OLEH :
Aliran fluida adalah suatu perpidahan fluida dari satu titik ke titik lainnya.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pola aliran fluida didalam pipa,
menghitung tekanan/pressure drop dan friction loss aliran fluida didalam pipa, serta
memahami peralatan-peralatan yang berkaitan dengan transportasi aliran fluida.
Headloss adalah suatu nilai untuk mengetahui seberapa besarnya reduksi tekanan
total (total head) yang diakibatkan oleh fluida saat melewati sistem pengaliran.
Total head, merupakan kombinasi dari elevation head (tekanan karena ketinggian
suatu fluida), Velocity head, (tekanan karena kecepatan alir suatu fluida) dan
pressure head (tekanan normal dari fluida itu sendiri). Pada industri, metode
perhitungan aliran fluida sangat digunakan dalam perancangan pemanasan pipa,
penempatan pipa, panjang pipa dan hal-hal lain yang diperlukan dalam transportasi
aliran fluida. Prosedur percobaan yaitu melakukan persiapan dengan mengecek
kondisi pompa dan peralatan aliran fluida. Lalu melakukan percobaan dengan
mengisi tangki air sampai penuh, mengalirkan pompa keseluruh perpipaan,
melakukan kalibrasi pada flow rate yang berbeda dengan bantu valve, kemudian
melakukan variasi bukaan valve yaitu bukaan 25%, 50%, 75%, dan 100% pada pipa
contraction 2, 450 dan 900 elbow, pipa 4 dan friction loss dalam enlargement dan
contraction dengan variasi volume fluida yaitu 06, 12, 18 dan 24 liter. Setelah data
diperoleh, maka dapat dihitung nilai head loss dan friction loss. Data yang diamati
yaitu perubahan presure drop dan waktu yang dibutuhkan aliran fluida untuk
mengalir dengan volume yang telah ditentukan.
Kata Kunci: aliran fluida, flow rate, friction loss, head loss, valve.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fluida
Fluida merupakan suatu zat yang dapat mengalir dan menyesuaikan diri
dengan tempatnya dan tidak mampu menahan pengaruh gaya geser. Zat padat
mempertahankan suatu bentuk dan ukuran yang tetap, sekalipun suatu gaya yang
besar diberikan pada zat padat tersebut, zat padat tidak mudah berubah bentuk
maupun volumenya, sedangkan zat cair dan gas, zat cair tidak mempertahankan
bentuk yang tetap, zat cair mengikuti bentuk wadahnya dan volumenya dapat
diubah hanya jika diberikan padanya gaya yang sangat besar dan gas tidak
mempunyai bentuk dan maupun volume yang tetap, gas akan berkembang mengisi
seluruh wadah. Karena zat cair dan gas tidak mempertahankan suatu bentuk yang
tetap, keduanya mempunyai kemampuan untuk mengalir. Dengan demikian kedua–
duanya sering secara kolektif disebut sebagai fluida (Dharma, 2012).
Fluida dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir.
Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul dalam fluida jauh lebih kecil
dari ikatan molekul dalam zat padat, akibatnya fluida mempunyai hambatan yang
relatif kecil pada perubahan bentuk karena gesekan. Zat cair mengikuti bentuk dari
wadah dan volumenya dapat diubah jika diberikan gaya. Zat yang berwujud gas,
tidak memmpunyai volume ataupun bentuk yang tetap karena gas berkembang
mengisi seluruh wadah. Karena kedua fasa ini tidak mempertahan suatu bentuk
yang tetap, sehingga memudahkan keduanya untuk mengalir dan secara kolektif
disebut sebagai fluida. Fluida biasa ditransportasikan dalam pipa atau tabung yang
penampangnya bundar dan terdapat dipasaran dalam berbagai ukuran, tebal dinding
dan bahan konstruksi yang penggunaannya cepat dengan kebutuhan prosesnya.
Untuk menyambung potongan pipa atau tabung bergantung pada sifat bahan yang
digunakan dan tebalnya pipa (Dharma, 2012).
