula berbentuk cair, ataupun gas (Geankoplis, 1997).

1. Friction Loss dan Head Loss pada Pipa Horizontal

Akibat adanya gesekan antar fluida dan dinding fluida dalam aliran fluida,
maka akan terjadi kehilangan energy (Head loss). Head loss pada pipa horizontal
dapat dihitung dengan persamaan fanning friction berikut (Geankoplis, 1997):
𝐿 𝑥 𝑣2
∆𝑃 = 4𝑓 ......................................... ....(1.7)
2𝐷

Friction loss dari gesekan pada pipa lurus (fanning friction), expansion loss,
contraction loss dan kerugian dalam pemasangan sambungan dan katup semuanya
dimasukkan pada persamaan berikut.
∆𝐿 𝑣2
Σ𝐹 = (4𝑓 + 𝐾𝑒𝑥 + 𝐾𝑐 + 𝐾𝑓 ) 2 .............(1.8)
𝐷
10

2. Friction Loss dan Head Loss pada Enlargement dan Contraction


Gesekan pada dinding pipa yang mengalir melalui pipa lurus dihitung
dengan menggunakan friction factor. Namun jika kecepatan fluida mengalami
perubahan arah dan besar, maka akan terjadi penambahan friction loss. Hal ini
terjadi karena tambahan dari turbulensi karena vortisitas dan faktor lainnya. Metode
untuk memperkirakan friction loss pada sambungan akan dibahas dibawah ini:
1. Sudden Enlargement losses
Jika penampang pipa membesar secara bertahap, maka kerugian sangat
sedikit atau mungkin tidak terjadi. Jika perubahan itu terjadi secara tiba-tiba, akan
menimbulkan kerugian tambahan karena pusaran dibentuk oleh jet ekspansi di
bagian yang diperbesar.
(𝑣1𝑣2 )2 𝐴1 2 𝑣12 𝑣12
ℎ𝑒𝑥 = = (1 − ) = 𝐾𝑒𝑥 ...................... ....(1.9)
2𝛼 𝐴2 𝛼 𝛼

Dimana :
hex = friction loss (J/kg)
Kex = koefisien expansion loss = (1-A1/A2)2
v1 = kecepatan masuk pada area yang kecil (m/s)
v2 = kecepatan downstream (m/s)
α = 1 untuk aliran turbulen dan ½ untuk aliran laminar

2. Sudden Contraction losses


Ketika penampang dari pipa mengecil secara tiba-tiba, aliran tidak dapat
mengikuti sekitar sudut yang tajam, dan friction loss bertambah karena terjadi
pusaran (Geankoplis, 1997).
𝐴 𝑣2 𝑣2
ℎ𝑐 = 0.55 (1 − 𝐴2 )2 2𝛼2 = 𝐾𝑐 2𝛼2 .............................. ..(1.10)
1

Dimana :
hc = friction loss
α = 1 untuk aliran turbulen dan ½ untuk aliran laminar
Kc = koefisien contraction loss = 0.55 (1-A2/A1)2
v2 = kecepatan rata-rata pada downstream
11

3. Losses in fitting and valves


Sambungan pipa dan katup juga mengganggu jalur aliran dalam pipa yang
menyebabkan friction loss bertambah. Dalam sebuah pipa pendek dengan banyak
sambungan, friction loss akan lebih besar daripada pipa lurus. Friction loss untuk
sambungan dan katup diberikan sebagai berikut :
𝑣22
ℎ𝑓 = 𝐾𝑓 ........................................... ..(1.11)
2

Kf adalah friction loss coefficient dari sambungan dan valve, v1 adalah


kecepatan rata-rata pada kepala pipa untuk sambungan. Berikut adalah tabel yang
menunjukkan harga Kf pada fitting dan valve (Geankoplis, 1997).

4. Pressure Drop
Penurunan tekanan dan head loss dalam sebuah pipa akan bergantung
kepada tegangan geser yang ada di dinding pipa (τw) yaitu antara fluida dan
permukaan pipa. Perbedaan antara aliran laminer dan aliran turbulen yaitu bila
tegangan geser untuk aliran turbulen adalah fungsi dari kerapatan fluida (ρ). Untuk
aliran laminer, tegangan geser tidak bergantung pada kerapatan, sehingga hanya
viskositas (μ) yang menjadi sifat fluida yang penting (Herman, 2020). Parameter
kekasaran pipa sering direpresentasikan sebagai faktor gesekan (friction factor),
dengan rumus :
𝐿 𝜌𝑣 2
∆𝑃 = 𝑓 ........................................ ..(1.12)
𝐷 2