Bagian-bagian tabung yang berdinding tebal biasanya disambungkan
dengan penyambung ulir, flens atau las. Tabung-tabung berdinding tipis disambung
dengan solder atau dengan sambungan jolak. Pipa yang terbuat dari bahan rapuh
2
3
seperti gelas atau besi cor di sambungkan dengan sambungan flens. Bila
menggunakan pipa sambung berulir bagian luar ujung pipa dibuat berulir dengan
alat pembuat ulir. Untuk menjamin rapatnya sambungan itu pada ujung berulir pipa
itu dibalutkan terlebih dahulu oleh pita politetraflouro etilen (Tobing, 2010).
Menurut Andayani, et al. (2019), fluida mencakup zat cair dan gas.
Berdasarkan kondisinya fluida terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Fluida Statis
Fluida statis adalah fluida yang berada kondisi diam dan tidak bergerak.
Contohnya air sumur, air dalam gelas, air laut dan lain-lain.
2. Fluida Dinamis
Fluida dinamis adalah fluida yang berada dalam kondisi bergerak atau
mengalir. Contohnya adalah aliran air, angin, dan lain-lain.
2.2 Jenis - Jenis Fluida
Fluida diklasifikasikan sebagai fluida newtonian dan fluida non-newtonian.
Fluida newtonian adalah fluida yang viskositasnya tidak dipengaruhi oleh gaya dari
luar seperti tekanan dan suhu. Fluida non-newtonian adalah kebalikan dari fluida
newtonian, dimana viskositas dipengaruhi oleh gaya dari luar seperti tekanan dan
suhu. Gas dan cairan encer cenderung bersifat newtonian (Tobing, 2010).
Fluida dapat diklasifikasikan pula sebagai fluida incompressible dan fluida
compresibble. Fluida imcompressible adalah fluida yang tidak mengalami banyak
perubahan volume pada saat diberi gaya dari luar seperti perubahan tekanan atau
suhu. Fluida compressible adalah fluida yang mengalami perubahan volume pada
saat diberi gaya dari luar. Contoh dari fluida compressible adalah gas dan uap
(Tobing, 2010).
Dimana :
ρ = kerapatan massa (kg/m3)
m = massa fluida (kg)
v = volume fluida (m3)
2. Tekanan (Pressure)
Tekanan atau pressure berhubungan dengan volume dan suhu. Jika dalam
suatu volume memiliki tekanan yang tinggi maka suhu akan meningkat. Tekanan
fluida menyebar ke semua arah dengan kekuatan yang sama serta tegak lurus pada
bidang. Tekanan dilambangkan dengan P yang diartikan sebagai gaya per satuan
luas, di mana gaya (F) diasumsikan berkerja secara tegak lurus terhadap luas
permukaan A. Rumus dari tekanan (pressure) dapat ditunjukkan pada persamaan
berikut:
𝐹
𝑃= ................................................. (1.2)
𝐴
Dimana :
ρ = kerapatan massa (kg/m3)
F = gaya (N)
A = luas permukaan (cm²)
Semua yang menggunakan fluida sangat memerlukan konsep tekanan.
Sebuah percobaan menghasilkan fakta bahwa fluida akan memberikan tekanan ke
semua arah, sebagai contoh para perenang yang merasakan tekanan pada seluruh
tubuhnya yang disebabkan oleh tekanan air. Fluida diam akan memberikan tekanan
yang sama ke semua arah pada titik tertentu yang mengilustrasikan fluida ketika
berada di dalam suatu kubus berukuran kecil di mana gaya gravitasi yang terjadi
6
diabaikan. Tekanan fluida yang terjadi pada suatu sisi harus sama besar dengan
tekanan fluida pada sisi yang berlawanan (Helmizar, 2010).
3. Berat Jenis (Specific Gravity)
Spesific grafity (s.g) adalah sifat yang digunakan untuk memperbandingkan
kerapatan suatu zat dengan kerapatan air. Karena kerapatan semua zat cair
bergantung pada temperatur serta tekanan, maka temperatur zat cair yang
dipertanyakan, serta temperatur air yang dijadikan acuan, harus dinyatakan untuk
mendapatkan harga-harga gravitasi jenis yang tepat (Olson, 1990).
𝜌
𝑠. 𝑔 = ............................................... (1.3)
𝜌𝑤
Dimana :
s.g = gravitasi spesifik (g/cm³)
ρ = kerapatan massa (kg/m3)
ρw = tekanan (N/m²)
4. Kekentalan (Viscosity)
Viskositas adalah ukuran ketahanan sebuah fluida terhadap deformasi atau
perubahan-perubahan bentuk. Viskositas zat cair cenderung menurun dengan
seiring bertambahnya kenaikan temperatur, hal ini disebabkan gaya-gaya kohesi
pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin
bertambahnya temperatur pada zat cair yang menyebabkan berturunnya viskositas
dari zat cair tersebut.
Kekentalan dapat dibuktikan dengan cara meletakkan fluida di antara dua
lempengan datar di mana salah satu lempengan diam dan lempengan yang lain
dibuat bergerak. Fluida yang bersinggungan secara langsung dengan dua
lempengan datar akan ditarik pada permukaannya oleh gaya rekat diantara molekul-
molekul cairan dengan kedua lempengan tersebut. Hal ini menyebabkan permukaan
fluida yang berada di bagian atas bergerak dengan laju v mendekati kecepatan
lempengan bagian atas sedangan fluida yang dekat atau bersinggungan dengan
lempengan datar yang diam akan diam. Kecepatan yang terjadi akan bervariasi
secara linear dari 0 hingga v seperti pada gambar dibawah ini (Helmizar, 2010).
7
Dimana :
τ = Tegangan geser (N/m2)
μ = Viskositas (N.s/m2 atau Poise (P))
du/dy = Laju sebuah lapisan yang bergerak relative terhadap lapisan berdekatan
b. Viskositas Kinematik
Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas absolut
terhadap kerapatan massa. Viskositas kinematik muncul dalam banyak penerapan
misalnya dalam bilangan reynolds. Nilai viskositas kinematik adalah :
𝜇
𝑣= ..................................................... (1.5)
𝜌
Dimana :
ρ = Densitas (kg/m3)
v = Viskositas Absolut (m2/s atau Stoke (St)
8
Dimana :
D = Diameter pipa ( m )
V = Kecepatan rata-rata zat cair ( m / s )
μ = Viskositas zat cair ( kg / m.s )
ρ = Densitas zat cair ( kg / m3 )
Gugus variabel tanpa dimensi yang didefinisikan oleh persamaan di atas
dinamakan Angka Reynolds ( Reynolds Number ). Aliran laminar selalu ditemukan
pada angka Reynold di bawah 2.100, tetapi bisa didapat pada angka Reynold
sampai beberapa ribu, yaitu dalam kondisi khusus dimana lubang masuk pipa
9
sangat baik kebundarannya dan zat cair di dalamnya sangat tenang. Pada kondisi
aliran biasa, aliran itu turbulen pada angka Reynolds di atas kira-kira 4.000.
Terdapat suatu daerah transisi yatu pada angka Reynolds antara 2100 sampai 4000,
dimana jenis aliran itu mungkin laminar dan mungkin turbulen, bergantung pada
kondisi di lubang masuk pipa dan jaraknya dari lubang masuk itu (Raswari 1986).
Berdasarkan pengaruh tekanan terhadap volume, fluida dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu :
1. Fluida tak-termampatkan (incompressible), pada kondisi ini fluida tidak
mengalami perubahan dengan adanya perubahan tekanan, sehingga fluida tak
termampatkan. Contoh fluida tak-termampatkan adalah: air, berbagai jenis
minyak, emulsi, dll.
2. Fluida termampatkan (compressible), pada keadaan ini, fluida mengalami
perubahan volume dengan adanya perubahan tekanan. Contoh fluida
termampatkan adalah : udara, gas alam, dll (Raswari,1986).
2.6 Friction Loss
Gaya gesek (Friction) adalah gaya yang berarah melawan gerak benda atau
arah kecenderungan benda akan bergerak. Gaya gesek muncul apabila dua buah
benda bersentuhan. Benda-benda yang dimaksud di sini tidak harus berbentuk
padat, melainkan dapat pula berbentuk cair, ataupun gas (Geankoplis, 1997).