Dengan rumus f adalah


∆𝑝𝐷
𝑓= .......................................... .(1.13)
(𝑙𝜌𝑉 2 /2)

Menurut Geankoplis (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi nilai


pressure drop adalah sebagai berikut.
1. Faktor friksi
Semakin besar faktor friksi maka semakin besar pula nilai pressure drop
yang dihasilkan.
2. Panjang pipa
Semakin panjang suatu pipa, maka semakin besar pula pressure drop yang
dihasilkan.
3. Diameter pipa
12

Semakin besar diameter pipa yang digunakan maka semakin kecil pressure
drop yang dihasilkan.
2.7 PersamaanKontinuitas
Persamaan kontinuitas mengatakan hubungan antara kecepatan fluida
yang masuk pada suatu pipa terhadap kecepatan fluida yang keluar.
Hubungan tersebut dinyatakan dengan :
Q = A V ................................................. (1.13)
Dimana :
A = Luas penampang (m2)
V = kecepatan (m/det)
Debit adalah besaran yang menyatakan volume fluida yang mengalir tiap
satuan waktu.
𝑉
Q= ..................................................... (1.14)
𝑡
Dimana :
V = Volume (m3)
T = waktu (detik)
Jika di subtitusikan persamaan 6 dan 7 maka akan dihasilkan persamaan :
V
v= .................................................... (1.15)
t.A

Dimana :
V = volume (m3)
t = waktu (s)
A = Luas penampang (m2)
v = kecepatan (m/s)
Jika fluida bergerak dalam pipa yang mengalir dengan luas penampang
yang berbeda maka volume yang mengalir (Tipler,1998) :
V = A.v.t ............................................. (1.16)
A1.v1.t1 = A2.v2.t2 ................................... (1.17)
13

2.8 Persamaan Bernouli


Persamaan Bernouli ideal adalah alirannya konstan sepanjang lintasan dan
mengabaikan segala kerugian yang terjadi dalam lintasan fluida (Geankoplis,
1997). Untuk fluida incompresible berlaku persamaan Bernouli, yaitu sebagai
berikut
𝑔 ∆𝑉 2 ∆𝑃
∆𝑍 + + + 𝐹 = −𝑊..................(1.18)
𝑔𝑐 2𝑔𝑐 𝜌

Dimana :
ΔZ = beda tinggi sistem perpipaan pada titik 1 dan 2 (ft)
g = gaya gravitasi (32.2 ft/det 2)
gc = konstanta gravitasi (32.2 lbm.ft/lbf.det 2)
ΔV = beda kecepatan linear fluida pada titik 1 dan 2 (ft/det 2)
ΔP = Pressure drop atau beda tekanan pada titik 1 dan 2 (lbf/ft 2)
F = friction loss karena gesekan fluida dengan dinding pipa (ft.lbf/lbm)
W = kerja pada sistem (ft.lbf/lbm)

2.9 Manometer
Menurut Munson (2003), salah satu alat ukur tekanan pada fluida adalah
manometer. Alat ukur ini melibatkan penggunaan kolom cairan dalam tabung-
tabung tegak atau miring. Tipe manometer yang sering digunakan adalah
manometer U, manometer miring, dan manometer V. fluida yang berada dalam
manometer di sebut fluida pengukur. Karena kebanyakan fluida dapat
menyebabkan perbedaan tekanan sepanjang bagian pengukuran, suatu alat ukur
sederhana dapat digunakan untuk menentukan perbedaan ini. Salah satu alat yang
sederhana adalah manometer pipa U. Tabung U (U Tube) adalah contoh sederhana
instrument pengukuran tekanan yang menggunakan kolom zat cair. Alat ukur
tekanan ini terdiri dari air raksa didalam U-Shaped. Salah satu ujung dari tabung U
dihubungkan ke bidang tekanan yang tidak diketahui dan ujung yang lain
dihubungkan dengan sumber tekanan acuan (umumnya tekanan atmosfer), seperti
pada gambar di bawah ini.
14

Gambar 2.2 Manometer Tabung U (Brown, 1973)

Manometer mengukur perbedaan tekanan dengan menyeimbangkan berat


kolom fluida antara dua tekanan kepentingan. Perbedaan tekanan yang besar diukur
dengan cairan berat, seperti merkuri (misalnya 760 mm Hg = 1 atmosfer).
Perbedaan tekanan kecil, seperti yang dialami di terowongan angin eksperimental
atau flowmeters venturi, yang diukur dengan cairan ringan seperti air (27.7 inchH2O
= 1 Psi, 1 cm H2O = 98, 1 Pa) (Brown, 1973).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan-Bahan Yang Digunakan

1. Air

3.2 Alat-alat yang Digunakan

1. Rangkaian alat General Arrangement of Apparatus


2. Manometer Connection Diagram
3. Stopwatch
4. Internal Vernier Calliper
3.3 Prosedur Percobaan
1. Diisi dengan air, lalu pompa dihidupkan.
2. Valve yang akan digunakan dibuka sehingga air akan mengalir melalui pipa
yang diinginkan sesuai penugasan
3. Ketika akan menentukan head loss pada pipa 4, maka ditutup aliran menuju
pipa selain pipa 4.
4. Selang disambungkan untuk menentukan pressure drop yang
menghubungkan manometer dengan 2 titik pada pipa 3.
5. Bukaan valve diputar pada peralatan diantaranya bukaan 25%, 50%, 75%,
dan 100% untuk menentukan kecepatan volumetrik air, dibuka aliran air.
Stopwatch digunakan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan untuk
mengalirkan air setiap 6, 12, 18, dan 24 𝑚3.
6. Selang untuk menentukan pressure drop disambungkan dengan alat
manometer dengan dua titik pada pipa no.4, ketika aliran air dihentikan
maka dilakukan pembacaan pada manometer.
7. Cara yang sama dilakukan untuk penentuan head loss pada pipa elbow 45°,
elbow 90°, dan Contraction

15
16

3.3 Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat General Arrangement Of Apparatus

kode keterangan 9 45 deg. “ Y “ junction


v1 Sump tank drawing valve 10 Gate valve
v2 Inlet flow control valve 11 Globe valve
v3 Air bleed valves 12 In-line strainer
v4 Isolating valves 13 90 deg. Elbow
v5 Outlet flow control valve (fine) 14 90 deg. Bend
v6 Outlet flow control valve (coarse) 15 90 deg. “ T “ Junction
v7 Manometer valves 16 Pitot static tube
1 6 mm smooth bore test pipe 17 Venturimeter
2 10 mm smooth bore test pipe 18 Orifice meter
3 Artificially roughened test pipe 19 Test pipe sample
4 17.5 mm smooth bore test pipe 20 1 m mercury manometer
5 Sudden contraction 21 1 m Pressurised water manometer
6 Sudden enlargement 22 Volumetric measuring tank
7 Ball valve 23 Sump tank
8 45 deg. Elbow 24 Service pum
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


4.1.1 Data Hasil Percobaan pipa Contraction

Bukaan Volume Waktu t Head


Ha(mmHg) Hb(mmHg)
Valve (L) (Detik) loss(ha-hb)
6 30,42 500 373 127
12 31,34 501 374 127
25%
18 32,62 502 375 127

24 33,97 500 373 127


6 25,79 505 377 128
12 30,73 500 372 128
50%
18 32,87 503 374 129
24 33,81 505 375 130
6 30,64 500 470 130
75 % 12 31,23 499 369 130
18 33,09 499 365 131
24 33,54 499 364 132
6 28,49 507 362 145
100% 12 30,64 508 363 145
18 35,64 509 364 145
24 36,43 510 365 145

17
18

4.1.2 Data Hasil Percobaan Pada 𝟒𝟓𝟎 Elbow


Bukaan Volume Waktu t Head
Ha(mmHg) Hb(mmHg)
Valve (L) (Detik) loss(ha-hb)
6 10,34 446 428 18
12 20,77 447 429 18
25%
18 34,29 448 430 18

24 40,12 450 432 18


6 08,73 450 430 20
12 17,76 450 429 21
50%
18 28,37 449 428 21
24 37,43 450 429 21
6 10,06 449 428 21
75 % 12 18,48 450 429 21
18 27,98 451 430 21
24 37,74 447 425 22
6 07,00 450 427 23
100% 12 15,53 449 426 23
18 24,98 450 426 24
24 33,80 450 425 25
19

4.1.3 Data Hasil Percobaan Pada 𝟗𝟎𝟎 Elbow


Bukaan Volume Waktu t Head
Ha(mmHg) Hb(mmHg)
Valve (L) (Detik) loss(ha-hb)
6 192,6 440 437 3
12 196,2 438 434 4
25%
18 197,4 437 433 4

24 204 440 435 5


6 186,6 441 435 6
12 192 441 435 6
50%
18 208,8 441 435 6
24 210,6 441 435 6
6 195 440 433 7
75 % 12 198 440 433 7
18 205,2 440 433 7
24 213 440 433 7
6 190,2 441 434 7
100% 12 193,8 441 434 7
18 207 441 434 7
24 213,6 441 434 7
20