Akibat adanya gesekan antar fluida dan dinding fluida dalam aliran fluida,
maka akan terjadi kehilangan energy (Head loss). Head loss pada pipa horizontal
dapat dihitung dengan persamaan fanning friction berikut (Geankoplis, 1997):
𝐿 𝑥 𝑣2
∆𝑃 = 4𝑓 ......................................... ....(1.7)
2𝐷
Friction loss dari gesekan pada pipa lurus (fanning friction), expansion loss,
contraction loss dan kerugian dalam pemasangan sambungan dan katup semuanya
dimasukkan pada persamaan berikut.
∆𝐿 𝑣2
Σ𝐹 = (4𝑓 + 𝐾𝑒𝑥 + 𝐾𝑐 + 𝐾𝑓 ) 2 .............(1.8)
𝐷
10
Dimana :
hex = friction loss (J/kg)
Kex = koefisien expansion loss = (1-A1/A2)2
v1 = kecepatan masuk pada area yang kecil (m/s)
v2 = kecepatan downstream (m/s)
α = 1 untuk aliran turbulen dan ½ untuk aliran laminar
Dimana :
hc = friction loss
α = 1 untuk aliran turbulen dan ½ untuk aliran laminar
Kc = koefisien contraction loss = 0.55 (1-A2/A1)2
v2 = kecepatan rata-rata pada downstream
11
4. Pressure Drop
Penurunan tekanan dan head loss dalam sebuah pipa akan bergantung
kepada tegangan geser yang ada di dinding pipa (τw) yaitu antara fluida dan
permukaan pipa. Perbedaan antara aliran laminer dan aliran turbulen yaitu bila
tegangan geser untuk aliran turbulen adalah fungsi dari kerapatan fluida (ρ). Untuk
aliran laminer, tegangan geser tidak bergantung pada kerapatan, sehingga hanya
viskositas (μ) yang menjadi sifat fluida yang penting (Herman, 2020). Parameter
kekasaran pipa sering direpresentasikan sebagai faktor gesekan (friction factor),
dengan rumus :
𝐿 𝜌𝑣 2
∆𝑃 = 𝑓 ........................................ ..(1.12)
𝐷 2
Semakin besar diameter pipa yang digunakan maka semakin kecil pressure
drop yang dihasilkan.
2.7 PersamaanKontinuitas
Persamaan kontinuitas mengatakan hubungan antara kecepatan fluida
yang masuk pada suatu pipa terhadap kecepatan fluida yang keluar.
Hubungan tersebut dinyatakan dengan :
Q = A V ................................................. (1.13)
Dimana :
A = Luas penampang (m2)
V = kecepatan (m/det)
Debit adalah besaran yang menyatakan volume fluida yang mengalir tiap
satuan waktu.
𝑉
Q= ..................................................... (1.14)
𝑡
Dimana :
V = Volume (m3)
T = waktu (detik)
Jika di subtitusikan persamaan 6 dan 7 maka akan dihasilkan persamaan :
V
v= .................................................... (1.15)
t.A
Dimana :
V = volume (m3)
t = waktu (s)
A = Luas penampang (m2)
v = kecepatan (m/s)
Jika fluida bergerak dalam pipa yang mengalir dengan luas penampang
yang berbeda maka volume yang mengalir (Tipler,1998) :
V = A.v.t ............................................. (1.16)
A1.v1.t1 = A2.v2.t2 ................................... (1.17)
13
Dimana :
ΔZ = beda tinggi sistem perpipaan pada titik 1 dan 2 (ft)
g = gaya gravitasi (32.2 ft/det 2)
gc = konstanta gravitasi (32.2 lbm.ft/lbf.det 2)
ΔV = beda kecepatan linear fluida pada titik 1 dan 2 (ft/det 2)
ΔP = Pressure drop atau beda tekanan pada titik 1 dan 2 (lbf/ft 2)
F = friction loss karena gesekan fluida dengan dinding pipa (ft.lbf/lbm)
W = kerja pada sistem (ft.lbf/lbm)
2.9 Manometer
Menurut Munson (2003), salah satu alat ukur tekanan pada fluida adalah
manometer. Alat ukur ini melibatkan penggunaan kolom cairan dalam tabung-
tabung tegak atau miring. Tipe manometer yang sering digunakan adalah
manometer U, manometer miring, dan manometer V. fluida yang berada dalam
manometer di sebut fluida pengukur. Karena kebanyakan fluida dapat
menyebabkan perbedaan tekanan sepanjang bagian pengukuran, suatu alat ukur
sederhana dapat digunakan untuk menentukan perbedaan ini. Salah satu alat yang
sederhana adalah manometer pipa U. Tabung U (U Tube) adalah contoh sederhana
instrument pengukuran tekanan yang menggunakan kolom zat cair. Alat ukur
tekanan ini terdiri dari air raksa didalam U-Shaped. Salah satu ujung dari tabung U
dihubungkan ke bidang tekanan yang tidak diketahui dan ujung yang lain
dihubungkan dengan sumber tekanan acuan (umumnya tekanan atmosfer), seperti
pada gambar di bawah ini.