4.1.4 Data Hasil Percobaan pada pipa 4


Head
Bukaan Volume Waktu t
Ha(mmHg) Hb(mmHg) loss
Valve (L) (Detik)
(ha-hb)
6 11,67 447 430 17
12 24,24 448 430 18
25%
18 37,53 449 429 20

24 51,70 450 430 20


6 08,08 444 424 20
12 17,52 444 423 21
50%
18 28,11 448 421 25
24 37,77 448 421 27
6 08,82 450 420 30
75 % 12 16,58 451 419 32
18 27,24 452 418 34
24 35,82 453 415 38
6 10,28 454 416 40
100% 12 17,93 455 415 40
18 27,08 456 411 45
24 36,39 455 410 46

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pipa Contraction
Pada percobaan ini digunakan pipa contraction , dalam percobaan head loss
dan friction loss di dalam pipa contraction, aliran fluida tidak dipengaruhi oleh
diameter pipa, karena aliran fluida hanya mengalir di dalam pipa dengan diameter
yang sama dari awal hingga ujung. Dilakukan percobaan head loss & fraction loss
pada pipa contraction dengan diameter pipa 0,0216 ft dan panjang pipa 3,6475 ft.
dimana pipa tersebut dialiri fluida dengan bukaan valve sebesar 25%, 50%, 75%
dan 100%. Didapatkan grafik hubungan head loss terhadap kecepatan volumetrik
seperti dibawah ini.
21

Berdasarkan literatur diketahui bahwa hubungan antara kecepatan (v) dan


head loss (H) adalah berbanding lurus. Dilihat dari gambar 4.1, hasil percobaan
yang didapatkan belum sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin
besar kecepatan aliran fluida maka semakin besar pula head loss yang terjadi pada
aliran pipa, dikarenakan aliran dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida
dengan dinding pipa semakin besar sehingga energi yang hilang (head loss)
semakin banyak

Head loss VS Kecepatan


150
145
145

140
Head Loss

135
130
130 127 128

125

120

115
0.5 0.53 0.53 0.5
Kecepatan

Gambar 4.1 Hubungan Kecepatan(ft/s) terhadap Head loss(inHg) pada


bukaan valve 25%, 50%, 75% dan 100% pada pipa
contraction
22

Friction Loss VS Nre


3.5 3.234 3.234 3.244

3
Friiction Loss
2.5

2
1.476
1.5

0.5

0
1.682 1.682 1.682 1.321
Nre

Gambar 4.2 Hubungan Nre terhadap Friction Loss pada bukaan valve 25%, 50%,
75% dan 100% pada pipa contraction
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki nilai
yang berbanding lurus dengan bilangan Reynold, hasil yang didapat dari grafik
sudah sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil percobaan
yang didapat berbanding lurus.

4.2.2 Head Loss dan Friction Loss pada Pipa 4 pada bukaan

25%, 50%, 75%, dan 100%


Pada pipa 4 yang dilakukan pengukuran head loss dan friction loss nya
adalah dalam keadaan horizontal/lurus, dimana keadaan diameter dari pipa sama
ukurannya mulai dari awal hingga ujung. Head loss biasanya dinyatakan dengan
satuan panjang. Nilai head loss adalah harga ∆h yang dinyatakan dengan satuan
panjang mmHg atau inHg menggunakan persamaan ∆h = ha - hb. Data percobaan
pada pipa Enlargement yang dilakukan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
23

Head loss VS Kecepatan


42.75
45
40
33.5
35
30
Head Loss 23.25
25
18.75
20
15
10
5
0
0.43 0.59 0.64 0.64
Kecepatan

Gambar 4.3 Hubungan Kecepatan(ft/s) terhadap Head loss(inHg) pada


bukaan valve 25%, 50%, 75% dan 100% pada pipa Enlargement

Berdasarkan literatur diketahui bahwa hubungan antara kecepatan (v) dan head
loss (H) adalah berbanding lurus. Dilihat dari gambar 4.3, hasil percobaan yang
didapatkan sudah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin besar
kecepatan aliran fluida maka semakin besar pula head loss yang terjadi pada aliran
pipa, walaupun hasilnya tidak teratur atau hasil grafik yang didapat naik turun,
dikarenakan aliran dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida dengan dinding
pipa semakin besar sehingga energi yang hilang (head loss) semakin banyak

Friction Loss VS Nre


0.3
0.255 0.252
0.25
0.205
Friiction Loss

0.2

0.15

0.1 0.065

0.05

0
1.012 1.411 4.623 1.337
Nre

Gambar 4.4 Hubungan Nre terhadap Friction Loss pada bukaan valve 25%,
50%, 75% dan 100% pada pipa Enlargement
24

Berdasarkan Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki nilai yang
berbanding lurus dengan bilangan Reynold, hasil yang didapat dari grafik sudah
sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil percobaan yang
didapat berbanding lurus walaupun hasilnya tidak teratur atau hasil grafik yang
didapat naik turun.
4.2.3 Head Loss dan Friction Loss pada Elbow 45° pada bukaan 25%, 50%,
75%, dan 100%
Pada Elbow 45° yang dilakukan pengukuran head loss dan friction loss nya
adalah dalam keadaan horizontal/lurus, dimana keadaan diameter dari pipa sama
ukurannya mulai dari awal hingga ujung. Head loss biasanya dinyatakan dengan
satuan panjang. Nilai head loss adalah harga ∆h yang dinyatakan dengan satuan
panjang mmHg atau inHg menggunakan persamaan ∆h = ha - hb. Data percobaan
pada Elbow 45° yang dilakukan dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Head loss VS Kecepatan


23.75
25
20.75 21.25

20 18
Head Loss

15

10

0
0.7 0.61 0.61 0.68
Kecepatan

Gambar 4.5 Hubungan Kecepatan (ft/s) terhadap Head loss(inHg) pada


bukaan valve 25%, 50%, 75% dan 100% pada Elbow 45°
Berdasarkan literatur diketahui bahwa hubungan antara kecepatan (v) dan head loss
(H) adalah berbanding lurus. Dilihat dari gambar 4.5, hasil percobaan yang
didapatkan sudah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin besar
kecepatan aliran fluida maka semakin besar pula head loss yang terjadi pada aliran
pipa, walaupun hasilnya tidak teratur atau hasil grafik yang didapat naik turun,
25

dikarenakan aliran dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida dengan dinding
pipa semakin besar sehingga energi yang hilang (head loss) semakin banyak.

Friction Loss VS Nre


0.3
0.247
0.25 0.232
Friiction Loss

0.185
0.2

0.15 0.127

0.1

0.05

0
1185 1385 1331 1600
Nre

Gambar 4.6 Hubungan Nre terhadap Friction Loss pada bukaan valve 25%,
50%, 75% dan 100% pada Elbow 45°
Berdasarkan Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki nilai
yang berbanding lurus dengan bilangan Reynold, hasil yang didapat dari grafik
sudah sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil percobaan
yang didapat berbanding lurus walaupun hasilnya tidak teratur atau hasil grafik
yang didapat naik turun.

4.2.4 Head Loss dan Friction Loss pada Elbow 90° pada bukaan 25%, 50%,
75%, dan 100%
Pada Elbow 90° yang dilakukan pengukuran head loss dan friction loss nya
adalah dalam keadaan horizontal/lurus, dimana keadaan diameter dari pipa sama
ukurannya mulai dari awal hingga ujung. Head loss biasanya dinyatakan dengan
satuan panjang. Nilai head loss adalah harga ∆h yang dinyatakan dengan satuan
panjang mmHg atau inHg menggunakan persamaan ∆h = ha - hb. Data percobaan
pada Elbow 90° yang dilakukan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
26

Head loss VS Kecepatan


8
7 7
7
6
6
Head Loss 5
4
4
3
2
1
0
2.455 2.95 2.371 2.927
Kecepatan

Gambar 4.7 Hubungan Kecepatan (ft/s) terhadap Head loss(inHg) pada bukaan
valve 25%, 50%, 75% dan 100% pada Elbow 90°
Berdasarkan literatur diketahui bahwa hubungan antara kecepatan (v) dan
head loss (H) adalah berbanding lurus. Dilihat dari gambar 4.7, hasil
percobaan yang didapatkan tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan
bahwa semakin besar kecepatan aliran fluida maka semakin besar pula head
loss yang terjadi pada aliran pipa, dikarenakan aliran dengan kecepatan
tinggi maka gesekan fluida dengan dinding pipa semakin besar sehingga
energi yang hilang (head loss) semakin banyak.