14
1. Air
15
16
17
18
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pipa Contraction
Pada percobaan ini digunakan pipa contraction , dalam percobaan head loss
dan friction loss di dalam pipa contraction, aliran fluida tidak dipengaruhi oleh
diameter pipa, karena aliran fluida hanya mengalir di dalam pipa dengan diameter
yang sama dari awal hingga ujung. Dilakukan percobaan head loss & fraction loss
pada pipa contraction dengan diameter pipa 0,0216 ft dan panjang pipa 3,6475 ft.
dimana pipa tersebut dialiri fluida dengan bukaan valve sebesar 25%, 50%, 75%
dan 100%. Didapatkan grafik hubungan head loss terhadap kecepatan volumetrik
seperti dibawah ini.
21
140
Head Loss
135
130
130 127 128
125
120
115
0.5 0.53 0.53 0.5
Kecepatan
3
Friiction Loss
2.5
2
1.476
1.5
0.5
0
1.682 1.682 1.682 1.321
Nre
Gambar 4.2 Hubungan Nre terhadap Friction Loss pada bukaan valve 25%, 50%,
75% dan 100% pada pipa contraction
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki nilai
yang berbanding lurus dengan bilangan Reynold, hasil yang didapat dari grafik
sudah sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil percobaan
yang didapat berbanding lurus.
4.2.2 Head Loss dan Friction Loss pada Pipa 4 pada bukaan
Berdasarkan literatur diketahui bahwa hubungan antara kecepatan (v) dan head
loss (H) adalah berbanding lurus. Dilihat dari gambar 4.3, hasil percobaan yang
didapatkan sudah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin besar
kecepatan aliran fluida maka semakin besar pula head loss yang terjadi pada aliran
pipa, walaupun hasilnya tidak teratur atau hasil grafik yang didapat naik turun,
dikarenakan aliran dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida dengan dinding
pipa semakin besar sehingga energi yang hilang (head loss) semakin banyak
0.2
0.15
0.1 0.065
0.05
0
1.012 1.411 4.623 1.337
Nre
Gambar 4.4 Hubungan Nre terhadap Friction Loss pada bukaan valve 25%,
50%, 75% dan 100% pada pipa Enlargement
24
Berdasarkan Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki nilai yang
berbanding lurus dengan bilangan Reynold, hasil yang didapat dari grafik sudah
sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil percobaan yang
didapat berbanding lurus walaupun hasilnya tidak teratur atau hasil grafik yang
didapat naik turun.
4.2.3 Head Loss dan Friction Loss pada Elbow 45° pada bukaan 25%, 50%,
75%, dan 100%
Pada Elbow 45° yang dilakukan pengukuran head loss dan friction loss nya
adalah dalam keadaan horizontal/lurus, dimana keadaan diameter dari pipa sama
ukurannya mulai dari awal hingga ujung. Head loss biasanya dinyatakan dengan
satuan panjang. Nilai head loss adalah harga ∆h yang dinyatakan dengan satuan
panjang mmHg atau inHg menggunakan persamaan ∆h = ha - hb. Data percobaan
pada Elbow 45° yang dilakukan dapat dilihat pada gambar di bawah ini
20 18
Head Loss
15
10
0
0.7 0.61 0.61 0.68
Kecepatan
dikarenakan aliran dengan kecepatan tinggi maka gesekan fluida dengan dinding
pipa semakin besar sehingga energi yang hilang (head loss) semakin banyak.