Friction Loss VS Nre


3.5 3.44

3.4
3.3
Friiction Loss

3.2
3.1 3.05
3.01
2.97
3
2.9
2.8
2.7
3.04 3.06 2.97 3.01
Nre

Gambar 4.8 Hubungan Nre terhadap Friction Loss pada bukaan valve
25%,50%, 75% dan 100% pada Elbow 90°
27

Berdasarkan Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki nilai yang
berbanding terbalik lurus dengan bilangan Reynold, hasil yang didapat dari grafik
tidak sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil percobaan
yang didapat berbanding lurus.
28

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Semakin besar bukaan yang diberikan, maka semakin besar head loss dan
friction loss yang diperoleh.Semakin besar kecepatan fluida yang mengalir,
maka kerugian gesekan atau friction loss nya akan semakin besar. Semakin besar
diameter pipa yang digunakan, maka semakin kecil kecepatan fluida dan head
loss yang diperoleh, begitu juga sebaliknya semakin kecil diameter pipa yang
digunakan, maka semakin besar kecepatan fluida dan head lossnya.
5.2 Saran
1. Untuk praktikan selanjutnya disarankan untuk teliti dalam melakukan
pembukaan dan penutupan manometer valve agar dalam pembacaan data
pada manometer didapat data yang akurat.
2. Selama praktikum, praktikan harus hati-hati dan harus dalam keadaan yang
kering terutama ketika menghidupkan/mematikan aliran listrik pada alat.

28
DAFTAR PUSTAKA

Andayani et al. (2019). Pengaruh Jenis Lapisan Kekasaran Permukaan Pipa


terhadap Koefisien Gesek. Jurnal Teknika. 5(2) : 181-194.
Brown, G.G. (1973). Unit Operation. New York: John Willey and Sons,inc.
Deslia,P. (2011). Pengujian Karakteristik Aliran Fasa Tunggal Aliran Air Vertikal
ke atas pada Penukar Kalor Saluran Rectangular Bercelah Sempit. Jurnal
Mekanika. 9(1) : 214-218.
Dharma, S.U dan Galih, P.(2012). Pengaruh Perubahan Laju Aliran Terhadap
Tekanan Dan Jenis Aliran Yang Terjadi Pada Alat Uji Praktiikum Mekanika
Fluida. Jurnal Turbo Program Studi Teknik Mesin. 1(2) : 1-10.
Geankoplis, C. J.(1997). Transport Processes and Unit Operation 3rd Edition.
Boston: Allyn and Bacon.
Helmizar. (2010). Studi Eksperimental Pengukuran Head Losses Minor pada
Instalasi Pipa. Bengkulu: Universitas Negeri Bengkulu.
Herman, G. C. (2020). Analisis Heat Losses dan Pressure Drop pada Sistem
Pemipaan Panas Bumi dengan Simulasi Aspen Hysys di PT Geo Dipa
Energi (Persero) Unit Patuha. E-Proceeding of Engineering. (7(1) : 1106-
1114.
Munson, B.R., Young, D. F. dan Okiishi, T. H. (2003). Mekanika Fluida. Jakarta:
Erlangga.
Raswari. (1986). Teknologi dan Perencanaan Sistem Perpipaan. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
Siregar, S.F.(2004). Valve. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Syahrul, F. (2004). Pompa Rotary Roda Gigi. Medan: Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
Tobing, L.(2010). Penentuan Persamaan Faktor Gesekan Baru dengan
Menggunakan Metode Regresi Multi Variabel Bertolak Ukur pada
Persamaan Faktor Gesekan Chen. Jurnal Polimesin. 2(1) : 85-94.
Tim Laboratorium.(2014).Penuntun PraktikumOperasi Teknik Kimia I. Pekanbaru
: Universitas Riau
Tipler,P. (1998) . Fisika Untuk Sain Dan Teknik. Jakarta : Erlangga

29
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

1. Menghitung debit (Q)


Diameter pipa no. 2 = 6.3 mm = 0,0318
ft Diameter pipa no. 4 = 17.21 mm =
0.0565 ft1 𝑓𝑡3 = 0,028317 m3

ρai r = 1 gr/cm3 = 62,43 lbm/ft3


gc = 32,174 lbm.ft/lbf.s2 ρair = 1 g/cm3 = 62,43 lb/ft3

Penyelesaian:
 Menghitung Pipa Contruction Bukaan 25%
 Bukaan 25%
V 0,006
Q1 = t = 30,42 = 0,0001 m3/s
1 1
A = 𝜋d2 = 𝑥 3,14 x (0,0318𝑓𝑡)2 = 0,00079 ft2
4 4
Q 0,859 x 10−2 ft3/s
V1 =A= = 0,12ft/s
5,34 𝑥10−2𝑓𝑡2
lbm ft
ρvD 62,43 x 0,12 x 0,0318 ft
ft3 s
NRe1 = = = 354
µ 6,7197 x 10−4 lb/ft.det

32µ𝐿𝑉2 32 X 6,7197 x 10−4 lbm/ft.s x6,2335 ft x (0,12 ft/s)2


F1 = =
gc D2 ρ 32,174 lbm.ft/lbf.s2 x(0,0318ft)2 x 62,43 lbm/ft3

= 3,787 ft/lbm
𝑓𝑡 ft 2
2 𝐹𝑔𝑐𝐷 2𝑥3,787 𝑥 32,174 lbm. .s 𝑥0,0318 𝑓𝑡
𝑙𝑏𝑚 lbf
f1 = = 𝑓𝑡
𝐿𝑉 2 6,2335 𝑓𝑡 𝑥 (0,12 )2
𝑠
= 0,017

29
30

Tabel B.1 Hasil Perhitungan Pipa Contraction


Bukaan Volume
Q (𝑚3/𝑠) V (𝑓𝑡2) f Nrey
Valve (L)
6 0,0001 0,12 0,017 354
12 0,0003 0,37 0,161 1093
25%
18 0,0005 0,63 0,359 1861
24 0,0007 0,88 5,175 2599

6 0,0002 0,25 0,033 738,9


12 0,0003 0,37 0,161 1093
50%
18 0,0005 0,63 0,359 1861
24 0,0007 0,88 5,175 2599
6 0,0001 0,12 0,017 354
75 % 12 0,0003 0,37 0,161 1093
18 0,0005 0,63 0,359 1861
24 0,0007 0,88 5,175 2599
6 0,0002 0,25 0,033 738,9
100% 12 0,0003 0,37 0,161 1093
18 0,0005 0,25 0,033 1861
24 0,0006 0,75 2,731 2215

 Menghitung Pipa No.4


Diameter pipa no. 4 = 17,21 mm = 0,0565 ft

Penyelesaian:
 Menghitung Pipa N0.4 Bukaan 25%
 Bukaan 25%
V 0,006
Q1 = t = 11,67 = 0,00051 m3/s
1 1
A = 4 𝜋d2 = 𝑥 3,14 x (0,0565𝑓𝑡)2 = 0,0025 ft2
4
Q 0,00051 ft3/s
V1 =A= = 0,204ft/s
0,0025𝑓𝑡2
lbm ft
ρvD 62,43 x 0,204 x 0,0565 ft
ft3 s
NRe1 = = = 1070
µ 6,7197 x 10−4 lb/ft.det

32µ𝐿𝑉2 32 X 6,7197 x 10−4 lbm/ft.s x6,2335 ft x (0,204 ft/s)2


F1 = gc D2 ρ = 32,174 lbm.ft/lbf.s2 x(0,0565ft)2 x 62,43 lbm/ft3

= 3,45ft/lbm
31

𝑓𝑡 ft 2
2 𝐹𝑔𝑐𝐷 2𝑥3,45 𝑥 32,174 lbm. .s 𝑥0,0585 𝑓𝑡
𝑙𝑏𝑚 lbf
f1 = = 𝑓𝑡
𝐿𝑉 2 6,2335 𝑓𝑡 𝑥 (0,204 )2
𝑠
= 0,08

Tabel B.2 Hasil Perhitungan Pipa No.4


Bukaan Volume
Q (𝑚3/𝑠) V (𝑓𝑡2) f Nrey
Valve (L)
6 0,00051 0,204 0,08 1070
12 0,00049 0,196 0,07 1028
25%
18 0,00047 0,188 0,06 986
24 0,00046 0,184 0,05 965

6 0,00074 0,296 0,37 1553


12 0,00068 0,272 0,26 1427
50%
18 0,00064 0,256 0,20 1343
24 0,00063 0,252 0,19 1322
6 0,00068 0,272 0,26 1427
75 % 12 0,00072 0,288 0,33 1511
18 0,00066 0,264 0,23 1385
24 0,00067 0,252 0,19 1322
6 0,00058 0,232 0,14 1217
100% 12 0,00066 0,264 0,23 1385
18 0,00066 0,264 0,23 1385
24 0,00065 0,26 0,22 1364

 Menghitung Pipa Elbow 45


Diameter pipa no. 4 = 17,21 mm = 0,0565 ft

Penyelesaian:
 Menghitung Pipa Elbow Bukaan 25%
 Bukaan 25%
V 0,006
Q1 = t = 10,34 = 0,00058 m3/s
1 1
A = 4 𝜋d2 = 𝑥 3,14 x (0,0565𝑓𝑡)2 = 0,0025 ft2
4
32