0.185
0.2
0.15 0.127
0.1
0.05
0
1185 1385 1331 1600
Nre
Gambar 4.6 Hubungan Nre terhadap Friction Loss pada bukaan valve 25%,
50%, 75% dan 100% pada Elbow 45°
Berdasarkan Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki nilai
yang berbanding lurus dengan bilangan Reynold, hasil yang didapat dari grafik
sudah sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil percobaan
yang didapat berbanding lurus walaupun hasilnya tidak teratur atau hasil grafik
yang didapat naik turun.
4.2.4 Head Loss dan Friction Loss pada Elbow 90° pada bukaan 25%, 50%,
75%, dan 100%
Pada Elbow 90° yang dilakukan pengukuran head loss dan friction loss nya
adalah dalam keadaan horizontal/lurus, dimana keadaan diameter dari pipa sama
ukurannya mulai dari awal hingga ujung. Head loss biasanya dinyatakan dengan
satuan panjang. Nilai head loss adalah harga ∆h yang dinyatakan dengan satuan
panjang mmHg atau inHg menggunakan persamaan ∆h = ha - hb. Data percobaan
pada Elbow 90° yang dilakukan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
26
Gambar 4.7 Hubungan Kecepatan (ft/s) terhadap Head loss(inHg) pada bukaan
valve 25%, 50%, 75% dan 100% pada Elbow 90°
Berdasarkan literatur diketahui bahwa hubungan antara kecepatan (v) dan
head loss (H) adalah berbanding lurus. Dilihat dari gambar 4.7, hasil
percobaan yang didapatkan tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan
bahwa semakin besar kecepatan aliran fluida maka semakin besar pula head
loss yang terjadi pada aliran pipa, dikarenakan aliran dengan kecepatan
tinggi maka gesekan fluida dengan dinding pipa semakin besar sehingga
energi yang hilang (head loss) semakin banyak.
3.4
3.3
Friiction Loss
3.2
3.1 3.05
3.01
2.97
3
2.9
2.8
2.7
3.04 3.06 2.97 3.01
Nre
Gambar 4.8 Hubungan Nre terhadap Friction Loss pada bukaan valve
25%,50%, 75% dan 100% pada Elbow 90°
27
Berdasarkan Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa friction loss memiliki nilai yang
berbanding terbalik lurus dengan bilangan Reynold, hasil yang didapat dari grafik
tidak sesuai dengan persamaan blasius diatas bahwa seharusnya hasil percobaan
yang didapat berbanding lurus.
28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Semakin besar bukaan yang diberikan, maka semakin besar head loss dan
friction loss yang diperoleh.Semakin besar kecepatan fluida yang mengalir,
maka kerugian gesekan atau friction loss nya akan semakin besar. Semakin besar
diameter pipa yang digunakan, maka semakin kecil kecepatan fluida dan head
loss yang diperoleh, begitu juga sebaliknya semakin kecil diameter pipa yang
digunakan, maka semakin besar kecepatan fluida dan head lossnya.
5.2 Saran
1. Untuk praktikan selanjutnya disarankan untuk teliti dalam melakukan
pembukaan dan penutupan manometer valve agar dalam pembacaan data
pada manometer didapat data yang akurat.
2. Selama praktikum, praktikan harus hati-hati dan harus dalam keadaan yang
kering terutama ketika menghidupkan/mematikan aliran listrik pada alat.
28
DAFTAR PUSTAKA
Syahrul, F. (2004). Pompa Rotary Roda Gigi. Medan: Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
Tobing, L.(2010). Penentuan Persamaan Faktor Gesekan Baru dengan
Menggunakan Metode Regresi Multi Variabel Bertolak Ukur pada
Persamaan Faktor Gesekan Chen. Jurnal Polimesin. 2(1) : 85-94.