Q 0,00058 ft3/s
V1 =A= = 0,232ft/s
0,0025𝑓𝑡2
lbm ft
ρvD 62,43 x 0,232 x 0,0565 ft
ft3 s
NRe1 = = = 1217
µ 6,7197 x 10−4 lb/ft.det

32µ𝐿𝑉2 32 X 6,7197 x 10−4 lbm/ft.s x6,2335 ft x (0,232 ft/s)2


F1 = gc D2 ρ = 32,174 lbm.ft/lbf.s2 x(0,0565ft)2 x 62,43 lbm/ft3

= 4,46 ft/lbm
𝑓𝑡 ft 2
2 𝐹𝑔𝑐𝐷 2𝑥4,46 𝑥 32,174 lbm. .s 𝑥0,0585 𝑓𝑡
𝑙𝑏𝑚 lbf
f1 = = 𝑓𝑡
𝐿𝑉 2 6,2335 𝑓𝑡 𝑥 (0,232 )2
𝑠
= 0,14

Tabel B.3 Hasil Perhitungan Pipa Elbow 45


Bukaan Volume
Q (𝑚3/𝑠) V (𝑓𝑡2) f Nrey
Valve (L)
6 0,00058 0,232 0,14 1217
12 0,00057 0,288 0,13 1196
25%
18 0,00052 0,208 0,09 1091
24 0,00059 0,236 0,15 1236

6 0,00068 0,272 0,26 1427


12 0,00069 0,276 0,28 1448
50%
18 0,00063 0,252 0,19 1322
24 0,00064 0,256 0,20 1343
6 0,00059 0,236 0,15 1238
75 % 12 0,00064 0,256 0,20 1343
18 0,00064 0,256 0,20 1343
24 0,00063 0,252 0,19 1322
6 0,00085 0,34 0,64 1784
100% 12 0,00077 0,308 0,43 1616
18 0,00072 0,288 0,33 1511
24 0,00071 0,284 0,31 1490

 Menghitung Pipa Elbow 90


Diameter pipa no. 4 = 17,21 mm = 0,0565 ft
33

Penyelesaian:
 Menghitung Pipa Elbow Bukaan 25%
 Bukaan 25%
V 0,006
Q1 = t = 192,6 = 3,11 m3/s
1 1
A = 4 𝜋d2 = 𝑥 3,14 x (0,0565𝑓𝑡)2 = 0,0025 ft2
4
Q 3,11ft3/s
V1 = A = 0,0025𝑓𝑡2 = 1244ft/s
lbm ft
ρvD 62,43 x 1244 x 0,0565 ft
ft3 s
NRe1 = = = 6,52
µ 6,7197 x 10−4 lb/ft.det

32µ𝐿𝑉2 32 X 6,7197 x 10−4 lbm/ft.s x6,2335 ft x (1244 ft/s)2


F1 = gc D2 ρ = 32,174 lbm.ft/lbf.s2 x(0,0565ft)2 x 62,43 lbm/ft3

= 1284ft/lbm
𝑓𝑡 ft 2
2 𝐹𝑔𝑐𝐷 2𝑥1284 𝑥 32,174 lbm. .s 𝑥0,0585 𝑓𝑡
𝑙𝑏𝑚 lbf
f1 = = 𝑓𝑡
𝐿𝑉 2 6,2335 𝑓𝑡 𝑥 (1244 )2
𝑠
= 1,121
Tabel B.4 Hasil Perhitungan Pipa Elbow 90
Bukaan Volume
Q (𝑚3/𝑠) V (𝑓𝑡2) f Nrey
Valve (L)
6 3,11 1244 1,121 6,52
12 6,11 2444 1,727 1,28
25%
18 9,13 3652 8,613 1,92
24 11,7 4680 2,322 2,45

6 3,21 1284 1,315 6,73


12 6,25 2500 1,891 1,31
50%
18 8,62 3460 6,939 1,81
24 11,39 4556 2,089 2,39
6 3,07 1228 1,101 6,44
75 % 12 6,06 2424 1,671 1,27
18 8,77 3508 8,613 1,84
24 11,26 4504 2,322 2,36
6 3,15 1260 1,220 6,61
100% 12 6,19 2476 4,712 1,29
18 8,69 3476 7,068 1,82
24 11,23 4492 1,971 2,35
LAMPIRAN C

DOKUMENTASI

Gambar C.1 Pada Pipa 2 Gambar C.2 Pada Pipa


pada Elbow 90°
Contraction

Gambar C.3 Pada Pipa Gambar C.4 Pengukuran

Enlargement Waktu Laju Alir

laju Alir
Laju Alir

34

Anda mungkin juga menyukai