Tim Laboratorium.(2014).Penuntun PraktikumOperasi Teknik Kimia I. Pekanbaru
: Universitas Riau
Tipler,P. (1998) . Fisika Untuk Sain Dan Teknik. Jakarta : Erlangga
29
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
Penyelesaian:
Menghitung Pipa Contruction Bukaan 25%
Bukaan 25%
V 0,006
Q1 = t = 30,42 = 0,0001 m3/s
1 1
A = 𝜋d2 = 𝑥 3,14 x (0,0318𝑓𝑡)2 = 0,00079 ft2
4 4
Q 0,859 x 10−2 ft3/s
V1 =A= = 0,12ft/s
5,34 𝑥10−2𝑓𝑡2
lbm ft
ρvD 62,43 x 0,12 x 0,0318 ft
ft3 s
NRe1 = = = 354
µ 6,7197 x 10−4 lb/ft.det
= 3,787 ft/lbm
𝑓𝑡 ft 2
2 𝐹𝑔𝑐𝐷 2𝑥3,787 𝑥 32,174 lbm. .s 𝑥0,0318 𝑓𝑡
𝑙𝑏𝑚 lbf
f1 = = 𝑓𝑡
𝐿𝑉 2 6,2335 𝑓𝑡 𝑥 (0,12 )2
𝑠
= 0,017
29
30
Penyelesaian:
Menghitung Pipa N0.4 Bukaan 25%
Bukaan 25%
V 0,006
Q1 = t = 11,67 = 0,00051 m3/s
1 1
A = 4 𝜋d2 = 𝑥 3,14 x (0,0565𝑓𝑡)2 = 0,0025 ft2
4
Q 0,00051 ft3/s
V1 =A= = 0,204ft/s
0,0025𝑓𝑡2
lbm ft
ρvD 62,43 x 0,204 x 0,0565 ft
ft3 s
NRe1 = = = 1070
µ 6,7197 x 10−4 lb/ft.det
= 3,45ft/lbm
31
𝑓𝑡 ft 2
2 𝐹𝑔𝑐𝐷 2𝑥3,45 𝑥 32,174 lbm. .s 𝑥0,0585 𝑓𝑡
𝑙𝑏𝑚 lbf
f1 = = 𝑓𝑡
𝐿𝑉 2 6,2335 𝑓𝑡 𝑥 (0,204 )2
𝑠
= 0,08
Penyelesaian:
Menghitung Pipa Elbow Bukaan 25%
Bukaan 25%
V 0,006
Q1 = t = 10,34 = 0,00058 m3/s
1 1
A = 4 𝜋d2 = 𝑥 3,14 x (0,0565𝑓𝑡)2 = 0,0025 ft2
4
32
Q 0,00058 ft3/s
V1 =A= = 0,232ft/s
0,0025𝑓𝑡2
lbm ft
ρvD 62,43 x 0,232 x 0,0565 ft
ft3 s
NRe1 = = = 1217
µ 6,7197 x 10−4 lb/ft.det
= 4,46 ft/lbm
𝑓𝑡 ft 2
2 𝐹𝑔𝑐𝐷 2𝑥4,46 𝑥 32,174 lbm. .s 𝑥0,0585 𝑓𝑡
𝑙𝑏𝑚 lbf
f1 = = 𝑓𝑡
𝐿𝑉 2 6,2335 𝑓𝑡 𝑥 (0,232 )2
𝑠
= 0,14
Penyelesaian:
Menghitung Pipa Elbow Bukaan 25%
Bukaan 25%
V 0,006
Q1 = t = 192,6 = 3,11 m3/s
1 1
A = 4 𝜋d2 = 𝑥 3,14 x (0,0565𝑓𝑡)2 = 0,0025 ft2
4
Q 3,11ft3/s
V1 = A = 0,0025𝑓𝑡2 = 1244ft/s
lbm ft
ρvD 62,43 x 1244 x 0,0565 ft
ft3 s
NRe1 = = = 6,52
µ 6,7197 x 10−4 lb/ft.det
= 1284ft/lbm
𝑓𝑡 ft 2
2 𝐹𝑔𝑐𝐷 2𝑥1284 𝑥 32,174 lbm. .s 𝑥0,0585 𝑓𝑡
𝑙𝑏𝑚 lbf
f1 = = 𝑓𝑡
𝐿𝑉 2 6,2335 𝑓𝑡 𝑥 (1244 )2
𝑠
= 1,121
Tabel B.4 Hasil Perhitungan Pipa Elbow 90
Bukaan Volume
Q (𝑚3/𝑠) V (𝑓𝑡2) f Nrey
Valve (L)
6 3,11 1244 1,121 6,52
12 6,11 2444 1,727 1,28
25%
18 9,13 3652 8,613 1,92
24 11,7 4680 2,322 2,45
DOKUMENTASI
laju Alir
Laju Alir
34